cover
Contact Name
Arif Rahman
Contact Email
arif@unimal.ac.id
Phone
+6281370709010
Journal Mail Official
jimfh@unimal.ac.id
Editorial Address
Jln. Jawa, Kampus Bukit Indah, Jalan Jawa, Padang Sakti, Blang Pulo, Muara Satu, Blang Pulo, Muara Satu, Kota Lhokseumawe, Aceh 24355.
Location
Kota lhokseumawe,
Aceh
INDONESIA
JIM-FH UNIMAL
ISSN : -     EISSN : 27988457     DOI : https://doi.org/10.29103/jimfh.v5i2.6255
Core Subject : Social,
JURNAL ILMIAH MAHASISWA: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Hukum (Faculty of Law Student Scientific Journal) is a double blind peer reviewed journal published by the Faculty of Law, Universitas Malikussaleh. JURNAL ILMIAH MAHASISWA: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Hukum (Faculty of Law Student Scientific Journal) published three times a year, every January, April and October and has been registered as Scientific Journal on LIPI with Special ISSN Number (ISSN ONLINE 2798-8457). JURNAL ILMIAH MAHASISWA: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Hukum (Faculty of Law Student Scientific Journal) is a Scientific Journal of Law that has specificities in the fields of Legal Services, Community Engagement of Law Sector, Legal Aid, and Advocacy. The scope is not limited to: Economic Law, Civil law, Criminal law, Constitutional law, Environmental law, International law, Islamic law, and Information Communication and Telecommunication (ICT) Law
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 165 Documents
Urgensi Program Cuti Mengunjungi Keluarga Bagi Narapidana Safriana S; Johari J; Joelman Subaidi
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH Vol 5, No 1 (2022): Januari
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jimfh.v5i1.5288

Abstract

Penelitian ini untuk mengetahui apakah cuti mengunjungi keluarga sudah sesuai dengan tujuan sistem pemasyarakatan dan untuk mengetahui apakah cuti mengunjungi keluarga sudah sesuai dengan sistem perundang- undangan. karena pentingnya program cuti mengunjungi keluarga maka seharusnya pengaturan tentang cuti mengunjungi keluarga dipermudah tanpa melihat lamanya masa pidana dan lamanya masa menjalani pidana, Namun cuti mengunjungi keluarga diberikan tanpa dilihat dari jenis tindak pidana tetapi dengan melihat kemajuan perubahan yang dialami narapidana tersebut. penelitian ini yaitu penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji norma dan peraturan perundang-undangan, penelitian ini ditujukan atau dilakukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yaitu penelitian yang objek kajiannya adalah peraturan perundang-undangan dan bahan pustaka. hasil penelitian dapat menyimpulkan bahwa cuti mengunjungi keluarga tidak sepenuhnya sesuai dengan sistem pemasyarakatan dikarenakan cuti mengunjungi keluarga tidak sepenuhnya sesuai dengan tujuan pemasyarakatan, karena narapina tetap kecendrungan diberikan cap dari masyarakat dan di tolaknya narapidana didalam masyarakat. Cuti mengunjungi kelurga dalam sistem perudang-undangan perlu ditinjau ulang agar tidak ada kesulitan dalam pemberian cuti mengnjungi keluarga. Kata Kunci: Narapid, Lembaga Pemasyarakatan, Cuti Mengunjungi Keluarga.
Analisi aperlindungan Hukum Pemegang Saham Minorotas Oleh Emiten Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal Dedek Wira Priatna; Hamdani H; Tri Widya Kurniasari
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH Vol 4, No 2 (2021): April
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jimfh.v4i2.4059

Abstract

Perlindunga hukum terhadap pemegang saham minoritas didalam Pasar Modal merupakan hal yang sangat penting terlebih terhadap keterbukaan informasi yang terdapat di dalam Pasal 1 butir 25 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Adapun tujuan dari penulisan ini adalah: untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum dan tanggung jawab emiten terhadap pemegang saham minoritas berdasarkan prinsip keterbukaan yang ada di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, dan juga penegakan hukum atau sanksi kepada pihak yang melakukan pelanggaran terhadap prinsip keterbukaan di dalam ketentuan tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis penelitian hukum yuridis-normatif. Yuridis-normatif adalah penelitian dengan pendekatan perundang-undangan dimana dalam hal ini Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Hasil dari penelitian mengenai perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas atas kerugian akibat tidak adanya keterbukaan informasi di Pasar Modal berdasarkan prinsip keterbukaan yang terdapat pada Pasal 1 butir 25 Undang_Undang Nomor 8 Tahun 1998 tentang Pasar Modal. dalam hal kerugian akibat tidak adanya keterbukaan infomasi yang dialami oleh invertor menjadi tanggung jawab Emiten sepenuhnya, dan pemegang saham yang mengalami kerugian berhak mendapat ganti rugi, dan investor yang menderita kerugian dapat melakukan upaya hukum berdasarkan perbuatan melawan hukum Pasal 1365 BW dan dapat melakukan gugatan berdasarkan Pasal 111 UUPM, juga dapat melakukan gugatan wanprestasi. Disarankan untuk dapat melakuakn rivisi terhadap UUPM dimana dalam hal ini UUPM tidah menjelaskan pengaturan secara spesifik mengenai, tanggung jawab emiten terhadap pemegang saham minoritas, maka harus dilakaukan revisi terhadap UUPM dan UUPM harus menyebukan pasal yang mengatur secara spesifik tentang tanggung jawab emiten terhadap pemegang saham minoritas. Agar dapat menjamin hak-hak pemegang saham minoritas apaliba terjadi kerugian yang diakibatkan oleh tidak berjalannya prinsip keterbukaan didalam Pasar Modal.
Aborsi dalam perspektif undang-undang kesehatan dan kuhp Agustina Tina; Joelman Subaidi; Ummi Kalsum
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH Vol 4, No 2 (2021): April
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jimfh.v4i2.4076

Abstract

Menurut kuhp abortus provocatus meruoakan tindakan pidana yang dapat dikenakan sanksi pidana, begitu juga halnya dengan undang-undang kesehatan juga tidak membenarkan tindakan abortus provocatus tanpa ada alasan pembenar.
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA YANG TERKENA PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DIMASA PANDEMI COVID-19 (Studi Penelitian Supermarket Brastagi Kota Medan Provinsi Sumatera Utara) Tiara T; Nasrianti N; Nurarafah N
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH Vol 4, No 3 (2021): Oktober
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jimfh.v4i3.6024

Abstract

Now, all countries including Indonesia are being hit by the Covid-19 virus, this can be seen by many companies experiencing financial difficulties, then encouraging employers to issue several policies that are detrimental to their workers, namely Termination of Employment to improve the efficiency of their companies on the grounds of Covid-19 . However, workers affected by this layoff do not get their rights (salary, severance pay) as happened at the Berastagi Supermarket, Medan City. The purpose of this research is to find out how to apply the legal protection provided to workers who have been laid off, the obstacles that are a barrier to obtaining workers' rights, and what efforts must be taken. The type of research method used in this research is using empirical juridical or sociological juridical research methods, namely research procedures that aim to obtain legal knowledge empirically by going directly to the object. Legal protection for workers aims for justice so that employers do not arbitrarily do something, there were 60 workers who were laid off during the covid pandemic at the Brastagi Supermarket, field results show that legal protection for these workers has not been going well, there should be clarity regarding this matter in accordance with Law no. 11 of 2020 concerning Job Creation Articles 151 to 154 where employers may perform layoffs without agreement and reasons, because it is clearly regulated in article 154(A). Suggestions for employers should not make decisions unilaterally, it is also recommended for the Manpower Office to more often supervise companies that do not follow the rules, and suggestions for workers to be more concerned about the rights and obligations of workers. Keywords: Legal Protection, Termination of Labor, Covid-19 Pandemic
PRESIDENTIAL THRESHOLD TERHADAP PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN Putri Lina Wahyuni; Elidar Sari; Mukhlis M
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH Vol 1, No 1 (2018): Oktober
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jimfh.v1i1.2542

Abstract

The holding of elections simultaneously raises implications for the mechanism of general elections the President and Vice-President, especially in terms of the implementation of the presidential threshold. After the decision of the Constitutional Court (MK) number 14/PUUXI/2013, which mandates the simultaneous elections raises the pros and cons about setting the presidential threshold. In the perspective of the Constitution, using or not using the presidential threshold indeed does not conflict with the Constitution, because the presidential threshold is the policy of the law that are open from forming laws. The purpose of this paper is to study the presidential threshold in conjunction with a Simultaneous Election in 2019. The method of approach in this research is normative juridical with examines the problems that arise in terms of the law. The presidential threshold has been twice used in the election, the results show evidence that the presidential threshold is very positive become a tool of initial selection of candidates for President and Vice-President. The use of the presidential threshold in the elections in Indonesia was initially set in the 1945 Constitution (UUD 1945) stated in article 6A, and then further regulated in Legislation Number 23/2003 about General Election of President and Vice-President, then amended by Lagislation Number 42/2008 on General Election of President and Vice-President are next rearranged in Lagislation Number 7/2017 about General Elections. In the implementation of the presidential threshold is not necessarily only a positive impact, but there are also negative impacts such as the presence of new parties that have passed verification and are expressed as participants of the election by the Election Commission (KPU) in 2019 it does not have political rights in candidates for President and Vice-President, and the presence of Indonesian citizens who feel maimed political rights for which he choose in the 2014 election not necessarily be the choice in the elections 2019 or the candidate would they choose is canceled forward because the rules of the presidentila threshold. With keep the enactment of the rule threshold in the 2019 elections expected legislators to rethink about the terms of the presidential threshold, especially in conjunction with simultaneous elections, taking into account the advantages and disadvantages in the application or removal of the presidential threshold, for the purpose to strengthen the presidential system in Indonesia. Keywords :The Presidential Threshold, the verdict of the Constitutional Court, Simultaneous Elections
Implementasi Ruang Terbuka Hijau Publik (Suatu Tinjauan Berdasarkan Qanun Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bireuen) Putri Handayani; Nazaruddin N; Nuribadah N
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH Vol 4, No 3 (2021): Oktober
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jimfh.v4i3.5305

Abstract

Studi ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan implementasi ruang terbuka hijau publik Di Kabupaten Bireuen, hambatan yang dialami serta upaya penyelesaian dalam penataan ruang terbuka hijau publik Di Kabupaten Bireuen. Dalam Qanun Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bireuen mewajibkan bahwa dalam penyediaan ruang terbuka hijau publik disebuah perkotaan yang ideal adalah 20% (persen) dari luas daerah. Namun sampai saat ini, penyediaan mengenai ruang terbuka hijau publik Di Kabupaten Bireuen baru terealisasi 5,3% (persen) dari luas daerah. Penelitian ini menggunakan metode empiris/yuridis sosiologis dengan bentuk pendekatan yuridis sosiologis yang dianalisis secara deskriptif. Sumber data yang digunakan adalah data primer berupa hasil wawancara dengan responden dan informan serta sumber data sekunder berasal dari studi kepustakaan. Berdasarkan Hasil dari penelitian diketahui bahwa dalam mengimplementasikan ruang terbuka hijau publik Di Kabupaten Bireuen. Pemerintah daerah memiliki kewewenangan berupa Perencanaan, Pemanfaatan Ruang dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang. Kemudian hambatan yang dialami dalam penataan ruang terbuka hijau publik Di Kabupaten Bireuen yaitu Belum Adanya Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Kurangnya Partisipasi Masyarakat. Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah dalam penataan ruang terbuka hijau publik Di Kabupaten Bireuen yaitu dengan Menyusun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), Memberikan Sosialisasi dan Meningkatkan Partisipasi Masyarakat. Kata Kunci: Implementasi, Tata Ruang, Ruang Terbuka Hijau Publik.
TINJAUAN VIKTIMOLOGI TERHADAP TINDAK PIDANA CATCALLING Miranda Zulaeha
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH Vol 5, No 2 (2022): Maret
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jimfh.v5i2.5697

Abstract

Catcalling melakukan suatu tindakan yang berkonotasi seksual melalui suara, termasuk bersiul, berseru, berkomentar yang dilakukan oleh pria kepada wanita yang lewat di jalan atau diruang publik dan perbuatan itu tidak diinginkan oleh si penerima. Secara umum, catcalling terlihat seperti perbuatan yang sepele, akan tetapi perbuatan ini berpotensi adanya tindak pidana dan menimbulkan tindak pidana lain, namun tidak ada kepastian hukum padahal perbuatan ini merupakan kategori kejahatan yang melanggar norma kesusilaan dan termasuk pelecehan seksual verbal. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui bagaimana pengaturan tindak pidana catcalling didalam sistem hukum di Indonesia serta bagaimana tindak pidana catcalling ditinjau dari perspektif viktimologi.Penelitian ini menggunakan metode penlitian yuridis normatif dengan pendekatan penelitian melalui perundang-undangan dan konseptual yang bertitik tolak pada data primer, sekunder dan tersier yaitupenelitian yang dilakukan melalui pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library research) dengan berdasarkakn pada peraturan perundang-undangan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa didalam perkembangan hukum di Indonesia, belum ada aturan yang secara khusus mengatur mengenai perbuatan catcalling ini. Perbuatan catcalling ini tidak sesederhana seperti definisi nya, dikarenakan perbuatan ini dapat berkembang menjadi tindak pidana lain. Misalnya ketika korban mengabaikan dan tidak menanggapi perbuatan si pelaku, pelaku tidak segan-segan untuk menghina korban karena pelaku merasa kesal telah gagal untuk menggoda korban. Perbuatan menghina yang dilakukan oleh pelaku ini dapat menjadi kesempatan bagi wanita yang mengalami perbuatan catcalling untuk menjerat pelaku keranah hukum, mengingat terdapat kekosongan hukum terkait perbuatan catcalling ini. Akan tetapi, penggunaan Pasal 315 KUHP hanya berlaku jika pelaku menghina korban. Selain itu, catcalling juga merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia karena merendahkan kehormatan dan martabat seorang wanita akibat dari berbagai komentar bersifat seksual dan kalimat hinaan, sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 29 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Kepada pemerintah diharapkan untuk dapat memberikan edukasi dan sosialisasi mengenai perbuatan catcalling serta diharapkan untuk secepatnya membuat aturan hukum tentang perbuatan catcalling. Kepada aparat penegak hukum agar lebih memperhatikan dan menanggapi kejadian yang dilaporkan oleh korban yang mengalami perbuatan catcalling ini.
ASAS RETROAKTIF TERHADAP TINDAK PIDANA TERORISME Notariani Asril; Husni H; Ferdy Saputra
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH Vol 4, No 1 (2021): Januari
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jimfh.v4i1.4261

Abstract

Studi ini bertujuan untuk menjelaskan asas retroaktif dalam undang-undang terorisme dan implikasi yuridis putusan mahkamah konstitusi nomor 013/PUU-I/2003 terkait dengan pemberlakuan surut undang-undang terorisme. Prinsip dasar hukum berpegang berlandaskan asas legalitas, tetapi dalam beberapa ketetapan aturan undang-undang yang berlaku asas legalitas tidak berlaku surut mutlak, artinya dapat diberlakukan asas retroaktif walaupun hanya terbatas terhadap hal-hal tertentu saja. Pemberlakuan surut bisa dilakukan jika sesuai dengan ketentuan dalam pasal 1 ayat (2) KUHP. Jenis penelitian yang digunakan yaitu yuridis normatif yang bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan statute approach berkaitan dengan kejahatan luar biasa terhadap terorisme. Hasil penelitian menyatakan bahwa asas retroaktif adalah peraturan perundang-undangan lebih awal daripada saat pengundangannya. Hukum yang di terapkan secara retroaktif (berlaku surut) mengubah akibat-akibat hukum dari tindakan yang dilakukan atau status hukum dari perbuatan dan hubungan yang terjadi sebelum penetapan undang-undang. Indonesia harus berupaya melakukan tindakan yang tegas dalam menangani kondisi yang dialami sehingga dapat menjaga nama baik bangsa dan negara, yaitu melalui pembentukan undang-undang darurat. Upaya yang telah dilakukan pemerintah mencoba tidak menggunakan penggunaan asas legalitas, sehingga aturan hukum tersebut dapat diterapkan secara surut pada kasus Bom Bali I. Langkah ini dilakukan agar pemerintah memiliki landasan hukum yang kuat untuk dapat menghukum dan mengadili para pelaku.
Penerapan asas pemisahan horisontal dalam penyelesaian sengketa antara pemilik tanah dengan pemilik benda yang ada di atasnya studi penelitian di kecamatan Putri betung kabupaten Gayo Lues DESI D; Herinawati H; Nasrianti N
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH Vol 4, No 1 (2021): Januari
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jimfh.v4i1.4069

Abstract

Asas pemisahan horizontal tersirat dalam pasal 5 UUPA "Hukum agraria yang berlaku atas tanah, air Dan ruang angkasa adalah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional Dan negara, berdasarkan persatuan bangsa dengan sosialisme Indonesia Dan dengan peraturan yang tertuang dalam undang-undang ini Serta peraturan perundangan-undangan lainnya". Sedangkan dalam kasus di kecamatan Putri betung kabupaten Gayo Lues dalam penyelesaian sengketa antara pemilik tanah Dan pemilik benda yang ada di atasnya. Asas pemisahan horizontal belum diterapkan secara maksimal karena minimnya pengetahuan masyarakat tentang Hal tersebut. Penelitian dalam studi ini dilakukan secara kualitatif dengan pendekatan yuridis sosiologis. Jenis penelitian merupakan penelitian deskriptif-analisa dengan menggunakan tipe penelitian lapangan, kegiatan lapangan dilakukan melalui wawancara Dan penelitian pustaka yang bertujuan untuk memberikan hasil analisis yang menyakut objek yang diteliti berdasarkan hukum positif. Penelitian ini menemukan hasil bahwa penerapan asas pemisahan horizontal di kecamatan Putri betung kabupaten Gayo Lues tidak secara maksimal. Hambatan yang terjadi dalam penyelesaian sengketa adalah pihak bersengketa tidak menerima kesepakatan, Ada ya itikad tidak baik, sulitnya menemukan saksi Dan minimnya pengetahuan masyarakat mengenai kedudukan asas pemisahan horizontal Dan upaya yang dilakukan untuk mengatasj hambatan penyelesaian sengketa tersebut adalah para pihak di paksa tunduk dengan putusan yang ditetapkan oleh kepala desa, pendekatan secara personal dilakukan oleh kepala desa kepada pihak yang melakukan itikad baik, memanfaatkan masyarakat yang mengetahui permasalahan sebagai saksi Dan para pihak yang menyelesaikan sengketa meskipun minimnya pengetahuan nya mengenai asas pemisahan horizontal tersebut.
Kajian yuridis terhadap pengembalian aset negara dari hasil tindak pidana korupsi Husniah Husniah
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH Vol 5, No 2 (2022): Maret
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jimfh.v5i2.5642

Abstract

Korupsi merupakan kejahahatan yang luar biasa (Extra ordinary crime) karena merugikam dan memiliki dampak buruk yang luar biasa baik dipandang dari sudut pandang ekonomi maupun sosial politik, oleh karena itu penanganannya pun harus dilakukan secara luar biasa. Salah satu penanganan secara luar biasa yang dapat dilakukan adalah dengan cara merampas aset para koruptor dan dikembalikan kepada negara guna mensejahterakan rakyat. Tujuan penelitian membahas pengembalian aset negara dari hasil tindak pidana korupsi apakah sesuai dengan peraturan mengenai aset negara menurut hukum di Indonesia. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian Hukum Normatif. ,metode penelitian Hukum Normatif atau metode penelitian pustaka merupakan penelitian yang mengkaji studi dokumen yakni menggunakan berbagai data sekunder berupa perangakat aturan atau norma-norma positif dalam sistem perundung-undangan terkait kajian yuridis terhadap pengembalian aset negara dari hasil tindak pidana korupsi. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa dalam kebijakan Hasil dari penelitian ini yaitu kebijakan hukum pidana dalam perampasan aset hasil tindak pidana korupsi terdiri dari dua mekanisme yakni secara hukum pidana melalui putusan pengadilan pidananya dan melalui hukum perdata yaitu melalui gugatan secara perdata. Perampasan aset melalui mekanisme hukum pidana didasarkan pada Pasal 18 huruf (a) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan perampasan aset melalui mekanisme gugatan perdata didasarkan pada Pasal 32 sampai dengan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diperbaharui melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Di samping itu Kebijakan hukum pidana dalam upaya perampasan aset hasil tindak pidana korupsi yang akan datang dapat diperbaharui melalui kebijakan perundang-undangan, dengan mempertimbangkan praktek perampasan aset secara global saat ini, baik berdasarkan UNCAC 2003 (Konvensi PBB Melawan Korupsi) dan juga praktek di negara-negara lain.Para penegakan hukum dalam menegakkan hukum khususnya tindak pidana korupsi tidak pandang bulu dan selalu menjunjung tinggi Undang-Undang yang telah di tentukan, dan perlu dilakukan kerjasama antara lembaga-lembaga pada (Perguruan Tinggi) untuk mengkonsolidasikan tentang pengetahuan dan konsep pengembalian aset (Asset Recovery)

Page 4 of 17 | Total Record : 165