cover
Contact Name
Rian Prayudi Saputra
Contact Email
jurnalpahlawan@gmail.com
Phone
+6282386219797
Journal Mail Official
rianprayudi@gmail.com
Editorial Address
Jl. Tuanku Tambusai No 23 Bangkinang
Location
Kab. kampar,
Riau
INDONESIA
Jurnal Pahlawan
ISSN : 26155583     EISSN : 26155583     DOI : https://doi.org/10.31004/jp.v4i2
Core Subject : Social,
Jurnal Pahlawan aims to Facilitate Scientific Discussions about the Latest Developments in Legal Issues in Indonesia and to Publish Innovative and Modern Legal Research on Law. The Focus and Scope of this Journal Are Legal Issues in the Field of Criminal Law, Civil Law, State Administrative Law, State Administrative Law, Business Law, International Law, Islamic Law, Customary Law and Philosophy of Law.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 54 Documents
DAMPAK GLOBALISASI EKONOMI PADA PRODUK KERTAS INDONESIA YANG DIKAITKAN DENGAN TUDUHAN DUMPING OLEH NEGARA KOREA SELATAN Yuli Heriyanti
Jurnal Pahlawan Vol. 1 No. 2 (2018): JURNAL PAHLAWAN
Publisher : Pahlawan Tuanku Tambusai University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (618.385 KB) | DOI: 10.31004/jp.v1i2.560

Abstract

Praktek anti-dumping adalah salah satu isu penting dalam menjalankan perdagangan internasional agar terciptanya fair trade. Praktek dumping merupakan praktek dagang yang tidak fair, karena bagi Negara pengimpor, praktek dumping akan menimbulkan kerugian bagi dunia usaha atau industri barang sejenis dalam negeri, dengan terjadinya banjir barang-barang dari pengekspor yang harganya jauh lebih murah daripada barang dalam negeri akan mengakibatkan barang sejenis kalah bersaing, sehingga pada akhirnya akan mematikan pasar barang sejenis dalam negeri, yang diikuti munculnya dampak ikutannya seperti pemutusan hubungan kerja massal, pengganguran dan bangkrutnya industri barang sejenis dalam negeri. Dewasa ini jaringan koleksi dan distribusi barang dan jasa perdagangan dalam negeri banyak mengalami hambatan karena belum terintegrasinya sistem perdagangan di tiga tingkatan pasar (pengumpul, eceran, dan grosir) serta maraknya berbagai pungutan dan peraturan di tingkat daerah akibat penyelenggaraan otonomi. Masalah ini menyebabkan berkurangnya daya saing produk dalam negeri untuk dimanfaatkan sebagai bahan antara (intermediate goods) karena kalah bersaing dengan produk impor sejenis dan berkurangnya daya saing produk yang langsung di ekspor. Kata kunci:Globalisasi, Ekonomi, Dumping Abstract Anti-dumping practices are one of the important issues in carrying out international trade in order to create fair trade. Dumping practices are unfair trade practices, because for importing countries, the practice of dumping will cause losses to the business world or similar goods industries in the country, with a flood of goods from exporters whose prices are much cheaper than domestic goods will result in similar goods losing competitiveness, so that in the end it will turn off the market of similar goods in the country, followed by the emergence of follow-up impacts such as termination of mass employment, unemployment and bankruptcy of similar goods industries in the country. Today, the collection and distribution network of domestic trade goods and services has experienced many obstacles due to the lack of integration of the trading system at three levels of the market (collecting, retailing and wholesale) and the proliferation of various levies and regulations at the regional level due to the implementation of autonomy. This problem causes a reduction in the competitiveness of domestic products to be used as intermediate goods because they are unable to compete with similar imported products and reduce the competitiveness of products that are directly exported. Keywords: Economic, Globalization, Dumping
BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA DALAM HUKUM ISLAM DI LUAR PENGADILAN Nurjalal Nurjalal
Jurnal Pahlawan Vol. 1 No. 2 (2018): JURNAL PAHLAWAN
Publisher : Pahlawan Tuanku Tambusai University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (630.018 KB) | DOI: 10.31004/jp.v1i2.561

Abstract

Penyelesaian sengketa dalam hukum islam di luar pengadilan adalah penyelesaian sengketa yang tidak berlandasaskan hukum positif, tetapi berlandaskan hukum islam . Pengadilan sebagai the first and last resort dalam penyelesaian sengketa ternyata masih dipandang oleh sebagian kalangan hanya menghasilkan kesepakatan yang bersifat adversarial, belum mampu merangkul kepentingan bersama, cenderung menimbulkan masalah baru, lambat dalam penyelesaiannya, membutuhkan biaya yang mahal, tidak responsive, menimbulkan antagonisme di antara pihak yang bersengketa, serta banyak terjadi pelanggaran dalam pelaksanaannya. Hal ini dipandang kurang menguntungkan dalam duniai bisnis sehingga dibutuhkan institusi baru yang dipandang lebih efisien dan efektif. Sebagai solusinya, kemudian berkembanglah model penyelesaian sengketa non litigasi, yang dianggap lebih bisa mengakomodir kelemahan-kelemahan model litigasi dan memberikan jalan keluar yang lebih baik. Proses diluar litigasi dipandang lebih menghasilkan kesepakatan yang win-win solution, menjamin kerahasiaan sengketa para pihak, menghindari keterlambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan administratif, menyelesaikan masalah secara komprehensif dalam kebersamaan, dan tetap menjaga hubungan baik. Tidak dipungkiri, selain alasan-alasan di atas, dasar pemikiran lahirnya model penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi seperti BAMUI yang pada akhirnya menjelma menjadi BASYARNAS. Kata kunci: Penyelaian Sengketa, Hukum Islam, Diuar Pengadilan Abstract Settlement of disputes in Islamic law outside the court is the resolution of disputes that are not based on positive law, but are based on Islamic law. The court as the first and last resort in resolving disputes was still seen by some as only producing adversarial agreements, not being able to embrace common interests, tending to create new problems, slow completion, costing expensive, not responsive, causing antagonism among parties to the dispute, and many violations occur in the implementation. This is seen as less profitable in the world of business so that new institutions are needed which are seen as more efficient and effective. As a solution, a non-litigation dispute resolution model is developed, which is considered more able to accommodate the weaknesses of the litigation model and provide a better solution. The process beyond litigation is seen as producing a win-win solution agreement, guaranteeing the confidentiality of the parties' disputes, avoiding delays caused by procedural and administrative matters, resolving problems comprehensively in togetherness, and maintaining good relations. It is undeniable, in addition to the reasons above, the rationale for the birth of a dispute resolution model through non-litigation channels such as BAMUI which eventually transformed into BASYARNAS. Keywords: Dispute Resolution, Islamic Law, Out Of Court
PERANAN DINAS KETENAGAKERJAAN PROVINSI RIAU DALAM PEMENUHAN HAK PEKERJA TERHADAP JAMINAN SOSIAL BAGI TENAGA KERJA Aminoel Akbar Novimaimory
Jurnal Pahlawan Vol. 2 No. 1 (2019): JURNAL PAHLAWAN
Publisher : Pahlawan Tuanku Tambusai University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (322.735 KB) | DOI: 10.31004/jp.v2i1.563

Abstract

Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial yang diselenggarakan oleh negara guna menjamin warganegaranya untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar yang layak, pemerintah Provinsi Riau telah berusaha semaksimal mungkin melindungi hak tenaga kerja.Tanggung jawab itu dapat dilihat dari aturan perundang-undanmgan yang dibuatolehpemerintah, dimulai dari pekerjaakan bekerja sampai setelah habis masa bekerja. Adanya penyelewengan dilapangan itu termasuk kepada kesalahan oknum tertentu yang mengambil keuntungan terhadap hubungan antar pekerja dengan pengusaha. Dapat dikatakan bahwa Jamsostek sangat berperan dalam kelangsungan hidup pekerja mulai dari awal bekerja sampai pekerja tidak dapat bekerja lagi akibat kecelakaan atau karena kematian. Dengan adanya Jamsostek keluarga yang ditinggal pun dapat mempergunakan uang santunan tersebut untuk menyambung hidup mereka dengan memamfaatkan uang tersebut sebagai modal berusaha. Begitu banyak manfaat yang didapat oleh pekerja sehingga sudah sebaiknyalah pekerja ikut serta dalam JAMSOSTEK ini. Kata kunci: Ketenagakerjaan, Pemenuhan Hak, Jaminan Sosial, Tenaga Kerja Abstract Social security is one form of social protection organized by the state in order to guarantee its citizens to fulfill basic living needs that are feasible, the Riau provincial government has made every effort to protect the rights of workers. This responsibility can be seen from the rules and regulations made by the government, starting from workers will work until after working time. The existence of fraud in the field includes the mistakes of certain individuals who take advantage of the relationship between workers and employers. It can be said that Social Security is very instrumental in the survival of workers from the beginning of work until workers cannot work anymore due to an accident or because of death. With the existence of Social Security families who are left behind can also use the compensation to connect their lives by utilizing the money as working capital. So many benefits obtained by workers that it is best for workers to participate in JAMSOSTEK. Keywords: Employment, Fulfillment Of Rights, Social Guarantee, Labor
PENGARUH INVESTASI (PENANAMAN MODAL) TERHADAP DAERAH DIMASA OTONOMI DAERAH Nurjalal Nurjalal
Jurnal Pahlawan Vol. 2 No. 1 (2019): JURNAL PAHLAWAN
Publisher : Pahlawan Tuanku Tambusai University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (430.475 KB) | DOI: 10.31004/jp.v2i1.564

Abstract

Investasi yang dilakukan berdasarkan sumber-sumber kekayaan yang ada di daerah-daerah adalah bagian yang amat penting bagi penghasilan nasional, karena pertambangan, industri, pertanian, kehutanan dan berbagai bentuk badan usaha di daerah, menjadi pemacu pembangunan didaerah. Menurut kacamata Pemerintahan (Pusat) sumber kekayaan yang berasal dari suatu daerah adalah milik nasional yang dihasilkan oleh suatu Daerah tidak bisa hanya digunakan untuk kepentingan daerah bersangkutan. Asas pemerintahan merupakan salah satu pedoman kerja Pemerintahan (Pusat) sehingga sumber kekayaan yang ada di daerah tertentu dibagikan pula ke daerah-daerah lain. Akibatnya, kekayaan suatu daerah tidak dapat dinikmati sendirian oleh Daerah bersangkutan. Interaksi antara investasi dan otonomi daerah sangat kuat. Artinya semakin siap daerah memberikan peluang untuk masuknya investasi, maka secara tidak langsung akan menambah keuangan daerah, atau sebaliknya. Kesiapan tersebut juga dipengaruhi oleh keuangan daerah itu sendiri. Kata kunci: Penyelaian Sengketa, Hukum Islam, Diuar Pengadilan Abstract Investments made based on existing sources of wealth in the regions are a very important part of national income, because mining, industry, agriculture, forestry and various forms of business entities in the regions are the drivers of development in the region. According to the (Central) Government's eyes, the source of wealth originating from a region is national property produced by a region that cannot only be used for the interests of the region concerned. The principle of governance is one of the guideline of the work of the Government (Central) so that the source of wealth in certain regions is also shared with other regions. As a result, the wealth of a region cannot be enjoyed alone by the region concerned. The interaction between investment and regional autonomy is very strong. This means that the more ready the area provides opportunities for the entry of investment, then indirectly will increase regional finance, or vice versa. This readiness is also influenced by the regional finances themselves. Keywords: Influence, Investment, Regional Autonomy
PENERAPAN TERHADAP ASPEK HUKUM PENGUASAAN TANAH OLEH NEGARA DAN MILIK PERORANGAN DI INDONESIA Yuli Heriyanti
Jurnal Pahlawan Vol. 2 No. 1 (2019): JURNAL PAHLAWAN
Publisher : Pahlawan Tuanku Tambusai University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (346.625 KB) | DOI: 10.31004/jp.v2i1.565

Abstract

Penguasaan tanah oleh negara dalam konteks di atas adalah penguasaan yang otoritasnya menimbulkan tanggung jawab, yaitu untuk kemakmuran rakyat. Di sisi lain, rakyat juga dapat memiliki hak atas tanah. Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dimiliki orang atas tanah dengan mengingat fungsi sosial yang melekat pada kepemilikan tanah tersebut. Dengan perkataan lain hubungan individu dengan tanah adalah hubungan hukum yang melahirkan hak dan kewajiban. Hak menguasai tanah oleh negara bersumber dari kekuasaan yang melekat pada negara, sebagaimana tercermin dalam ketentuan pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dengan perkataan lain hubungan individu dengan tanah adalah hubungan hukum yang melahirkan hak dan kewajiban. Sedangkan hubungan negara dengan tanah melahirkan kewenangan dan tanggung jawab. Negara adalah salah satu subjek hukum. Dalam hal ini organisasi negara dipandang sebagai badan hukum publik yang memiliki otoritas mengatur warganya maupun menyelenggarakan seluruh kedaulatan yang melekat pada dirinya sesuai mandat yang diberikan oleh konstitusi atau perundang-undangan. Pada saat sekarang terdapat berbagai macam bentuk hak atas tanah yang diberikan kepada masyarakat. Hak-hak tersebut diberikan sebagai kewenangan dan tanggung jawab pemerintah atas tanah. Aspek hukum yang terkandung dalam penguasaan tanah ini harus dimiliki oleh negara dan diatur oleh Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945. Kata kunci: Hukum, Penguasaan, Tanah. Abstract The control of land by the state in the above context is mastery whose authority raises responsibility, namely for the prosperity of the people. On the other hand, the people can also have rights to land. Property rights are the hereditary, strongest and most fulfilled rights that people can have on land keeping in mind the social functions inherent in the ownership of the land. In other words, individual relations with land are legal relationships that give birth to rights and obligations. The right to control the land by the state comes from the inherent power of the state, as reflected in the provisions of pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 which states that the earth and water and natural resources contained therein are controlled by the state and used for the greatest prosperity of the people. In other words, individual relations with land are legal relationships that give birth to rights and obligations. While the relationship between the state and the land gives birth to authority and responsibility. The state is one of the legal subjects. In this case the state organization is seen as a public legal entity that has the authority to regulate its citizens and carry out all the sovereignty inherent in itself in accordance with the mandate given by the constitution or legislation. At present there are various forms of land rights granted to the community. These rights are granted as government authority and responsibility for land. The legal aspects contained in the control of this land must be owned by the state and regulated by pasal 33 Undang-undang Dasar 1945. Keywords: Law, Mastery, Land
IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAMPAR NOMOR 7 TAHUN 2012 DALAM MENERTIBKAN TARIF PARKIR KENDARAAN BERMOTOR Hafiz Sutrisno
Jurnal Pahlawan Vol. 2 No. 1 (2019): JURNAL PAHLAWAN
Publisher : Pahlawan Tuanku Tambusai University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (421.651 KB) | DOI: 10.31004/jp.v2i1.566

Abstract

Banyaknya lahan parkir bukan menjadi solusi saat ini untuk membuat masyarakat menjadi nyaman dalam menitipkan kendaraannya. Petugas parkir juga bukan merupakan solusi dalam masalah pakir ini pada saat ini, karena banyaknya petugas parkir yang tidak mengikuti atau mengindahkan peraturan yang telah dibuat pemerintah setempat dalam menentukan tarif parkir kendaraan bermotor yang mengakibakan semakin banyaknya oknum petugas parkir yang memungut tarif parkir sesuka mereka, hal ini dianggap sebagai pemungutan liar (pungli). Jika hal ini dibiarkan tanpa adanya tindakan atau upaya pemerintah untuk menertibkan oknum petugas parkir tersebut, hal ini akan menimbulkan perasaan maupun opini yang kurang menyenangkan dari masyarakat dan mengakibatkan masyarakat akan ragu terhadap kinerja dinas terkait permasalahan parkir di Pemerintahan Kabupaten Kampar. Pemerintah Kabupaten Kampar selaku pihak yang bertanggung jawab atas penetapan tarif parkir telah membuat peraturan daerah tentang retribusi jasa umum yang didalamnya menjelaskan besaran tarif parkir kendaraan bermotor kepada masyarakat dan menugaskan Dinas Perhubungan Kabupaten Kampar selaku dinas terkait dalam mengatasi permasalah tariff parkir yang tidak sesuai yang dilakukan oleh oknum petugas parkir dilapangan. Kata kunci: Implementasi, Tarif Parkir Abstract The large number of parking spaces is not a solution at this time to make the community comfortable in leaving their vehicles. Parking attendants are also not a solution to this problem at the moment, because there are many parking officers who do not follow or heed the regulations that have been made by the local government in determining parking rates for motorized vehicles resulting in more and more parking officers collecting parking fees as they like. this is considered illegal collection (extortion). If this is left without any action or government effort to curb the parking attendants, this will cause unpleasant feelings or opinions from the public and cause the public to be skeptical of the performance of the office related to parking problems in the Kampar District Government. The Kampar District Government as the party responsible for setting the parking tariff has made a regional regulation on public service fees which explains the amount of motorized parking fees to the public and has assigned Dinas Perhubungan Kabupaten Kampar as the related agency in overcoming the problem of inappropriate parking rates made by person parking attendants in the field. Keywords: Implementatition, Parking Rates
PERANAN PAJAK DAERAH DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Fakhry Firmanto
Jurnal Pahlawan Vol. 2 No. 1 (2019): JURNAL PAHLAWAN
Publisher : Pahlawan Tuanku Tambusai University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (417.268 KB) | DOI: 10.31004/jp.v2i1.567

Abstract

Peranan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sangat besar terhadap pengelolaan pajak daerah oleh pemerintah daerah. Peran itu dapat dilihat didalam beberapa pasal yang mengatur tentang kewenangan kepala daerah dalam mengelola keuangan daerah. Selain itu adanya sanksi pidana yang dimuat dalam Perda juga di atur dalam undang-undang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Pajak daerah sebagai salah satu sumber keuangan daerah, dijadikan patokan dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Semakin tinggi nilai pajak yang diterima semakin banyak pendapatan daerah. Hanya saja pajak daerah tidak lagi dapat diharapkan apabila potensi dan sumber daya yang ada di daerah tidak sesuai dengan besarnya pembiayaan penyelenggaraan otonomi daerah Kata kunci: Peranan, Pajak Daerah, Pendapatan Daerah, Pemerintahan Daerah Abstract The role of Law No. 32 of 2004 is very large on the management of local taxes by the regional government. This role can be seen in several articles that regulate the authority of regional heads in managing regional finances. In addition, the existence of criminal sanctions contained in the Regional Regulations is also regulated in Law No. 32 of 2004. Regional taxes as a source of regional finance are used as a benchmark in the implementation of regional autonomy. The higher the tax value received, the more regional income. It's just that regional taxes can no longer be expected if the potential and resources available in the regions are not in accordance with the amount of funding for the implementation of regional autonomy. Keywords: Role, Regional Tax, Revenue Area,Local Government
ALASAN HUKUM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KEBENARAN DAN REKONSILIASI Rian Prayudi Saputra
Jurnal Pahlawan Vol. 2 No. 1 (2019): JURNAL PAHLAWAN
Publisher : Pahlawan Tuanku Tambusai University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (458.406 KB) | DOI: 10.31004/jp.v2i1.568

Abstract

Kebenaran adalah persesuaian antara pengetahuan dan objek bisa juga diartikan suatu pendapat atau perbuatan seseorang yang sesuai dengan (atau tidak ditolak oleh) orang lain dan tidak merugikan diri sendiri. Sedangkan Rekonsiliasi adalah perbuatan memulihkan hubungan persahabatan pd keadaan semula; perbuatan menyelesaikan perbedaan, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia yang sebagai bagian dari cara untuk penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu. Ketentuan ini menunjukkan bahwa KKR adalah mekanisme yang mampu menyelesaikan kasus pelanggaran HAM yang berat dan mempertegas bahwa dalam proses penyelesaian pelanggaran HAM yang berat dimasa lalu ada dua jalan (avenue) yakni melalui pengadilan HAM ad hoc dan mekanisme KKR. Materi yang diatur termasuk materi yang secara spesifik saling bertentangan antara satu dengan yang lainnya. Disatu sisi korban Genosida ingin pertanggungjawaban pemerintah disisi lain keturunan pelaku kejahan ingin mendapat perlakuan yang sama dengan masyarakat lainnya. Jadi sangat dapat diperkirakan bahwa undang-undang ini dapat diuji materil. Masalah pertentangan inilah yang membuat undang-undang KKR ini tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya yang terdapat dinegara-negara lain. Kata kunci: Alasan Hukum, Kebenaran, Rekonsiliasi Abstract Truth is the correspondence between knowledge and object can also be interpreted as an opinion or action of someone who is in accordance with (or not rejected by) other people and does not harm themselves. Whereas Reconciliation is the act of restoring friendship relations to its original state; the act of resolving differences, Law Number 26 of 2000 concerning Human Rights Courts as part of a way to resolve past human rights violations. This provision shows that the TRC is a mechanism capable of resolving cases of gross human rights violations and emphasizes that in the past the process of resolving human rights violations there were two avenues, namely through the ad hoc human rights court and the TRC mechanism. Arranged material includes material that is specifically conflicting with one another. On the one hand the victims of the Genocide want the government's responsibility on the other hand the offspring of perpetrators of violence want to get the same treatment with other communities. So it is very predictable that this law can be materially tested. It is this problem of conflict which makes the KKR law unable to work properly in other countries. Keywords: Reasons Of Law, Truth, Reconciliation
PERKEMBANGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DI INDONESIA Rian Prayudi Saputra
Jurnal Pahlawan Vol. 2 No. 2 (2019): JURNAL PAHLAWAN
Publisher : Pahlawan Tuanku Tambusai University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (447.067 KB) | DOI: 10.31004/jp.v2i2.573

Abstract

Pencurian adalah salah satu jenis kejahatan terhadap kekayaan manusia yang diatur dalam Bab XXII Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan merupakan masalah yang tak ada habis-habisnya. Pencuian Bukan hanya dalam berbentuk kehilang benda fisik,tetapi juga pada saat ini juga terdapat pencurian secara online salah satunya pencurian data yang dilakukan menggunakan computer, gadget dalam melakukan aksi kejahatannya Unsur-unsur Tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok seperti yang diatur dalam pasal 362 KUHPdan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik itu terdiri dari unsur subjektif dan unsur objektif. Ancaman hukuman bagi pelaku tindak pidana pencurian itu ada berupa pencurian biasa, pencurian dengan pemberatan, dan pencurian ringan, Pencurian secara online berupa data pribadi ( Hacking). Faktor pemicu tindak pidana pencurian itu ada faktor internal dan faktor eksternal, faktor internal itu seperti niat pelaku dalam melakukan pencurian itu Kata kunci: Tindak Pidana, Pencurian Abstract Theft is one of the types of crimes against human wealth regulated in Chapter XXII Book II of the Criminal Code (KUHP) and is an endless problem. Descriptions Not only in the form of loss of physical objects, but also at this time also there is theft online, one of which is theft of data using computers, gadgets in committing crimes The elements of theft in the main form as regulated in article 362 of the Criminal Code and Law Number 11 of 2011 concerning Electronic Information and Transactions consist of subjective and objective elements. The threat of punishment for perpetrators of theft is in the form of ordinary theft, theft by weighting, and petty theft, online theft in the form of personal data (Hacking). The trigger factors for the theft are internal factors and external factors, internal factors such as the intention of the perpetrators to commit the theft Keywords: Criminal, theft
KERUGIAN KONSUMEN SEBAGAI TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA DALAM PERDAGANGAN ELEKTRONIK DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Yuli Heriyanti
Jurnal Pahlawan Vol. 2 No. 2 (2019): JURNAL PAHLAWAN
Publisher : Pahlawan Tuanku Tambusai University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (463.34 KB) | DOI: 10.31004/jp.v2i2.574

Abstract

Kerugian konsumen dapat menjadi tanggung jawab pelaku usaha/produsen apabila memenuhi syarat dalam prinsip tanggung jawab pelaku usaha. Prinsip-prinsip tanggung jawab tersebut adalah Prinsip tanggung jawab berdasarkan kelalaian/kesalahan (Negligence), Prinsip tanggung jawab berdasarkan wanprestasi (Breach of Warranty), Prinsip tanggung jawab mutlak (Strict Product Liability). Syarat Kerugian Konsumen Yang Menjadi Tanggung Jawab Pelaku Usaha sesuai dengan kasus yang dialami penulis harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut, Suatu tingkah laku yang menimbulkan kerugian, tidak sesuai dengan sikap hati-hati yang normal, Harus dibuktikan bahwa tergugat lalai dalam kewajiban berhati-hati terhadap penggugat, Kelakuan tersebut merupakan penyebab nyata (proximate cause) dari kerugian yang timbul. Kata kunci: Kerugian, Konsumen, Tanggung Jawab, Perdagangan Elektronik, Perlindungan Konsumen Abstract Consumer losses can be the responsibility of the business actor / producer if they meet the requirements in the principle of the responsibility of the business actor. The principles of responsibility are the principle of responsibility based on negligence / error (Negligence), the principle of responsibility based on default (Breach of Warranty), the principle of absolute responsibility (Strict Product Liability). Conditions of Consumer Losses That Become Responsibilities of Business Actors in accordance with the case experienced by the author must meet the following conditions, A behavior that causes harm, not in accordance with normal caution, Must be proven that the defendant was negligent in the duty of caution with the plaintiff, such behavior is the real cause (proximate cause) of the losses incurred. Keywords: Loss, Consumer, Responsibility, Electronic Commerce, Consumer Protection