cover
Contact Name
Muhamad Iqbal
Contact Email
19muhamadiqbal@gmail.com
Phone
+6285640593061
Journal Mail Official
19muhamadiqbal@gmail.com
Editorial Address
Jl KH Zaruqi Rt 004 Rw 003 Karang Tengah Desa Benda Kecamatan Sirampog Kabupaten Brebes
Location
Kab. brebes,
Jawa tengah
INDONESIA
Khuluqiyya: Jurnal Kajian Hukum dan Studi Islam
ISSN : 26558882     EISSN : 2723195X     DOI : https://doi.org/10.56593
Jurnal Khuluqiyya diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Hikmah 2 sebagai media untuk menyalurkan pemahaman tentang hukum dan studi Islam berupa hasil penelitian lapangan atau laboratorium maupun studi pustaka. Khuluqiyya secara etimologi berarti hukum-hukum yang berkenaan dengan akhlak. Petunjuk untuk mengembangkan potensi kebaikan yang ada dalam diri manusia agar menjadi makhluk terhormat yang sesungguhnya (mulia). Redaksi menerima naskah yang belum pernah diterbitkan dalam media lain dari dosen, peneliti, mahasiswa maupun praktisi dengan ketentuan penulisan, Naskah yang masuk akan dievaluasi dan disunting untuk keseragaman format, istilah dan tata cara lainnya. Khuluqiyya: Journal of Islamic Law emphasizes the study of Islamic family law and Islamic law in Islamic countries in general and specifically by emphasizing the theory of Islamic family law and Islamic law and its practice in the Islamic world that developed in attendance through publications of articles. Scope This journal specializes in studying the theory and practice of Islamic family law and Islamic law in Islamic countries, Islamic studies, Islamic socio-political, Islamic philosophy, Islamic perspectives which are intended to reveal original research and current issues. This journal warmly welcomes contributions from scholars from related fields who discuss the following general topics; Islamic Family Law Islamic Economic Law Islamic Criminal Law Islamic Constitutional Law Zakat and Waqf Law Thought of Contemporary Islamic Law Islamic Education Islamic Socio-Politics Islamic Though Islamic Philosophy
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 57 Documents
Status Khuntsa Musykil Sebagai Ahli Waris (Studi Pemikiran Imam Abu Hanifah) Chaula Luthfia
Khuluqiyya: Jurnal Kajian Hukum dan Studi Islam Vol. 1 No. 1 (2019): ISSN 2655-8882
Publisher : STAI Al-Hikmah 2

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (338.512 KB) | DOI: 10.56593/khuluqiyya.v1i1.14

Abstract

Allah Swt menciptakan manusia hanya dua jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan. Masing-masing jenisnya memiliki karakteristik dan ciri-ciri yang berbeda. Tetapi kenyataannya, terdapat sese­orang yang tidak mempunyai status yang jelas, bukan laki-laki dan bukan perempuan. Orang dengan ketidakjelasan status jenis kelaminnya ini disebut khuntsa, dalam dunia medis dikenal dengan istilah Hermaphrodite. Salah satu permasalahan khuntsa adalah dalam hal menentukan hak waris, serta bagian warisannya. Dalam Al-Qur’an jelas dikemukakan secara detail mengenai hukum kewarisan. Tapi belum ditemukan dalam Al-Qur’an mengenai hukum waris bagi khuntsa. Tulisan ini akan membahas serta menganalisis pendapat Imam Abu Hanifah dalam menentukan status dan bagian warisan yang diterima khuntsa musykil. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan normatif dan filosofis yaitu pendekatan yang didasarkan atas norma hukum dan konsep syarî’ah. Hasil penelitian ini mengemukakan ada dua sebab dalam melatar belakangi kewarisan khuntsa musykil menurut Imam Abu Hanifah. Pertama, orang yang mewaris tidak bisa mendapat hak warisnya, kecuali dengan ketentuan yang pasti dan meyakinkan tanpa adanya keragu-raguan di dalamnya. Kedua, pada dasarnya semua hukum itu tidak bisa dijalankan kecuali dengan yakin begitu pula mengenai ketentuan hukum waris tersebut haruslah dengan yakin.
Mahar, Perjanjian Perkawinan dan Walimah dalam Islam Ismatul Maula
Khuluqiyya: Jurnal Kajian Hukum dan Studi Islam Vol. 1 No. 1 (2019): ISSN 2655-8882
Publisher : STAI Al-Hikmah 2

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (413.816 KB) | DOI: 10.56593/khuluqiyya.v1i1.16

Abstract

Islam terdapat aturan-aturan tertentu untuk melaksanakan pernikahan salah satunya mengenai mahar yang merupakan harta pemberian yang menjadi hak istri dari suaminya, ada juga perjanjian perkawinan, atau persetujuan yang dibuat oleh kedua calon mempelai pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan. Serta Walimah yang berfungsi mengumumkan kepada khalayak ramai tentang pernikahan itu sendiri. Perkembangan zaman menyebabkan aturan pernikahan dalam Islam mulai memudar. Penyusun mencoba membahas mengenai mahar, perjanjian perkawinan dan Walimah yang sesuai dengan syari’at islam. Penyusun menggunakan pendekatan normatif-teologis. Hasil dari penelitian ini adalah Islam sangat memperhatikan dan menghargai kedudukan seorang wanita dengan memberi hak untuk menerima mahar sebagai wujud kasih sayang, kejujuran cinta, ketulusan, dan kesungguhan tanggung jawab calon suami pada istrinya. Perjanjian perkawinan yang dibuat oleh calon mempelai sebelum perkawinan dilangsungkan, harus tidak bertentangan dengan hukum islam. Perjanjian pernikahan ini memiliki tujuan untuk kepentingan bersama. Tujuan walimah dalam Islam adalah rangka mengumunkan pada khalayak ramai bahwa akad nikah telah terjadi sehingga semua pihak mengetahuinya dan tidak ada tuduhan dikemudian hari.
Law Reform and Law Making (Kajian Batasan Usia Perkawinan) Nur Ali
Khuluqiyya: Jurnal Kajian Hukum dan Studi Islam Vol. 1 No. 1 (2019): ISSN 2655-8882
Publisher : STAI Al-Hikmah 2

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (377.722 KB) | DOI: 10.56593/khuluqiyya.v1i1.18

Abstract

Ketetapan batas usia anak yang terdapat dalam regulasi atau aturan perundang-undangan bervariasi. Demikian pula batas usia berkaitan dengan hak-hak yang diberikan kepada seseorang, ketika ia dianggap mampu atau cakap untuk bertindak di dalam hukum juga bervariasi. Komitmen Indonesia terhadap pemenuhan hak dan perlindungan anak juga tercermin dengan disahkannya beberapa peraturan perundang-undangan. Usia kedewasaan jika seseorang sudah mencapai 18 tahun sesuai Pasal 26 UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak (yang mewajibkan orang tua mencegah terjadinya perkawinan anak sampai usia 18 tahun) dan Pasal 131 ayat (2) UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (yang menyebut upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak anak dalam kandungan, dilahirkan hingga usia 18 tahun). Undang-Undang No.35 tahun 2014 tentang perlindungan anak dan Undang-Undang No.39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia, Undang-undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak sendiri merupakan bentuk konkretisasi dari pelaksanaan Konvensi Hak-hak Anak yang telah diratifikasi oleh Indonesia. Dengan peratifikasian Konvensi Hak-hak Anak berdasarkan keputusan Presiden No. 36 Tahun1990 tentang Pengesahan Convention On The Rights of The Child (Konvensi tentang Hak-hak Anak), maka sejak tahun 1990 tersebut Indonesia terikat secara hukum untuk melaksanakan ketentuan yang termasuk di dalam Konvensi Hak-hak Anak. Menurut data SDKI 2012 ditemukan bahwa pernikahan di usia 15-19 tahun mencapai 12,6%, yang mencakup 6,9 juta anak perempuan dan 28 ribu anak laki-laki. Berdasarkan laporan UNFPA anak perempuan usia 15-19 tahun lebih cenderung mengalami komplikasi pada saat mengandung dan melahirkan. Kehamilan merupakan salah satu faktor utama kematian anak perempuan pada usia 15-19 tahun di dunia. Permohonan uji materiil UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, khususnya Pasal 7 ayat 1 dan 2 mengenai batas usia perkawinan bagi perempuan ditolak oleh Mahkamah Konstitusi pada Agustus 2015 lalu. Batas diperbolehkannya usia perkawinan pada 16 tahun untuk perempuan berarti negara membolehkan perkawinan pada usia anak.
Capital Market In Perspective Law Of Sharia Economy Apik Anitasari Intan Saputri
Khuluqiyya: Jurnal Kajian Hukum dan Studi Islam Vol. 1 No. 1 (2019): ISSN 2655-8882
Publisher : STAI Al-Hikmah 2

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (202.535 KB) | DOI: 10.56593/khuluqiyya.v1i1.19

Abstract

Economic activity is currently experiencing a very rapid development, starting from the development of the market in such a way, penetrating in the field of capital markets which become the traffic of the world economy, connecting between capital owners (investors) and entrepreneurs. Capital markets are a promising investment, entrepreneurs also began to take part in the world of Islamic capital markets which are currently dominated by Islamic countries in the world. With the development of these economic activities, the legislation is not only a rule, but is able to make the implementation of the law directed, protect and make all stakeholders in the world of capital markets have knowledge of the market and how to run it properly without any violations or criminal act in the Capital Market. Legal reform and regulation on the capital market must continue to be enforced. The development of the Islamic capital market in Indonesia is still relatively slow, as a result of the lack of level of knowledge and understanding of market participants and investors, the limited availability of information on the sharia capital market, lack of human resources (professionals) who are experts in the field of Islamic finance, institutional patterns and institutions in the framework of supervision is still considered a "disincentive" by the perpetrators, Lack of "incentives" so that actors tend to issue conventional products, Limited sharia products that can be used as mutual fund portfolios (special constraints for Islamic mutual funds). In accordance with the MUI fatwa, the stock transaction is legalized as long as the company does not conduct a prohibited transaction, the issuer conducts business in accordance with sharia criteria and transactions are conducted at fair market prices. The fair market price of Islamic stocks must reflect the value of the actual conditions of the assets that are the basis for issuing securities in accordance with the regular, fair and efficient market mechanism and not engineered. Sharia capital market activities are some important institutions that are directly involved in supervision and trade activities, namely BAPEPAM, National Sariah Board (DSN), stock exchanges, securities companies, issuers, professions and capital market supporting institutions and other related parties. Especially for surveillance activities will be carried out jointly by BAPEPAM and DSN.
Kitab Sunan Dar-Quthni Laily Liddini
Khuluqiyya: Jurnal Kajian Hukum dan Studi Islam Vol. 1 No. 1 (2019): ISSN 2655-8882
Publisher : STAI Al-Hikmah 2

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (300.662 KB) | DOI: 10.56593/khuluqiyya.v1i1.21

Abstract

Artikel ini membahas metode imam Dar-Quthni dalam menulis kitab Sunannya. Yang mana kita ketahui bahwa sistematika penulisan kitab sunan identik disusun sesuai dengan bab fiqih. Kitab sunan adalah buku yang memuat banyak hadis tentang hukum yang disusun secara bab fiqih. Dalam kitab sunan ini terdiri dari hadis yang shohih, hasandan dhoif.Dalam menulis kitab sunan itu merujuk pada dalil-dalil yang ada di dalam madzhab Syafi’i dalam sebagian besar permasalahan fiqihiyah dengan jalan menguatkan dalil dan menyebutkan sebab-sebab lemahnya dalil yang bertentangan.Imam Dar-Quthni memberi perhatian khusus pada kitab “sunan” dengan mengumpulkan komentar-komentar dari gurunya. Artinya kitab sunan itu sendiri berisi kumpulan dari komentar 3 gurunnya diantara 8 gurunya itu. Jika meriwayatkan hadis dari salah satu gurunya itu imam Dar-Quthni mencantumkan komentar dari gurunya itu dengan menggunakan lafadz “qola fulan kadza’” atau, “qola lana fulan kadza”. Ketiga gurunya tersebut yaitu Abu Bakar bin Abi Dawud, Abu Muhammad ibn So’id dan Abu Bakar An-Naisaburi.Imam Dar-Quthni dalam menjelaskan kualitas suatu hadis terkadang dengan jelas mengemukakan derajat hadisnya, terkadang dengan menjelaskan keadaan rowinya.
Reaktualisasi Pemaknaan Zakat Sebagai Pembersih Harta (Studi Kritis atas Pemaknaan Surat at-Taubat ayat 103) Taufik Setyaudin
Khuluqiyya: Jurnal Kajian Hukum dan Studi Islam Vol. 1 No. 1 (2019): ISSN 2655-8882
Publisher : STAI Al-Hikmah 2

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (196.899 KB) | DOI: 10.56593/khuluqiyya.v1i1.25

Abstract

Zakat, in this case regarded to Zakat al-Mal (wealth Zakat) as one among Five Pillars of Islam, is misled to the wrong perception as the worship refers to wealth purification. If we care to step back on its historical aspect, particularly those written in the Asbab an-Nuzul Al Qur’an of Surah at-Tawbah verse 103 –which is commonly well-known as ‘the verse of zakat’, we shall understand that the real meaning extracted from the verse is all about soul rather than wealth purification –which is, unfortunately, still flourished among the society’s mind. This misleading interpretation will surely create inappropriate ways of gaining properties by ignoring the status of halal/haram it may takes; people assume that after zakat, their wealthis purified. Here is also an evidence of obscuring the meaning of sadaqah as the tool of purifying sins the people commit, as instance, purifying the wealth raised by corruption or other criminal behaviors. The study is importance to conduct to help revisiting the basic function of zakat as a contribution to the equalization of welfare in every level of society. To this case, therefore, this study will use the historical approach to revise the essential meaning of zakat assoul purification by optimizing the book of Asbab an-Nuzul and the linkage of verses on Zakat. This essay is also equipped with the perspectives of experts of exegesis and expert of Fiqh on Zakat, particularly those related to the Zakat al-Mal.
Pidana Mati dalam Perspektif Keadilan Sebagai Salah Satu Tujuan Hukum Subekhi
Khuluqiyya: Jurnal Kajian Hukum dan Studi Islam Vol. 1 No. 1 (2019): ISSN 2655-8882
Publisher : STAI Al-Hikmah 2

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (154.966 KB) | DOI: 10.56593/khuluqiyya.v1i1.26

Abstract

Sudah menjadi pemahaman bersama bahwa pidana mati telah berlangsung sejak lama dalam sejarah hukum di berbagai Negara belahan dunia, termasuk Indonesia. Namun dalam perkembangannya, sanksi pidana mati mengalami masa transisi karena kurang mampu menjawab tujuan hukum yaitu keadilan. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang masih menerapkan pidana mati dalam aturan pidananya. Padahal, hingga kini, lebih dari setengah negara-negara di dunia telah menghapuskan praktek pidana mati baik secara de jure atau de facto. Selain itu, HAM turut mewarnai pro kontra dalam penerapan pidana mati. Di satu sisi manusia berhak hidup dan mempertahankannya dan sisi lain manusia juga tidak boleh melakukan perbuatan melanggar hukum hingga merugikan serta mengancam hak hidup sesamanya. Oleh karena itu, tulisan yang anda baca sekarang ini bermaksud mencari solusi atas polemik terhadap penerapan sanksi pidana mati khususnya di Indonesia. Dengan pendekatan filsafat hukum, diharapkan tulisan ini mampu menggali sedalam-dalamnya tentang tujuan hukum dan keadilan dalam penerapan pidana mati di Indonesia. Adapun temuan yang dihasilkan dalam tulisan ini diantaranya: pertama, berdasarkan sila pertama dari pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum, Indonesia masih menerapkan pidana mati dan dibolehkan oleh agama-agama yang dianut di Indonesia tentunya dengan mempertimbangkan tujuan hukum yang lain yakni kepastian hukum dan kemanfaatan. Kedua, tidak menutup kemungkinan adanya revisi dan perubahan tentang sanksi pidana mati apabila ditinjau dari teori keadilan yang berkembang sehingga diberlakukan sanksi ancaman pidana mati tidak selalu berujung pidana mati atas dasar banyak pertimbangan lain di luar hukum an sich.
Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Pembiayaan Dalam Penyaluran Dana Di Pt. Bank Mandiri Syariah Indonesia Kantor Cabang Purbalingga Dalam Lingkup Kajian Hukum Ekonomi Syariah Dan Hukum Perlindungan Konsumen Apik Anitasari Intan Saputri
Khuluqiyya: Jurnal Kajian Hukum dan Studi Islam Vol. 1 No. 2 (2019): ISSN 2655-8882
Publisher : STAI Al-Hikmah 2

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (178.989 KB) | DOI: 10.56593/khuluqiyya.v1i2.29

Abstract

Perlindungan hukum terhadap konsumen merupakan hal yang sangat urgent bagi masyarakat di kalangan manapun, sehingga hal tersebut tentu akan diatur oleh negara sebagai pelindung masyarakat. Perlindungan konsumen diatur dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Perbankan merupakan lembaga yang saat ini melakukan kegiatan usahanya dalam bidang ekonomi, yang menjadi roda perputaran uang dan juga merupakan lembaga tempat bertemunya antara pihak berkelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana dalam menjalankan roda ekonominya. Metode Penelitian yang digunakan adalah field research dengan pendekatan yuridis sosiologis. Menurut kajian ekonomi syariah melindungi hak hak manusia sebagai masyarakat merupakan kewajiban negara, salah satunya memberikan perlindungan kepada konsumen dan juga memperhatikan setiap produk yang dikelola oleh pelaku usaha. Perlindungan konsumen tidak terbatas dari usaha barang namun juga usaha jasa yang dilakukan oleh perbankan baik konvensional maupun syariah.Kegiatan perbankan syariah dalam penyaluran dana tidak terlepas dari kaidah fikih dan juga perkembangan perekonomian yang terjadi di Indonesia pada khususnya.Perlindungan secara khusus diberikan kepada nasabah apabila masih memiliki itikad baik dalam pembayaran, dan masih memiliki batasan karena jaminan yang diserahkan oleh nasabah kepada bank, itulah yang mutlak menjadi milik bank setelah prosedur dan proses sudah dijalankan oleh pihak bank.
Polemik Poligami Dalam Hukum Islam Tinjauan Hak Asasi Manusia Umi Salamah
Khuluqiyya: Jurnal Kajian Hukum dan Studi Islam Vol. 1 No. 2 (2019): ISSN 2655-8882
Publisher : STAI Al-Hikmah 2

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (266.195 KB) | DOI: 10.56593/khuluqiyya.v1i2.32

Abstract

Membahas Poligami selalu dikaitkan dengan Islam yang secara nyata membolehkan poligami dengan dasar QS. An-Nisa> (3: 4), disini penulis mencoba menguraikan poligami dari perspektif hak asasi manusia dengan tidak terlepas dari konteks agama dan sosial. Sehingga tidak memarginaklan perempuan dalam konteks ini. Secara jelas diketahui adanya poligami dalam Islam secara tidak langsung untuk mengangkat derajat perempuan sehingga mempunyai kedudukan seimbang dengan laki-laki. Dan poligami adalah bentuk execuse dalam situasi khusus pada masanya bukan perupakan perintah untuk beristri lebih dari satu.
Hermeneutika Heidegger dalam Memahami Perjanjian Perkawinan Chaula Luthfia
Khuluqiyya: Jurnal Kajian Hukum dan Studi Islam Vol. 1 No. 2 (2019): ISSN 2655-8882
Publisher : STAI Al-Hikmah 2

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (584.777 KB) | DOI: 10.56593/khuluqiyya.v1i2.33

Abstract

Perjanjian perkawinan merupakan perjanjian pra-nikah yang biasadilakukan oleh calon pengantin, baik pihak laki-laki dan perempuan. Perjanjianperkawinan diatur dalam KUHP, UU Perkawinan dan KHI. Perjanjian perkawinanmenjadi langkah persuasif yang ditempuh dalam menghadapi berbagai tantangankeluarga seperti KDRT, pengaturan harta suami-isteri dll. Di satu sisi, perjanjianperkawinan dianggap dapat menjadi “pegangan” suami-isteri ketika dihadapkandengan problem keluarga, seperti tidak terpenuhinya terpenuhi hak-hak dalamrumah tangga. Dalam memahami keberadaan perjanjian perkawinan akanmenggunakan hermeuneutika Heidegger. Hermeneutika Heidegger mempelajaritentang pentingnya menemukan makna dari mempertanyakan peristiwa hinggamenjadi sejarah. Perjanjian perkawinan kemudian diusulkan untuk menjadipencegah kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi. Melihat efektifnyaperjanjian perkawinan karena sifatnya yang memiliki kekuatan hukum, makakekerasan dalam rumah tangga dapat dicegah. Selain itu perjanjian perkawinanjuga bisa sebagai sarana pendukung mewujudkan kehidupan rumah tangga yangsakinah, mawaddah, dan rahmah.