cover
Contact Name
FX. Kurniawan Dwi Madyo Utomo
Contact Email
fxiwancm@gmail.com
Phone
+6281359172885
Journal Mail Official
stftwsforum@gmail.com
Editorial Address
Jl. Terusan Rajabasa 2
Location
Unknown,
Unknown
INDONESIA
FORUM
ISSN : 08530726     EISSN : 27745422     DOI : 10.35312/forum.v51i1
FORUM focuses on philosophical and theological studies based on library studies and field research. Philosophical and theological reflections should present a systematic effort to explore new ways of doing philosophy and theology
Articles 45 Documents
Orang Jawa Menjaga Keharmonisan (Tinjauan Filsafat Moral Kant dalam Upacara Tradisional Nyadran) Felix Brilyandio
Forum Vol 50 No 1 (2021)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologia dan Filsafat Widya Sasana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4486.314 KB) | DOI: 10.35312/forum.v50i1.322

Abstract

Abstrak: Fokus studi saya dalam artikel ini adalah menggali makna ritual, bahasa, dan simbol-simbol pada upacara tradisional nyadran. Studi ini saya tinjau dari filsafat moral Immanuel Kant. Metode penelitian dalam artikel ini adalah studi kepustakaan tentang nyadran, kebudayaan Jawa, filsafat Jawa, dan filsafat moral Kant. Dari studi ini saya menemukan bahwa nyadran merupakan ungkapan dan cara orang Jawa menjaga keharmonisan, baik dengan dirinya sendiri, alam semesta, dan Tuhan. Keharmonisan dengan diri sendiri berakar pada rasa (sikap batin), yang mana dalam filsafat moral Kant disebut moralitas otonom. Nilai-nilai kebersamaan dalam nyadran adalah perwujudan menjaga keharmonisan dengan alam semesta, sebab nilai-nilai tersebut menjadi media perekat sosial bagi para warga demi kebaikan bersama. Hal ini seperti yang diuraikan Kant dalam gagasannya tentang moralitas, di mana nilai-nilai moral manusia mengarahkan pada kebaikan bersama. Bagi Kant, Tuhan adalah Kebaikan tertinggi. Dalam Nyadran, cara orang Jawa menjaga keharmonisan dengan Sang Kebaikan Tertinggi nampak dari berbagai atribut dan doa-doa yang dipanjatkan, serta dilanjutkan dalam kebaikan sehari-hari.
Kualifikasi Penguasa Ideal Telaah Filsafat Politik Machievelli Terhadap Tokoh Frank Underwood dalam Serial TV House of Cards Innoccentius Gerardo Mayolla
Forum Vol 50 No 1 (2021)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologia dan Filsafat Widya Sasana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4633.685 KB) | DOI: 10.35312/forum.v50i1.323

Abstract

Salah satu serial TV populer di dunia adalah House of Cards. Serial TV bertemakan politik Amerika Serikat ini menarik perhatian banyak pihak karena memperlihatkan secara representatif dan transparan bagaimana politik AS yang sebenarnya terjadi. Melalui tokoh fiksi utama Frank Underwood, pemirsa menyadari bahwa politik bukan suatu yang dapat ditanggapi secara polos sebagaimana tampil dalam layar kaca. Frank Underwood sendiri memiliki persona seorang politisi yang pragmatis, licik, berani, seorang negosiator, orator dan diplomat ulung, tetapi juga sekaligus tak ragu bertindak kejam dan bengis untuk menumpas lawan politik demi mencapai tujuan dan ambisi kekuasaanya. Karakter Underwood ini sejalan dengan pemikiran filsuf dan diplomat besar Florence dan Italia, Niccolo Machiavelli. Dalam tulisan ini, penulis hendak meninjau dan menelaah filsafat politik Machiavelli dalam karya besar Il Principe (Sang Penguasa) terhadap tokoh fiksi serial TV ini, Frank Underwood. Metodologi yang penulis gunakan adalah studi literatur atas karya Machiavelli dan observasi mendalam atas serial TV House of Cards. Penulis menemukan adanya kesejajaran pandangan politik Machiavelli dan praksis politik yang dijalankan Underwood dalam kongres dan pemerintahan Amerika Serikat.
Empati yang Rasional dan Relasional Adrianus Yoga Pranata
Forum Vol 50 No 1 (2021)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologia dan Filsafat Widya Sasana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4634.233 KB) | DOI: 10.35312/forum.v50i1.325

Abstract

Dalam artikel ini saya ingin membandingkan empati dari sudut pandang fenomenologi dan Immanuel Kant. Artikel ini menawarkan cara pandang secara filosofis-etis. Fenomenologi menekankan pengalaman sebagai dasar untuk berempati. Sementara itu, Kant lebih menitikberatkan pada aspek rasio. Bogdan dan Taylor, sebagaimana dikatakan oleh Armada, mencetuskan gagasan one of them. Konsep one of them ini juga terkait dengan terminologi sorge dari Heidegger yang dijelaskan secara mendalam oleh Schutz sebagai kesadaran di sini-sekarang-kemudian (here-now-then). One of them dan sorge mendapat kepenuhannya dalam pengalaman. Namun di sisi lain Kant menolak pengalaman sebagai dasar etika. Pengalaman seringkali menampakkan partikularitasnya sehingga etika menjadi relatif dan bias. Dari pro-kontra dua pandangan ini timbul pertanyaan, apakah mungkin empati itu bertolak dari pengalaman dan terjadi secara rasional? Pertalian antara pengalaman dan rasio nantinya akan terlihat dalam pemaknaan yang mendalam atas relasi. In this article I will compare the value of empathy from the phenomenology’s and Immanuel Kant’s point of views. Phenomenology emphasizes empirical aspect as empathy basis. Whilst Kant counts heavily on rational aspect. Armada, citing Bogdan an Taylor, triggers a concept ‘one of them’. The concept relates to sorge described by Heidegger and elaborated by Schutz as a conciousness and cognition of here-now-then. The concepts of one of them and sorge have their completeness in empirical experience. In other hand, Kant rejects empirical experience as ethical base. Experiences are often observed in their particularity, hence ethics will be biased and relative. The disagreement between Kant and phenomenology arises a very question, is empirical and rational empathy posible? The interwoven connection of them is in deep import of relation.
Konsep Kebebasan Menurut Jean-Jacques Rousseau dan Relevansinya Bagi Demokrasi Indonesia Saat Ini (Sebuah Kajian Filosofis - Kritis) Romanus Piter; Valentinus .
Forum Vol 50 No 1 (2021)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologia dan Filsafat Widya Sasana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4489.935 KB) | DOI: 10.35312/forum.v50i1.364

Abstract

The focus of this paper is a discussion of the concept of freedom according to Jean-Jacques Rousseau, one of the philosophers of the Enlightenment. Rousseau's concept of freedom is always interesting to discuss in the context of a country that applies democracy as its political system, one of which is Indonesia. In discussing the concept of Rousseau's freedom, it is relevant to Indonesia's current democracy, which is in a state of flawed democracy according to the research results of The Economist Intelligence Unit in 2020. The goal to be achieved is to find new ideas as a solution to improve the quality of Indonesian democracy for the better. The method used in this paper is a qualitative method in the form of literature review. The findings in this paper is that the quality of freedom in Indonesian democracy is still very low, especially in the fields of religion and education. The task to fight for this freedom is first of all in the hands of the leaders of the nation and state.
Pendidikan Kaum Tertindas: Perjumpaan Gagasan Pendidikan Paulo Freire dan Ki Hadjar Dewantara dan Harapan Bagi Pendidikan Di Indonesia Paulus Roby Erlianto; Santo .
Forum Vol 50 No 2 (2021)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologia dan Filsafat Widya Sasana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4604.475 KB) | DOI: 10.35312/forum.v50i2.369

Abstract

The true education is education that is capable of humanizing humans beings. It will also continue to be an effective means to educate the nation's life in accordance with the objectives of the Indonesian state. However, in reality, this goal has not been achieved until now. The reality of oppression through the world of education is still happened now. we can see it in government policies on education, such as: the problem concerns the issue quality of education, equity of educational and management of education. First, this obscure direction of education is very visible from the national curriculum of education which is always changing which is not only aimed at improving the quality of education, but also full of ideology, politic, economic interests. Second, the problem of equity of education, which is related to the condition of Indonesian children who cannot get good quality education. Third, management of education issues include government policies, bureaucracy and transparency of education. The ideological and capitalistic situations in education like this has become a field criticized by Paulo Freire and Ki Hadjar Dewantara. These two figures see that human beings must reach their humanity. In other words, they must be free: free from injustice, oppression and even duping. These two figures outline the philosophical ideas of education based on knowledge and life experiences that come into contact with oppression, human suffering both those they experience themselves and those around them. Some parts of their educational views can be recommended in the educational context in Indonesia.
Iman Di Tengah Penderitaan Dalam Tinjauan Alkitab dan Ajaran Magisterium Gereja Mariano Henryan Nembos
Forum Vol 50 No 2 (2021)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologia dan Filsafat Widya Sasana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4517.594 KB) | DOI: 10.35312/forum.v50i2.380

Abstract

Penderitaan tidak selalu bermakna hukuman atas dosa. Penderitaan dalam kacamata kristiani sejatinya dimaknai pula sebagai sarana pernyataan diri dan kasih Allah. Penderitaan dan wafat Yesus merupakan tanda nyata kasih Allah bagi umat manusia. Iman sebagaimana merupakan tanggapan manusia atas pernyataan diri Allah, dengan demikian akan semakin bertumbuh dan berkembang di dalam penderitaan, sejauh penderitaan tersebut dimaknai sebagai wujud partisipasi dalam Kristus. Sebagai umat kristiani, kita semua dipanggil untuk menghayati penderitaan yang kita alami sebagai sebuah wujud ikut andil kita dalam karya keselamatan Allah. Melalui tulisan ini, penulis hendak menggali makna iman dan penderitaan dalam perspektif Alkitab dan Magisterium Gereja.
Tindakan Ekologis Gereja Katolik Di Indonesia dari Perspektif Moral Lingkungan Hidup William Chang Arianto Arianto; Antonius Denny Firmanto; Nanik Wijiyati Aluwesia
Forum Vol 50 No 2 (2021)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologia dan Filsafat Widya Sasana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4498.508 KB) | DOI: 10.35312/forum.v50i2.382

Abstract

Tema dari karya ilmiah ini mengenai Tindakan Ekologis Gereja Katolik di Indonesia dari Perspektif Moral Lingkungan Hidup William Chang. Pembicaraan mengenai ekologi selalu menjadi topik yang sangat menarik untuk dibahas, karena terdapat begitu banyak persoalan-persoalan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Persoalan-persoalan itu tentunya sangat relevan dengan situasi Indonesia saat ini. Di mana banyak terjadi krisis lingkungan hidup yang memberi dampak yang sangat signifikan terhadap kehidupan manusia, misalnya terjadi bencana tanah longsor dan banjir besar yang melanda sejumlah daerah di Indonesia. Dalam perspektif moral lingkungan hidup Pastor William Chang, permasalahan-permasalahan yang terjadi tentu tidak lepas dari keterkaitannya dengan manusia. Manusia berperan sebagai pelaku aktif terhadap krisis lingkungan hidup. Artinya bahwa di satu sisi manusia dapat menjadi penyebab terjadinya krisis lingkungan hidup tersebut, namun di sisi lain pula menjadi penggerak untuk melindungi dan melestarikan keutuhan alam ciptaan. Metode yang digunakan dalam pembuatan karya ilmiah ini ialah metode kualitatif kepustakaan. Penulis mengembangkan pemikiran-pemikiran dari salah satu tokoh Gereja Katolik dengan merujuk pula pada pemikiran-pemikiran dari tokoh yang lainnya untuk mempertegas setiap pemikiran dari tokoh yang diambil.
Berteologi Kontekstual dari Mitos Plai Long Diang Yung Yovinus Andi nata; Antonius Denny Firmanto; Nanik Wijiyati Aluwesia
Forum Vol 50 No 2 (2021)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologia dan Filsafat Widya Sasana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4580.15 KB) | DOI: 10.35312/forum.v50i2.383

Abstract

The focus of this study is on theological reflection on the myth of Plai Long Diang Yung which is contained in the culture of the Dayak Wehea people. This myth has a special and central place in the life of the local people and is the origin of the Lom Plai celebration which is the culmination of all traditional celebrations and rituals. This myth has an important meaning in people's lives and talks about many things related to human existence, nature and God. With this fact, the myth can become a locus theologic that can enrich the reflection of the Church's faith and root the faith in culture and culture in the light of faith. The method used in this paper is based on the results of critical reading of the mythical text of Plai Long Diang Yung and the Christian Tradition text. This study found that the myth of Plai Long Diang Yung contained a very rich theological meaning which spoke of Christ, salvation and God who is not limited to human sexuality.
Eklesiologi Communio dalam Pesan Natal PGI-KWI 1998-2020 Yohanes Bai Bai
Forum Vol 51 No 1 (2022)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologia dan Filsafat Widya Sasana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (544.717 KB) | DOI: 10.35312/forum.v51i1.389

Abstract

Gereja Yesus Kristus adalah tanda dan sarana kesatuan. Dalam perjalanan sejarahnya, Gereja mengalami perpecahan. Perpecahan tersebut melahirkan denominasi Kristen di dunia. Melihat kenyataan tersebut, Konsili Vatikan II membawa pemahaman baru tentang eklesiologi. Gereja pertama-tama adalah communio yakni persekutuan dengan Allah oleh Yesus Kristus dalam Roh Kudus. Atas dasar itulah maka Gereja Katolik Indonesia berupaya untuk memupuk kembali kesatuan seluruh Gereja melalui kerjasama PGI-KWI dalam membuat pesan natal. Berdasarkan hasil analisis menurut penelitian kualitatif yang penulis kerjakan atas Surat Natal PGI-KWI 1998-2020, menunjukan bahwa kerjasama keduanya merupakan upaya untuk memperjuangkan perdamaian. Kerinduan untuk berdamai merupakan anugerah Kristus dan suatu panggilan Roh Kudus. Perdamaian tersebut mengokohkan misi Gereja yakni membangun communio dan partisipasi dalam kehidupan Allah Tritunggal
Mencintai Musuh : Bagian Pokok dalam Keutamaan Kristiani Galan Suswardana
Forum Vol 50 No 2 (2021)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologia dan Filsafat Widya Sasana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4460.765 KB) | DOI: 10.35312/forum.v50i2.391

Abstract

Mencintai musuh merupakan suatu ajaran radikal dari Yesus. Yesus mengajarkan kepada para pengikut-Nya untuk tidak boleh membenci sesama siapapun itu. Tidak ada alasan untuk para pengikut-Nya untuk membenci sesama termasuk yang mengganggap musuh atau sebaliknya. Yesus mengajak pengikut-Nya untuk tidak menempuh jalan balas dendam terhadap mereka yang membenci dan memusuhi. Indentitas dari cinta sejatinya bukalah persoalan perasaan namun soal keputusan akal budi yang melahirkan sikap dan kehendak. Identitas musuh adalah manusia yang kehilangan nilai. Mencintai musuh dapat dimengerti sebagai bentuk termurni dari cinta akan sesama, karena hanya orang yang tidak mencari keuntungan pribadi yang dapat mencintai musuh (merujuk pada konsep teologi St. Thomas Aquinas). Ajaran mencintai musuh dijadikan sebuah keutamaan moral Kristiani. Makna terdalam mencintai musuh dalam ajaran Kristiani adalah mencintai musuh sebagai indentitas Kristiani dan mencintai musuh merupakan sikap ambil bagian dalam cinta agape ilahi sehingga dapat menghancurkan kejahatan dan memusnahkan permusuhan. Keutamaan mencintai musuh merupakan hal yang tidak mudah dilaksanakan dalam kehidupan nyata, namun tidak berarti keutamaan tersebut mustahil dilakukan. Banyak bukti nyata yang dapat kita temukan sebagai umat Kristiani bahwa ajaran mencintai musuh benar-benar dihidupi oleh beberapa tokoh kristiani dan umat beriman yang tangguh. Sejarah mencatat bahwa perjalanan Gereja Gereja sebagai umat Allah hampir selalu mengalami penindasan dan perlakuan yang tidak adil. Tidak sedikit para martir kudus Gereja harus mengorbankan dirinya untuk mempertahankan imannya. Inilah bukti yang paling nyata bahwa keutamaan untuk mengasihi musuh bukan hanya sebatas idealisme kristiani belaka. Tujuan ajaran mencintai musuh tidak dapat hanya berkisar pada perubahan diri kita, namun sekaligus juga dan terutama perubahan masyarakat. Perubahan demikian merupakan tugas umat kristiani yang tumbuh dari perintah mencintai musuh. Dengan keutamaan mengasihi musuh orang-orang Kristen akan menjadi pemutus lingkaran kebencian yang ada di dalam hati manusia. Maka penghanyatan keutaaman mencintai musuh adalah cara kita untuk membangun Kerajaan Allah di dunia ini.