cover
Contact Name
Nuzul Iskandar
Contact Email
nuzul.iskandar@gmail.com
Phone
+6285274707108
Journal Mail Official
alqisthuiainkerinci@gmail.com
Editorial Address
Komplek Kampus IAIN Kerinci, Jl. Kapten Muradi, Kecamatan Sungai Liuk, Kota Sungai Penuh Provinsi Jambi,
Location
Kab. kerinci,
Jambi
INDONESIA
Al-Qisthu: Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu Hukum
ISSN : 18581099     EISSN : 26543559     DOI : https://doi.org/10.32694/qst.v20i1.1140
Core Subject : Religion, Social,
Al-Qisthu: Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu Hukum is a peer-reviewed scientific open access journal. The subject covers textual and fieldwork studies with various perspectives of law, philosophy, mysticism, history, art, theology, and many more. In the beginning the journal only served as a scholarly forum for the lecturers and professors at the State Institute of Islamic Studies. However, due to the later development with a broader readership, the journal has successfully invited scholars and researchers outside the Institute to contribute. The primary topics will publish in this journal is 1. Islamic family law; 2. Islamic criminal law; 3. Islamic political law; 4. Islamic economic law; 5. Islamic astronomy (falak studies).
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 157 Documents
SAKSI WANITA DALAM PUTUSAN PERCERAIAN MENURUT HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Pengadilan Agama Kelas 1 A Kota Jambi) Maryani Maryani
Al-Qisthu: Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu Hukum Vol. 15 No. 1 (2017): Hukum Islam
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Kerinci

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (719.98 KB) | DOI: 10.32694/qst.v15i1.159

Abstract

Ketika melihat pembuktian melalui saksi dan saksi itu dilihat dari jenis kelamin maka terdapat perbadaan antara kesaksian laki-laki dan kesaksian perempuan, laki-laki satu orang sedangkan perempuan dua orang. Ketentuan yang mensyaratkan dua orang saksi perempuan sebagai pengganti satu orang saksi laki-laki, atau dengan kata lain bahwa nilai pembuktian saksi perempuan dalam pandangan kaum yang mengusung gender dan kelompok progresif adalah separoh saksi laki-laki lebih merupakan ketentuan yang bersifat kondisional dan temporal, bukan ketentuan yang bersifat universal. Hal yang demikian itu disebabkan karena kaum perempuan pada saat itu masih kurang berpengalaman dalam urusan-urusan publik karena memang budaya yang berlaku menempatkan perempuan untuk hanya berperan dalam wilayah domestik. Oleh karena itu, seiring dengan perubahan sosial di masyarakat yang memungkinkan kaum perempuan untuk terjun dan berperan di berbagai urusan publik, termasuk untuk mendapatkan pendidikan tinggi, berkerja di berbagai sektor lapangan pekerjaan, bahkan untuk menjabat sebagai kepala negara, maka nilai kesaksian seorang perempuan sepatutnya diakui sama dengan kesaksian seorang laki-laki. Terlepas dari semua itu, dalam menyikapi permasalahan kesaksian perempuan dalam hukum Islam, kita kembalikan kepada ranah pola pemikiran kita, apakah kita berada pada kelompok puritan-ekstrimis yang tekstual dalam memahami norma agama atau menjadi liberal-progesif yang mengeyampingkan legitimasi norma agama tersebut dan mengedepankan sosial dan budaya atau kita menjadi moderat-konservatif yang tetap berpegang kuat dengan tektualitas kemudian mengaktualisasikannya dalam kehidupan sosial dan budaya (al-Akhdzu bil Qadimis Shali Wabil Jadid al-Ashlah) sehingga hukum Islam itu –khususnya dalam masalah kesaksian perempuan- dapat diterapkan kapanpun dan dimanapun (sholihun likulli zamanin wamakan.)
PERILAKU PEDAGANG KERAJINAN DALAM MENAIKKAN DAN MENDISKRIMINASI HARGA PASAR DITINJAU MENURUT HUKUM EKONOMI SYARI’AH (STUDI KASUS DI PASAR BERINGHARJO) Bustami Bustami
Al-Qisthu: Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu Hukum Vol. 15 No. 2 (2017): Hukum Islam
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Kerinci

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (828.884 KB) | DOI: 10.32694/qst.v15i2.161

Abstract

Sejumlah petunjuk al-Qur'an dan al-Hadis yang mendorong umat Islam untuk terlibat aktif dalam perdagangan komersial pada tingkat yang luas dan halal, sebagian perintah ini terutama menjelaskan perdagangan sebagai ‘fadhl Allah, karunia dan rahmat-Nya. Permasalahan yang perlu mendapatkan kejelasan dengan penelitian dan pembahasan sebagai berikut: 1) bagaimana praktek jual beli para pedagang kerajinan di pasar Beringharjo Yogyakarta?; 2) bagaimana pandangan hukum Islam terhadap transaksi para pedagang kerajinan di pasar Beringharjo Yogyakarta?. Penelitian ini adalah penelitian lapangan di mana penyusun menggunakan field research yang mencari sumber data secara langsung di lapangan atau kepada penjual kerajinan di pasar Beringharjo Yogyakarta. Metode Pengumpulan Data menggunakan: observasi Penelitian, interview atau Wawancara dan dokumentasi. Analisa data yaitu proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang mudah dipahami, dibaca dan diinterpretasikan. Adapun analisa ini dilakukan dengan analisa induktif dan analisa deduktif. Adapun temuan penelitian sebagai berikut: kenaikan harga dan diskrimansi harga yang dilakukan oleh pedagang kerajinan yang ada di pasar Beringharjo merupakan kebiasaan masyarakat setempat yang berlangsung secara terus menerus dilakukan. Sehingga dapat dikategorikan sebagai adat istiadat masyarakat yang jika dinilai sudah sesuai berdasarkan pada konsepsi hukum Islam (konsep adat atau al-’Urf), selama hal tersebut tidak bertentangan dengan al-Qur'an dan al-Hadis.
KEDUDUKAN JAKSA DALAM PEMBATALAN PERKAWINAN (STUDI PASAL 26 UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1974) Darsi Darsi
Al-Qisthu: Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu Hukum Vol. 15 No. 2 (2017): Hukum Islam
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Kerinci

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (437.944 KB) | DOI: 10.32694/qst.v15i2.162

Abstract

Jaksa merupakan salah satu pihak yang berwenang mengajukan pembatalan perkawinan. Lalu, bagaimana kedudukan jaksa dalam pembatalan perkawinan menurut undang-undang dan bagaimana hukum Islam memandang hal tersebut. Dengan metode library research (penelitian kepustakaan), didukung dengan data-data lapangan, diperoleh kesimpulan bahwa berdasarkan penjelasan pasal 26 ayat (1), jaksa merupakan salah salah satu pihak yang memiliki kedudukan dan wewenang dalam pembatalan perkawinan. Yaitu sebagai pemohon atau penggugat. Namun demikian, dalam undang-undang tersebut tidak diatur secara detail mengenai tugas dan tatacara jaksa dalam melakukan pembatalan perkawinan. Tugas dan wewenang jaksa telah diatur sendiri dalam undang-undang No. 16 tahun 2004. Di antaranya dalam bidang perdata, jaksa dapat bertindak sebagai kuasa khusus. Ini pun tidak secara detail dijelaskan tentang tugas dan kedudukannya dalam pembatalan perkawinan. Dalam pandangan hukum Islam, istilah jaksa memang tidak dikenal. Namun, mengenai masalah pembatalan perkawinan Islam telah mengenalnya dan mengaturnya. Pihak-pihak yang berhak mengajukan pembatalan perkawinan adalah dari suami atau isteri, garis keturunan suami isteri lurus ke atas, atau kerabat suami-isteri.
TINJAUAN TERHADAP AJARAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN PADA PERKARA NOMOR: 85/PID/B/2012/PN.BRB Latifa Auliyanisya Auliyanisya
Al-Qisthu: Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu Hukum Vol. 15 No. 2 (2017): Hukum Islam
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Kerinci

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (481.57 KB) | DOI: 10.32694/qst.v15i2.163

Abstract

Adapun pokok permasalahan adalah Bagaimanakah Penerapan Ajaran Turut Serta Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Dalam Perkara Nomor 85/Pid/B/2012/PN.Brb dan Bagaimanakah Pertimbangan Majelis Hakim Terhadap Pemidanaan Pada Pembuat Turut Serta Tindak Pidana Pembunuhan Dalam Perkara Nomor 85/Pid/B/2012/PN.Brb. Penelitian ini tergolong ke dalam penelitian hukum normatif yaitu dengan cara mempelajari berkas perkara Nomor 85/Pid/B/2012/PN.Brb. Sedangkan sifatnya bersifat deskriptif yaitu untuk memberikan gambaran secara rinci tentang penerapan ajaran turut serta perkara Nomor 85/Pid/B/2012/PN.Brb, dan pertimbangan majelis hakim dalam memberikan putusan dalam perkara Nomor 85/Pid/B/2012/PN.Brb. Hasil penelitian adalah Penerapan ajaran turut serta perkara Nomor 85/Pid/B/2012/PN.Brb yaitu orang yang turut serta melakukan (medeplegen) ialah orang yang dengan sengaja berbuat atau turut serta mengerjakan terjadinya sesuatu tindak pidana. Adapun syarat medeplegen yaitu melakukan unsur perbuatan pidana, mempunyai niat atau maksud yang untuk menuju kearah kerjasama pada delik yang dimaksud, dan adanya kerja sama yang erat antara mereka di waktu melakukan tindak pidana. Terdakwa Fahriansyah Als Unggak Bin Rahmadi bersama Sdr. Syahrul Abidin,dan Sdr. Ipin terbukti bersalah melakukan tindak pidana turut serta dengan sengaja merampas nyawa orang lain, yang terlihat dari hasil persidangan diketahui bahwa terdakwa pelaku terakhir yang juga ikut menusukkan senjata tajam/pisau yang dibawanya ketubuh korban Sabrani Als Bani mengenai pinggang korban sehingga korban jatuh tersungkur bersimbahkan darah. Dan akhirnya korban Sabrani Als Bani meninggal dunia ditempat kejadian. Desa Sumanggi seberang kec. Batang Alai Utara Kab.Hulu Sungai Tengah dan Pertimbangan Majelis Hakim dalam perkara Nomor 85/Pid/B/2012/PN.Brb adalah berdasarkan fakta-fakta hukum dan keterangan terdakwa dan para saksi serta barang bukti yang telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “turut serta melakukan pembunuhan” serta di dalam Pertimbangan Hukum Majelis Hakim juga memperhatikan hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa, sehingga pada pertimbangan akhir Majelis Hakim menjatuhkan sanksi pidana penjara terhadap terdakwa selama 5 (lima) tahun karena telah melanggar pasal 338 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
FORMULASI BARU ARAH KIBLAT: MEMAHAMI KONSEP RASYDUL KIBLAT HARIAN INDONESIA Sakirman Sakirman
Al-Qisthu: Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu Hukum Vol. 15 No. 2 (2017): Hukum Islam
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Kerinci

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (638.037 KB) | DOI: 10.32694/qst.v15i2.164

Abstract

Umat Islam telah sepakat bahwa menghadap ke arah kiblat merupakan syarat sahnya shalat. Maka mengetahui arah kiblat suatu tempat merupakan suatu kebutuhan bagi umat Islam. Salah satu metode yang paling sederhana, bebas biaya, dan memiliki tingkat akurasi paling tinggi untuk menentukan arah kiblat adalah dengan memanfaatkan peristiwa rasydul kiblat baik yang terjadi pada harian maupun tahunan (universal). Rasydul kiblat terjadi ketika matahari berada di atas Mekkah ketika nilai deklinasi matahari sama dengan nilai lintang Mekkah. Deklinasi matahari sendiri selalu berubah setiap jamnya. Sehingga deklinasi matahari kadang-kala hampir sama dengan lintang Mekkah, dan kadang-kala juga tidak. Peristiwa rasydul kiblat terjadi dua kali dalam satu tahun, yaitu pada tanggal 28 Mei pukul 16.18 WIB dan tanggal 16 Juli pukul 16.27 WIB. Akan tetapi, Thomas Djamaluddin berpendapat bahwa 2 hari sebelum dan sesudah rasydul kiblat dengan rentang waktu ± 5 menit masih dapat digunakan untuk mengetahui maupun mengecek kembali arah kiblat. membandingkan hasil hitung rasydul kiblat harian di berbagai tempat. Tabel selisih azimuth matahari dan kiblat digunakan untuk mengetahui tingkat akurasi rasydul kiblat masing-masing daerah dan metode. Hipotesis dari proposal penelitian adalah pada tanggal 28 Mei 2014 pukul 09.18 UT atau 16.18 WIB merupakan waktu yang akurat untuk mengecek kembali arah kiblat. Selain itu, tanggal 26, 27, 29, dan 30 Mei 2014 pukul 09.18 UT atau 16.18 WIB ternyata juga masih akurat. Sedangkan untuk rentang waktu ± 5 menit mempunyai tingkat akurasi yang berbeda-beda bagi masing-masing daerah. Sehingga toleransi waktunyapun menjadi bervariasi. Secara teoritis, H+2 dan H-2 dengan waktu ± 5 menit tidaklah akurat, tetapi secara praktis waktu-waktu tersebut masih cukup akurat untuk mengkalibrasi arah kiblat di setiap wilayah.
ASAS FORUM DOMISILI DALAM PERKARA PERCERAIAN (RELEVANSI ANTARA PASAL 118 AYAT (1) HIR ATAU PASAL 142 AYAT (1) RBG DENGAN PASAL 66 DAN PASAL 73 UU NO. 7 TAHUN 1989) Samin Samin
Al-Qisthu: Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu Hukum Vol. 15 No. 2 (2017): Hukum Islam
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Kerinci

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (564.121 KB) | DOI: 10.32694/qst.v15i2.165

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui relevansi asas forum domisili dalam perkara perceraian terhadap pasal 118 ayat (1) HIR atau pasal 142 ayat (1) RBg dengan pasal 66 dan pasal 73 UU No. 7 Tahun 1989 serta untuk mengetahui keberlakuan asas forum domisili dalam perkara perceraian jika dikumulasi dengan gugat harta bersama. Adapun jenis penelitian ini dikategorikan sebagai jenis penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Bahan hukum primer yang digunakan adalah UU No. 7 Tahun 1989 dan HIR atau RBg, serta didukung oleh buku-buku yang berkaitan dengan tema yang dibahas. Dari penelitian tersebut, penulis memperoleh kesimpulan bahwa dalam perkara perceraian yang diselesaikan di Pengadilan Negeri aturan dalam pasal 118 ayat (1) HIR atau pasal 142 ayat (1) RBg tersebut murni diterapkan dalam pengajuan gugatan perceraian. Namun apabila perkara perceraian ini diselesaikan di Pengadilan Agama, maka aturan yang menjadi landasan pokoknya adalah untuk perkara cerai talak yang diatur pada pasal 66 ayat (2), aturan ini dapat dikatakan sejalan dengan penerapan asas forum domisili. Sedangkan untuk cerai gugat yang diatur pada pasal 73 ayat (1). Dalam hal ini asas forum domisili diterapkan, apabila terjadi pengecualian terhadap pasal 73 ayat (1) undang-undang tersebut. Namun tidak menutup kemungkinan dalam perkara cerai terjadi kumulasi gugatan misalnya dengan gugat harta bersama sesuai dengan aturan pada pasal 86 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989. Apabila harta tersebut berupa barang tetap dan berada di luar daerah hukum PA isteri, maka PA tersebut meminta bantuan kepada PA tempat barang itu berada untuk menyita barang tersebut. Namun, jika perkara tersebut masing-masing berdiri sendiri, maka untuk gugat harta bersama bukan lagi diajukan pada PA daerah hukum tempat tinggal isteri, melainkan PA di daerah hukum tempat barang itu berada sesuai dengan pasal 118 ayat (3) HIR yakni asas asas forum rei sit
PERAN KAUM ADAT DALAM PELAKSANAAN PEMILIHAN KEPALA DESA DI LIMA DESA DALAM KEDEPATIAN SEMERAP KECAMATAN KELILING DANAU KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI yasni efyanti
Al-Qisthu: Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu Hukum Vol. 15 No. 2 (2017): Hukum Islam
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Kerinci

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (387.626 KB) | DOI: 10.32694/qst.v15i2.166

Abstract

Dalam hal pelaksanaan pemilihan Kepala Desa yang menggabungkan antara Peraturan yang dibuat oleh pemerintah dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat sebagai pedoman pelaksanaannya, lima desa di Kedepatian Semerap adalah salah satunya. Permasalahan yang penulis angkat dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana peran kaum adat dalam pelaksanaan pemilihan kepala desa dalam Kedepatian Semerap Kecamatan Keliling Danau Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi? (2) Apakah nilai-nilai kearifan lokal telah diterapkan dalam pelaksanaan pemilihan kepala desa secara langsung dalam Kedepatian Semerap Kecamatan Keliling Danau Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi? (3) Bagaimana implikasi pelaksanaan pemilihan kepala desa secara langsung dalam Kedepatian Semerap Kecamatan Keliling Danau Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi?. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis sosiologis. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari penelitian lapangan, dan data sekunder. Data dikumpulkan dengan teknik studi dokumen, wawancara, dan observasi, data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peraturan pemerintah dan aturan adat secara kenyataan di lapangan tidak sejalan. Tetapi juga penggunaan aturan adat di lima desa dalam Kedepatian Semerap telah mampu menyerap aspirasi masyarakat serta menciptakan suasana aman dan kondusif yang selama ini belum mampu diwujudkan oleh peraturan yang dibuat oleh pemerintah. Walaupun demikian aturan adat tersebut juga memiliki kelemahan-kelemahan yang nantinya menjadi tugas kita bersama untuk mewujudkan suatu suasana hukum pemerintah dan adat dapat seiring sejalan sesuai dengan nilai-nilai kearifan lokal.
Peranan Isteri Sebagai Penopang Ekonomi Keluarga Menurut Perspektif Hukum Islam di Desa Ladang Panjang Kecamatan Sarolangun Kabupaten Sarolangun Maryani Maryani
Al-Qisthu: Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu Hukum Vol. 16 No. 1 (2018): Al-Qisthu: Jurnal Kajian Ilmu-ilmu Hukum
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Kerinci

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32694/qst.v16i1.773

Abstract

Di era modern seperti sekarang ini wanita yang bekerja diluar rumah atau bisa dikatakan sebagai tulang punggung keluarga bukanlah hal yang tabu di dalam masyarakat. Dengan adanya persamaan hak antara wanita dan lelaki membuat wanita bebas untuk berkarya dan berkarir, bebas dalam artian sebagai seorang istri  memiliki  hak  untuk  melakukan  pekerjaan  diluar  rumah  tangga  dengan syarat tidak meninggalkan fungsi dan kewajibannya sebagai ibu rumah tangga yang  secara  kodrati  nya  memiliki  peran  dan  tugas  untuk  melayani  suami  dan anak  anak  nya  serta  berusaha  untuk    mencapai  kebahagiaan  dalam  berumah tangga. Hasil penelitian ini menunjukan adanya faktor yang melatar belakangi isteri yang berperan sebagai pencari nafkah utama ekonomi keluarga adalah 1) adanya  faktor  ekonomi,  2)  faktor  pendidikan.  Dan  pandangan  Hukum  Islam mengenai isteri sebagai pencari nafkah utama ekonomi  keluarga ada sebagian ulama yang melarang, dan ada juga yang memperbolehkan dan kesimpulannya isteri boleh saja bertindak sebagai penopang ekonomi keluarga dengan catatan tidak lupa dengan tugas dan perannya sebagai isteri untuk suami dan  juga ibu bagi  anaknya.
Pembaharuan Hukum Islam dalam KHI Melalui Analisis Maqashid Al Syari’ah Azhar
Al-Qisthu: Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu Hukum Vol. 16 No. 1 (2018): Al-Qisthu: Jurnal Kajian Ilmu-ilmu Hukum
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Kerinci

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4377.49 KB) | DOI: 10.32694/qst.v16i1.778

Abstract

Tujuan utama pelembagaan hukum Islam, adalah untuk mewujudkan kemashlahatan bagi umat manusia melalui analisis maqqashid syari’ah. Pembaharuan Hukum Islam merupakan upaya menerapkan norma-norma agama atas realitas sosial untuk memenuhi kebutuhan perkembangan masyarakat dengan tetap berpegang teguh pada dasar-dasar yang telah diletakkan oleh agama itu sendiri melalui proses pemurnian yang dinamis. Pembaharuan bukan berarti mengganti ajaran-ajaran dan hukum-hukum yang bersifat mutlak, fundamental, dan universal, yang sudah tertuang dalam ketentuan-ketentuan yang otentik. Tetapi, pembaharuan itu mempunyai ruang gerak yang cukup luas dalam memperbaharui cara memahami, menginterpretasi, mereformulasi, dan melakukan teopassing atas ajaran-ajaran agama yang berada di luar wilayah qath’iyyah, yaitu ketentuan-ketentuan yang sifatnya zhanniyyah yang masuk dalam lingkup wilayah pembaharuan.
Penyelesaian Sengketa Hak Milik atas Tanah Warga Menurut Hukum Adat di Desa Air Tenang Kecamatan Air Hangat Kabupaten Kerinci Pitriani
Al-Qisthu: Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu Hukum Vol. 16 No. 1 (2018): Al-Qisthu: Jurnal Kajian Ilmu-ilmu Hukum
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Kerinci

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (807.711 KB) | DOI: 10.32694/qst.v16i1.779

Abstract

Salah satu kebiasaan dalam kehidupan bermasyarakat di Desa Air Tenang adalah menyelesaikan berbagai persoalan dan sengketa yang terjadi antar warga melalui musyawarah mufakat yang melibatkan kaum adat dan pemerintah desa, demikian juga dalam penyelesaian sengketa hak milik atas tanah warga, sering dilakukan dengan menggunakan hukum adat. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana Mekanisme Penyelesaian Sengketa hak milik atas tanah warga, Apakah kendala-kendala yang dihadapi dalam penyelesaian Sengketa hak milik atas tanah warga, Bagaimana solusi-solusi dalam mengatasi kendala-kendala yang di hadapi dalam penyelesaian Sengketa hak milik atas tanah warga menurut hukum adat Di Desa Air Tenang Kecamatan Air Hangat Kabupaten Kerinci ?. Metode peneltian yang dipergunakan adalah pendekatan Yuridis empiris, jenis penelitian adalah kualitatif, dan sifat penelitian adalah deskriftif, Sumber bahan yang dipergunakan adalah bahan data primer dan data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan Mekanisme Penyelesaian sengketa hak milik atas tanah warga Di Desa air Tenang yaitu diselesaikan oleh kedua belah pihak yang bersengketa, jika tidak tercapai kesepakatan, meminta teganai rumah dan kaum adat serta pemerintah desa, untuk ikut menyelesaiakan, dalam hukum adat tanah yang disengketakan dilihat dari asal usul kepemilikan. Jika semua keterangan yang diperoleh terhadap orang yang mengetahui asal usul kepemilikan tanah, maka kaum adat, mengambil keputusan untuk hak kepemilikan tanah sesuai dengan keterangan-keterangan dan bukti-bukti yang dipercayai kebenarannnya. Kendala-kendala dalam penyelesaian sengketa hak milik atas tanah warga yaitu dari para pihak yang bersengketa seperti, salah satu pihak atau kedua belah pihak lebih menggunakan emosi daripada logikanya, Kurang nya bukti-bukti kepemilikan tanah yang disengketakan dan ketidak jelasan batas-batas tanah. Solusi-solusinya yaitu memberikan pemahaman akan pentingnya musyawarah dalam mengambil keputusan dengan cara kekeluargaan, kurangnya bukti-bukti kepemilikan terhadap tanah yang disengketakan, kaum adat akan meminta keterangan orang tua tua yang tau asal usul tanah tersebut, dan untuk ketidak jelasan batas-batas tanah, bagi Masyarakat yang memiliki hak milik atas tanah untuk melakukan pendaftaran tanahnya ke BPN.

Page 3 of 16 | Total Record : 157