cover
Contact Name
Ihwan Amalih
Contact Email
onlywawan1@gmail.com
Phone
+6282302298624
Journal Mail Official
elwaroqoh1234@gmail.com
Editorial Address
Kampus Pusat IDIA Prenduan. Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan, Sumenep, Jawa Timur. Kode Pos 69465
Location
Kab. sumenep,
Jawa timur
INDONESIA
El-Waroqoh : Jurnal Ushuluddin dan Filsafat
ISSN : 25804014     EISSN : 25804022     DOI : 10.28944
EL-WAROQOH: Jurnal Ushuluddin dan Filsafat is a peer reviewed journal which is highly dedicated as public space to deeply explore and widely socialize various creative and brilliance academic ideas, concepts, and research findings from the researchers, academicians, and practitioners who are concerning to develop and promote the religious thoughts, and philosophies. Nevertheless, the ideas which are promoting by this journal not just limited to the concept per se, but also expected to the contextualization into the daily religious life, such as, inter-religious dialogue, Islamic movement, living Quran, living Hadith, and other issues which are socially, culturally, and politically correlate to the Islamic and Muslim community development. Thereby, the substance of the article which is published expected be able to underline in promoting the value of tolerance, moderate, and contextual, especially which is setting out the values of transformative-humanistic and integrative to the value of local wisdoms.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 51 Documents
PERAN ISTRI PARA NABI: TELAAH PEMIKIRAN MUHAMMAD AMĪN AL-SYINQĪṬĪ DALAM TAFSIR AḌWĀU AL-BAYĀN Towilatur Rohmah; Abdul Muiz Muiz
El-Waroqoh : Jurnal Ushuluddin dan Filsafat Vol 5, No 1 (2021)
Publisher : Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1189.415 KB) | DOI: 10.28944/el-waroqoh.v5i1.308

Abstract

Al-Qur’ān adalah  kitab  suci yang  diturunkan  Allah SWT  sebagai  penutup  kitab-kitab suci sebelumnya kepada seorang nabi penutup para nabi, yang kata-katanya tidak usang dan kandungannya jauh lebih luas. Sulit  bagi  seseorang yang  tidak  mendalami  bahasa  Arab  untuk  dapat memahami dan merasakannya, namun iman seseorang dilihat dari getaran hatinya ketika mendengar pembacaan ayat-ayat al-Qur’ān. Kesulitan tersebut akan menjadi penghalang  bagi  pembaca  maupun  pendengar  dalam  menyelami  makna  kandungannya. Padahal sebagai sebuah petunjuk, al-Qur’ān harus bisa dipahami, dinikmati, dan diamalkan,  bukan  hanya  sekedar  menjadi  bacaan  ritual  belaka.  Mengatasi  masalah demikian,  al-Qur’ān menempuh  berbagai  cara  guna  mengantar  manusia  kepada kesempurnaan  kemanusiaannya,  antara  lain  dengan  mengemukakan  kisah-kisah  baik bersifat faktual maupun simbolik disamping seperangkat ilmu lainnya. Banyaknya  kisa-kisah  yang  diceritakan  dalam al-Qur’ān terutama  kisah pasangan suami istri pada kehidupan Nabi dan Rasul membuat penulis tertarik memilih  tema  terkait  dengan  peran istri  para Nabi  dalam al-Qur’ān. Untuk itu dengan penelitian ini peneliti ingin mengetahui ayat-ayat tentang Istri para nabi dalam al-Qur’ān dan Peran Istri para nabi dalam al-Qur’ān menurut pemikiran Muhammad Amīn Al-Syinqīṭī Dalam Tafsir Aḍwāu Al-Bayān fī Īḍāhi al-Qur’ān bi al-Qur’ān, sehingga dapat disimpulkan bahwa istri-istri para nabi mempunyai peran sangat penting bagi perjalan dakwah para nabi tersebut. Sebagaimana dijelasakan bahwa istri-istri nabi mempunyai peran memberikan ketenangan, menyalurkan hasrat atau kebutuhan dan kesenanga biologis dan psikologis serta berfungsi sebagai wadah dalam melanjutkan dan memelihara  keturunan demi kelanjutan dakwah para nabi
TARJUMĀN AL-MUSTAFĪD : PROFIL DAN SIGNIFIKANSINYA DALAM SEJARAH TAFSIR INDONESIA Ghozi Mubarok
El-Waroqoh : Jurnal Ushuluddin dan Filsafat Vol 4, No 1 (2020)
Publisher : Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (612.475 KB) | DOI: 10.28944/el-waroqoh.v4i1.416

Abstract

Abstrak: Nilai penting Tarjumān al-Mustafīd, karya Abdurrauf Singkel, dalam sejarah Tafsir di Indonesia atau di Nusantara adalah sesuatu yang tidak terbantahkan. Tetapi kemunculan tafsir ini pada abad ke-17 menyisakan pertanyaan-pertanyaan mengenai kesinambungan tradisi tafsir al-Qur’an di Nusantara, terutama ketika kita dihadapkan pada fase kekosongan karya tafsir sebelum dan setelahnya. Artikel ini berupaya mendeskripsikan profil kitab Tarjumān al-Mustafīd, menjelaskan signifikansinya dalam sejarah tafsir Indonesia, serta menjawab pertanyaan-pertanyaan di seputar kesinambungan dan keterputusan tradisi tafsir di Indonesia pada masa-masa awal tersebut. Menyangkut profil kitab Tarjumān al-Mustafīd, dapat disimpulkan bahwa kitab ini merupakan saduran dari Tafsīr al-Jalālayn ke dalam Bahasa Melayu dan ditulis secara ringkas (ijmālī) dengan tujuan untuk menjadi media dakwah dan pembelajaran al-Qur’an bagi masyarakat umum. Tidak ada jawaban yang final bagi pertanyaan mengapa kitab Tarjumān al-Mustafīd ini tidak didahului oleh karya tafsir lain sebelumnya serta tidak disusul oleh karya penting lain hingga kira-kira dua abad berikutnya. Para peneliti meyakini bahwa “fase keterputusan” itu tidak dapat dilepaskan dari faktor sosial dan politik (bukan hanya faktor intelektual-akademis) pada masa tersebut. Tetapi fakta bahwa Tarjumān al-Mustafīd bisa bertahan dan sampai ke kita dewasa ini juga memperlihatkan bahwa “keterputusan” itu sesungguhnya tidak benar-benar terjadi.
PERUMPAMAAN KARAKTERISTIK PENGIKUT NABI MUHAMMAD SAW DALAM SURAT AL-FATH AYAT 29 (STUDI KOMPARATIF DALAM TAFSIR AL-JÃMI’ LI AHKÃM AL-QUR’ÃN DAN TAFSIR ASH-SHA’RÃWÎ) Qurrotul A'yun; Mohammad Fattah
El-Waroqoh : Jurnal Ushuluddin dan Filsafat Vol 5, No 2 (2021)
Publisher : Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2991.187 KB) | DOI: 10.28944/el-waroqoh.v5i2.324

Abstract

Memahami ayat al-Qur’an yang mengandung perumpamaan bukanlah perkara mudah untuk dipahami dengan jelas. Hal ini menunjukkan bahwa isi pesan yang akan disampaikan bersifat sangat penting. Begitu pula mengenai perumpamaan pengikut Nabi Muhammad SAW yang diberikan Allah SWT kepada Rasul-Nya. Pengikut tersebut memiliki potensi iman yang luar biasa hebat dan kuat nya bagai tanaman yang mengeluarkan tunas, sehingga tumbuh subur dan kokoh. Maka dari itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pandangan Al-Qurṭubi dan Syekh Muhammad Mutawalli Ash-Sha’râwî tentang karakteristik pengikut Nabi Muhammad SAW dalam surat al-Fath ayat 29 serta bagaimana pandangan Al-Qurṭubi dan Syekh Muhammad Mutawalli Ash-Sha’râwî tentang perumpamaan karakteristik pengikut Nabi Muhammad SAW dalam surat al-Fath ayat 29. Penelitian ini ditulis dengan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian library research (studi pustaka). Menurut pandangan  Al-Qurṭubi dan Syekh Muhammad Mutawalli Ash-Sha’râwî memberikan karakteristik terhadap pengikut Nabi Muhammad SAW yaitu mereka menyikapi orang kafir dengan bersikap keras, layaknya seekor singa yang menemui mangsanya, dan bersikap lembut terhadap sesama muslim, dan memperbanyak ibadah sholat untuk mendekatkan diri dan dan meraih ridhaNya. Sedangkan perumpamaan pengikut Nabi Muhammad SAW menurut Al-Qurṭubi dan Syekh Muhammad Mutawalli Ash-Sha’râwî ialah seperti benih yang tumbuh kemudian menjadi tunas dan membentuk akar tanaman yang kuat.
PERAN WANITA DALAM AMAR MAKRUF NAHI MUNGKAR: KAJIAN TAFSIR AL-AZHÃR DAN AL-MISBÃH Su'aibah Su'aibah; Imadulhaq Fatcholi
El-Waroqoh : Jurnal Ushuluddin dan Filsafat Vol 5, No 1 (2021)
Publisher : Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (808.149 KB) | DOI: 10.28944/el-waroqoh.v5i1.307

Abstract

Sebagian orang memandang dalam menegakkan Amar makruf nahi mungkar hanya sebatas pada lingkup kaum laki-laki saja. Diantara mereka beranggapan bahwa laki-laki lah yang pantas dan berhak dalam peranan ini. Para wanita tidak bisa dibatasi hanya bisa dalam urusan dapur, masak, rumah. Karena wanita sebenarnya mampu dan berhak menegakkan kebaikan dan mencegah keburukan dalam keluarga sebagai istri, ibu, hingga ranah masyarakat. Hakikatnya, peran wanita sama rata jika dibandingkan dengan pria. Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa tidak ada perbedaan peran antara keduanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran wanita dalam Amar makruf nahi mungkar kajian tafsir Al-Azhar dan Al-Mishbah. Peneletian ini menggunakan penelitian kualitatif, dengan jenis penelitian pustaka, dan untuk metode analisis datanya menggunakan metode deskriptif-analitik.
RITUAL MUANG SAGKAL: TINJAUAN FENOMENOLOGIS TERHADAP RELASI ISLAM DAN BUDAYA DI MASYARAKAT SUMENEP Khoirun Nisak
El-Waroqoh : Jurnal Ushuluddin dan Filsafat Vol 3, No 1 (2019)
Publisher : Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (495.777 KB) | DOI: 10.28944/el-waroqoh.v3i1.484

Abstract

Kabupaten Sumenep memiliki ikon seni tari yang dikenal yaitu tari muwang sangkal. Tari tersebut berangkat dari sebuah ritual. Ritual muwang sangkal merupakan sebuah ritual yang bertujuan untuk membuang kemalangan atau nasib sial yang masih dilakukan di Bumi Sumekar ini. Akan tetapi, banyak dari masyarakat yang hanya mengenal tarinya dari pada ritualnya. Metode yang digunakan adalah metode wawancara, observasi, dan dokumentasi. Dari metode ini, kemudian peneliti olah dan analisis untuk memperoleh data atau informasi. Data-data diperoleh dari pelaku ritual muwang sangkal, budayawan, dan tokoh masyarakat untuk mendapatkan data-data yang valid. Untuk keabsahan data, peneliti menggunakan triangulasi dengan silang metode, yaitu membandingkan data hasil data yang diperoleh melalui metode dokumentasi. Bentuk ritual muwang sangkal bermacam-macam. Hal-hal yang dilakukan oleh seseorang dengan tujuan untuk membuang dan menjauhkan dirinya dari kemalangan disebut muwang sangkal. Ritual tersebut dilakukan dengan menyediakan pisang rangkap 2 yang tumbuhnya di samping jalan dan buahnya menjorok ke jalan dan diambil sendiri, lalu air sumber asli.  Seperti, tradisi rokat (tase’, pandhaba, sombher, bhuju’) dan selametan (anak, rumah, kendaraan baru, dsb) adalah ritual yang di dalamnya terdapat muwang sangkal. Nilai-nilai keislaman sudah bercampur dengan ritual ini walaupun ritual muwang sangkal sudah ada sebelum Islam datang. Hal ini dapat dibuktikan dengan do’a-do’a yang dipanjatkan ditujukan kepada Allah SWT.
ADAB BERINTERAKSI ANTAR LAWAN JENIS PADA QS. AN-NÛR AYAT 30-31 (STUDI PENAFSIRAN SAYYID QUTUB DALAM TAFSIR FI ZILALI AL-QUR'AN) SULAIHA LEHA; Abdul Mu’iz
El-Waroqoh : Jurnal Ushuluddin dan Filsafat Vol 4, No 2 (2020)
Publisher : Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (195.072 KB) | DOI: 10.28944/el-waroqoh.v4i2.318

Abstract

Dalam berinteraksi antar lawan jenis, pasti ada lirikan atau ketertarikan yang menarik hati dari salah satu kedua belah pihak baik itu dari segi dandanan kecantikan yang terlalu memesona atau berlebihan yang nantinya merupakan efek negatif dari dorongan hasrat dan penyimpangan seksual yang sangat semakin merajalela. Pada kesempatan kali ini, peneliti bertujuan untuk mengetahui bagaimana penafsiran Sayyid Quṭub terhadap Adab Berinteraksi Antar Lawan Jenis pada QS. An-Nur ayat 30-31 dalam tafsirnya Fî Ẓilâlil al-Qur’ân. Penelitian ini dilakukan melalui metode kualitatif dengan jenis penelitian kepustakaan (Library Research) yang bersumber baik melalui kitab-kitab atau buku-buku yang sesuai dengan peninjauannya. Hasil dari penelitian ini meng-ikhtisarkan Adab Berinteraksi antar lawan jenis pada QS. An-Nur Ayat 30-31 menurut penafsiran Sayyid Quthub dalam tafsir Fî Ẓilâlil al-Qur’ân, bahwasanya ada empat hal agar terhindar dari penyelewangan seksual atau keinginan hawa nafsu yang bergejolak dan terhindar dari fitnah, diantaranya: pertama, menahan pandangan dari masing-masing kedua belah pihak kedua, pihak wanita harus mengenakan pakaian yang sopan secara islami dan menjulurkan kain kerudungnya ke buah dada ketiga, tidak memakai harum-haruman alkohol dan perhiasan saat bepergian ke luar rumah dan yang keempat, tidak mengadakan pertemuan kecuali sebatas keperluan.  
MENGEMIS DALAM PERSPEKTIF Al-QUR’ĀN ANALISIS TAFSIR AL-MANAR KARYA MUHAMMAD ‘ABDUH DAN MUHAMMAD RASYID RIDHA Abdul Muiz
El-Waroqoh : Jurnal Ushuluddin dan Filsafat Vol 4, No 1 (2020)
Publisher : Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (506.435 KB) | DOI: 10.28944/el-waroqoh.v4i1.417

Abstract

Berbicara tentang mengemis merupakan suatu permasalahan yang tidak asing lagi didengar, dalam kehidupan sosial masyarakat mengemis sudah menjadi hal biasa dan tidak sedikit dari masyarakat pada umumnya yang menjadikan mengemis (meminta-minta) sebagai pekerjaan sehari-hari. Berhubungan dengan hukum yang ada dalam agama Islam tentu hal ini perlu diadakan penelitian, bagaimana Islam menanggapi dan meluruskan sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan sunnah.Dalam tafsir al-Manᾱr dijelaskan bahwa : pertama; Mengemis merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan oleh kebanyakan orang, meskipun pada hakikatnya tidak diperbolehkan dalam islam. Kecuali beberapa orang yang mendapatkan keringanan. Dan mereka bisa diketahui dari ciri-cirinya. Meskipun demikian, mengemis tidak diperbolehkan dilakukan secara terus menerus atau dijadikan sebagai profesi. Kedua; mengenai orang-orang yang diperbolehkan mengemis. Diantaranya adalah: 1) orang yang tertimpa kemiskinan yang tidak mepunyai harta sama sekali, maka dia boleh meminta sampai dia memperoleh sekadar kebutuhan hidupnya 2) orang yang mempunyai hutang sedangkan orang tersebut tidak mampu membayar lantaran tidak mempunyai harta sama sekali 3) Orang yang mempunyai denda atau orang yang memikul beban berat (diluar kemampuannya), maka dia boleh meminta-minta sehingga setelah cukup lalu berhenti/tidak meminta lagi. Selain dari ketiga golongan tersebut maka meminta-minta itu haram atau dilarang yang hasilnya bila dimakan  juga haram.
KEADILAN SOSIAL DALAM AL-QUR'AN (TELA'AH ATAS PENAFSIRAN BUYA HAMKA DALAM TAFSIR AL-AZHÃR) Ihwan Amalih; Hamdi Al-Haq
El-Waroqoh : Jurnal Ushuluddin dan Filsafat Vol 5, No 2 (2021)
Publisher : Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (969.942 KB) | DOI: 10.28944/el-waroqoh.v5i2.315

Abstract

Keadilan sosial merupakan dasar bernegara di Indonesia, namun kehadirannya pada sendi kehidupan bermasyarakat (sosial) masih jauh dari kata terwujud. Dalam hal ini, banyak masyarakat yang berpendapat bahwa keadilan sosial adalah suatu hal yang sangat mahal dan langka untuk didapatkan. Dalam Islam, keadilan merupakan hal yang sangat penting, bahkan dalam al-Qur’an kata adil disebut sebanyak 78 kali dengan menggunakan 3 ragam kata yaitu al-‘Adl, al-Qisṭ, dan al-Mîzân. Penelitian ini akan berfokus pada definisi penafsiran Buya Hamka tentang keadilan sosial beserta dengan karakteristik keadilan tersebut. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian kepustakaan (library research). Adapun hasil dari penelitian ini tentang definisi keadilan sosial dalam Al-Qur’an menurut Hamka adalah berlaku benar dan seimbang terhadap semua makhluk, berkata jujur, selalu membela, serta memperjuangkan kemaslahatan sosial. Adapun karakteristik penafsiran Hamka tentang keadilan sosial dalam al-Qur’an, cenderung menekankan pada budi pekerti yang luhur (akhlak) serta berlaku tegas dalam menegakkan suatu kebenaran, berlaku seimbang kepada siapapun tanpa adanya pengaruh sentimen perasaan atau hal-hal yang lain. Dalam menafsirkan ayat-ayat ini, Hamka menggunakan corak tafsir bi ar-ra’yi, yaitu salah satu metode menafsirkan al-Qur’an dengan menggunakan akal.
POLEMIK TENTANG IṢMAH DALAM TAFSIR MODERN: KASUS HADIS TERSIHIRNYA NABI MUHAMMAD SAW Khalifatut Diniyah; Ghozi Mubarok
El-Waroqoh : Jurnal Ushuluddin dan Filsafat Vol 5, No 1 (2021)
Publisher : Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (311.584 KB) | DOI: 10.28944/el-waroqoh.v5i1.253

Abstract

Para ulama berpendapat bahwa konsep ‘Iṣmah bagi Nabi Muhammad SAW meliputi dua hal sekaligus, pertama yaitu perlindungan Allah dari dosa dan kesalahan, kedua perlindungan Allah dari keburukan manusia. Kisah tentang tersihirnya Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh al-Bukhari mengandung problem yang berhubungan dengan dua pengertian ‘Iṣmah tersebut. Artikel ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kritik atau respon para mufassir modern terhadap hadis tersihirnya Nabi Muhammmad SAW. Data penelitian ini diperoleh melalui literatur primer yaitu Tafsi>r Al-Qur’ãn Al-Karîm karya Muh}ammad ‘Abduh, Tafsîr Fî Ẓilãlil Qur’ãnkarya Sayd Quṭ}b,Tafsîr al-Munîr karya Wahbah Zuhailî. Ayat yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah Surat al-Falaq ayat 4. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa Para Mufasir Modern tidak satu kata dalam menyikapi kisah tersihirnya Nabi Muhammad SAW. Sebagian dari mereka, seperti Wahbah Zuhailî> menerima kebenaran kisah tersebut atas dasar status keshahihan hadis yang diriwayatkan oleh Shahîh Buhãrî dan menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak bertentangan dengan prinsip ‘Iṣmah Nabi. Sementara sebagian yang lain, seperti Muh}ammad ‘Abduh dan Sayd Quṭ}b menolak kisah tersebut dan menganggapnya sebagai sesuatu yang bertentangan dengan konsep ‘Iṣmah bagi para Nabi.   ‘Iṣmah
KOMPOLAN KEAGAMAAN DI DESA PRENDUAN (ANALISIS EKSISTENSIALISME SOREN KIERKEGAARD) Syazna Maulida
El-Waroqoh : Jurnal Ushuluddin dan Filsafat Vol 4, No 1 (2020)
Publisher : Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (698.991 KB) | DOI: 10.28944/el-waroqoh.v4i1.501

Abstract

Kompolan merupakan bagian dari Interaksi sosial, yang  dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Kompolan juga bagian tradisi keagamaan yang didalamnya terdapat aktivitas spiritualitas dan ritualitas keagamaan. Aktivitas Kompolan ini menjadi media penting bagi transformasi nilai-nilai agama di masyarakat Prenduan. Aktivitas ini berkembang pesat dan mengakar kuat pada masyarakat Madura terutama di Desa Prenduan. Kompolan adalah pertemuan antara sesama laki-laki atau dengan sesama perempuan. Pelaksanaannya dilakukan secara bergiliran dari satu rumah ke rumah lainnya yang di mulai dari hal-hal ritual keagamaan seperti doa-doa pembuka, bacaan surat Yaasin, Tahlilan, arisan atau ceramah agama dan pengajian kemudian ada bacaan tertentu dan do’a sebagai penutup. Rangkaian acara tersebut selalu dipimpin oleh tokoh agama, kyai atau nyai sebagai ketua Kompolan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif lapangan dengan pendekatan deskriptif. Strategi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis filsafat eksistensialisme Soren Kierkegaard. Sumber data diperoleh dari hasil wawancara dan studi literatur yang dibatasi dengan hal-hal yang hanya memiliki relevansi dengan penelitian ini. Informan dalam penelitian ini adalah Masyarakat Prenduan yang dibagi menjadi ketua Kompolan keagamaan (Tokoh Agama) dan peserta Kompolan keagamaan. Hasil yang ditemukan dalam penelitian ini adalah bahwa terdapat beragam tradisi Kompolan keagamaan di Prenduan yang dijelaskan dibagian pembahasan oleh peneliti, dan motivasi masyarakat Prenduan dalam mengikuti tradisi Kompolan keagamaan, yaitu ; sebagai bentuk religiusitas, interaksi sosial, dan nilai ekonomi. Adapun Kompolan keagamaan dalam perspektif Eksistensialisme memiliki keterkaitan dengan pemikiran Soren Kierkegaard yaitu dalam Wilayah Estetis, Etis, dan Religius.