cover
Contact Name
Dede Pramayoza
Contact Email
dedepramayoza.riset@gmail.com
Phone
+6289674142100
Journal Mail Official
bercadik@gmail.com
Editorial Address
Program Pasca Sarjana ISI Padangpanjang Jalan Bahder Johan, Padangpanjang, Sumatera Barat, 27128
Location
Kota padang panjang,
Sumatera barat
INDONESIA
Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni
ISSN : 23555149     EISSN : 28073622     DOI : http://dx.doi.org/10.26887/bcdk
Core Subject : Humanities, Art,
Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni adalah publikasi ilmiah akses terbuka multidisiplin, yang diterbitkan oleh Program Pasca Sarjana Institut Seni Indonesia Padangpanjang, bekerja sama dengan Lembaga Penelitian Pengabdian Pada Masyarakat dan Pengembangan Pendidikan (LPPMPP) ISI Padangpanjang. Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni, terbit 2 kali dalam setahun (pada bulan April dan Oktober) memuat artikel hasil penelitian, kajian, pemikiran, ataupun hasil penciptaan di bidang seni, baik seni rupa, seni pertunjukan, desain, kriya, maupun seni media rekam. Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni juga terbuka bagi artikel dari bidang lain yang relevan, antara lain dari bidang budaya, filsafat, pendidikan seni, sastra dan humanitas secara umum, sebagai bentuk komiten pada interdisiplinaritas. Topik-topik dari bidang antropologi, sosiologi, studi kebijakan, sejarah, serta studi tata kelola, yang berhubungan dengan bidang seni secara khusus maupun dengan budaya dan kebudayaan secara umum, juga menjadi topik yang diundang untuk dimuat pada jurnal ini. Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni, terbit secara daring mulai tahun 2021, setelah sebelumnya terbit dalam versi cetak pada rentang 2013-2017.
Articles 103 Documents
Intertektualitas dalam Pertunjukan Teater Hikayat Puyu-Puyu Karya Muhammad Kafrawi Fitri Rahmah; Yurina Gusanti
Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni Vol 5, No 2 (2022): Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni
Publisher : Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26887/bcdk.v5i2.2498

Abstract

This paper discusses the theatrical performance of Hikayat Puyu-Puyu, one of the works of the culturalist and activist of the Riau Theater, namely Muhammad Kafrawi, better known as Hang Kafrawi. The Hikayat Puyu-puyu show is a social critique of the event of land clearing for a paper mill on Padang Island which is opposed by the community because it can damage the beauty of Padang Island, Teluk Bintan, Merbau District, Meranti Regency, Riau Islands. This social criticism was poured by Muhammad Kafrawi through the adaptation of the allegory poem Ikan Terubuk which implies the meaning of great power which is always able to overthrow small power. Using the theory of Intertextuality, the study analyzes the relationship between the text of the Hikayat Puyu-puyu performance and the text of the poem as an old literary work, whose content and meaning are used to reflect the phenomena of this era. Research shows that the Hikayat Puyu-Puyu performance is packaged as a blend of modern theater and traditional Riau Makyong theater. This show was born as a form of presentation of the relationship between old literature and issues of contemporary life, which gave birth to a new text that has the same implicit elements.Keywords: Modern theater, Hikayat Puyu-Putu; Terubuk Fish verse, Makyong; intertextualityAbstrakTulisan ini membahas tentang pertunjukan teater Hikayat Puyu-Puyu, salah satu karya dari budayawan dan penggiat Teater Riau, yakni Muhammad Kafrawi yang lebih dikenal sebagai Hang Kafrawi. Pertunjukan Hikayat Puyu-puyu merupakan kritik sosial terhadap peristiwa pembukaan lahan pabrik kertas di Pulau Padang yang ditentang oleh masyarakat karena dapat merusak keasrian Pulau Padang Teluk Bintan Kecamatan Merbau Kabupaten Meranti Kepulauan Riau.Kritik sosial tersebut dituangkan oleh Muhammad Kafrawi melalui adaptasi syair alegori Ikan Terubuk yang menyiratkan makna mengenai  kekuatan besar yang selalu mampu merobohkan kekuatan kecil. Menggunakan teori Intertektualitas, penelitian menganalisis hubungan antara teks pertunjukan Hikayat Puyu-puyu dengan teks syair sebagai karya sastra lama, yang kekuatan isi serta maknanya digunakan untuk merefleksikan fenomena masa ini. Penelitian menunjukkan bahwa pertunjukan Hikayat Puyu-Puyu  dikemas sebagai perpaduan teater modern dan teater tradisional Riau Makyong. Pertunjukan ini lahir sebagai bentuk presentasi hubungan antara sastra lama dengan isu kehidupan masa sekarang, yang melahirkan teks baru yang memiliki unsur implisit yang sama.Kata Kunci: Teater modern, Hikayat Puyu-Putu; syair Ikan Terubuk,  Makyong; intertekstualitas
Dramaturgi Bakaua dalam Masyarakat Minangkabau: Studi atas Ritual Tolak Bala Dengan Perspektif Victor Turner Dede Pramayoza
Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni Vol 5, No 1 (2021): Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni
Publisher : Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26887/bcdk.v5i1.2493

Abstract

This article discusses the Bakaua ritual in the Minangkabau community, which is held in several places in the Sijunjung area. The Bakaua ritual is a ritual of expressing gratitude, as well as a ritual of rejecting reinforcements. Using a qualitative approach, the aim of this research is to find the structure as well as the anti-structure of the Bakaua ritual, in order to find out its symbolic meaning. The ritual structure is understood as a dramaturgy, by viewing ritual as a form of social drama. Research data were collected from various written sources for further analysis using an interpretive approach, based on the ritual concepts of Victor Turner. The results showed that the Bakaua ritual as a ritual of rejecting reinforcements had a meaning as a symbol of mutual cooperation and harmony. A symbol, which reflects the belief of the supporting communitas in a shared identity that is still preserved, as a community, existentially, normatively, and ideologically.Keywords: Bakaua; ritual; tolak bala; Minangkabau; dramaturgyAbstrakArtikel ini membahas tentang ritual Bakaua dalam Masyarakat Minangkabau, yang tergelar di beberapa tempat di kawasan Sijunjung. Ritual Bakaua merupakan suatu ritual ungkapan rasa syukur, sekaligus ritual tolak bala. Menggunakan pendekatan kualitatif, tujuan penelitian adalah untuk menemukan struktur sekaligus anti struktur dari ritual Bakaua tersebut, untuk seterusnya menemukan makna simboliknya. Struktur ritual dipahami sebagai suatu dramaturgi, dengan memandang ritual adalah suatu bentuk drama sosial. Data penelitian dikumpulkan dari berbagai sumber tertulis untuk selanjutnya dianalisis dengan pendekatan interpretatif, berdasarkan pada konsep-konsep ritual dari Victor Turner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ritual Bakaua sebagai suatu ritual tolak bala memiliki makna sebagai suatu simbol gotong royong dan kerukunan. Suatu simbol, yang mencerminkan keyakinan masyarakat pendukungnya pada identitas bersama yang masih terpelihara, sebagai suatu communitas, baik secara eksistensial, normatif, maupun ideologis.Kata Kunci: Bakaua; ritual; tolak bala; Minangkabau; dramaturgi
Makna Tari Kontemporer Barangan Karya Otniel Tasman: Suatu Tinjauan Semiotika Tari Fresti Yuliza
Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni Vol 5, No 2 (2022): Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni
Publisher : Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26887/bcdk.v5i2.2485

Abstract

This article discusses a contemporary dance work entitled Barangan, which was composed by Otniel Tasman, an Indonesian contemporary dance choreographer from Banyumas based in Surakarta. The aim is to reveal the meaning of the Barangan choreography in relation to the Lengger, a traditional Bayumas dance. The research was conducted by applying qualitative research methods with descriptive analysis methods based on the theoretical framework of dance semiotics. Research shows that the contemporary Barangan dance is a metaphor that represents the wider panorama of Banyumas culture. Seen in this way, the lengger in the Barangan choreography is a kind of metonymy of the minor folk arts, which is always confronted with the arts of the city or the arts of the dignitaries and aristocrats. When it was adopted as a contemporary dance piece in Barangan, the Legger dance was transformed into a kind of symbol of resistance and struggle.Keyword: Contemporary Dance; Barangan; Othniel Tasman; Lengger; Dance SemioticAbstrakArtikel ini membahas tentang karya tari kontemporer berjudul Barangan, yang disusun oleh Otniel Tasman, salah seorang koreografer tari kontemporer Indonesia asal Banyumas yang berbasis di Surakarta. Tujuannya adalah untuk mengungkapkan makna dari karya koreografi Barangan tersebut dalam kaitannya dengan lengger, sebuah tari tradisional Bayumas. Penelitian dilakukan dengan menerapkan metode penelitian kualitatif dengan metode analisis deskriptif yang berpijak pada kerangka teoretik semiotika tari. Penelitian menunjukkan bahwa tari kontemporer Barangan adalah metafora yang mewakili panorama kebudayaan Banyumas secara luas. Dilihat dengan cara ini, maka lengger dalam koreografi Barangan adalah semacam metonimi dari kesenian rakyat kecil, yang senantiasa berhadapan dengan kesenian kota atau kesenian para pembesar dan bangsawan. Ketika diangkat menjadi karya seni kontemporer Barangan, tari lengger bertransformasi menjadi semacam simbolisasi perlawanan dan perjuangan.Kata kunci: Tari Kontemporer; Barangan; Otniel Tasman; Lengger; Semiotika Tari  
Kesenian Naga Lim di Kota Padang: Eksistensi dan Adaptasi Budaya Masyarakat Etnis Tionghoa Sumatera Barat Valentania Valentania
Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni Vol 5, No 2 (2022): Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni
Publisher : Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26887/bcdk.v5i2.2490

Abstract

This article discusses the existence of Naga Lim art as one of the cultures of the Chinese community in the city of Padang, West Sumatra. The research was carried out with a qualitative approach with descriptive analysis, where all data were described and then analyzed according to the problem. The theory used is Koetjaraningrat regarding the existence to discuss the existence of Naga Lim art in Padang City and Sumandiyo Hadi's perspective on form, to discuss the form of Naga Lim art performance as one of the Chinese community culture in Padang City. Research shows that Naga Lim Art is an art of the Chinese community that is preserved in Padang City through its adaptability. This art is always performed to celebrate Chinese New Year and Cap Go Meh, accompanied by typical Chinese musical instruments, played by 7 to 9 players using a property that resembles a Dragon and moves to imitate the imagined movements of the Dragon.Keywords: Lim Dragon Art; Chinese; West Sumatra; existence; adaptationAbstrakTulisan ini membahas perihal keberadaan kesenian Naga Lim sebagai salah satu budaya masyarakat Tionghoa di Kota Padang Sumatera Barat. Penelitian dilaksanakan dengan pendekatan kualitatif yang bersifat analisis deskriptif, dimana seluruh data dideskripsikan kemudian dianalisis sesuai dengan permasalahannya. Teori yang digunakan adalah Koetjaraningrat mengenai keberadaan untuk membahas keberadaan kesenian Naga Lim di Kota Padang dan perspektif Sumandiyo Hadi mengenai bentuk, untuk membahas bentuk pertunjukan kesenian Naga Lim sebagai salah satu budaya masyrakat Tionghoa di Kota Padang. Penelitian menunjukkan bahwa Kesenian Naga Limmerupakan kesenian masyarakat Tionghoa yang dilestarikan di Kota Padang melalui kemampuan adaptasi. Kesenian ini selalu ditampilkan dalam memeriahkan hari raya imlek dan Cap Go Meh, diiringi oleh alat musik khas Tionghoa, dimainkan oleh 7 sampai 9 orang pemain dengan menggunakan properti yang menyerupai seekor Naga dan bergerak menirukan gerakan Naga  yang dibayangkan.Kata Kunci: Kesenian Naga Lim; Tionghoa; Sumatera Barat; eksistensi; adaptasi
Pelestarian Kesenian Gondang Brogong Sebagai Upaya Menumbuhkan Kecintaan Budaya Lokal di Pasir Pengaraian Nandho Pur Pratama; Irwan Irwan; Wilman Wilman
Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni Vol 5, No 1 (2021): Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni
Publisher : Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26887/bcdk.v5i1.2486

Abstract

This study discusses the form and spirit of preserving the art of Gondang Brogong in Lenggopan Village, Pasir Pangaraian. The aim is to find out the views of the people of Lenggopan Village on the preservation of Gondang Brogong art and the contribution of this perspective to the preservation of Gondang Brogong. Through qualitative research, with the basis of tracing the oral history of Gondang Brogong art and several concepts regarding the preservation of local culture, the research is directed to find out how to preserve Gondang Brogong art. The results of the study prove that Gondang Brogong in Lenggopan Village is still sustainable today, because its presence in traditional ceremonies cannot be replaced by other arts. For the people of Lenggopan if an event does not feature Gondang Brogong, then the event is considered not festive and sacred.Keywords: preservation; traditional art; Gondang Brogong; Pasir PangaraianAbstrakPenelitian ini membahas tentang bentuk dan semangat pelestarian kesenian Gondang Brogong di Desa Lenggopan, Pasir Pangaraian. Tujuannya untuk mengetahui pandangan masyarakat Desa Lenggopan terhadap pelestarian kesenian Gondang Brogong dan sumbangan cara pandang tersebut atas kelestarian Gondang Brogong. Melalui penelitian kualitatif, dengan landasan penelusuran atas sejarah lisan kesenian Gondang Brogong dan beberapa konsep tentang pelestarian budaya lokal, penelitian diarahkan untuk mengetahui cara pelestarian kesenian Gondang Brogong. Hasil penelitian membuktikan bahwa Gondang Brogong di Desa Lenggopan masih tetap lestari sampai sekarang, karena kehadirannya dalam upacara adat tidak dapat digantikan oleh kesenian lain. Bagi masyarakat Lenggopan jika sebuah perhelatan tidak menampilkan Gondang Brogong, maka perhelatan tersebut dianggap tidak meriah dan sakral.Kata Kunci: pelestarian; kesenian tradisional; Gondang Brogong; Pasir Pangaraian
Rias Karakter Luka Bakar: Komparasi Antara Penggunaan Lateks dan Lem Bulu Mata Sebagai Efek Artistik Tiga Dimensi Keke Farinisli
Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni Vol 5, No 2 (2022): Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni
Publisher : Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26887/bcdk.v5i2.2483

Abstract

This paper discusses the experimental makeup of making artistic effects of burns in order to make makeup that looks real and very similar to the original. Experiments were carried out by comparing the use of latex with the use of feather glue. The aim of this study was to analyze the results of eyelash glue application compared with the results of latex application to make three-dimensional burn character makeup. Applying the type of Quasy Experimental research, data was collected by purposive sampling technique. Data analysis was carried out descriptively by looking at the differences in the results of the application of eyelash glue and Latex to make a three-dimensional character makeup of burns, by displaying the mean and minimum and maximum standard deviations. The results of the analysis showed that the use of latex was better in making the effect of three-dimensional burns, with lifting power aspects 3.57, texture aspects 3.04 and 3.28, when compared to the use of eyelash glue with lifting power aspects 2.80, aspects textures 3.66 and 2.52.Keywords: make-up; artistic effect; Burns; latex; eyelash glueAbstrakTulisan ini membahas tentang ekperimentasi tata rias pembuatan efek artistik luka bakar agar dapat membuat riasan yang terlihat nyata dan sangat mirip dengan aslinya. Ekperimentasi dilakukan dengan membandingkan antara penggunaan lateks dengan penggunaan lem bulu. Penelitian ditujukan untuk menganalisis hasil aplikasi lem bulu mata yang dikomparasikan dengan hasil aplikasi lateks untuk membuat riasan karakter luka bakar tiga dimensi. Menerapkan jenis penelitian Quasy Experimental, data dikumpulkan dengan tekhnik purposive sampling. Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan melihat perbedaan pada hasil pengaplikasian lem bulu mata dan Latex untuk membuat riasan karakter tiga dimensi luka bakar, dengan menampilkan mean serta standar deviasi minimum dan maksimum. Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan lateks lebih baik dalam pembuatan efek luka bakar tiga dimens, dengan aspek daya angkat 3,57, aspek tekstur 3,04 dan 3,28, jikan dibandingkan dengan penggunaan lem bulu mata dengan aspek daya angkat 2,80, aspek tekstur 3,66 dan 2,52.Kata Kunci: tata rias; efek artistik; luka bakar; lateks; lem bulu mata
Pertunjukan Simuntu dan Tari Kreasi Karya Yeni Eliza dalam Sepekan Kesenian Tradisi di Nagari Andaleh Baruh Bukik Anisa Rades Sanoppan; Ernida Kadir; Hasnah Sy
Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni Vol 5, No 1 (2021): Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni
Publisher : Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26887/bcdk.v5i1.2487

Abstract

This article discusses the Sepekan Kesenian Tradisi, an event for the creativity and potential of Andaleh Baruh Bukik's young generation in building their nagari through performing arts activities, games and traditional performances. Two of the forms of creativity that are produced and displayed in Sepekan Kesenian Tradisi are the new creation of dance and the Simuntu performance. Through the application of qualitative research methods with a dance ethnology approach, data on the creativity and potential of the Andaleh village youth are described and analyzed using the concepts of creativity, biography, and folk festivals. Sepekan Kesenian Tradisi was then followed by the holding of various games and performing arts, which were basically the result of the creativity of the nagari youth, where Yeni Eliza took on the role of initiator of activities and creator of new dance creations which became the material for the activities.Keywords: Traditional Arts Week; Andaleh Baruh Bukik; Simuntu; Creative Dance; festivalAbstrakArtikel ini membahas tentang Sepekan Kesenian Tradisi, sebuah ajang kreativitas dan potensi generasi muda Andaleh Baruh Bukik dalam membangun nagari mereka melalui kegiatan seni pertunjukan, permainan dan pertunjukan tradisional. Dua di antara bentuk kreativitas yang dihasilkan dan ditampilkan dalam Sepekan Kesenian Tradisitersebutadalah seni tari kreasi baru dan pertunjukan Simuntu. Melalui penerapan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan etnologi tari, data-data tentang kreativitas dan potensi generasi muda nagari Andaleh dideskripsikan dan dianalisis menggunakan konsep kreatifitas, biografi, dan festival rakyat.Penelitian menunjukkan bahwa pertunjukan Simuntu, berperan penting sebagai daya tarik kegiatan,di mana kehadirannya menjadi awal mula keramaian.Proses kegiatan Sepekan Kesenian Tradisi kemudian dilanjutkan dengan digelarnya berbagai permainan dan seni pertunjukan, yang pada dasarnya adalah hasil kreatifitas pemuda nagari, di mana Yeni Eliza mengambil peran sebagai inisiator kegiatan dan kreator tari kreasi baru yang menjadi materi kegiatan.Kata Kunci: Sepekan Kesenian Tradisi; Andaleh Baruh Bukik; Simuntu; Tari Kreasi; festival
Ekspresi Plak Pleng Pada Interior Ruang Tamu: Penciptaan Kriya dengan Pendekatan Eksplorasi Atas Ornamen Kerajaan Lamuri M. Iqbal Saputra; Asril Asril
Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni Vol 5, No 2 (2022): Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni
Publisher : Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26887/bcdk.v5i2.2491

Abstract

Plak Pleng is one type of tombstone found at the Lamuri Kingdom site in Lamreh Village, Mesjid Raya District, Aceh Besar. Plak Pleng  in the form of square prisms have ornaments consisting of geometric motifs and lotus flowers which are very unique and interesting to be developed and used as a source for creating interior works on elements of the living room. The creation of this work uses the theory of form, function, and aesthetics. The process of creating this work goes through three stages, namely exploration, design, and embodiment. Exploration of work about the source of the idea of creation, namely about Plak Pleng ornaments and elements of the living room. Drafting of sketches and designs. The embodiment stage is to turn the design into a work. The main material used is Surian wood with a melamine finish. The techniques used are construction techniques, carving, lathe, filigree and coloring with air brush and spray gun techniques. The number of works is seven pieces, namely a table, a single seat sofa, a single seat sofa without a backrest, a three seater sofa, a flower vase, a wall lamp, and a wall clock.Keywords: Plak Pleng; interiors; living room; ornament; Lamuri KingdomAbstrakPlak pleng merupakan salah satu jenis batu nisan yang terdapat di situs Kerajaan Lamuri berada di Desa Lamreh Kecamatan Mesjid Raya, Kabupaten Aceh Besar. Plak pleng berbentuk prisma persegi memiliki ornamen terdiri dari motif geometris dan bunga teratai yang sangat unik dan menarik untuk dikembangkan dan dijadikan sumber penciptaan karya interior pada elemen ruang tamu. Penciptaan karya ini menggunakan teori bentuk, fungsi, dan estetika. Proses penciptaan karya ini melalui tiga tahapan yaitu eksplorasi, perancangan, dan perwujudan. Eksplorasi pencaharian tentang sumber ide penciptaan yaitu tentang ornamen Plak Pleng dan elemen ruang tamu. Perancangan pembuatan sketsa dan desain. Tahap perwujudan yaitu mewujudkan desain menjadi karya. Bahan utama yang digunakan adalah kayu surian dengan finishing melamine. Teknik yang digunakan adalah teknik konstruksi, ukir, bubut, kerawang dan pewarnaan dengan teknik air brush dan spray gun. Jumlah karya sebanyak tujuh buah yaitu meja, sofa single seat, sofa single seat tanpa sandaran, sofa three seater, vas bunga, lampu dinding, dan jam dinding.Kata Kunci: Plak Pleng; interior; ruang tamu; ornamen; Kerajaan Lamuri
Pergelaran Tor-Tor Sombah pada Upacara Adat Kematian Saur Matua dalam Tinjauan Semiotika Peirce Ilham Akbar; Ernida Kadir; Yusfil Yusfil
Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni Vol 5, No 2 (2022): Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni
Publisher : Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26887/bcdk.v5i2.2488

Abstract

This paper discusses the urgency and significance of Tor-Tor Sombah in the traditional ceremony of the death of Saur Matua in the Toba Batak community. Tor-Tor Sombah is believed to be able to create brotherly bonds between those who are present at the death ceremony of people who are perfect in kinship. The person is called Saur Matua, which means complete or perfect, that is, a person who has had children and grandchildren, and is successful in life both socially and materially. The signs found on Tor-tor Sombah in the traditional ceremony of the death of Saur Matua such as sijaragon, ulos rake, andung, tandok, costumes, and movements. All of these signs were analyzed through Peirce's theory of Semiotics which includes icons, indexes, and symbols, so that the emic meaning of the presence of Tor-tor Sombah at the traditional ceremony of Saur Matua's death, among others was about pride, respect, and gratitude.Keywords: Tor-Tor Sombah; death rituals; Saur Matua; Batak; Peirce's Semiotics AbstrakTulisan ini membahas tentang urgensi dan signifikansi dari Tor-Tor Sombah dalam upacara adat kematian Saur Matua pada masyarakat Batak Toba. Tor-Tor Sombah dipercayai dapat mewujudkan ikatan persaudaraan antara sesama yang hadir di dalam upacara kematian orang yang sempurna dalam kekerabatan. Orang tersebut disebut Saur Matua, yang artinya lengkap atau sempurna, yaitu orang yang telah beranak cucu, dan berhasil dalam kehidupan baik secara sosial serta secara materi. Tanda-tanda yang terdapat pada Tor-tor Sombah dalam upacara adat kematian Saur Matua seperti sijaragon, ulos saput, andung, tandok, kostum, dan gerak. Kesemua tanda-tanda itu dianalisis melalui teori Semiotika Peirce yang meliputi tentang ikon, indeks, dan simbol, sehingga ditemukan makna emik dari kehadiran Tor-tor Sombah pada upacara adat kematian Saur Matua, antara lain tentang kebanggaan, penghormatan, juga tentang rasa terimakasih.Kata Kunci: Tor-Tor Sombah; ritual kematian; Saur Matua; Batak; Semiotika Peirce  
Turuk Uliat Bilou: Tarian Ritual Masyarakat Rogdog Pulau Siberut Kabupaten Kepulauan Mentawai Saparuddin Saparuddin
Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni Vol 5, No 2 (2022): Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni
Publisher : Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26887/bcdk.v5i2.2496

Abstract

This paper discusses the Turuk Uliat Bilou a titual dance of the Rogdog Community of Siberut Island, Mentawai Islands Regency. The method used in this study is a descriptive qualitative method, with analytical techniques that describe the situation as happened in the field regarding Turuk Uliat Bilou. who are still alive and still functioning in the midst of their supporting community. Research shows that Turuk Uliat Bilou functions to summon supernatural powers, and to invite good and bad spirits to be present at the place of worship. In addition, Turuk Uliat Bilou is a ritual dance that describes the activities of community life in groups and in cooperation such as farming, farming and hunting.Keywords: turuk uliat bilou, dance; ritual, function, form of performanceAbstrakTulisan ini membahas tentang Turuk Uliat Bilou sebuah tarian titual Masyarakat Rogdog Pulau Siberut Kabupaten Kepulauan Mentawai. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kualitatif yang bersifat deskriptif, dengan teknik analisis yang memaparkan tentang keadaan yang sebagaimana yang terjadi di lapangan mengenai Turuk Uliat Bilou Dalam penelitian ini peneliti menemukan tentang Turuk’uliat Bilou merupakan tarian ritual masyarakat Rogdog Pulau Siberut Kabupaten Kepulauan Mentawai yang masih hidup dan masih berfungsi di tengah-tengah masyarakat pendukungnya. Penelitian menunjukkan bahwa Turuk Uliat Bilou berfungsi untuk memanggil kekuatan gaib, dan pejemputan roh-roh baik dan buruk supaya hadir di tempat pelaksanaan  pemujaan. Selain itu, Turuk Uliat Bilou adalah tarian ritual yang menggambarkan aktifitas kehidupan masyarakat secara berkelompok dan bekerjasama seperti berladang, bertani dan berburu.Kata Kunci: turuk uliat bilou, tarian; ritual, fungsi, bentuk pertunjukan

Page 9 of 11 | Total Record : 103