cover
Contact Name
BASYARUDIN
Contact Email
lp3mpainan22@gmail.com
Phone
+6281808362356
Journal Mail Official
lp3mpainan@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota tangerang,
Banten
INDONESIA
JURNAL ILMIAH HUKUM DAN KEADILAN
ISSN : 24071250     EISSN : 27470628     DOI : -
Core Subject : Social,
FOCUS AND SCOPE JURNAL ILMIAH HUKUM DAN KEADILAN merupakan jurnal ilmiah yang berisikan gagasan dan pengetahuan hukum yang berasal dari akademisi, peneliti dan praktisi dibidang hukum, atas fenomena hukum yang jamak terjadi di masyarakat. JURNAL ILMIAH HUKUM DAN KEADILAN akan Diterbitkan oleh Lembaga Penjaminan Mutu, Penelitian dan Pengbdian Masyarakt sebanyak 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun yaitu (Maret dan September). Ruang lingkup Jurnal Hukum dan Keadilan adalah: A. Hukum: 1. hukum perdata, 2. hukum pidana, 3. hukum administrasi, 4. hukum militer, 5. hukum konstitusional, 6. hukum internasional. B. Yudikatif: 1. manajemen kasus pengadilan 2. manajemen peradilan. C. Kriminologi dan Hukum: D. Victimology dan Hukum E. Forensik dan Hukum
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 132 Documents
PELAKSANAAN JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN PIHAK KETIGA TERHADAP TANAH YANG TELAH DIBEBANI HAK TANGGUNGAN Basyarudin
Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan Vol. 6 No. 2 (2019): Hukum dan keadilan
Publisher : LP3M STIH Painan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (580.528 KB)

Abstract

ABSTRAK Undang-Undang Hak Tanggungan dalam Substansi Pasal 6 menunjukkan hak yang dipunyai pemegang Hak Tanggungan untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri apabila debitur cidera janji. Kemudian Pasal 7 UU Hak Tanggungan menunjukkan jaminan kepentingan pemegang Hak Tanggungan, walaupun obyek Hak Tanggungan sudah berpindah tangan menjadi milik pihak lain, kreditur masih tetap dapat menggunakan haknya untuk mengeksekusi. Metode pendekatan yang dipakai atau digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif, yaitu mengetahui bahwa dalam penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka yang merupakan data sekunder yang disebut juga penelitian hukum kepustakaan dan praktek lapangan. Secara dedukatif di mulai dengan menganalisa pasal-pasal di dalam Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 dan Undang-Undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang mengatur hal-hal yang menjadi permasalahan di atas untuk menganalisanya dengan Teori Kepastian Hukum oleh Gustav Radcbruch. Dari uraian serta metode pendekatan penulis mendapatkan gambaran Kepastian hukum pelaksanaan jual beli tanah yang dilakukan pihak ketiga terhadap tanah yang telah dibebani hak tanggungan adalah tidak adanya kepastian hukum, hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 7 yang dalam penjelasan dikatakan bahwa sifat ini merupakan salah satu jaminan khusus bagi kepentingan pemegang Hak Tanggungan.
KEABSAHAN PERKAWINAN DALAM PELAKSANAAN IJAB KABUL MELALUI TELEPON MENURUT SUDUT PANDANG HUKUM ISLAM Chairul Aman
Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan Vol. 6 No. 2 (2019): Hukum dan keadilan
Publisher : LP3M STIH Painan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (651.962 KB)

Abstract

Era globalisasi seperti sekarang ini membawa media telekomunikasi (telepon) memegang suatu peranan yang sangat penting dan bermanfaat didalam menagani berbagai macam urusan seperti perkawinan melalui telepon. Perkawinan merupakan suatu kejadian yang sangat mempengaruhi status dalam hukum dari seseorang dalam arti bahwa perkawinan membawa akibat yang luas sekali terhadap status seseorang dalam hukum. Yurisprudensi Pengadilan Agama Jakarta Selatan no.1751/P/1989 telah menetapkan bahwa memperbolehkan perkawinan melalui telepon. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui pengaturan keabsahan perkawinan melalui telepon tersebut menurut Undang-undang Perkawinan Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974, untuk mengetahui pertimbangan Pengadilan agama di dalam memeriksa dan memutuskan keabsahan ijab kabul melalui telepon tersebut, serta untuk mengetahui pandangan menurut hukum islam mengenai akad nikah melalui telepon tersebut. Metode penelitian yang dipergunakan oleh penulis disini adalah metode penelitian normatif yuridis, mencakup penelitian terhadap sistematika hukum dan perbandingan hukum, Untuk mendapatkan data dan informasi yang lengkap penulis berusaha mengolah bahan-bahan pustaka dan menyimpulkannya. Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik pengumpulan data sekunder dengan cara meneliti bahan pustaka pada buku-buku dan literatur-literatur yang berhubungan dengan masalah-masalah yang akan diteliti. Hasil analisis menunjukan bahwa: (1) Undang undang perkawinan belum mengatur tentang ketegasan adanya perkawinan melalui melalui telepon dan dikarenakan belum adanya kesesuaian pendapat dari kalangan ahli hukum juga kalangan ulama Islam. Pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974, masih membuka kemungkinan ataupun celah dari adanya penafsiran dan pemahaman yang bisa menimbulkan suatu ketentuan hukum yang belum ada penyelesaian atau jalan keluar bagi permasalahan seperti kasus terhadap pelaksanaan perkawinan melalui telepon yang tidak pernah diatur secara jelas; (2) Bahwa keputusan tentang penetapan perkawinan tersebut dapat dipahami karena hakim dianggap mengerti hukum dan mempunyai dasar-dasar juga landasan hukum yang sangat kuat bagi pertimbangannya juga dikarenakan pihak mempelai pria sedang melakukan suatu hal yang wajib dan sangat pokok untuk kehidupannya dikemudian hari, yang telah ditentukan oleh pihak luar sehingga tidak memungkinkan untuk bertemu secara fisik sedangkan persoalan syarat bersatunya majelis juga sudah dapat terpenuhi karena adanya kesinambungan waktu antara ijab dan kabul yang dapat diwujudkan dari dua tempat dengan memakai telepon dan alat penyambung pengeras suara yang diperdengarkan maka kesinambungan antara jarak juga sudah terpenuhi; (3) Sumber hukum islam yang utama adalah Al-Quran dan Al-hadis, suatu persoalan tidak akan timbul jika setiap permasalahan tercantum dengan jelas dan tegas didalamnya, Permasalahan yang tidak diketemukan didalam Al-Quran dan Hadis adalah hasil dari penyelidikan, pendapat dan pemahaman dari para ulamayang hanya mengatur suatu permasalah secara umum dan menerapkannya dalam syariat dalam masyarakat disebut dengan hukum fiqih. Hukum fiqih sifatnya relatif boleh dirubah menurut situasi tempat dan waktu. Maka masih membuka kemungkinan bahwa pendapat dari mazhab lain yang lebih benar, karena semua hanya ijtihad yang sangat bergantung pada situasi kondisi tempat dan waktu. Akad nikah melalui telepon adalah salah satu alternatif bagi kemaslahatan hidup bersama kedua mempelai juga keluarganya yang sesuai dengan tujuan perkawinan menurut hukum islam.
EKSISTENSI PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM TERHADAP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI Diana Sekar Anggraini
Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan Vol. 6 No. 2 (2019): Hukum dan keadilan
Publisher : LP3M STIH Painan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (600.793 KB)

Abstract

Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah terkait dengan pendidikan tinggi yang dianggap menyebabkan terjadinya diskriminasi, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah, yaitu dibentuknya PTN-BH, yang diberi otonomi penuh untuk mengelola sumber dayanya seiring intervensi pemerintah yang semakin minim. PTN yang memiliki status PTN-BH diberikan keleluasaan untuk menyelenggarakan pendidikan tinggi secara otonom untuk menghasilkan pendidikan tinggi yang bermutu. Otonomi ini yang pada akhirnya menimbulkan kekhawatiran akan semakin mahalnya biaya pendidikan tinggi karena dengan status Badan Hukum, sehingga PTN-BH bebas menentukan besaran biaya kuliah atas dalih membiayai biaya operasionalnya. Dengan naiknya uang kuliah, maka akan semakin sulitnya masyarakat yang ada di lapisan bawah (miskin) untuk dapat mengakses pendidikan tinggi. Permasalahan yang akan dibahas yaitu bagaimana Eksistensi PTN-BH dalam Perspektif Otonomi Pendidikan Tinggi ditinjau dari Undang-Undang Pedidikan Tinggi. Penelitian ini menggunakan menggunakan metode yuridis normatif sebagai metode utama dan metode yuridis empiris sebagai pendukung, sumber data yang dipergunakan yaitu data sekunder dan data primer, dan dianalisis secara kualitatif. Hasil analisis menunjukan bahwa: Eksistensi PTN-BH dalam perspektif otonomi pendidikan tinggi ditinjau dari Undang-Undang Pedidikan Tinggi telah memiliki kedudukan tersendiri, kehadirannya merupakan suatu keniscyaan serta kebutuhan ilmu pengetahuan yang dapat memperkuat kedudukan PTN-BH dalam melaksanakan otonominya. Otonomi yang dimaksud tertuang dalam Pasal 64 ayat (1) Undang-Undang Pendidikan Tinggi, bahwa dalam otonomi pendidikan di PTN-BH hanya meliputi bidang akademik dan non akademik.
DINAMIKA MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM SISTEM KETATANEGARAAN DI INDONESIA Ernawati, Erwan Baharudin
Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan Vol. 6 No. 2 (2019): Hukum dan keadilan
Publisher : LP3M STIH Painan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (510.669 KB)

Abstract

Masyarakat adat merupakan dasar bagi pembicaraan hak masyarakat adat sebagai hak yang asasi. Banyak peraturan perundang-undangan nasional di masa ini telah memuat pengaturan tentang masyarakat adat sebagai bagian dari substansinya. Banyak pula inisiatif pembentukan hukum baru yang mencoba mengatur tentang masyarakat adat dan hak-haknya. Demikian pula pada level lokal, kita menemukan sejumlah peraturan perundang-undangan yang bertujuan untuk menata ulang hubungan masyarakat adat dengan negara. Ini menandakan sebuah perkembangan yang membaik. Namun, kami tetap merasa penting untuk mempertanyakan: Bagaimanakah seluruh produk legislasi dan masyarakat adat menuntut pengakuan negara atas keberadaan mereka serta hak-hak mereka. Inilah yang kemudian melahirkan bagaimana dinamika masyarakat hukum adat berkaitan dengan sistem ketatanegaraan di Indonesia saat ini? Sehingga dari permasalan tersebut akan mengupas tentang perkembangan mayarakat adat dan pemberlakuan hukum adat sebagai hukum positif di Indonesia. Pada penelitian hukum ini, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridif normatif. Penelitian ini mencari premis-premis atau kategori-kategori dalam hal ini tentang konsep-konsep hukum yang ada dalam peraturan dan dianalisis berdasarkan teori tentang legal policy (kebijakan) yang digunakan, kemudian dengan menggunakan kajian literatur yang bersifat analisis deskripsi melalui berbagai kajian kepustakaan maka akan memperkuat analisis yang didukung dari berbagai sumber yang memiliki kedalaman teori dari para ahli tentang hukum adat dengan menggunakan 2 (dua) konsep pemikiran tentang hukum yang sangat tajam mempertentangkan kedudukan hukum adat dalam sistem hukum yaitu konsep pemikiran legisme (termasuk aliran positivisme) dan aliran mazhab sejarah.
PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS TERHADAP AKTA AUTENTIK YANG BERINDIKASI TINDAK PIDANA Fuad Brylian Yanri
Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan Vol. 6 No. 2 (2019): Hukum dan keadilan
Publisher : LP3M STIH Painan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (497.462 KB)

Abstract

Besarnya wewenang yang dimiliki oleh Notaris dalam pembuatan akta autentik serta peran penting yang dimiliki oleh Notaris, bukan tidak mungkin akan terjadi penyalahgunaan kewenangan atau kekuasaan yang dimiliki oleh Notaris. Pentingnya profesi Notaris karena sifat dan hakikat dari pekerjaannya yang sangat berorientasi pada legalisasi keterangan atau perjanjian, sehingga dapat menjadi dasar hukum utama tentang status harta benda, hak, dan kewajiban para pihak yang terlibat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pertanggungjawaban Notaris terhadap Akta Autentik yang berindikasi Tindak Pidana. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normative, dengan sumber data yang diperoleh dari data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data diperoleh melalui kepustakaan dan diolah secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa: Pertanggungjawaban Notaris terhadap Akta Autentik yang berindikasi Tindak Pidana dikarenakan ketidak cermatan notaris dalam memeriksa surat-surat atau berkas-berkas pendukung yang dihadapkan oleh klien kepada notaris. Sehingga terhadap perbuatannya tersebut, Notaris harus mampu bertanggungjawab secara pribadi pada persidangan di Pengadilan Negeri maupun secara kelembagaan berdasarkan keputusan dari Majelis Pengawas Daerah dimana Notaris tersebut berdomisili dan harus bersedia menerima sanksi yang diputuskan oleh Pengadilan Negeri maupun Majelis Pengawas Daerah tersebut.
PERLINDUNGAN HUKUM PARA PIHAK YANG MENGHADAP CAMAT SEBAGAI PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH SEMENTARA (PPATS) Haryanto
Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan Vol. 6 No. 2 (2019): Hukum dan keadilan
Publisher : LP3M STIH Painan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (566.371 KB)

Abstract

Camat sebagai PPAT sementara yang berwenang untuk membuat Akta Otentik tentang tanah sesuai ketentuan yang berlaku khususnya Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan PPAT. Dalam rangka pembangunan, peran lahan untuk memenuhi kebutuhan akan meningkat, baik sebagai tempat untuk tinggal dan untuk kegiatan usaha. Terkait dengan itu, kebutuhan pendukung seperti jaminan kekuatan hukum tanah juga akan meningkat, Seiring perkembangan formasi PPAT di suatu daerah telah terpenuhi sehingga Camat sebagai PPAT sementara sudah tidak dapat diangkat sebagai PPAT sementara. Para pihak harus menghadap langsung kepada camat sebagai salah satu syarat akta yang otentik, namun dalam kenyataan nya masih ada Camat yang di angkat sebagai PPAT sementara dan tidak menghadap langsung camat, hal tersebut tidak sesuai dengan undang-undang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian Yuridis normatif yang dilakukan sebagai upaya untuk mendapatkan data yang diperlukan sehubungan dengan permasalahan. Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Disamping itu juga digunakan data primer sebagai pendukung bahan hukum data sekunder. Untuk analisis data dilakukan dengan metode analisis yuridis kualitatif. Dari hasil penelitian ini dapat diperoleh gambaran dengan jelas bahwa untuk hasil permasalahan penelitian peraturan yang dibuat tidak seperti pada kenyataan yang terjadi dilapangan maka perundang-undangan bukan hanya dibuat tetapi harus di jalankan.
PENYERTAAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI Herman Sitompul
Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan Vol. 6 No. 2 (2019): Hukum dan keadilan
Publisher : LP3M STIH Painan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (582.886 KB)

Abstract

Tindak pidana korupsi selalu melibatkan seseorang atau lebih yang dalam perspektif hukum pidana merupakan penyertaan atau turut serta melakukan tindak pidana. Dalam meningkatkan pengakuan tentang “Penyertaan dalam Tindak Pidana” menurut Hukum Pidana di Indonesia, maka dibuka wacana yang lebih dalam tentang “elemen penyertaan” dalam kasus Tindak Pidana Korupsi untuk pelajar, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaturan tentang penyertaan dalam tindak pdana menurut Hukum Pidana di Indonesia, serta untuk mengetahui sejauh mana perbuatan seesorang dapat dikatakan sebagai penyertaan dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Penegak Hukum atau orang biasa. Hasil penelitian menunjukan: 1) Ajaran penyertaan merupaan ajaran yang memperluas dapat dipidananya orang yang tersangkut dalam timbulnya suatu perbuatan pidana. Karena sebelum seseorang dapat dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana, orang itu harus sudah melakukan perbuatan pidana. Penyertaan diatur dalam pasal 55 dan 56 KUHP yang berarti bahwa ada dua orang atau lebih yang melakukan suatu tindak pidana atau dengan perkataan ada dua orang atau lebih mengambil bagian untuk mewujudkan suatu tindak pidana. Secara skematis untuk meminta pertanggungjawaban pidana kepada pembuat delik atau pidana dibagi menjadi 2 (dua) yakni pertama, penanggungjawab penuh dan kedua, penanggungjawab sebagian. Penanggungjawab penuh sanksi pidana adalah mereka yang tergolong dader sebagai penanggungjawab mandiri; mededader sebagai penanggungjawab bersama; medeplegen sebagai penanggungjawab serta; doen plegen sebagai penanggung-jawab penyuruh; dan uitlokken sebagai penanggungjawab pembujuk atau perencana. Sedangkan penanggungjawab sebagian adalah mereka yang tergolong sebagai poger sebagai penanggungjawab percobaan: perbuatan pidana dan medeplichtige sebagai penanggungjawab pemberi bantuan dalaam melakukan perbuatan pidana; 2) Dalam hukum pidana khususnya korupsi ini berarti, masalah pertanggungjawaban pidana bermula pada ajaran tentang perbuatan pidana dan Ajaran Penyertaan Pidana. Seperti dikatakan Druff, “substantive questions about the proper foundations and scope of criminal liability seem to connect with questions about the concept of action.” (pertanyaan substantif mengenai pondasi layak dan ruang lingkup pertanggungjawaban pidana rupanya berkaitan dengan pertanyaan mengenai konsep perbuatan). Jadi, masalah fundamental dan spektrum pertanggungjawaban pidana korupsi amat berkaitan erat dengan persoalan berkisar mengenai perbuatan pidana dan penyertaan perbuatan pidana.
KEDUDUKAN WAKIL MENTERI DALAM SUSUNAN ORGANISASI KEMENTERIAN NEGARA Riska Arianti
Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan Vol. 6 No. 2 (2019): Hukum dan keadilan
Publisher : LP3M STIH Painan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (474.487 KB)

Abstract

Struktur organisasi kementerian Negara terdapat Jabatan Wakil Menteri yang diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Berdasarkan hal tersebut, terdapat dua rumusan masalah yang menjadi perhatian dalam jurnal ini, sebagai berikut: bagaimana kedudukan Wakil Menteri dalam Susunan Organisasi Kementerian Negara menurut Undang-Undang Nomor 39 tahun 2008, serta bagaimana akibat hukum hubungan Wakil Menteri dan Menteri dalam Pelaksanaan Tugas Kementerian. Dari hasil analisa diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1) Kedudukan Wakil Menteri dalam Susunan Organisasi Kementerian menurut ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 tahun 2008 Tentang Kementerian Negara mengenai jabatan Wakil Menteri bahwa Wakil Menteri bertugas untuk membantu Menteri dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan sehari-hari dalam hal ada beban kerja kementerian yang membutuhkan penanganan secara khusus dan bertanggung jawab kepada Menteri; 2) Akibat hukum dari hubungan Menteri dan Wakil Menteri dalam Struktur Organisasi Kementerian Negara seperti yang ditegaskan dalam Pasal 11 dan Pasal 12 Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri, menyatakan bahwa Wakil Menteri wajib berkoordinasi dengan Menteri, yaitu membangun keselarasan dengan kebijakan Menteri, mengikuti dan mematuhi petunjuk Menteri dan menyampaikan Laporan Hasil pelaksanaan tugasnya kepada Menteri.
BENTUK PEMENUHAN PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA TERHADAP HAK ATAS PENDIDIKAN DASAR ANAK TERLANTAR Sefa Martinesya
Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan Vol. 6 No. 2 (2019): Hukum dan keadilan
Publisher : LP3M STIH Painan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (496.017 KB)

Abstract

Setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan dalam rangka pengembangan diri pribadinya demi meningkatkan kualitas hidupnya, termasuk anak terlantar dalam mendapatkan hak atas pendidikan dasarnya. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah menjamin mengenai pendidikan dalam Pasal 31 ayat (1) dan (2), serta mengenai anak terlantar dalam Pasal 34 ayat (1). Namun, di Provinsi DKI Jakarta merupakan Ibukota Negara Republik Indonesia, masih terdapat banyak anak terlantar yang belum diberikan pemenuhan atas hak pendidikan dasarnya oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa bentuk pemenuhan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terhadap hak atas pendidikan dasar anak terlantar. Untuk menganalisis permasalahan tersebut, metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode yuridis normatif sebagai metode utama dan empiris sebagai metode pendukung. Hasil analisis menunjukan bahwa: Bentuk Pemenuhan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yaitu sesuai dengan yang terdapat dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 174 Tahun 2015 tentang Bantuan Biaya Personal Pendidikan Bagi Peserta Didik Dari Keluarga Tidak Mampu Melalui Kartu Jakarta Pintar, dengan disalurkannya bantuan berupa Kartu Jakarta Pintar (KJP) yang diurus oleh pihak Lembaga-Lembaga/Panti Sosial/Rumah Singgah, baik milik Pemerintah maupun milik Swasta, yang menaungi anak terlantar.
TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN PASAL 54 DAN PASAL 103 UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA Sugino
Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan Vol. 6 No. 2 (2019): Hukum dan keadilan
Publisher : LP3M STIH Painan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (537.359 KB)

Abstract

Pravalensi penyalahguna narkoba sudah mencapai 2,2 % atau sekitar 4,2 juta orang yang mengakibatkan kebutuhan narkoba sangat tinggi, 30-40 orang meninggal setiap hari akibat dampak penyalahgunaan narkotika. Penegak hokum lebih suka memenjarakan pengguna narkoba, akses rehabilitasi tidak berjalan maksimal ditambah dengan pengangguran baru sehingga pravalensi meningkat dan tidak ada wilayah Indonesia yang terbebas dari penyalahgunaan narkoba dan sasaran sampai keanak-anak. Adapun penjelasan terkait tesis ini: (1) Penerapan rehabilitasi bagi pecandu dan korban Penyalahguna Narkotika dari sisi peraturan dan hukum telah ada namun dalam tataran implementasi aparat hukum masih muti tafsir khususnya dipasal 54 dan Pasal 103 UU No.39 Tahun 2009 tentang Narkotika. Rehabilitasi belum berjalan sesuai harapan, adapun sanksi pidana dan sanksi tindakan merupakan hakekat asasi (duble track system) namun penerapannya belum sesuai; (2) Peran dan fungsi Lembaga penegak hukum terkait rehabilitasi telah diatur dalam Undang-Undang ataupun peraturan bersama yang telah disepakati dalam rangka program rehabilitasi bagi penyalahguna narkotika, namun aparat hukum lebih suka memenjarakan sehingga penjara penuh dan tujuan rehabilitasi belum tercapai serta penyalahguna ataupun korban penyalahguna narkotika takut untuk melaporkan diri ke IPWL (Institusi Penerima Wajib lapor). Metode yang digunakan pada jurnal ini adalah metode kualitatif dengan jenis penelitian yang dilakukan memakai pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris dengan mengkaji kaidah-kaidah dan norma hukum positif dengan menggunakan teori Dahlan Thaib yakni pelaksanaan hukum dapat dipaksakan daya berlakunya oleh aparatur Negara untuk menciptakan masyarakat yang damai, tertib, dan adil.

Page 3 of 14 | Total Record : 132