cover
Contact Name
debie anggraini
Contact Email
scientificj.id@gmail.com
Phone
+6281277167619
Journal Mail Official
scientific.journal@scientic.id
Editorial Address
Jalan Khatib Sulaiman, Kel. Alai Parak Kopi, Kec. Padang Utara, Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat
Location
Kota padang,
Sumatera barat
INDONESIA
Scientific Journal
ISSN : 28100204     EISSN : 28100204     DOI : https://doi.org/10.56260/sciena
Core Subject : Health, Science,
Scientific Journal(SCIENA) published by an official of Scientific.id_considers the following types of original contribution for peer review and publication: Research Articles, Review Articles, Letters to Editor, Brief Communications, Case Reports, Book Reviews, Technological Reports, and Opinion Articles. It Is published six times a year and serves the need of scientific and non-scientific personals involved/interested in Natural Science (Physics, Chemistry, Electronics, Mathematics, Astronomy, Oceanography, Engineering), Social Science, Economics, Biology and Medicine. Each issue covers topics, which are of broad readership interest to personals from General Public, Industry, Clinicians, Academia, and Government. Scientic Journal is a must read journal for every one with curiosity in science.
Articles 76 Documents
Peran Laktat Pada Sepsis Dan Pemeriksaan Laboratoriumnya Donaliazarti
Scientific Journal Vol. 1 No. 4 (2022): SCIENA Volume I No 4, July 2022
Publisher : CV. AKBAR PUTRA MANDIRI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (794.587 KB) | DOI: 10.56260/sciena.v1i4.53

Abstract

Abstract Sepsis is a clinical syndrome due to infection and manifests as systemic inflammatory response syndrome (SIRS). Sepsis is a major cause of morbidity and mortality in hospitalized patients. In septic conditions, large amounts of lactate can be produced because of increased aerobic or anaerobic lactate production combined with decreased lactate clearance. Measurement of lactate levels is useful for detecting the presence of tissue hypoxia that is still not clearly visible so that therapy can be given earlier and clinician can monitor response to therapy. Increased lactate levels are also associated with decreased patient survival. A number of tools in the laboratory can be used to measure lactate level, including clinical chemistry analyzer, point of care testing (POCT) analyzer and blood gas analyzer. Methods for the examination of lactate are enzymatic, including the use of lactate oxidase and lactate dehydrogenase enzymes. Lactate plays an important role in the diagnosis of severe sepsis, as a prognostic indicator and monitoring response to therapy. Abstrak Sepsis merupakan suatu sindrom klinis akibat infeksi dan bermanifestasi sebagai systemic inflammatory response syndrome (SIRS). Sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien yang dirawat di rumah sakit. Pada kondisi sepsis, laktat dapat dihasilkan dalam jumlah yang besar oleh karena peningkatan produksi laktat secara aerob atau anaerob dan dikombinasi dengan penurunan klirens laktat. Pengukuran kadar laktat berguna untuk mendeteksi adanya hipoksia jaringan yang masih belum terlihat jelas sehingga dapat diberikan terapi lebih awal dan memantau respons terapi. Peningkatan kadar laktat juga berhubungan dengan penurunan kemampuan bertahan hidup pasien. Sejumlah alat di laboratorium dapat digunakan untuk melakukan pemeriksaan laktat di antaranya alat kimia klinik otomatis, alat point of care testing (POCT) dan alat blood gas analyzer. Metode untuk pemeriksaan laktat adalah enzimatik di antaranya menggunakan enzim laktat oksidase dan laktat dehidrogenase. Laktat berperan penting dalam diagnosis sepsis berat, sebagai indikator prognosis dan pemantauan respons terapi.
Faktor Stent yang Mempengaruhi Inflamasi Setelah Dilakukan IKP pada Pasien PJK Stabil Dian Puspita
Scientific Journal Vol. 1 No. 4 (2022): SCIENA Volume I No 4, July 2022
Publisher : CV. AKBAR PUTRA MANDIRI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (760.609 KB) | DOI: 10.56260/sciena.v1i4.54

Abstract

Prosedur intervensi koroner perkutan (IKP) merupakan prosedur revaskularisasi paling umum pada penyakit jantung koroner (PJK) stabil. Selain sebagai managemen PJK stabil, prosedur IKP juga dapat menyebabkan komplikasi. IKP mengakibatkan ruptur plak yang diinduksi mekanik, kerusakan endotel, dan barotrauma ke dinding pembuluh darah, sehingga terjadi  inflamasi, yang pada akhirnya dikaitkan dengan peningkatan risiko KKM. Reaksi inflamasi akibat pemasangan stent dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya faktor stent. Jika faktor-faktor ini tidak diatasi, maka akan terjadi peningkatan inflamasi setelah IKP yaitu aktivasi sel endotel, aktivasi platelet, infiltrasi  leukosit, hiperplasia neointima, dan melibatkan banyak mediator.
Penilaian Vitalitas Flap Otot dengan Stimulasi Listrik Otot : Perbandingan Sumbatan Pada Arteri dan Vena Deddy Saputra
Scientific Journal Vol. 1 No. 4 (2022): SCIENA Volume I No 4, July 2022
Publisher : CV. AKBAR PUTRA MANDIRI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (556.092 KB) | DOI: 10.56260/sciena.v1i4.55

Abstract

Pendahuluan: Permasalahan yang sering timbul pada penilaian vitalitas flap otot pada evaluasi pasca operasi mikrovaskular adalah masih kurang adekuatnya cara dan alat pengamatan yang sederhana, murah, tingkat objektivitas yang tinggi, dan mudah dilakukan. Pengamatan praktis dengan pemeriksaan klinis pada skin paddle atau pada ototnya langsung, seperti warna, temperatur, turgor, dan refilling capilar, masih mempunyai nilai subjektivitas dan bias yang tinggi dalam menilai vitalitas flap otot. Pada flap otot yang baik mempunyai manifestasi yang sama dengan keadaan otot secara umum, dimana didapatkan warna, perdarahan dan kontraktilitas-nya baik. Metode: Dilakukan penilaian kontraktilitas flap otot dengan menggunakan flap otot rectus abdominis tikus  Sprague-Dawley yang diperlakukan sumbatan arteri dan venanya. Hasil: Dalam uji klinis awal pada flap otot tikus tersebut memperlihatkan adanya hubungan antara kontraktilitas   dengan vitalitas flap otot, dan perbedaan vitalitas flap otot antara sumbatan arteri dan vena.
Treatment Of The Cleft Foot Deddy Saputra
Scientific Journal Vol. 1 No. 4 (2022): SCIENA Volume I No 4, July 2022
Publisher : CV. AKBAR PUTRA MANDIRI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (441.56 KB) | DOI: 10.56260/sciena.v1i4.56

Abstract

Congenital cleft foot is a rare anomaly that exhibits many morphological variations. The typical cleft foot is characterized by congenital absence of one or several median rays bordering the cleft. Treatment has been focused on improving function and aesthetic appearance. The most common surgical treatment in the literature includes excision of the useless bony remnants and closure of the cleft. There should be some cases of the cleft foot been managed in M DJamil Hospital but there is no data available during 10 years (2011-2021). We reported a 15-month-old girl born with cleft of the right and polysindactyly of the left foot. The right foot has one central ray deficiency. We performed simple reconstruction of the cleft of the right foot and corrected the polysyndactyly at the same time. The evaluation of the procedures were based on assessments on cosmetic, functional, and roentgenographic results. At 3 month after surgery it showed no widening of the reconstructed foot, no hypertrophic  scarring, and no overlapping of the toes. The functional assessment includes evaluation on gait disturbance and ulceration of the foot, we did not find gait disturbance nor ulceration found. According to the roentgenographic evaluation, we found no valgus deformity of the first toe and the distance between the first and fifth metatarsal was not narrowing.
Spasmofilia dengan Hipoparatiroidisme Pasca Tiroidektomi Lydia Susanti; Syarif Indra; Aulia Noza
Scientific Journal Vol. 1 No. 4 (2022): SCIENA Volume I No 4, July 2022
Publisher : CV. AKBAR PUTRA MANDIRI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (577.766 KB) | DOI: 10.56260/sciena.v1i4.57

Abstract

Spasmofilia merupakan keadaan patologis dimana terjadi hiperiritabilitas saraf dan otot (neuromuskular) akibat adanya gangguan keseimbangan elektrolit,  terutama ion kalsium (Ca2+) dan ion magnesium (Mg2+) yang ditandai dengan munculnya kedutan otot, kesemutan dan spasme karpopedal. Hipoparatiroidisme merupakan keadaan dimana produksi hormon paratiroid yang tidak adekuat. Keadaan ini jarang ditemukan dan umumnya disebabkan oleh kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi tiroid. Laporan kasus ini  membahas mengenai pasien perempuan berusia 25 tahun dengan spasmofilia  dan hipoparatiroidisme sekunder  ec tiroidektomi.
Gambaran Elektrodiagnostik pada Polineuropati lydia susanti; Fanny Adhi Putri; Andi Fadilah Yusran
Scientific Journal Vol. 1 No. 5 (2022): SCIENA Volume I No 5, September 2022
Publisher : CV. AKBAR PUTRA MANDIRI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (417.294 KB) | DOI: 10.56260/sciena.v1i5.58

Abstract

Banyaknya jenis kelainan saraf perifer dengan gejala yang tidak jauh berbeda menyebabkan tidak mudah untuk menegakkan diagnosis gangguan sistem saraf perifer. Pemeriksaan elektrofisiologi dapat dilakukan sebagai salah satu pemeriksaan penting dalam penegakkan diagnosis gangguan sistem saraf perifer,. Pemeriksaan elektrofisiologi yang akan dilakukan disesuaikan dengan kebutuhan penengakan diagnosis, artinya berbeda diagnosis maka berbeda juga pilihan pemeriksaan elektrofisiologi yang dilakukan.  Polineuropati adalah sebuah gangguan menyeluruh dari sistem saraf perifer. Prevalensi kejadian polineuropati sekitar 5%-8%, dan menggambarkan gangguan yang paling umum dari kelompok kelainan ini. Gangguan ini dapat memiliki banyak etiologi dan penyakit penyerta lainnya, dan dalam praktek klinis, hampir seluruh spesialis medis dapat berkontak dengan pasien polineuropati ini. Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan elektrodiagnostik dibutuhkan dalam penegakkan diagnosis sebelum memulai terapi definitif. Pemeriksaan ini juga dapat membantu membedakan onset akan kejadian polineuropati yang diderita pasien.
Aspek Klinis Hiperurisemia Debie Anggraini
Scientific Journal Vol. 1 No. 4 (2022): SCIENA Volume I No 4, July 2022
Publisher : CV. AKBAR PUTRA MANDIRI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (335.696 KB) | DOI: 10.56260/sciena.v1i4.59

Abstract

Hiperurisemia disebabkan oleh dua faktor utama yaitu meningkatnya produksi asam urat dalam tubuh, hal ini disebabkan karena sintesis atau pembentukan asam urat yang berlebihan. Penyebab asam urat ada dua macam, yang menyebabkan penyakit asam urat primer dan penyakit asam urat sekunder. Kadar asam urat dalam serum merupakan hasil keseimbangan antara produksi dan sekresi. Dan ketika terjadi ketidak seimbangan dua proses tersebut maka terjadi keadaan hiperurisemia, yang menimbulkan hipersaturasi asam urat yaitu kelarutan asam urat di serum yang telah melewati ambang batasnya, sehingga merangsang timbunan urat dalam bentuk garamnya terutama monosodium urat di berbagai tempat atau jaringan. Keadaan hiperurisemia dapat menimbulkan dampak klinis timbulnya arthritis gout, nefropati gout, atau batu ginjal dan juga diperkuat oleh komorbiditas yang ditimbulkan berupa penyakit ginjal kronik, penyakit kardiovaskuler dan diabetes. Dapat terjadi akibat peningkatan metabolisme asam urat (overproduction) karena diet tinggi purin, penurunan ekskresi asam urat urin (underexcretion) karena pemecahaan asam nukleat yang berlebihan, atau gabungan keduanya.
Diare Pada Anak Debie Anggraini; Olivitari Kumala
Scientific Journal Vol. 1 No. 4 (2022): SCIENA Volume I No 4, July 2022
Publisher : CV. AKBAR PUTRA MANDIRI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (375.738 KB) | DOI: 10.56260/sciena.v1i4.60

Abstract

Diare didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi peningkatan jumlah buang air besar yang terjadi akibat adanya suatu infeksi. Seorang anak bisa dikatakan telah mengalami diare apabila volume buang air besarnya terukur lebih besar dari 10 ml / kg per hari. Konsistensi tinja yang encer, banyak mengandung cairan (cair) dan sering (pada umumnya buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam). Inspeksi feses merupakan pemeriksaan yang sangat membantu. Pemeriksaan feses dibedakan menjadi tes spesifik dan tes non spesifik. Pemeriksaan spesifik diantaranya tes untuk enzim pankreas seperti elastase feses. Pemeriksaan non spesifik diantaranya osmolalitas tinja dan perhitungan osmotik gap mempunyai nilai dalam membedakan diare osmotik, sekretorik dan diare factitious. Osmotik gap dapat dipergunakan untuk memperkirakan peranan elektrolit dan non elektrolit dalam terjadinya retensi air didalam lumen intestinal. Pada diare sekretorik elektrolit yang tidak diabsorpsi mempertahankan air dalam lumen, sedangkan pada diare osmotik komponen non elektrolit yang menyebabkan retensi air. Osmotik gap pada diare osmotik >125 mosmol/kg, sedangkan pada diare sekretorik < 50 mosmol/kg. Pada diare kronik dengan dugaan penyebab agen infeksius dilakukan kultur feses dan pemeriksaan mikroskopis. Infeksi oleh protozoa seperti amoeba dan giardia lamblia dapat menimbulkan diare yang kronis. Pemeriksaan tinja segar dalam 3 kali ulangan untuk menemukan telur, kista, parasit masih merupakan alat diagnostik utama dengan sensitifitas 60-90%.
Imunopatogenesis Karsinoma Hepatoselular Debie Anggraini; Idriyan Ade Putra
Scientific Journal Vol. 1 No. 4 (2022): SCIENA Volume I No 4, July 2022
Publisher : CV. AKBAR PUTRA MANDIRI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (503.999 KB) | DOI: 10.56260/sciena.v1i4.61

Abstract

Karsinoma Hepatoselular (KHS) yang diinduksi oleh HBV dan HCV berkembang dalam lingkungan peradangan dan regenerasi yang dihasilkan dari kerusakan hati kronis, menunjukkan bahwa patogenesis KHS dimediasi oleh kekebalan tubuh. Protein yang dikodekan HBV dan HCV mengubah ekspresi gen inang dan fenotipe seluler yang diakui sebagai ciri khas kanker. Perubahan-perubahan ini mendorong proliferasi faktor-independen, resistensi terhadap hambatan pertumbuhan, invasi dan metastasis jaringan, angiogenesis, pemrograman ulang metabolisme energi, dan resistensi terhadap apoptosis dalam menghadapi serangan kekebalan yang persisten dan selama intervensi terapi. Peradangan kronis juga meningkatkan ketidakstabilan genetik dalam sel tumor. Sel T regulator (Tregs) merupakan sel supresor yang dikenal paling baik dan telah dikenal menyupresi imunitas terhadap tumor dalam beberapa penelitian. Sel Treg memproduksi sitokin imunosupresi seperti interleukin 10 (IL-10) yang akan menyupresi sel T CD4 dan CD8 sehingga tumor dapat bertahan tetap ada. Sel Treg berperan utama dalam inhibisi sel T yang spesifik terhadap tumor dalam perkembangan KHS
Kejang Demam Debie Anggraini; Dita Hasni
Scientific Journal Vol. 1 No. 4 (2022): SCIENA Volume I No 4, July 2022
Publisher : CV. AKBAR PUTRA MANDIRI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (448.308 KB) | DOI: 10.56260/sciena.v1i4.62

Abstract

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang timbul akibat kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38̊ C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranial. Beberapa faktor yang berperan menyebabkan kejang demam antara lain adalah demam, demam setelah imunisasi DPT dan morbili, efek toksin dari mikroorganisme, respon alergi atau keadaan imun yang abnormal akibat infeksi, perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit. Kejang demam sederhana adalah kejang yang berlangsung kurang dari 15 menit, kejang tonik klonik umum, sembuh spontan, tanpa kejang fokal, dan tidak berulang dalam 24 jam. Kejang demam tipe ini adalah 80% di antara seluruh kejang demam. Kejang demam kompleks adalah kejang fokal atauparsial, berlangsung lebih dari 15 menit, berulang dalam 24 jam, didapatkan abnormalitas status neurologi. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan atas indikasi misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula darah. Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam