cover
Contact Name
Iwan
Contact Email
lexpublicaappthi@gmail.com
Phone
+6285395403342
Journal Mail Official
lexpublicaappthi@gmail.com
Editorial Address
Jl. Pemuda No.70, Pandansari, Kec. Semarang Tengah, Kota Semarang, Jawa Tengah 50133
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Lex Publica
ISSN : 23549181     EISSN : 25798855     DOI : https://doi.org/10.58829/lp
Core Subject : Social,
Lex Publica (e-issn 2579-8855; p-issn 2354-9181) is an international, double blind peer reviewed, open access journal, featuring scholarly work which examines critical developments in the substance and process of legal systems throughout the world. Lex Publica published biannually online every June and December by Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (APPTHI) and managed by Institute of Social Sciences and Cultural Studies (ISOCU), aims at critically investigating and pursuing academic insights of legal systems, theory, and institutions around the world. Lex Publica encourages legal scholars, analysts, policymakers, legal experts and practitioners to publish their empirical, doctrinal and/or theoretical research in as much detail as possible. Lex Publica publishes research papers, review article, literature reviews, case note, book review, symposia and short communications on a broad range of topical subjects such as civil law, common law, criminal law, international law, environmental law, business law, constitutional law, and numerous human rights-related topics. The journal encourages authors to submit articles that are ranging from 6000-8000 words in length including text, footnotes, and other accompanying material.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 123 Documents
PERMASALAHAN OUTSOURCING DALAM SISTEM KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA St. Laksanto Utomo
Lex Publica Vol. 1 No. 1 (2014)
Publisher : APPTHI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (399.853 KB)

Abstract

Pola perjanjian kerja dalam bentuk outsourcing secara umum adalah ada beberapa pekerjaan kemu- dian diserahkan ke perusahaan lain yang telah berbadan hukum, dimana perusahaan yang satu tidak berhubungan secara langsung dengan pekerja tetapi hanya kepada perusahaan penyalur atau penge- rah tenaga kerja. Model outsourcing dapat dibandingkan dengan bentuk perjanjian pemborongan bangunan walaupun sesungguhnya tidak sama. Perjanjian pemborongan bangunan dapat disamakan dengan sistem kontrak biasa sedangkan outsourcing sendiri bukanlah suatu kontrak. Permasalahan dalan sistem outsourcing secara garis besar terbagi atas beberapa masalah inti. Pertama, masalah terdapat dalam peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan di Indonesia. Kedua, permasalahan terdapat dalam pelaksanaan pemberian hak pekerja. Ketiga, permasalahan dalam jenis pekerjaan yang dapat dioutsourcingkan. Keempat, permasalahan yang terdapat dalam hubungan kontrak kerja antara perusahaan outsourcing dengan pengguna jasa outsourcing. Kelima, permasalahan yang terdapat pada tenaga kerja outsourcing itu sendiri.
KEWAJIBAN PENGANGKUT KEPADA PIHAK YANG MENDERITA KERUGIAN DALAM UNDANG-UNDANG PENERBANGAN NASIONAL Sudiro Sudiro
Lex Publica Vol. 1 No. 1 (2014)
Publisher : APPTHI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (412.093 KB)

Abstract

Angkutan udara merupakan salah satu moda transportasi yang paling banyak diminati masyarakat Indonesia saat ini, karena aspek kecepatan dan keselamatan lebih terjamin. Namun demikian masih sering terjadi kecelakaan pesawat atau peristiwa lain yang menimbulkan kerugian terhadap penumpang sebagai konsumen dalam penyelenggaraan penerbangan nasional. Apabila terjadi peristiwa semacam ini, maka perusahaan penerbangan sebagai pengangkut berkewajiban untuk menyelesaikan tanggung jawab dalam pembayaran ganti kerugian kepada pihak yang menderita kerugian berdasarkan Undang-undang No.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.
PENYELESAIAN PERSELISIHAN KETENAGAKERJAAN YANG DILAKUKAN MELALUI MEDIASI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Pristika Handayani
Lex Publica Vol. 1 No. 1 (2014)
Publisher : APPTHI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (249.089 KB)

Abstract

Perselisihan perburuhan terjadi antara pekerja dengan pengusaha secara individu atau antara serikat pekerja dengan individu pengusaha atau antara serikat pekerja dengan persatuan pengusaha atau antara pekerja individu dengan persatuan pengusaha, sering terjadi yang disebabkan antara lain karena ketidaksepahaman antara pihak tersebut. Undang-undang nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial memberikan legitimasi kepada para pihak yang berselisih bebas memilih cara untuk menyelesaikan perselisihan yang dihadapi, yang salah satunya sebagaimana disebutkan dalam undang-undang tersebut yakni dengan cara mediasi. Mediasi meru- pakan penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pihak, dan perselisihan antar serikat pekerja dalam suatu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral. Dengan mediasi tersebut maka diharapkan para pihak mampu menye- lesaikan konsep perselisihan dengan cara penyelesaian perselisian hubungan industrial secara adil.
PERSEKTIF PENERAPAN ANALOGI DALAM HUKUM PIDANA Iwan Darmawan
Lex Publica Vol. 1 No. 1 (2014)
Publisher : APPTHI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (362.833 KB)

Abstract

Hukum pidana itu bersifat lex certa (jelas dan tegas), oleh karena itu dalam hukum pidana penggunaan penafsiran harus hati-hati agar tidak melanggar asas lex certa tersebut dan juga tidak bertentangan dengan asas legalitas. Penggunaan penafsiran dalam hukum pidana bertujuan untuk memperjelas pengertian-pengertian yang terdapat dalam hukum pidana yang bertujuan untuk mendapatkan keadilan yang maksimal. Dapat memberikan suatu penanfsiran, dapat dicontohkan misalnya tentang Asas legalitas, sangatlah mungkin ada yang beranggapan bahwa rumusan itu berasal dari hukum romawi kuno, pada hal menurut Moelyatno, baik adagium ini maupun asas legalitas tidak dikenal dalam hukum Romawi kuno. Demikian pula menurut Sahetapy yang menyatakan bahwa asas legalitas dirumuskan dalam bahasa latin semata-mata karena bahasa latin merupakan bahasa dunia hukum yang digunakan pada waktu itu. Ada pula yang berpendapat bahwa asas legalitas seolah berasal dari ajaran Montesquieu yang dituangkan dalam L‟Esprit des Lois Tahun 1748. Menurut Montesquieu dalam pemerintahan yang moderat, hakim harus berkedudukan terpisah dari penguasa dan harus memberikan hukuman yang setepat mungkin sesuai ketentuan harafiah hukum. Hakim harus bertindak berhati-hati untuk menghidari tuduhan tidak adil terhadap orang-orang yang tidak bersalah. Hakim dalam menjatuhkan putusannya tidak dibimbing oleh pandangan-pandangan atau pikirannya sendiri atau memutus menurut apresiasi pribadi. Dalam hal ini hakim menjalankan fungsinya yang mandiri dalam penerapan undang-undang terhadap undang- undang terhadap peristiwa hukum konkret. Pandangan ini disebut analoginya merupakan sebagai pandangan yang materill yuridis.
FUNGSI LEGISLASI DPD RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 92/PUU-X/2012 Yenny AS
Lex Publica Vol. 1 No. 1 (2014)
Publisher : APPTHI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (253.826 KB)

Abstract

Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 92/PUU-X/2012, sistem pembentukan pera- turan perundang-undangan mengalami banyak perubahan, termasuk didalamnya kedudukan DPD dalam pembentukan undang-undang. Dalam rangka pelaksanaan Putusan MK tersebut, desain penyusunan RUU harus diubah dengan mengakomodasi Putusan MK. Lingkup DPD seuai UUD 1945. Pasal 22D Ayat (1) UUD 1945 menyebutkan kewenangan DPD dalam hal dapat mengajukan rancangan undang-undang yang terkait dengan daerah, MK menegaskan bahwa kata “dapat” dimaknai sebagai pilihan subjektif DPD untuk mengajukan atau tidak mengajukan RUU yang berkaitan dengan daerah.
ANALISIS YURIDIS PENERAPAN ATURAN DAN SANKSI PELANGGARAN LALU LINTAS PENGENDARA SEPEDA MOTOR Surajiman; Diah Ratu Sari Harahap
Lex Publica Vol. 1 No. 1 (2014)
Publisher : APPTHI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (410.494 KB)

Abstract

Penegakkan hukum dalam lalu lintas dapat diketahui dan dilaksanakan bila diketahui secara pasti ketentuan-ketentuan apa yang berlaku dalam lalu lintas baik dalam aspek sarana transportasinya maupun penggunaannya. Sarana transportasi dari sepeda motor adalah sepeda motor itu sendiri yang terdiri dari sejumlah spesifikasi yang secara menyeluruh membentuk sepeda motor yang sempurna (standar). Penggunaan sepeda motor secara teknis harus didasarkan pada fungsi kendaraan dengan mematuhi peraturan perundang-undangan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan. Ketentuan pokok di bidang lalu lintas saat ini diatur dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan dan peraturan pelaksanaannya, memuat beberapa pasal tentang sepeda motor dan penggunaannya. Pasal-pasal tersebut mengatur penggunaan dan memberi sanksi terhadap pelanggaran dalam berlalu lintas. Baik pengaturan dan sanksi dalam penggunaan sepeda motor berada pada lingkup hukum administrasi, hukum perdata, dan hukum pidana, guna menjamin terlaksananya lalu lintas dengan tertib dan aman. Pada kasus pelanggaran lalu lintas, berdasarkan pengamatan peneliti meskipun belum ditemukan angka yang pasti jumlah pelanggaran lalu lintas yang dilakukan pengguna kendaraan di jalan umum, jauh lebih banyak dilakukan oleh pengendara sepeda motor dibanding pengguna kendaraan lainnya. Fenomena tersebut dengan mudah dapat dilihat oleh siapa saja yang selalu berlalu lintas di jalanan umum. Jenis pelanggaran yang sering dilakukan oleh pengendara sepeda motor adalah; tidak menggunakan helm, tidak patuh pada rambu lalu lintas, menggunakan sepeda motor di luar spesifaksi standar, tidak memiliki surat tanda nomor kendaraan (STNK) dan surat ijin mengemudi (SIM). Urgensi (keutamaan) dari penelitian ini yaitu tercapainya pemahaman tentang aturan dan sanksi perihal sepeda motor dan penggunaannya, sanksi yang dijauhkan oleh penegak hukum terhadap pengendara sepeda motor yang melanggar aturan lalu lintas.
STRATEGI PEMBERANTASAN KEJAHATAN KORUPSI: KAJIAN LEGAL SOSIOLOGIS Faisal Santiago
Lex Publica Vol. 1 No. 1 (2014)
Publisher : APPTHI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (324.523 KB)

Abstract

Kejahatan korupsi menjadi salah satu topik yang secara konsisten mendominasi wacana publik pasca reformasi secara luas serta menjadi salah satu program utama pemerintah bahkan lintas negara. Kejahatan Korupsi oleh masyarakat international dikatagorikan sebagai “trans national crimes” serta dikatagorikan pula sebaga “extra ordinary crimes”, diperlukan kesepahaman political will guna dipersiapkan strategi khusus dalam penanganannya. Dibeberapa negara di dunia secara institusional memang telah didirikan lembaga khusus, termasuk di Indonesia yang disebut sebagai institusi Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi(KPK). Sejumlah perangkat hukum sebagai instrumen legal dalam proses pemberantasan korupsi di Indonesia telah diberlakukan. Namun efektivitas hukum dan pranata hukum serta penegakan hukum belum cukup memadai sehingga kejahatan korupsi di Indonesia tetap terus berkembang. Permasalahannya, terletak pada konsep strategi pemberantasan kejahatan korupsi. Guna menghasilkan pemikiran representatif, untuk itu penulis mempergunakan kajian berdasarkan pendekatan teori Legal System yang dicetuskan Lawrence Meyer Friedman, yang berintikan tiga komponen, yaitu: legal structure, legal substance, dan legal culture. Dalam pendekatan legal sosiologis dimaksudkan guna mempermudah explanation pemikiran dalam rangka menghasilkan opini strategis dalam pemberantasan kejahatan korupsi. Dalam hal konsep strategi pemberantasan kejahatan korupsi, pemerintah harus melancarkan strategi quick win di berbagai sektor, perlu disusun skala prioritas untuk memberantas korupsi, terutama pencegahan korupsi serta harus menjadi bagian dari perlawanan masyarakat serta harus memfasilitasi dan mendukung civil society maupun kelompok kritis lainnya agar mampu menggalang tekanan publik dan melakukan aksi-aksi sosial berkelanjutan, baik di tingkat nasional maupun di tingkat lokal.
INVESTASI BAGI HASIL DALAM PEMBIAYAAN AKAD MUDHARABAH PERBANKAN SYARIAH Evita Isretno Israhadi
Lex Publica Vol. 1 No. 1 (2014)
Publisher : APPTHI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (694.914 KB)

Abstract

Kehadiran industri perbankan syariah sebagai sistem perbankan yang dapat menjadi salah satu pilihan di samping sistem perbankan konvensional di Indonesia, telah mendapat kekuatan hukum paripurna sebagai hukum nasional dengan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Hal tersebut memacu pendirian bank-bank syariah yang dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi kerakyatan sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang Dasar 1945. Investasi pembiayaan dengan sistem bagi hasil yang disebut mudharabah sebagai produk perbankan syariah merupakan jawaban untuk memenuhi kebutuhan riil masyarakat Indonesia yang sebagian besar pemeluk agama Islam dalam melakukan kegiatan usaha melalui lembaga intermediasi yang bebas dari praktik maisyir, gharar dan riba (maghrib). Sistem perbankan syariah dimaksud, mempunyai beberapa produk dan salah satu produk investasi pembiayaan, menggunakan prinsip bagi hasil antara pihak bank dengan nasabah sehingga eksistensi perbankan syariah sebagai lembaga perbankan Islam bebas dari unsur perjudian (maisir), unsur ketidak pastian (gharar) dan unsur bunga (riba). Permasalahannya, implementasi akad investasi pembiayaan mudharabah sebagai penggerak sektor riil belum dapat berjalan dengan baik serta akselerasi payung hukum terhadap investasi pembiayaan mudharabah bagi para pihak.
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PASCA RATIFIKASI THE UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION DAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA Kristian; Lindawaty S. Sewu
Lex Publica Vol. 1 No. 2 (2015)
Publisher : APPTHI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (558.445 KB)

Abstract

Meningkatnya kasus tindak pidana korupsi dari tahun ke tahun telah menimbulkan kerugian negara yang sangat besar yang pada gilirannya dapat berdampak pada timbulnya krisis di berbagai bidang. Mengingat bahwa tindak pidana korupsi di Indonesia terjadi secara sistematik dan meluas serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat, tindak pidana korupsi tidak hanya telah merugikan keuangan negara, tetapi juga telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas dan dalam jangka panjang akan membawa bencana bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan termasuk dalam kejahatan yang dilakukan dengan tersistematis, terorganisir. Tindak pidana korupsi dilakukan juga dengan dimensi-dimensi kejahatan yang selalu baru (new dimention of crime) bahkan dilakukan melampaui lintas batas negara (transnational crime), dampak dari tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang berdampak luar biasa. Hal tersebut menimbulkan kesadaran bahwa pemberantasan tindak pidana korupsi perlu dilakukan dengan cara-cara luar biasa (extra ordinary treatment). Upaya pemberantasan tindak pidana korupsi yang selama lebih dari 60 tahun telah dilakukan, baik pada era Orde Lama dan Orde baru, maupun pada Era Reformasi, serta Era Baru pemerintahan saat ini. Namun upaya yang dilakukan ternyata belum menunjukkan hasil seperti yang diharapkan. Hal ini terbukti dengan hasil survei lembaga rating kaliber dunia berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi telah menempatkan Indonesia ke dalam peringkat teratas di Asia atau sekurang-kurangnya ke dalam kelompok sepuluh besar negara terkorup di dunia. Menanggapi hal ini, sudah tentu hukum harus kembali mengambil peranannya sebagai alat untuk menciptakan masyarakat yang aman, adil, makmur dan sejahtera yakni dengan melakukan penindakan dan pencegahan dilakukannya tindak pidana korupsi. Pada tanggal 18 April 2006 lalu Indonesia telah meratifikasi The United Nations Convention Against Corruption melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2006 Tentang Pengesahan UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA ANTI KORUPSI, 2003). Namun sangat disayangkan, ratifikasi The United Nations Convention Against Corruption melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik. Hal ini dikarenakan masih banyak prinsip-prinsip yang terdapat dalam The United Nations Convention Against Corruption belum diadopsi oleh peraturan perundang-undangan nasional khususnya peraturan perundang-undangan yang menyangkut pemberantasan tindak pidana korupsi yakni Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.</p class="justify">
NASIONALISASI HUKUM PIDANA DAN HUKUM ACARA PIDANA DAN KEHARUSAN PERADABAN Syaiful Bakhri
Lex Publica Vol. 1 No. 2 (2015)
Publisher : APPTHI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (490.001 KB)

Abstract

Berlakunya aturan hukum dalam masyarakat, tidak dengan sendirinya akan terbentuk tata hubungan masyarakat yang sesuai dengan cita ideal dari keinginan luhur para pembentuk UUD 1945. Keadilan merupakan suatu kebaikan, yang mengatasi semuanya, sekaligus merangkai hak hak individu yang saling memberikan manfaat. Melalui pembaharuan hukum pidana Materiil dan Formiil, sekarang ini, sedang dalam agenda dan prioritas utama. Hukum pidana Indonesia, merupa- kan suatu pergulatan pemikiran oleh para ahli, cerdik pandai dibidangnya, yang telah menggagas pemberlakuan cita cita, hukum pidana yang ideal, untuk kemanusiaan. Hukum pidana baru akan menyongsong semangat berhukum bagi generasi, reformasi hukum pada kancah restorasi bangsa, menuju peradaban milinium berikutnya, bangsa dan generasinya, akan selalu tampil membangga- kan, sebagaimana para pendahulunya yang sangat mulia dan terpuji dikancah pergaulan dan kemajuan di dunia internasional. Pembaharuan KUHP dan KUHAP, sebagai karya anak bangsa yang terbaik dibidangnya, mengisi rentang sejarah peradaban bangsa. Bangsa Indonesia, yang sejajar dalam pergaulan dunia, yang menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan yang universal, melindungi segenap tumpah darah bangsa Indonesia, dengan hukum pidana yang sesuai dengan keperibadian bangsa.

Page 1 of 13 | Total Record : 123