cover
Contact Name
ROBERT PURBA
Contact Email
jurnalpneumatikos@stapin.ac.id
Phone
+6281329494800
Journal Mail Official
jurnalpneumatikos@stapin.ac.id
Editorial Address
Linkungan Pasir Asih No. 802-821 RT. 03 RW. 10 Majalengka 45411
Location
Kab. majalengka,
Jawa barat
INDONESIA
PNEUMATIKOS: Jurnal Teologi/Kependetaan
ISSN : 22524088     EISSN : 26858022     DOI : https://doi.org/10.56438
PNEUMATIKOS merupakan wadah untuk memublikasikan hasil penelitian teologi, baik penelitian literatur maupun lapangan, yang dilakukan oleh para dosen Sekolah Tinggi Teologi STAPIN Majalengka dan STT lain di seluruh Indonesia. Focus dari Jurnal ini ialah: Biblika (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru) Dogmatika Kristen Historika Gereja Pentakostalisme Teologi Praktika
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol. 11 No. 1: Juli 2020" : 5 Documents clear
Dasar Pelayanan Kristen Bagi Penyandang Tunagrahita Aprianus Simanungkalit
PNEUMATIKOS: Jurnal Teologi Kependetaan Vol. 11 No. 1: Juli 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Alkitab Penyebaran Injil Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (568.948 KB)

Abstract

Pemahaman masyarakat umum mengenai anak berkebutuhan khusus masih sangat minim, kebanyakan mereka menganggap bahwa anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang tidak memiliki kemampuan apapun, bahkan ada yang mengatakan bahwa mereka ini adalah anak yang gila. Anak tunagrahita adalah kondisi anak yang kecerdasannya jauh di bawah rata-rata yang ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial. Anak tunagrahita dikenal juga dengan istilah terbelakang mental karena keterbatasan kecerdasannya sukar untuk mengikuti program pendidikan di sekolah secara umum dan juga sulit bersosialisasi dengan masyarakat lainnya. Namun, walaupun demikian anak tunagrahita juga memiliki hak yang sama dengan anak pada umumnya. Salah satu hak yang mereka harus dapatkan adalah menerima pelayanan yang terbaik dari gereja. Gereja dan sesama orang percaya harus bisa memandang penyandang tunagrahita dari kacamata kasih, bukan melihat bahwa hal ini terjadi karena kutukan dari Tuhan. Bagi Yesus penyandang tunagrahita bukanlah orang-orang yang tidak layak dan tidak berdaya sama sekali sebagaimana dalam pandangan umum terhadap mereka. Sebaliknya, Yesus melihat mereka sebagai orang-orang yang juga memiliki kelayakan yang sama dengan anak yang normal, orang-orang yang bisa berperan dalam menyatakan karya Allah yang baik. Mereka malah bisa menjadi orang-orang yang dapat berbuat banyak bagi kita jika mereka diberi ruang, kesempatan dan diberdayakan untuk melakukan itu, dihargai sama seperti kita, sebab mereka juga adalah manusia sama seperti orang-orang normal lainnya. Kita harus segera mengembangkan teologi yang membebaskan dan memberi kehidupan kepada semua. Inilah yang dilakukan oleh Yesus dalam pelayanan-Nya. Cerita tentang penyembuhan seorang yang mati tangan kanannya oleh Yesus dalam Lukas 6:6-11, misalnya, mengajak kita untuk sadar bahwa mereka yang ‘lemah’ itu ada di tengah-tengah kita, di tengah-tengah masyarakat, komunitas iman atau gereja kita, dan karenanya kita tidak boleh mendiskriminasi mereka; sebaliknya kita harus memperlakukan mereka secara khusus, membawa mereka dalam pusat-pusat perhatian kehidupan kita. Jadi, perhatian kepada mereka ini bukan hanya persoalan adil atau tidak adil, melainkan perintah ilahi yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Rupanya, bukan lagi orang tunagrahita/cacat yang perlu disembuhkan oleh Yesus, melainkan gereja dan masyakarat karena ketidakmampuan kita menyatakan Injil yang holistik, karena masih banyaknya penghalang kita untuk peduli terhadap penyandang cacat atau tunagrahita, dan kecenderungan kita mengabaikan saudara-saudara kita yang secara fisik dan menta; “cacat”, yang sering membuat mereka dikesampingkan dan dimarginalisasikan dari komunitas dimana mereka berada. Allah tidak menginginkan diskriminasi terjadi di pelayanan, gereja dan masyarakat
Signifikansi Mentor dalam Membangkitkan Pemimpin Jemaat Pieter Anggiat Napitupulu
PNEUMATIKOS: Jurnal Teologi Kependetaan Vol. 11 No. 1: Juli 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Alkitab Penyebaran Injil Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (535.437 KB)

Abstract

The leader is a determinant in the progress of a church, although it does not neglect other supporting elements of progress. The availability of a leader who is truly ready to lead the congregation is a long conversation from time to time. Although this need is categorized as urgent, many do not understand how to raise up a new leader who has qualified qualifications in the church. Efforts to raise up and bring up leaders in the church is a struggle of its own. The deliberate mentoring process will help equip a subordinate to be ready to become a new leader. A mentor not only has knowledge, but high skills and exemplary living are important things to share with prospective church leaders. The success of mentoring depends more on the quality of the mentor, with careful use of mentoring techniques. On the other hand, it is also expected that obedience and submission of their subordinates during the mentoring process. All of these things become a completeness in making someone appear to be the leader of the church later. Thus the mentoring process becomes significant in church leadership, where new leaders will rise up with high qualities that bring the congregation to progress. Abstrak Pemimpin merupakan penentu dalam kemajuan suatu jemaat, walaupun tidak mengabaikan elemen-elemen penunjang kemajuanlainnya. Ketersediaan seorang pemimpin yang benar-benar siap pakai dalam memimpin jemaat merupakan percakapan panjang dari masa ke masa. Walau kebetuhan ini tergategori mendesak, namun banyak yang kurang memahami bagaimana cara membangkitkan seorang pemimpin yang baru yang memiliki kualifikasi yang mumpuni di dalam jemaat. Upaya membangkitkan dan memunculkan pemimpin di jemaat meru-pakan pergumulan tersendiri. Proses mentoring yang dilakukan secara sengaja akan menolong dalam melengkapi seorang bawahan untuk kelak siap menjadi pemimpin yang baru. Seorang mentor bukan saja memiliki pengetahuan, namun skill yang tinggi dan keteladanan hidup merupakan hal penting untuk dibagikan kepada calon pemimpin jemaat. Keberhasilah mentoring lebih bergantung pada kualitas mentor, dengan kecermatan menggunakan tehnik mentoring. Di sisi lain juga diharapkan ketaatan dan ketundukan bawahannya selama proses mentoring. Semua hal ini menjadi suatu kelengkapan dalam menjadikan seseorang muncul menjadi pemimpin jemaat kelak. Demikianlah proses mentoring menjadi signifikan dalam kepemimpinan jemaat, di mana pemimpin baru akan bangkit dengan kualitas tinggi yang membawa jemaat kepada kemajuan.
Implementasi Hukum Allah dalam Matius 22:34-40 bagi Pengembangan Komunitas Kristen Dessy Handayani
PNEUMATIKOS: Jurnal Teologi Kependetaan Vol. 11 No. 1: Juli 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Alkitab Penyebaran Injil Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (580.139 KB)

Abstract

The reality of the practice of Christian life, which has gone through various events to the extreme of the rules which contain rules about the conventional church, this shows that the "rules" have more variety of meanings about how people perceive different divisions. This is placed in the belief that is in God who fully chooses the entire universe. Deception who changed from Satan's efforts to break through and oppose the rules of the Bible. This is contrary to the insistence on the "rules" of the Church. Church rules cannot be separated from God's Law which He established through Jesus Christ. The church is God's creative way to develop new people. Every program and activity in the church aims at this main goal. While people come to church (transfer) from the old kingdom of darkness with old behavior, habits thought processes, and character traits. They are expected to have problems, habits, and thoughts in the concept of new life. The church is God's agent for achieving this goal. Because it contradicts God's Law in Matthew 22: 34-40 about understanding the growth of the church for the sake of understanding about the church, which is to see by explaining the results of what the church does in upholding God's Law. Today's Christianity prefers ethical considerations that are similar to what happens in the Bible but in a different form. In this Gospel of Matthew Jesus reveals His Law for humanity. In this law given by Christ, all of the law and the prophets depend. This law of Christ will be applied in the lives of believers. With the exegetical method of asking the right interpretation to obtain the concept of the Law of God will be obtained. Abstrak Realita dari praktik kehidupan orang Kristen, yang sudah melewati berbagai peristiwa sampai pada titik ekstrem dari suatu peraturan yang di didalamnya berisi aturan mengenai gereja yang konvensional, hal ini menunjjukkan bahwa “aturan” memiliki banyak sekali variasi arti dalam sejarah sikap Gereja terhadap berbagai perpecahan. Hal tersebut diletakan didalam keyakinan yang mendalam bahwa Allah yang secara mendasar memilihara kendali atas seluruh alam semesta. Para penyesat menjadi gejala dari upaya setan menerobos dan menyingkirkan aturan Alkitab. Hal tersebut mengakibatkan munculnya desakan atas “aturan” Gereja. Aturan Gereja tidak boleh terlepas dari Hukum Allah yang ditetapkanNya melalui Yesus Kristus. Gereja adalah cara kreatif Allah untuk mengembangkan orang baru. Setiap program dan kegiatan di gereja bertujuan pada tujuan utama ini. Sementara orang-orang datang ke gereja (transfer) dari kerajaan lama kegelapan dengan perilaku lama, kebiasaan, proses berpikir dan sifat-sifat karakter. Mereka diharapkan memiliki perilaku, kebiasaan dan pemikiran dalam konsep kehidupan baru. Gereja adalah agen Allah untuk mencapai tujuan ini. Karena itu memahami Konsep Hukum Allah dalam Matius 22: 34-40 mengarah pada pemahaman dinamika pertumbuhan gereja untuk memahami tujuan gereja, yaitu untuk melihat dengan jelas hasil dari apa yang dilakukan gereja dalam menegakkan Hukum Allah. Kekristenan masa kini cenderung lebih menekankan situasi-situasi etis yang mirip dengan pengajaran Alkitab, tetapi dalam bentuk yang berbeda. Dalam Injil Matius ini Yesus menyatakan HukumNya bagi umat manusia. Dalam hukum yang diberikan Kristus inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi. Hukum Kristus inilah yang akan diimplementasikan dalam kehidupan komunitas orang percaya. Dengan metode pendekatan eksegetis maka akan didapatkan penafsiran yang tepat untuk memahami konsep Hukum Allah.
Mengkritisi Ajaran Hyper Grace Yunus Ompusunggu
PNEUMATIKOS: Jurnal Teologi Kependetaan Vol. 11 No. 1: Juli 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Alkitab Penyebaran Injil Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (623.624 KB)

Abstract

The concept of salvation in Christian theology is a crucial teaching. After the reformation of the church in the 16th century, the doctrine of "grace" has become a special concern for reform churches. But the development of teaching about grace is not always colored by healthy teaching. Hyper Grace is a concrete example of this deviation in the modern church. Teaching that places extreme emphasis on God's grace has a negative impact on Christianity today. The purpose of writing this article is to be able to understand and criticize the teaching holistically and objectively, so that it can present practical relevance regarding the concept of true grace according to the Bible's viewpoint so that it will benefit readers, educational institutions, and other Christian institutions. After analyzing and studying the understanding of Hyper Grace, the writer briefly discovers a number of things that actually distort and contradict the true understanding of grace. In the teachings of Hyper Grace there are practical implications of these teachings that eliminate human responsibility, to the impact on the decline of Christian moral values and ethics. With the understanding of biblical grace that can straighten the understanding of Hyper Grace, so that Christianity can have a correct understanding of the responsibility of God who has provided salvation (grace), on the other hand humans also have a response and responsibility for that grace. Abstrak Konsep keselamatan dalam teologi kristen merupakan suatu pengajaran yang krusial. Pasca reformasi gereja pada abad ke 16, mengenai ajaran “kasih karunia” telah menjadi perhatian khusus bagi gereja-gereja reformasi. Namun perkembangan pengajaran mengenai kasih karunia tersebut tidak selalu diwarnai dengan pengajaran yang sehat. Hyper grace merupakan salah satu contoh konkrit mengenai penyimpangan tersebut pada gereja modern. Pengajaran yang menekankan secara ekstrem pada kasih karunia Allah telah memberikan dampak negatif bagi kekristenan saat ini. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk dapat memahami dan mengkritisi pengajaran tersebut secara holistik dan objektif, sehingga dapat menyajikan relevansi praktis mengenai konsep kasih karunia yang benar menurut pandangan Alkitab sehingga bermanfaat bagi pembaca, lembaga pendidikan, dan lembaga kekristenan lainnya. Setelah menganalisa dan mempelajari pemahaman hyper grace, maka secara ringkas penulis mendapati beberapa hal yang justru menyimpang dan bertolak belakang dengan pemahaman kasih karunia yang benar. Dalam ajaran hyper grace terdapat implikasi-implikasi praktis dari pengajaran tersebut yang menghilangkan tanggung jawab manusia, hingga berdampak pada merosotnya nilai-nilai moral dan etika kristen. Dengan pemahaman kasih karunia yang Alkitabiah akan dapat meluruskan pemahaman Hyper Grace, sehingga kekristenan dapat memiliki pemahaman yang benar tentang tanggung jawab Tuhan yang telah memberikan keselamatan (kasih karunia), di sisi lain manusia pun mempunyai respon dan tanggung jawab terhadap kasih karunia tersebut.
Menciptakan Kerukunan Umat Beragama dalam Masyarakat Majemuk melalui Pemaknaan Kasih Berdasarkan Matius 5:43-44 Yudi Hendri Lia; Reni Triposa; Gloria Gabriel Lumingas
PNEUMATIKOS: Jurnal Teologi Kependetaan Vol. 11 No. 1: Juli 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Alkitab Penyebaran Injil Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (53.252 KB)

Abstract

Harmony is a dream for every human being, to realize this requires a willingness to become a follower of Christ who has a commitment to be a peacemaker. Agape love which is the basis for loving others and even enemies can be explored in exploring the meaning of words in the biblical text. And as part of a multicultural society and all the issues of harmony therein, there are indicators for believers to emulate Jesus and do God's word in response to the world for harmony in a plural society. Abstrak Kerukunan menjadi impian bagi setiap manusia, untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan kerelaan untuk menjadi pengikut Kristus yang memiliki komitment menjadi pembawa damai. Kasih Agape yang menjadi dasar mengasihi sesama bahkan musuh dapat ditelaah dalam penggalian makna kata dalam teks Alkitab. Dan sebagai bagian dari masyarakat multikultural dan segala persoalan kerukunan didalamnya terdapat indikator bagi orang percaya untuk meneladani Yesus dan melakukan firman Tuhan sebagai jawaban bagi dunia untuk kerukunan dalam masyarakat majemuk.

Page 1 of 1 | Total Record : 5