cover
Contact Name
Paulus Sugianto
Contact Email
aksona@fk.unair.ac.id
Phone
+628989359888
Journal Mail Official
paulus.sugianto@fk.unair.ac.id
Editorial Address
Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga-RSUD Dr. Soetomo Surabaya, Jln. Mayjen Prof.Dr. Moestopo No 6-8, Airlangga, Gubeng, Surbaya
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
AKSONA
Published by Universitas Airlangga
ISSN : -     EISSN : 28077970     DOI : https://doi.org/10.20473/aksona.v2i1.170
Core Subject : Health, Science,
AKSONA is a scientific journal published by the Department of Neurology, Faculty of Medicine, Universitas Airlangga; Dr. Soetomo General Academic Hospital. AKSONA focuses on original research, case reports, and review articles on all aspects of neuroscience: Neurosurgery, Neuropsychology, Movement Disorder, Sleep Disorder, Pain and pain intervention, Neuro infection, etc. This journal is a peer-reviewed journal established to improve understanding of all things in neurology and neurosciences.
Articles 50 Documents
Nocturnal Epilepsy dan Dislokasi Sendi Bahu Anterior Bilateral Berulang Wardah Rahmatul Islamiyah; Ersifa Fatimah; Kurnia Kusumastuti
AKSONA Vol. 1 No. 2 (2021): JULY 2021
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (197.114 KB) | DOI: 10.20473/aksona.v1i2.151

Abstract

Pendahuluan: Penyandang epilepsi sering mengalami cedera pada saat serangan. Tipe bangkitan tonik dan kontraksi kuat dari anggota gerak pada saat serangan seringkali menyebabkan cedera otot pada sendi dan tulang, sehingga menyebabkan dislokasi dan fraktur. Kontraksi hebat pada sekelompok otot dapat menyebabkan dislokasi dan instabilitas sendi bahu. Kejadian dislokasi sendi bahu bilateral patognomonis disebabkan oleh karena kejang. Akan tetapi pada umunya bentuk dislokasi pascakejang berupa dislokasi bahu posterior bilateral.  Laporan kasus berikut akan menyampaikan kejadian dislokasi sendi bahu anterior bilateral berulang pada penyandang nocturnal epilepsy. Kasus ini jarang terjadi dan diharapkan meningkatkan kewaspadaan klinisi dalam merawat penyandang epilepsi.  Kasus: Laki-laki 22 tahun dikonsulkan oleh spesialis bedah orthopedi dengan diagnosis dislokasi sendi bahu anterior berulang. Pasien sudah mengalami dislokasi sebanyak empat kali dalam satu tahun terakhir. Dislokasi bahu selalu terjadi setelah serangan kejang di malam hari ketika pasien tidur. Pasien rutin mengkonsumsi obat phenytoin dengan frekuensi serangan 3 – 4  bulan sekali setiap tidur malam. Pasien menginginkan kejadian ini tidak terulang lagi. Penggantian obat antiepilepsi yang tepat dan memiliki efek samping minimal pada tulang membantu mencegah terjadinya komplikasi dislokasi seperti ini.  Kesimpulan: Dislokasi sendi bahu anterior bilateral berulang merupakan bentuk cedera pascabangkitan yang jarang terjadi. Pemilihan jenis antikejang yang tepat, upaya kontrol kejang yang baik dan penatalaksanaan multidisiplin dapat membantu mencegah terjadinya komplikasi berulang pada kasus serupa.    
Hubungan Antara Rasio H/M pada Stroke Akut dengan Derajad Spastisitas Pascastroke Achmad Firdaus Sani; Yudhi Adrianto; Fadil; Mudjiani Basuki; Fidiana
AKSONA Vol. 1 No. 2 (2021): JULY 2021
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (167.944 KB) | DOI: 10.20473/aksona.v1i2.150

Abstract

Pendahuluan: Spastisitas adalah gangguan motorik yang sering dijumpai dan muncul setelah stroke. Spastisitas dapat menyebabkan nyeri dan disabililitas pada bagian tubuh yang mengalaminya. Tujuan: mencari hubungan antara rasio H/M yang diukur dengan elektromiografi dengan derajad spastisitas yang terjadi setelah fase akut stroke. Metode: Penelitian ini adalah studi analisis korelatif observasional, dengan 26 sampel. Pasien diukur rasio H/M pada saat stroke akut dan diukur derajad spastisitasnya dengan menggunakan Modified Ashworth Scale setelah 3 bulan. Hasil yang didapatkan dilakukan analisa statistik dengan menggunakan tes korelatif kategorik dari Spearman. Hasil: Pasien yang mengikuti penelitian ini sebanyak 26 orang. Terdapat perbedaaan antara nilai H/M rasio antara sisi parese dengan sisi sehat dan tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara nilai rasio H/M yang diukur saat fase akut stroke dengan derajad spastisitas yang diukur dengan Modified Ashworth Scale (MAS) setelah 3 bulan (p = 0,06 ; r = 0, 37). Kesimpulan: Rasio H/M pada pasien stroke akut meningkat pada sisi parese dibanding pada sisi sehat, namun peningkatan ini tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan derajad spastisitas pasca stroke yang diukur dengan MAS, sehingga rasio H/M tidak dapat digunakan sebagai prediktor munculnya spastisitas pasca stroke
Pengaruh Usia dan Jenis Kelamin pada Skala Nyeri Pasien Trigeminal Neuralgia Hanik Badriyah Hidayati; Elena Ghentilis Fitri Amelia; Agus Turchan; Nancy Margarita Rehatta; Atika; Muhammad Hamdan
AKSONA Vol. 1 No. 2 (2021): JULY 2021
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (150.957 KB) | DOI: 10.20473/aksona.v1i2.149

Abstract

Pendahuluan: Trigeminal neuralgia (TN) merupakan kondisi yang digambarkan sebagai nyeri hebat seperti tersilet pada satu sisi wajah  pada distribusi area saraf ke lima. Nyeri ini dapat mengganggu aktivitas sehari-hari pasien. Rasa nyeri merupakan fenomena subjektif yang dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti usia dan jenis kelamin. Tujuan: Mengetahui pengaruh usia dan jenis kelamin terhadap skala nyeri pasien Trigeminal Neuralgia. Metode: Data diambil dari rekam medik pasien pada periode Januari 2017 hingga Juni 2019 di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, RS PHC Surabaya, dan RSUD Bangil Pasuruan berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan. Hasil: TN banyak ditemukan pada kelompok usia  36-64 tahun (55,55%) dan jenis kelamin perempuan (66,67%). Tidak didapatkan hubungan pengaruh usia dan jenis kelamin terhadap skala nyeri pasien (p > 0.05). Kesimpulan: Usia dan jenis kelamin merupakan faktor yang tidak dapat diubah dalam mempengaruhi nyeri. Usia dan jenis kelamin mempengaruhi nyeri melalui perubahan anatomi, hormonal, dan psikologis. Tidak ada hubungan antara usia dan jenis kelamin pada skala nyeri pasien dengan TN.  
Sindrom Guillain-Barre dengan Komplikasi ( Gagal Nafas, Henti Jantung dan Sepsis) Evita Jodjana; Yuliana Monika Imelda Wea Ora Adja
AKSONA Vol. 1 No. 2 (2021): JULY 2021
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (367.403 KB) | DOI: 10.20473/aksona.v1i2.147

Abstract

Pendahuluan: Sindrom Guillain-Barre (SGB) merupakan sindroma klinis yang ditandai dengan kelumpuhan tipe flaksid akut secara asenden dengan tingkat keparahan berbeda-beda dari ringan hingga berat yang sifatnya mengancam jiwa. Hingga saat ini penyebab SGB masih belum diketahui. Kasus: Pasien laki-laki usia 34 tahun dirujuk dari RS S ke RSUD Prof Dr. W. Z. Johannes dengan SGB untuk tindakan plasmafaresis. Tiga minggu sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami diare setelahnya kesemutan di kedua kaki dan mulai susah digerakkan. Kesemutan kemudian menjalar ke kedua tangan dan lalu kedua tangan juga susah digerakkan. Pasien mengalami gagal napas sehingga membutuhkan perawatan intensif dan ventilasi mekanik. Pasien mendapatkan terapi berupa plasmaferesis ,kortikosteroid dan imunosupresan. Selama perawatan, pasien awalnya menunjukkan perbaikan, namun pada akhirnya pasien meninggal karena mengalami komplikasi (gagal nafas, henti jantung dan sepsis). Kesimpulan : Komplikasi SGB tersering adalah gagal napas, gangguan fungsi otonom yang berat dan infeksi. Prognosis pasien SGB tergantung klinis pasien serta komplikasi yang ditemukan    
Penyakit Parkinson: Tinjauan Tentang Salah Satu Penyakit Neurodegeneratif yang Paling Umum Safia Alia; Hanik Badriyah Hidayati; Muhammad Hamdan; Priya Nugraha; Achmad Fahmi; Agus Turchan; Yudha Haryono
AKSONA Vol. 1 No. 2 (2021): JULY 2021
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (409.044 KB) | DOI: 10.20473/aksona.v1i2.145

Abstract

Penyakit Parkinson (PP) adalah penyakit neurodegeneratif paling umum ke dua yang melibatkan hilangnya neuron dopaminergik di otak tengah yang menyebabkan gejala motorik dan nonmotorik pada pasien yang mengalaminya. Gejala motorik ini dapat dikelola dan dikendalikan dalam  jangka waktu tertentu dengan menggunakan obat-obatan seperti levodopa. PP mempengaruhi jutaan orang di seluruh dunia, oleh karena itu tinjauan pustaka tinjauan pustaka tentang PP menjadi penting dan kami akan menyampaikan berbagai hal penting dari PP mulai dari patofisiologi hingga tindakan pengobatan baik medikamentosa maupun tindakan intervensi.
Injeksi Cairan Dekstrosa Hipertonik (Proloterapi) pada Osteoarthritis Lutut Kronis Muhammad Reza Fathoni; Devi Ariani Sudibyo
AKSONA Vol. 1 No. 2 (2021): JULY 2021
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (170.762 KB) | DOI: 10.20473/aksona.v1i2.143

Abstract

Pendahuluan: Proloterapi juga dikenal sebagai terapi injeksi regeneratif atau skleroterapi adalah terapi yang menggunakan zat kimia atau biologi untuk kondisi nyeri muskuloskeletal kronis, termasuk osteoartritis lutut. Osteoartritis(OA) lutut adalah bentuk paling umum dari osteoarthritis kronis di seluruh dunia serta merupakan penyebab utama nyeri dan kecacatan dalam beberapa tahun terakhir, hasilbeberapa uji klinis yang dipublikasikan telah menunjukkan efek positif proloterapi pada osteoartritis lutut. Kasus: Wanita,51 tahun dengan nyeri lutut kanan sejak 1 tahun lalu, semakin memberat dalam 3 bulan. Numeric Rating Scale (NRS) adalah 7. Didapatkan tenderness, krepitasi, dan range of movement (ROM) normal tanpa adanya deformitaslutut kanan. Dari pemeriksaan radiologis didapatkan osteoarthritis femorotibial joint grade 1 dan osteoarthritis femoropatellar joint kanan. Injeksi dekstrosa hipertonik 25% dilakukan setiap 2 minggu. Sebelumnya pasien mendapat injeksi steroid intraartikuler (triamsinolon) namun nyeri kembali muncul setelah tiga minggu. Nilai Numeric Rating Scale (NRS) menurun menjadi 4 setelah dilakukan injeksi dekstrosa hipertonik yang keempat. Kesimpulan: Injeksi dekstrosa hipertonik (proloterapi) dapat dijadikan sebagai modalitas terapi alternatif yang menghasilkan perubahan klinis pada osteoarthritis lutut dengan resiko minimal, biaya terjangkau dan penggunaan yang mudah.  
Abses Otak Multipel pada Pasien Dewasa dengan Sindrom Eisenmenger: Laporan Kasus Rio Tasti Surpa; Paulus Sugianto; Deby Wahyuning Hadi
AKSONA Vol. 1 No. 2 (2021): JULY 2021
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (376.073 KB) | DOI: 10.20473/aksona.v1i2.141

Abstract

Pendahuluan: Abses otak merupakan penyebab morbiditas yang signifikan pada pasien dengan penyakit jantung kongenital sianotik seperti sindrom Eisenmenger. Sindrom Eisenmenger ditandai oleh hipertensi paru ireversibel yang berat dan shunting darah dari kanan ke kiri yang merupakan predisposisi terjadinya abses otak. Tulisan ini melaporkan kasus sindrom Eisenmenger dengan komplikasi abses otak. Kasus: Seorang laki-laki 29 tahun datang dengan keluhan kelemahan pada setengah tubuh bagian kanan yang progresif dan pelo yang dirasakan sejak 8 minggu sebelum masuk rumah sakit. Tidak didapatkan keluhan demam, nyeri kepala, muntah, riwayat cedera kepala dan kejang sebelumnya. Pasien ini baru mengetahui memiliki penyakit jantung bawaan sejak usia 16 tahun dan tidak pernah mendapatkan pengobatan. Tanda vital berada dalam batas normal. Saturasi oksigen pada pasien ini antara 88-92%. Pemeriksaan fisik didapatkan hemiparese kanan, kelumpuhan saraf fasial kanan tipe sentral, disartria, murmur sistolik derajat III/VI di intercostal IV parasternal kiri dan didapatkan jari tabuh. Pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan hemoglobin (Hb 17,2 g/ dL) namun tidak ada peningkatan jumlah darah putih (WBC). Kultur darah dan sensitivitas bakteri negatif. Foto thorax didapatkan gambaran dextrocardia. Echocardiografi menunjukkan gambaran defek septum ventrikel dengan hipertensi paru aliran bidirectional dominan kanan ke kiri. CT scan kepala didapatkan lesi dengan cincin yang menyerap kontras di daerah parietal kiri dengan perivokal edema. MRI kepala didapatkan lesi multipel berkapsul, bentuk oval dengan batas tegas, tepi ireguler, disertai vasogenik edema disekitarnya, tampak cincin menyerap kontras di regio parietal kiri. Pasien ini   membaik signifikan secara neurologis setelah pemberian antibiotik Ceftriaxon dan Metronidazol intravena selama 8 minggu. Kesimpulan: Abses otak multipel dapat merupakan penyulit dari sindrom Eisenmenger pada pasien dewasa dengan penyakit jantung bawaan yang tidak dikoreksi.  
Hemichorea Onset Lambat pada Stroke Perdarahan Thalamus Kanan Diayanti Tenti Lestari; Priya Nugraha; Muhammad Hamdan
AKSONA Vol. 1 No. 2 (2021): JULY 2021
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (311.654 KB) | DOI: 10.20473/aksona.v1i2.140

Abstract

Pendahuluan: Chorea merupakan gangguan gerak involunter hiperkinetik. Chorea dapat disebabkan lesi vaskular serebral iskemik atau perdarahan. Gejala klinis melibatkan satu sisi tubuh dan lesi terletak di hemisfer otak kontralateral. Gangguan gerak pasca stroke paling sering dikaitkan dengan lesi di basal ganglia (44%) dan thalamus (37%). Laporan ini bertujuan untuk menyampaikan kasus hemichorea, gangguan gerak pascastroke perdarahan yang meliputi diagnosis, terapi dan prognosis. Kasus: Seorang laki-laki 59 tahun menderita tekanan darah tinggi, dislipidemia dan mengalami stroke perdarahan dengan kelemahan tubuh di sisi kiri. 5 bulan paca stroke pasien datang ke poliklinik rawat jalan saraf dengan keluhan lengan bawah kiri bergerak seperti menghentak. Pasien mengaku gerakan mulai muncul pada jemari tangan, terasa tertarik tarik otomatis menyentak, gerakannya tidak dapat dikendalikan. Pemeriksaan fisik dalam batas normal, pemeriksaan neurologis menunjukkan hemiparese sisi kiri dan gerakan otot berlangsung cepat, tanpa ritme, melibatkan satu anggota badan yaitu lengan kiri dan tes laboratorium menunjukkan dislipidemia. Pencitraan otak menunjukkan area hipointens pada thalamus kanan. Gejala dapat terkontrol dengan pemberian obat antidopaminergik (haloperidol) dan agonis GABA (klonazepam). Kesimpulan: Gangguan gerak dapat terjadi pascastroke sehingga penting untuk mengetahui dan mempertimbangkan terapi serta prognosis untuk kualitas hidup pasien pascastroke. Pemberian haloperidol dan klonazepam pada kasus hemichorea mengurangi klinis gerakan involunter.
Role of Procalcitonin in Intracerebral Hemorrhage Stroke with COVID-19 Ita Muharram Sari; Iswandi Erwin; Fiizhda Baqarizky; Puspa Oktaviani; Sardiana Salam; Anna Mardiana Ritonga
AKSONA Vol. 2 No. 1 (2022): JANUARY 2022
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (288.835 KB) | DOI: 10.20473/aksona.v2i1.219

Abstract

Introduction: As COVID-19 has rapidly spread worldwide, it is an urgent health problem. Some evidence suggests that SARS-CoV-2 also affects the central nervous system. Stroke is the most common disease of the central nervous system. In contrast to ischemic stroke, which can occur due to the hypercoagulation effect of COVID-19, the study of Intracerebral Hemorrhage (ICH) associated with COVID-19 is still unclear. Objective: This paper investigated the characteristics of an inflammatory biomarker and compared the outcomes of ICH patients with COVID-19 and ICH patients without COVID-19. Methods: We conducted a retrospective, observational analysis case-control of patients (n = 42) admitted with ICH with positive COVID-19 and ICH with negative COVID-19 at the National Brain Center Hospital Prof.Dr.dr. Mahar Mardjono from March 2020 to August 2021. We took blood samples and COVID-19 swab PCR on the first day of admission, and GOS was measured when the patients were discharged. Results: There were 21 ICH patients with positive COVID-19 who had a significantly procalcitonin (p < 0.05) compared  to control patients. From Spearman’s correlational analysis, there is a significant value between early procalcitonin and the Barthel Index (rs = -0,374, p < 0.05), early CRP and GOS (rs =- 0.329, p < 0.05), which indicates weak-inverse correlation, and between early PCT and GOS (rs = -0.438, p < 0.05) which indicates moderate-inverse correlation. Conclusion: The level of procalcitonin was increased in ICH patients with COVID-19. Maybe PCT could be a predictor of outcome in ICH patients with COVID-19.
The Effect of Simvastatin on Acute Phase Functional Outcome of Ischemic Stroke Fidiana Fidiana; Paulus Sugianto
AKSONA Vol. 2 No. 1 (2022): JANUARY 2022
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (268.403 KB) | DOI: 10.20473/aksona.v2i1.217

Abstract

Introduction: Stroke is one of the leading causes of death and disability worldwide, and especially in Indonesia. Several studies showed the pleiotropic and neuroprotective effect of simvastatin in addition to lowering blood cholesterol levels. Objective: This trial was conducted to investigate if the administration of simvastatin in acute ischemic stroke management can improve functional outcomes. Methods: This randomized, double-blind, placebo-controlled trial of simvastatin was conducted in patients with acute ischemic stroke with an NIHSS score of 4-14. Participants were randomly assigned to receive 40 mg of simvastatin or placebo for seven days. The NIHSS scale was compared on admission day, 4th and 8th day after administration of simvastatin between the two groups. Results: 52 individuals were randomized: 28 to simvastatin and 24 to placebo. There was no significant improvement of functional outcome between the two groups (p > 0.05). Conclusion: Administration of simvastatin had no significant effect on outcome (measured by NIHSS) in patients with acute ischemic stroke.