cover
Contact Name
Indirani Wauran
Contact Email
jih.alethea@uksw.edu
Phone
+628157797192
Journal Mail Official
jih.alethea@uksw.edu
Editorial Address
Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro No. 52-60 Salatiga 50711 INDONESIA
Location
Kota salatiga,
Jawa tengah
INDONESIA
Jurnal Ilmu Hukum: Alethea
ISSN : 27232301     EISSN : 27232298     DOI : https://doi.org/10.24246/alethea.vol4.no2
Core Subject : Humanities, Social,
Jurnal Ilmu Hukum Alethea adalah Jurnal Ilmu Hukum yang memuat karya hasil penelitian dosen dan mahasiswa dan diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana melalui proses peer-review. Jurnal ini menjadi sarana dalam menyebarluaskan gagasan atau pemikiran yang dihasilkan melalui kegiatan akademis dalam pengembangan Ilmu Hukum (Jurisprudence) oleh dosen dan mahasiswa Fakultas Hukum UKSW.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 52 Documents
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP PRODUK PANGAN YANG MENGANDUNG BAHAN BERBAHAYA Tri Sulismuji Wiyono
Jurnal Ilmu Hukum: ALETHEA Vol 4 No 1 (2020): Jurnal Ilmu Hukum: ALETHEA
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (251.835 KB) | DOI: 10.24246/alethea.vol4.no1.p21-40

Abstract

Artikel ini hendak meyoroti kebijakan legislatif dalam memberikan perlindungan terhadap konsumen atas produk-produk yang membahayakan kesehatan terhadap perbuatan pelaku usaha dalam memproduksi barang. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan tujuan untuk melihat bagaimana negara mengatur mengenai kebijakan legislatif dalam memberikan perlindungan terhadap konsumen. Sanksi pidana untuk penegakan hukum terhadap pelaku usaha dalam memproduksi barang yang membahayakan kesehatan, yaitu dengan pidana penjara, pidana denda dan pidana tambahan (pembayaran ganti rugi) baik terhadap pelaku usaha perseorangan maupun korporasi. Dengan adanya sanksi pidana kurungan, pidana denda, konsumen yang dirugikan tidak mendapatkan apa-apa. Melihat dari pihak konsumen diharapkan adanya bentuk perlindungan secara langsung yakni hanya pada bentuk sanksi pembayaran ganti rugi.
PENGATURAN PENYIARAN AGAMA DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KEADILAN BERMARTABAT Michael Hasudungan
Jurnal Ilmu Hukum: ALETHEA Vol 4 No 1 (2020): Jurnal Ilmu Hukum: ALETHEA
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (261.468 KB) | DOI: 10.24246/alethea.vol4.no1.p57-74

Abstract

Artikel ini merupakan sari tulisan dari suatu hasil penelitian yang diadakan dengan tujuan menemukan, menggambarkan dan menganalisis pengaturan penyiaran agama di Indonesia dalam perspektif teori Keadilan Bermartabat. Bermula dari kegelisahan penulis ketika menyimak peraturan perundang-undangan yang berisi larangan penyiaran agama terhadap orang yang telah beragama. Larangan tersebut tertuang dalam Pasal 4 huruf (b) dan (c) Keputusan Bersama Menteri Agama j.o Menteri Dalam Negeri No 1 Tahun 1979 Kemenag No 70 Tahun 1978 tentang Pedoman Penyiaran Agama serta SKB Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No 1 Tahun 1979 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri Kepada Lembaga Keagamaan di Indonesia. Materi muatan dari Perundang-undangan tersebut menimbulkan kesan bahwa negara menghalangi hak atas kebebasan rakyat Indonesia untuk beragama. Sehingga terlihat pula ada konflik antara perundang-undangan di atas dengan hukum yang lebih tinggi, yaitu Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum dan UUD NRI 1945 sebagai hukum dasar (Konstitusi Tertulis), manifestasi dari jiwa bangsa (volkgeist). Akibatnya hak asasi manusia untuk bebas beragama menjadi kabur dan kehilangan arah. Kekaburan dan disorientasi tersebut berdampak pada gangguan dalam usaha hukum mencapai tujuan hukum yang di dalam teori Keadilan Bermartabat adalah memanusiakan manusia di dalam masyarakat sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang mulia (nguwongke uwong).
INKONSISTENSI VERTIKAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Nikodemus Roy Pattuju
Jurnal Ilmu Hukum: ALETHEA Vol 3 No 2 (2020): Jurnal Ilmu Hukum: ALETHEA
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (249.046 KB) | DOI: 10.24246/alethea.vol3.no2.p99-116

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan kekuasaan pembentukan peraturan yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah dan menunjukkan adanya inkonsistensi vertikal dalam hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang menggunakan pendekatan peraturan dan pendekatan konseptual. Objek penelitian ini adalah pengaturan terhadap distribusi minuman beralkohol pada Peraturan Presiden No. 74 Tahun 2013 dan Peraturan Daerah Kota Sukabumi No. 13 Tahun 2015. Penelitian berkesimpulan bahwa terdapat inkonsistensi substansi yang diatur dalam kedua peraturan tersebut. Inkonsistensi ini terjadi karena kegagalan Pemerintah Daerah dalam menyesuaikan norma yang telah diatur oleh Pemerintah Pusat dan tidak adanya pengawasan preventif yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat terhadap pembuatan peraturan daerah.
KEPASTIAN HUKUM PEMBAGIAN WARIS TERHADAP ORANG YANG DIANGGAP HILANG BERDASARKAN PENETAPAN KETIDAKHADIRAN DI PENGADILAN Sirat Handayani
Jurnal Ilmu Hukum: ALETHEA Vol 4 No 2 (2021): Jurnal Ilmu Hukum: ALETHEA
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (254.447 KB) | DOI: 10.24246/alethea.vol4.no2.p95-114

Abstract

Artikel ini mengkaji mengenai kepastian hukum pembagian waris orang yang dianggap hilang berdasarkan penetapan ketidakhadiran di Pengadilan, akibat hukum dan pengurusan hak dan kewajiban pembagian waris, dan faktor-faktor orang dapat dikatakan menghilang. Penetapan Pengadilan Negeri terkait orang yang dianggap hilang dilihat dari segi KUHPerdata Pasal 463 sampai dengan Pasal 495, dan pembagian waris terhadap ahli warisnya, serta keadaan apabila orang yang dianggap hilang kembali atau terdapat kabar bahwa ia masih hidup, dan akibat hukum dari perkawinan dari suami atau istri si tidak hadir ketika istri atau suami dari si tidak hadir akan melangsungkan perkawinan baru dengan pihak lain.
PERALIHAN HAK ATAS TANAH YANG DIMILIKI ANAK OLEH ORANG YANG BERTINDAK SEBAGAI WALI Zahra Apritania Jati
Jurnal Ilmu Hukum: ALETHEA Vol 4 No 2 (2021): Jurnal Ilmu Hukum: ALETHEA
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (232.334 KB) | DOI: 10.24246/alethea.vol4.no2.p115-130

Abstract

Dalam prakteknya banyak kasus dimana seseorang memiliki ikatan darah dengan seorang anak masih di bawah umur yang mana anak tersebut memiliki hak atas tanah. Orang tersebut, tanpa melakukan permohonan perwalian kepada Pengadilan Negeri, melakukan peristiwa hukum peralihan hak atas tanah melalui jual beli mengatasnamakan anak walinya, padahal syarat materiil maupun syarat formil peralihan hak atas tanah oleh anak di bawah umur harus dipenuhi sesuai syarat jual beli. Syarat jual beli materiil merupakan syarat yang bersangkutan mengenai fakta yang berkaitan subyek dan obyek jual beli. Anak yang masih di bawah umur dianggap tidak cakap hukum untuk melakukan suatu perjanjian sehingga dibutuhkan seorang wali untuk melakukan perbuatan hukum dalam hal ini adalah perbuatan hukum peralihan hak atas tanah semata-mata wali tersebut bertindak untuk dan atas nama anak. Dengan tidak terpenuhinya syarat jual beli akan menimbulkan suatu akibat hukum dalam proses peralihan hak atas tanah.
AKIBAT HUKUM AKTA KEMATIAN BAGI AHLI WARIS Anselma Palma Putri Kencana Adi
Jurnal Ilmu Hukum: ALETHEA Vol 4 No 2 (2021): Jurnal Ilmu Hukum: ALETHEA
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (247.131 KB) | DOI: 10.24246/alethea.vol4.no2.p165-184

Abstract

Artikel ini membahas mengenai pentingnya mengurus akta kematian bagi ahli waris karena memiliki akibat hukum. Lebih khususnya membahas mengenai apa itu akta kematian, teori yang digunakan, ahli waris, harta warisan dan faktor-faktor penghambat pembuatan akta kematian. Penulisan ini didasari Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Pengurusan akta kematian ini memberikan manfaat bagi seseorang yang ditinggalkan, yaitu guna untuk mengurus harta warisan yang ditinggalkan oleh pewaris. Pengurusan akta kematian dan akibat hukum setelahnya yaitu waris tertuang pada Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam penulisan ini juga dijelaskan upaya yang dilakukan Pemerintah untuk menyemarakkan dan menyadarkan masyarakat akan pentingnya akta kematian.
PERMOHONAN PERWALIAN ANAK DIBAWAH UMUR OLEH IBU KANDUNG DALAM PENGELOLAAN HARTA WARISAN Irselin Tasik Lino
Jurnal Ilmu Hukum: ALETHEA Vol 4 No 2 (2021): Jurnal Ilmu Hukum: ALETHEA
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (235.805 KB) | DOI: 10.24246/alethea.vol4.no2.p131-146

Abstract

Pengadilan memiliki kewenangan untuk memberikan hak wali kepada seseorang untuk mewakili anak dalam melakukan perbuatan hukum. Hak tersebut dijalankan untuk kepentingan anak dan meliputi hak asuh, harta kekayaan, serta pengelolaan barang. Perwalian anak diatur dalam KUHPerdata, Undang-Undang, dan juga KHI. Wali ditunjuk oleh Pengadilan. Wali ditunjuk untuk melaksanakan kewajibannya dengan baik dan bertanggungjawab, atas harta benda anak yang berada di bawah perwalian, serta kerugian yang timbul karena kesalahan maupun kelalaiannya. Jika orang tua dari anak tersebut meninggal dunia, maka anak akan diwakili oleh seorang wali untuk mendapatkan harta waris dari orang tuanya.
PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM WALI TIDAK MELAKSANAKAN KEWAJIBAN PADA ANAK DI BAWAH PERWALIANNYA Heidy Amelia Neman
Jurnal Ilmu Hukum: ALETHEA Vol 4 No 2 (2021): Jurnal Ilmu Hukum: ALETHEA
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (260.961 KB) | DOI: 10.24246/alethea.vol4.no2.p147-164

Abstract

Lembaga perwalian dalam hukum Perdata diperlukan untuk mewakili dan bertanggung jawab atas kepentingan seorang anak dan harta kekayaannya, dalam hal anak tersebut tidak berada dibawah kekuasaan orang tua. Perwalian sudah diatur dalam KUHPerdata, UU No. 1 Tahun 1974, UU No. 23 Tahun 2002 dan KHI. Peraturan-peraturan perundang-undangan ini mengatur mengenai hak dan kewajiban wali dan anak di bawah perwalian. Wali memiliki tanggung jawab hukum untuk melaksanakan perwalian dengan baik dan tidak boleh merugikan anak di bawah perwaliannya. Tetapi dikarenakan belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur secara khusus mengenai pertanggungjawaban wali terhadap anak, maka timbulah permasalahan menyangkut perlindungan hukum bagi anak yang berada dibawah perwalian. Artikel ini membahas mengenai pertanggungjawaban hukum wali dalam perwalian.
LEGALITAS OPERASI TANGKAP TANGAN OLEH KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Mardian Putra Frans; Muh Haryanto
Jurnal Ilmu Hukum: ALETHEA Vol 3 No 2 (2020): Jurnal Ilmu Hukum: ALETHEA
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (248.579 KB) | DOI: 10.24246/alethea.vol3.no2.p117-134

Abstract

UU KPK tidak mengatur kewenangan operasi tangkap tangan, sehingga dasar hukum dari operasi tangkap tangan sering menjadi objek Praperadilan. Isu hukum artikel ini adalah dasar hukum operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK). Berdasarkan analisis yang dilakukan ditemukan bahwa operasi tangkap tangan merupakan bagian dari tindakan penangkapan dalam hal tertangkap tangan. Operasi tangkap tangan memiliki perbedaan dilihat dari metode pelaksanaan dengan tindakan penangkapan yang dikenal sebagai tertangkap tangan. Jika tertangkap tangan dilakukan dengan spontanitas tanpa adanya rencana, maka operasi tangkap tangan diawali dengan metode penyadapan dan hasil penyadapan tersebut digunakan untuk mengetahui akan terjadinya tindak pidana. Setelah mengetahui akan terjadi tindak pidana maka KPK melakukan penangkapan dalam hal tertangkap tangan pada saat tindak pidana itu terjadi.
KONSTITUSIONALITAS SANKSI PIDANA MATI BAGI TERPIDANA TINDAK PIDANA KORUPSI Digna Amelia Tilman
Jurnal Ilmu Hukum: ALETHEA Vol 3 No 2 (2020): Jurnal Ilmu Hukum: ALETHEA
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (290.8 KB) | DOI: 10.24246/alethea.vol3.no2.p135-154

Abstract

Isu hukum artikel ini berkenaan dengan konstitusionalitas ketentuan sanksi pidana mati bagi terpidana tindak pidana korupsi yang tertuang dalam Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor. Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor menentukan bahwa pidana mati dapat dikenakan bagi terpidana tindak pidana korupsi apabila dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi. Sesuai isu tersebut, Artikel ini berargumen bahwa pidana mati bagi terpidana tindak pidana korupsi bertentangan dengan hak untuk hidup. Hak untuk hidup merupakan HAM primer dari sekian banyak HAM yang diberikan oleh Allah. Apabila hak untuk hidup dibatasi, maka HAM yang lain ikut terbatasi. Oleh karena itu, hak untuk hidup mutlak tidak dapat dibatasi, a contrario, negara tidak memiliki hak untuk membatasinya.