cover
Contact Name
Ihda Shofiyatun Nisa'
Contact Email
jurnaljaksya@gmail.com
Phone
+6282137787572
Journal Mail Official
jurnaljaksya@gmail.com
Editorial Address
Jl. Manunggal No. 10-12, Sukolilo Tuban, Jawa Timur
Location
Kab. tuban,
Jawa timur
INDONESIA
The Indonesian Journal of Islamic Law and Civil Law
ISSN : -     EISSN : 28093402     DOI : https://doi.org/10.51675/jaksya.v2i2
Core Subject : Religion, Science,
JAKSYA : The Indonesian Journal of Islamic Law and Civil Law, Merupakan Jurnal yang diterbitkan oleh Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama Tuban. Artikel yang dimuat didalam jurnal Jaksya melingkupi hukum Islam dan hukum perdata Islam.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 50 Documents
Urgensi Legislasi Undang-undang tentang Minuman Beralkohol di Indonesia Iman Nur Hidayat; Agus Hermanto
The Indonesian Journal of Islamic Law and Civil Law Vol 2 No 1 (2021): April
Publisher : Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama Tuban

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (449.838 KB) | DOI: 10.51675/jaksya.v2i1.162

Abstract

Abstrak: Kajian tentang Rencana RUU menjadi penting, di satu sisi bahwa telah ada Fatwa MUI Nomor 11 Tahun 2019 tentang Hukum Alkohol, namun demikian, bahwa fatwa tidaklah mengikat dan hanya berlaku bagi kaum muslimin di Indonesia, realitanya minuman beralkohol ucap kali ditemukan menjadi tradisi dan kebiasaan dalam acara-acara di wilayah-wilayah tertentu, seperti Sulawesi dan Sumatra Barat, untuk dapat memberlakukan sebuah aturan secara legal, mengikat kepada semua masyarakat, maka perlu dibuat Undang-Undang tentang Larangan Minuman Beralkohol, karena dengan kebiasaan minuman beralkohol, banyak meresahkan masyarakat, merugikan negara, banyaknya kecelakaan lalu lintas serta merusak generasi. Melihat realita yang ada, maka perlu kiranya Indonesia menggas RUU tentang larangan minuman beralkohol, dengan tujuan agar masyarakat Indoesia senantiasa memahami kemudharatan yang terjadi akibat minuman beralkohol. Kajian ini merupakan jenis kualitatif, dalam bentuk studi pustaka (library reseach) yang membahas tentang kemudharatan minuman beralkohol dalam tinjaun filosofis-historis dengan pendekatan maqasid al-syari’ah. Tinjauan maqasid al-Syari’ah terhadap keharaman minuman beralkohol sebagaimana keharaman khamr dalam proses analogi hukum bertujuan untuk; Pertama, Mengambil kemaslahatan dan meniadakan kemudharatan, Kedua, bentuk saad al-Dzari’ah yaitu mencegah celah untuk melakukan tindakan yang membawa kemudharatan lebih besar dengan kaidah dar’ul mafasidi muqaddamun ‘ala jalbil mashalih (mencegah kemudhartan lebih diutamakan daripada mengambil kemaslahatan). Hal ini dilakukan dmemi melindungi agama, jiwa, akal, nasab dan juga harta. Dari sinilah dipastikan bahwa segala minuman yang mendatangkan kemudharatan sebagaimana khamr dihukumi haram sebagaimana khamr, karena memiliki ‘illat (argumen) hukum yang sama.
Praktik Poligami Nabi Muhammad Saw dan Problematika Perkawinan Menyimpang Elva Imeldatur Rohmah; Rinwanto Rinwanto; Dhika Prawhidhistia Wibowo
The Indonesian Journal of Islamic Law and Civil Law Vol 2 No 1 (2021): April
Publisher : Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama Tuban

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (369.778 KB) | DOI: 10.51675/jaksya.v2i1.163

Abstract

Abstrak: Penelitian ini menjelaskan tentang praktik poligami Nabi Muhammad Saw dan problematika perkawinan menyimpang. Pada dasarnya, perkawinan dalam Islam merupakan akad yang sangat kuat atau mithaqan ghalizan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Dalam perkawinan terdapat pula poligami, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw yang sarat akan makna dan tujuan mulia. Namun pada kenyataannya, hakikat dan maknya suatu perkawinan semakin lama semakin menyimpang dan menjadi tradisi yang dianggap lumrah oleh masyarakat. poligami yang banyak dilakukan pada zaman sekarang yang sering digembor-gemborkan sebagai sunnah Nabi, ternyata telah menyimpang dari tujuan poligami itu sendiri. Kasus poligami yang ada pada zaman sekarang tidak sesuai dengan hakikat perkawinan poligami yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dahulu. Jika Nabi melakukan poligami dengan tujuan melindungi para janda-janda tua yang lemah dan anak yatim. Sehingga pernikahan nabi tersebut lebih dilandaskan pada sisi kemanfaatan dan kemaslahatan, baik bagi umat maupun bagi wanita itu sendiri. Sedangkan kasus poligami yang banyak terjadi pada zaman sekarang kebanyakan dilandaskan pada kepentingan pemuasan nafsu seksual. Selanjutnya adanya fenomena perkawinan sesama jenis, seperti transgender, transeksual, gay, lesbian, dan biseksual, maupun perkawinan misyar merupakan bentuk deviasi sosial yang nyata terjadi dalam masyarakat. Perkawinan ini sangatlah jauh dari tujuan dan prinsip perkawinan sesungguhnya karena hanya ditujukan untuk pemenuhan nafsu biologis semata. Hal ini menyimpang dari nilai, ajaran, dan norma-norma yang ada dalam agama, masyarakat, dan hukum yang telah ada.
Telaah Biaya Produktifitas Pertanian Terhadap Prosentase Zakat Padi (Studi Analisis dengan Pendekatan Qiyās) Yudi Arianto; Pepsi Juwita Aditama; Yuli Roisatul A
The Indonesian Journal of Islamic Law and Civil Law Vol 2 No 2 (2021): Oktober
Publisher : Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama Tuban

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (610.753 KB) | DOI: 10.51675/jaksya.v2i2.164

Abstract

Abstrak: Fenomena perawatan tanaman tidak hanya memerlukan air yang merupakan kebutuhan primer bagi makhluk hidup, tetapi perawatan yang lainnya juga diperlukan, seperti pengolahan tanah, pemberian pupuk, pestisida atau penggunaan obat-obatan pembasmi hama lainnya, pupuk dan air merupakan hal pokok bagi tanaman, tanaman tanpa pupuk dan pestisida walaupun dapat bertahan hidup namun tidak dapat berproduksi secara maksimal. Realita telah membuktikan bahwa sebagian daerah pembiayaan pupuk justru lebih mahal daripada pembiayaan air yang bisa dibilang lebih praktis dan ekonomis. Sulitnya mendapatkan pupuk juga merupakan kendala tersendiri bagi para petani untuk mengolah pertaniannya. Ketika permasalahn perawatan ini dikaitkan dengan kewajiban yang harus dikeluarkan untuk zakat, maka banyak sekali proses pertanian yang harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Beranjak dari kerangka ini, maka sudah selayaknya ada reformulasi produk hukum (fikih) untuk memberikan sebuah solusi sebagai jawaban atas problematika tersebut, agar tidak menjadi beban yang sangat berat khususnya bagi para petani. sehingga peranan istinbath al hukm disini sangat diperlukan, salah satunya adalah dengan konsep analogi (qiyas) yang dalam hal ini peng-qiyasan biaya pupuk dan sejenisnya dengan biaya pengairan, dimana akibat hukum yang lahir adalah prosentase pengeluaran zakat dari 10% menjadi 5%, lebih ringan karena ada beban biaya lebih yang harus ditanggung.
Analisis Budaya Khitbah Nikah oleh Perempuan Kepada Laki-laki di Desa Jatisari Senori Tuban Ihda Shofiyatun Nisa'; Abdul Mufidi Muzayyin; Ali Muhrizam
The Indonesian Journal of Islamic Law and Civil Law Vol 2 No 2 (2021): Oktober
Publisher : Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama Tuban

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (339.123 KB) | DOI: 10.51675/jaksya.v2i2.165

Abstract

Abstrak: Khitbah merupakan serangkaian acara yang dilakukan sebelum pernikahan dimulai. Bab I Pasal I KHI menjelaskan bahwa, khitbah nikah adalah kegiatan upaya ke arah terjadinya hubungan perjodohan antara seorang pria dengan seorang wanita. Kamal Muhtar mengartikan khitbah nikah sebagai perryataan atau permintaan dari pihak laki-laki kepada pihak peremuan untuk mengawininya baik dilakukan secara langsung ataupun melalui perantara. Para ulama fikih, mendefinisikan khitbah sebagai keinginana pihak laki-laki kepada pihak perempuan untuk mengawininya dan pihak perempuan menyebarluaskan pertunangan tersebut. Dari uraian tersebut berbeda dengan keadaan di daerah Jatisari Senori Tuban. Yang mana khitbah nikah dilakukan oleh pihak perempuan terlebih dahulu. Bahagaiamana sebenarnya hukum Islam memandang budaya tersebut ? Untuk menjawab permasalahan diatas maka penulis menggunakan metode penelitian yuridis empiris, penelitian hukum sosiologis atau penelitian lapangan dengan mengkaji ketentuan hukum yang berlaku serta yang terjadi di lingkungan masyarakat secara langsung. Adapun hasil penelitian ini adalah; pertama, budaya hukum khitbah nikah yang dilakukan perempuan kepada laki-laki pada masyarakat Jatisari Kecamatan Senosi Kabupaten Tuban, adalah tradisi perilaku, seperangkat nilai, norma yang terbangun oleh budi dan daya masyarakat setempat yang telah terinternalisasi kedalam alam sadaran (mindset) secara turun temurun dan berfungsi sebagai pedoman yang telah dipatuhi oleh masyarakat Jatisari. Dari perilaku masyarakat tersebut, maka terbentuklah budaya hukum yang dipatuhi oleh masyarakat Jatisari. Kedua, praktik khitbah nikah yang dilakukan oleh masyarakat Jatisari ditinjau dari hukum Islam tidak ada permasalahan. Secara spesifik tidak ada larangan khitbah nikah diajukan oleh pihak perempuan.
Bagian Ahli Waris Laki-laki dan Perempuan dalam Kajian Hukum Islam Isniyatin Faizah; Febiyanti Utami Parera; Silvana Kamelya
The Indonesian Journal of Islamic Law and Civil Law Vol 2 No 2 (2021): Oktober
Publisher : Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama Tuban

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (732.718 KB) | DOI: 10.51675/jaksya.v2i2.166

Abstract

Abstrak: Harta warisan adalah semua peninggalan pewaris yang berupa hak dan kewajiban atau semua harta kekayaan yang ditinggalaki-lakian untuk dibagikan kepada yang berhak (ahli waris). Dalam pembagian harta warisan antara laki-laki dan perempuan juga perlu adanya asas keadilan tanpa mendiskriminasikan antara laki-laki dan perempuan. Berbeda pada masa jahiliyyah, pembagian warisan hanya berlaku pada laki-laki saja dan terhadap anak yang belum dewasa, anak perempuan atau kaum perempuan tidak berhak mendapat warisan dari harta peninggalan orang yang meninggal dunia. Setelah Islam sempurna pembagian warisan tidak lagi pembedaan antara ahli waris anak-anak, perempuan, dan orang dewasa dalam memperoleh hak-haknya untuk menerima warisan. Dalam hukum Islam, tentang pembagian warisan telah ditetapkan dalam Q.S. al-Nisā’ ayat 11, khususnya tentang bagian laki-laki dan perempuan. KHI mengatur kewarisan dalam pasal 174 yang termasuk golongan laki-laki yaitu ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek dan golongan perempuan terdiri dari ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan nenek. Dalam pasal 176 dijelaskan tentang besarnya bagian. Anak perempuan bila hanya seorang, ia mendapat separoh bagian, bila dua orang atau lebih, mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki adalah dua berbanding satu dengan anak perempuan.
Ghosting Pasca Peminangan/Khitbah Menurut Hukum Perdata Indonesia dan Hukum Islam Aufi Imaduddin; Mir’atul Firdausi; Tiyan Iswahyuni
The Indonesian Journal of Islamic Law and Civil Law Vol 2 No 2 (2021): Oktober
Publisher : Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama Tuban

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (488.123 KB) | DOI: 10.51675/jaksya.v2i2.167

Abstract

Abstrak: Ghosting dapat diartikan mengakhiri hubungan secara mendadak dalam percintaan maupun pertemanan. Dalam percintaan para remaja yang menjalin hubungan atau pacaran seringkali mengalami dijanjikan untuk dinikahi tetapi janji tersebut tidak ditepati. Janji menikahi ini berbeda dengan perjanjian perkawinan sebagaimana dalam Undang-Undang nomor 1 tahun 1975 tentang perkawinan, janji menikahi yang dianggap sebagai ghosting ini disampaikan lewat lisan berupa rayuan, bahkan ada yang merayu untuk berhubungan badan dengan janji untuk dinikahi namun kemudian mengingkari janji tersebut dan menghilang begitu saja padahal persiapan pernikahan sudah 90 persen. Kejadian ini sudah banyak terjadi dari dahulu hingga saat ini. Dalam hukum perdata, ghosting yang menyebabkan pembatalan lamaran atau pinangan tidak menimbulkan hak untuk menuntut berlangsungnya perkawinan kepada pengadilan, juga tidak ada hak untuk menuntut ganti rugi biaya akibat tidak dipenuhinya janji menikahi yang dilakukan oleh pelaku, akan tetapi ganti rugi bisa dituntut ketika sudah ada pengumuman tentang perkawinan tersebut dalam tenggang waktu delapan belas bulan terhitung dari pengumuman perkawinan. Sama halnya dalam hukum Islam ghosting yang menyebabkan pembatalan khitbah juga tidak mengikat dan tidak ada konsekuensi apapun sebelum adanya akad nikah, namun pembatalan lamaran atau khitbah harus dengan tata cara yang baik sesuai dengan tuntutan kebiasaan agar bisa saling menjaga kehormatan dan silaturrahim masing-masing.
Hak Istri dalam Rujuk Menurut Fikih Empat Mazhab dan Kompilasi Hukum Islam (Perspektif Maqasid Al-Shari’ah) Muhammad Za’im Muhibbulloh; Dewi Niswatin Khoiroh; A Rofi’ud Darojad
The Indonesian Journal of Islamic Law and Civil Law Vol 2 No 2 (2021): Oktober
Publisher : Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama Tuban

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (622.317 KB) | DOI: 10.51675/jaksya.v2i2.168

Abstract

Abstrak: Rujuk dalam hukum Islam sah tanpa sepengetahuan atau sepertujuan istri. Imam-imam Mazhab dalam literatur kitab fikih, semuanya sepakat bahwa tidak diperlukan izin istri dalam proses rujuk, sehingga seorang suami berhak merujuk istrinya kapan saja selama dia masih dalam masa iddah tanpa kerelaan seorang istri sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), rujuk sah hukumnya apabila sudah mendapat izin dari istri tertuang dalam pasal 165 KHI yang bunyinya demikian “Rujuk yang dilakukan tanpa persetujuan bekas istri, dapat dinyatakan tidak sah dengan putusan Pengadilan Agama”. Penelitian ini termasuk penelitian pustaka, bersifat kualitatif deskriptif analitik yang berusaha menganalisanya sehingga mendapatkan hasil yang komprehensif dan mendalam untuk mengambil kesimpulan yang selaras dengan pokok masalah menggunakan teori Maqasid al-Shari’ah. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa, izin istri diperlukan dalam rujuk agar selaras dengan tujuan-tujuan syari’ah (Maqasid al-Shari’ah): Mengatur hubungan laki-laki dan perempuan, Menjaga keturunan, Menciptakan keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah, Menjaga garis keturunan, Menjaga keberagaman dalam keluarga, Mengatur pola hubungan yang baik dalam keluarga dan Mengatur aspek finansial keluarga.
Manajemen Membangun Keluarga Sakinah Bagi Pasangan LDM (Long Distance Marriage) Fashi Hatul Lisaniyah; Mira Shodiqoh; Yogi Sucipto
The Indonesian Journal of Islamic Law and Civil Law Vol 2 No 2 (2021): Oktober
Publisher : Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama Tuban

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (398.352 KB) | DOI: 10.51675/jaksya.v2i2.169

Abstract

Abstrak: Menjadi Keluarga sakinah adalah dambaan setiap pasangan suami istri yang menjalani kehidupan rumah tangga. Hal tersebut juga tidak lepas dari keinginan pasangan yang menjalani hubungan jarak jauh atau disebut dengan Long Distance Marriage. Untuk mendapatkan keluarga sakinah memanglah tidak mudah. Dalam kehidupan rumah tangga harus bisa mengatur dan mengolah dengak baik, agar tercapai tujuan dari kebahagiaan rumah tangga tersebut. Maka diperlukan ilmu Manajemen keluarga sakinah yang harus dikuasai oleh setiap pasangan suami istri. Utamanya mereka yang menajalani hubungan jarak jauh. Penelitian ini merupakan penelitian studi kepustakaan, dimana dalam penyusunan artikel ini dari buku-buku dan literatur yang berhubungan dengan kajian yang dibahas. Maka metode yang disajikan adalah deskriptif analitis. Dengan hasil penelitiannya, Keluarga Sakinah merupakan keluarga yang memberikan ketentraman agar keinginan manusia dapat tercapai lahir dan batin, dimana manajemen berinteraksi antara suami istri perkawinan jarak jauh dengan mengikuti pola komunikasi antara lain: instrumen yang digunakan ketika berkomunikasi, inisiatif dalam berkomunikasi, kesan dan pesan yang dibangun di atas komunikasi, waktu dalam berkomunikasi, motif dalam berkomunikasi, efek setelah berkomunikasi. Selain itu harus memenuhi konsep keluarga sakinah sebagai berikut, memilih kriteria calon suami atau istri dengan tepat, dalam keluarga harus ada mawaddah dan rahmah mawaddah saling mengerti antara suami-istri saling menghargai, saling menerima, saling mempercayai, saling mempercayai, suami-istri harus menjalankan kewajibanya masing-masing, suami istri harus menghindari pertikaian, hubungan antara suami istri harus atas dasar saling membutuhkan, suami istri harus menjaga aqidah yang benar suami istri harus senantiasa menjaga makanan yang halal dan suami istri harus menjaga aqidah yang benar.
Tinjauan Maqasid al-Syari’ah Terhadap Penetapan Permohonan Wali Adhal di Pengadilan Agama Lamongan (Studi Terhadap Penetapan No. 0073/Pdt.P/2008/Pa.Lmg.) Ulfiyatul Fauziyah; Ihda Shofiyatun Nisa’; Yuli Roisotul A
The Indonesian Journal of Islamic Law and Civil Law Vol 1 No 2 (2020): Oktober
Publisher : Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama Tuban

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (399.674 KB) | DOI: 10.51675/jaksya.v1i2.170

Abstract

Kesesuaian dasar dan pertimbangan hakim dalam memberikan penetapan mengenai adhalnya wali dengan kemaslahatan yang ditimbulkan. Dalam perkara No.: 0073/Pdt.P/2008/PA.Lmg., wali pemohon keberatan menikahkan anak perempuannya dengan tidak menyertakan alasan yang jelas dan sesuai syar’i. Hal ini tidak dibenarkan menurut peraturan hukum yang berlaku karena merupakan perbuatan yang dzalim. Adanya penolakan dari wali pemohon, maka dikhawatirkan akan terjadi hal-hal yang bertentangan dengan syari’at Islam, misalnya terjadinya hamil di luar nikah atau kawin lari. Oleh karena itu, pernikahan antara pemohon dan calon suami pemohon lebih mendatangkan maslahah. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research). Penelitian ini menggunakan analisis kualitatif yang bersifat deskriptik-analitik serta menggunakan pendekatan normatif-empiris. Hasil penelitian ini adalah; Pertimbangan hakim menurut maqasid al-syari’ah yaitu permohonan penetapan wali adhal termasuk hifzh al-din dan hifzh al-nasl, sedangkan pertimbangan hakim menurut hukum positif bahwa ayah pemohon tidak suka dengan calon suami pemohon terdapat dalam Pasal 18 ayat (4) Peraturan Menteri Agama RI Nomor 11 Tahun 2007 dan dalam Pasal 19 Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa wali nikah merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita, karena tidak sah menikah tanpa wali. Walaupun seorang wali mempunyai hak untuk memilihkan calon suami bagi anaknya, wali dilarang mempersulit perkawinan wanita yang berada dalam perwaliannya selama mendapatkan calon yang sekufu. Apabila seorang wali menolak untuk menikahkan wanita yang berada dalam perwaliannya, maka disebut sebagai wali adhal (keberatan).
Hak Ekonomi Perempuan dalam Keluarga Perspektif Islam Mu'amaroh Mu'amaroh
The Indonesian Journal of Islamic Law and Civil Law Vol 1 No 2 (2020): Oktober
Publisher : Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama Tuban

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (328.245 KB) | DOI: 10.51675/jaksya.v1i2.172

Abstract

Abstrak: Hak Ekonomi Perempuan dalam Perspektif Islam. Ketimpangan gender di bidang ekonomi membuat perempuan cenderung sulit untuk mengakses hak ekonominya. Komnas Perempuan sebagai salah satu lembaga HAM Nasional dalam kerjanya selalu menyisir dari kelompok rentan dan mengalami lapis-lapis diskriminasi terhadap perempuan. Dalam proses pemantauan, mendapati berbagai persoalan baik publik maupun domestik, baik hak sipil politik maupun hak ekonomi,sosial, dan budaya, baik pelakunya negara maupun anggota keluarga. Akses perempuan untuk mendapatkan kehidupan yang layak masih sangat sempit. Dari diskriminasi mengenai hak perempuan juga berdampak pada hak politiknya. Sulitnya dalam pengaksesan hak politik yang didapati perempuan karena marginalisasi perempuan asli tanpa tindakan afirmasi. Maksudnya adalah suatu proses peminggiran dengan cara asumsi gender tanpa adanya pernyataan. Akan tetapi Islam memberikan kesamaan hak antara laki-laki dan perempuan termasuk dalam bidang ekonomi. Dalam hal ini, perempuan memiliki arti untuk mendapatkan hak untuk ikut andil dalam pembangunan ekonomi. Kesetaraan dan keadilan untuk memiliki martabat kemanusiaan yang sama dengan laki-laki, termasuk tanggung jawab yang sama dalam pembangunan ekonomi masyarakat.