cover
Contact Name
Elan Ardri Lazuardi,
Contact Email
humaniora@ugm.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
humaniora@ugm.ac.id
Editorial Address
Humaniora Office d.a. Fakultas Ilmu Budaya UGM, Gedung G, Lt. 1 Jalan Sosiohumaniora, Bulaksumur, Yogyakarta 55281 Indonesia
Location
Kab. sleman,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Humaniora
ISSN : 08520801     EISSN : 23029269     DOI : 10.22146/jh
Core Subject : Humanities,
Humaniora focuses on the publication of articles that transcend disciplines and appeal to a diverse readership, advancing the study of Indonesian humanities, and specifically Indonesian or Indonesia-related culture. These are articles that strengthen critical approaches, increase the quality of critique, or innovate methodologies in the investigation of Indonesian humanities. While submitted articles may originate from a diverse range of fields, such as history, anthropology, archaeology, tourism, or media studies, they must be presented within the context of the culture of Indonesia, and focus on the development of a critical understanding of Indonesia’s rich and diverse culture.
Articles 929 Documents
DARI LEKSIKOSTATISTIK KE GLOTOKRONOLOGI : ANALISIS SEMBILAN BAHASA DI INDONESIA Pujiati Suyata
Humaniora Vol 11, No 1 (1999)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1369.768 KB) | DOI: 10.22146/jh.627

Abstract

Di Indonesia, selain bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, terdapat pula beratus-ratus bahasa daerah yang digunakan sebagai alat komunikasi intrakelompok, yang dijaga keberadaannya, dilindungi, dan dihormati . Bahasa-bahasa tersebut termasuk ke dalam satu kerabat bahasa, yaitu Austronesia (Blust, 1977 : 1- 15). Hubungan bahasa-bahasa sekerabat ternyata tidak sama dekat antara satu bahasa dengan yang lain, ada yang lebih dekat atau yang Iebih jauh . Pengelompokan bahasa sekerabat menurut dekat dan jauhnya hubungan itu disebut dengan subgruping (Blust, 1977 : 1-15). Demikian juga, hubungan bahasa yang terjadi pada sembilan bahasa di Indonesia, seperti bahasa Batak, Minangkabau, Melayu, Sunda, Jawa, Madura, Banjar, Bali, dan Bugis yang termasuk kerabat bahasa Melayu-Polinesia Barat . Bahasa-bahasa itu merupakan bahasa-bahasa di Indonesia yang terbanyak pemakainya, yang penting untuk diketahui secara mendalam segala sesuatu yang berkaitan dengan bahasa-bahasa tersebut.
SEMIOTIKA: TEORI, METODE, DAN PENERAPANNYA DALAM PEMAKNAAN SASTRA Rachmat Djoko Pradopo
Humaniora Vol 11, No 1 (1999)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1931.065 KB) | DOI: 10.22146/jh.628

Abstract

Semiotika, ilmu tentang tanda-tanda, sudah lahir pada akhir abad ke-1 9 dan awal abad ke-20 . Akan tetapi, ilmu ini baru berkembang mulai pada pertengahan abad ke-20 . Meskipun pada akhir abad ke- 20, dalam bidang penelitian sastra, sudah ada teori-teoti sastra yang baru seperti sosiologi sastra, teori dan kritik feminis, dekonstruksi, dan estetika resepsi, tetapi semiotika menduduki posisi dominan dalam penelitian sastra . Perlu dikemukakan di sini bahwa teori dan metode semiotika tidak dapat dipisahkan dengan teori strukturalisme karena seperti dikemukakan oleh Junus (1981 :17) bahwa semiotika itu merupakan lanjutan strukturalisme. Karena pentingnya semiotika dalam pemaknaan karya sastra, di sini, diuraikan teori, metode, dan penerapan semiotika dalam pemaknaan sastra secara ringkas dan garis besamya saja . Dalam uraian ini dipergunakan teori dan metode semiotika Michael Riffaterre dalam bukunya Semiotics of Poetry (1978). Akan tetapi, dalam uraian ini sedikit dimodifikasi, tidak hanya diterapkan pada puisi (sajak), tetapi diperluas penerapannya pada karya 6ksi (novel) . Sebelum dilakukan penerapannya, periu lebih dahulu diuraikan teori dan metode semiotika secara umum.
SASTRA DAN PERUBAHAN SOSIAL : STUDI KASUS SAMAN KARYA AYU UTAMI Sugihastuti Sugihastuti
Humaniora Vol 11, No 1 (1999)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1421.887 KB) | DOI: 10.22146/jh.629

Abstract

Kehadiran karya sastra tidak dapat dilepaskan dengan fenomena sosial budaya yang lain, seperti politik, ekonomi, agama, dan sebagainya . Dalam proses kelahiran karya sastra, baik sastra Indonesia maupun sastra Iainnya, terjadi saling keterkaitan antara penciptaan sastra dengan fenomena kehidupan masyarakatnya. Dalam arts lebih lanjut, tidak pernah terjadi keajegan dalarn penciptaan sastra, tetapi senantiasa berubah dan berkembang sejalan dengan perubahan dan perkembangan serta dinamika kehidupan masyarakat pendukungnya (Hiski Komda DIY, 1998). Kata 'sastra' dan 'perubahan sosial' mengasosiasikan kita kepada sintaksis fiksi dan nonfiksi (Iihat Zoest, 1990) . Saman sebagai studi kasus pada tulisan ini mengindikasikan sintaksis fiksi . Maatje (1977) menyebutnya indikasi fiksional dan istilah inilah yang juga digunakan oleh Zoest . Indikasi fiksional Saman terlihat pada, antara lain, sampul yang memuat tulisan "Pemenang Sayembara Roman 1998". Kecuali itu, berlaku juga indikasi fiksional judul . Judul Saman tidak lain daripada sebutan, seperti nama yang diberikan kepada manusia: sebuah indeks yang memungkinkan identifikasi . Untuk karya ini, judul Saman, sekalipun tidak terlalu dituntut untuk berperan sebagai indikasi buku, tetap menunjukkan diri sebagai indikasi fiksional.
KESADARAN MITIS SENO "DALANG GELAP" YANG MENGENDALIKAN CERITA Aprinus Salam
Humaniora Vol 11, No 1 (1999)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2385.507 KB) | DOI: 10.22146/jh.630

Abstract

Beberapa tahun terakhir in' cerpencerpen Seno Gumira Ajidarma (se- .Ianjutnya disebut Seno) sangat mencuri perhatian para peneliti sastra . Sebagai cerpenis, Seno bukan hanya mampu menjaga produktivitas, melainkan is juga mampu menjaga kualitas cerpen-cerpennya. Pada tahun 1992 Seno pernah menjadi cerpenis terbaik versi Kompas . Sejumlah cerpennya telah terkumpul dalam beberapa antologi yaitu Manusia Kamar (1988), Penembak Misterius (1993), Saksi Mata (1994), Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi (1996), Negeri Kabut (1996), Sebuah Pertanyaan untuk Cinta (1996), dan Jazz, Parfum, dan Insiden (1996) . Tulisan ini mengidentifikasi "dalang" yang menggerakkan ke arah mana cerpen-cerpen Seno menemukan penyelesaiannya . Meskipun demikian, tulisan ini hanya membahas cerpennya yang terkumpul dalam Manusia Kamar (1988) dan Penembak Misterius (1993).
TASAWUF DAN SASTRA TASAWUF DALAM KEHIDUPAN PESANTREN Fadlil Munawwar Manshur
Humaniora Vol 11, No 1 (1999)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1754.127 KB) | DOI: 10.22146/jh.631

Abstract

Ajaran Islam yang paling dekat dengan sastra adalah tasawuf. Tasawuf menuntun, mengarahkan, dan membimbing umat manusia dalam semesta kehidupan yang mengutamakan kedekatan dan kemesraan makhluk dengan AI-Khaliq . Hubungan makhluk-Al-Khaliq itu diungkapkan oleh manusia melalui sarana bahasa dan perilaku kemakhlukannya . Melalui sarana bahasa, manusia dapat mengekspresikan ketakutan, kecemburuan, dan kemesraannya kepada AI-Khaliq dengan untaian kalimat yang indah dan mempesona . Melalui sarana perilaku, manusia dapat menunjukkan ketundukan dan kerendahannya di hadapan AI-Khaliq . Sarana-sarana hubungan manusia dengan Tuhan itulah yang dapat diekspresikan dengan entitas sastra . Istilah sastra tasawuf pada hakikatnya adalah sastra Islam karena tasawuf merupakan bagian kecil dari ajaran Islam, atau disebut juga sastra kitab karena dalam tradisi keilmuan Islam banyak ajaran Islam yang ditulis dalam kitab-kitab . Bisa juga sastra tasawuf disebut sastra pesantren karena santri-santri di pesantren banyak yang mengamalkan ajaran tasawuf melalui tarekat- tarekat . Jadi, tasawuf clan sastra tasawuf merupakan dua entitas yang berbeda, yang dalam kehidupan pesantren dua entias itu dipelajari dan diresepsi oleh para santri.
PENYAJIAN DAN INTERPRETASI TEKS SASTRA INDONESIA KLASIK KHUSUSNYA NASKAH-NASKAH JAWI DAN NASKAH BERBAHASA ARAB Sangidu Sangidu
Humaniora Vol 11, No 1 (1999)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2424.014 KB) | DOI: 10.22146/jh.632

Abstract

Karya-karya sastra Indonesia terdiri ri karya sastra lisan dan karya stra tulis . Karya sastra tulis terdiri dan dua bentuk, yaitu karya sastra tulis yang berbentuk tulisan tangan dan karya sastra tulis yang berbentuk cetakan . Karya sastra yang berbentuk tulisan tangan atau teks tulisan tangan (Ing . Manuscript dengan singkatan ms untuk tunggal dan mss untuk jamak; Bld. Handscrift dengan singkatan hs untuk tunggal dan hss untuk jamak) sexing disebut sebagai karya sastra Indonesia klasik atau lama atau tradisional . Adapun karya tulis yang berbentuk cetakan atau teks tulisan cetakan sering disebut sebagai karya sastra Indonesia modem (Baroroh-Baried dkk ., 1994 :55) . Karya sastra Indonesia modem memiliki beberapa keuntungan . Keuntungan yang dimaksud antara lain adalah memungkinkan penyebaran teks tersebut secara Was sehingga dapat dikonsumsi oleh masyarakat pembaca secara Was pula . Selain itu, dilihat dad bentuk fsik dan penampilan karya seperti sampul yang cerah dan menarik, cetakan yang bagus dan segar, dan kertasnya yang berkualitas merupakan sarana yang sangat penting untuk menyajikan isi naskah sehingga dapat mempengaruhi sikap pembaca ke arah proses pembacaan (Robson, 1994:11)
JENIS KODE DAN FUNGSI KODE DALAM WACANA KHOTBAH JUMAT: STUDI KASUS EMPAT MASJID DI YOGYAKARTA Amir Ma'ruf
Humaniora Vol 11, No 2 (1999)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (766.769 KB) | DOI: 10.22146/jh.636

Abstract

Istilah wacana yang bagi ilmuwan sosial lainnya sering disebut diskursus (Oetomo, 1993: 3) muncul di Indonesia dari istilah Inggris discourse sekitar tahun 1970-an (Djajasudarma, 1994 :1) . Istilah wacana dipahami sebagai suatu unit bahasa yang lebih Iuas daripada kalimat yang membawa amanat yang lengkap . Lengkap dalam arti selesai dan bermakna (Ma'ruf, 1999:23) . Khotbah Jumat dikatakan sebagai wacana karena khothah Jumat merupakan tuturan khatib yang disampaikan sebelum salat Jumat di masjid atau suatu tempat yang digunakan sebagai masjid untuk mengajak jamaahnya agar senantiasa bertakwa kepada Allah swt. Dalam penyampaian khotbah Jumat itu digunakan kode-kode . Kode (code) yang berarti tanda (Echols, J.M. et al. 1995: 122) bukanlah tanda atau isyarat gerak-gerik sekitar kepala, anggota tubuh, serta isyarat benda lainnya yang digunakan untuk berkomunikasi, tetapi merupakan tanda (kata-kata, tulisan) yang disepakati untuk maksud-maksud tertentu (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1996:510). Dalam hal ini Pateda (1987 : 83-84) menyebutkan bahwa seseorang yang melakukan pembicaraan sebenamya mengirimkan kode-kode kepada lawan bicaranya . Kode itu secara Humankra No. 11 Mei- Agustus 1999 alamiah dihasilkan oleh alat bicara manusia . Kode-kode itu hares dimengerti oleh kedua belah pihak. Karena setiap kali terjadi perubahan bunyi, terjadi perubahan makna . Menurut Wardhough (1988 : 86) kode mengacu kepada bahasa atau varianlragam suatu bahasa . Dengan demikian, disimpulkam bahwa kode itu tidak lain merupakan bahasa dan variasinya. Dalam tulisan ini dibicarakan jenis dan fungsi kode dalam wacana khothah Jumat.
TRANSFER OF JAVANESE CULTURE IN THE PRODUCTION OF ENGLISH UTTERANCES AND ITS POSSIBLE IMPACT ON INTER-CULTURAL INTERACTION FX Nadar
Humaniora Vol 11, No 2 (1999)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (495.61 KB) | DOI: 10.22146/jh.657

Abstract

This brief paper discusses the ways Javanese speaking English produce utterances in English which show transfer and influence from Javanese culture . It argues that cultural transfer from first language has possible negative impact in intercultural interaction . First, some important characteristics of Javanese culture will be discussed, then examples of utterances commonly produced by Javanese speaking English will be given . The writer collected the data from his classroom activities, his personal experience and also from limited studies on the ways Javanese speaking English produce certain acts by using questionnaires . Finally this paper argues that as cultural transfer may influence the smoothness of interaction between Javanese speaking English with speakers English of other cultures and particularly with native speakers of English, it is essential that teachers as well as learners of English in Indonesia should be aware of such cultural transfer and include the discussion of cultural differences in their teaming process.
IMPERATIF DALAM BAHASA INDONESIA : PENANDA-PENANDA KESANTUNAN LINGUISTIKNYA R Kunjana Rahardi
Humaniora Vol 11, No 2 (1999)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (683.148 KB) | DOI: 10.22146/jh.658

Abstract

Terdapat empat pemarkah kesantunan linguistik (linguistic politeness) tuturan imperatif dalam bahasa Indonesia . Keempat pemarkah tersebut adalah (1) panjang pendek tuturan, (2) urutan tutur, (3) intonasi dan isyarat kinesik, (4) ungkapan-ungkapan penanda kesantunan . Sedikitnya terdapat 10 macam ungkapan pemarkah yang dapat menentukan kesantunan linguistik tuturan imperatif dalam bahasa Indonesia . Pemarkah-pemarkah kesantunan linguistik tuturan imperatif tersebut adalah tolong, mohon, silakan, marl, biar, ayo, coba, harap, hendak(lahlnya), dan sudi kiranyalsudilah kiranyalsudi apalah kiranya . 1. Pengantar Sesuai dengan judulnya, di dalam tulisan ini akan diperikan penanda-penanda kesantunan linguistik tuturan imperatif bahasa Indonesia . Yang dimaksud dengan penanda kesantunan linguistik (linguistic politeness) adalah ungkapan entitas linguistik yang kehadirannya dalam tuturan menyebabkan to turan tersebut menjadi Iebih santun dibandingkan dengan tuturan sebelumnya . Di samping kesantunan jenis yang pertama itu dalam linguistik terdapat jenis kesantunan lain yang kemunculannya bukan didasarkan pada hadir tidaknya ungkapan entitas linguistik, melainkan karena terdapatnya entitasentitas nonlinguistik yang sifatnya pragmatik . Kesantunan jenis kedua itu lazim disebut de- 16 I Doktor, Magister Humaniora, staf pengajar ASMI Santa Maria, Yogyakarta . ngan kesantunan pragmatik (pragmatic politeness). Karena berbagai keterbatasan, yang akan diperikan di dalam tulisan singkat ini hanyalah kesantunan jenis pertama . Dengan demikian jenis kesantunan yang kedua berada di luar lingkup tulisan ini . Data penulisan singkat ini didapatkan secara lokasional dari sumber data tertulis maupun lisan yang terdapat di dalam pemakaian bahasa Indonesia keseharian (ordinary language) . Data tersebut didapatkan dengan cara melakukan penyimakan terhadap pemakaian bahasa tulis maupun lisan . Di samping itu, data tulisan singkat ini juga didapatkan dengan cara mengadakan percakapan dengan mitra tutur yang dalam kesehariannya berbahasa Indonesia . Dengan perkataan lain, data penulisan ini didapatkan dengan menerapkan metode simak dan metode cakap seperti yang lazim digunakan di dalam penelitian-penelitian linguistik struktural . Karena penulis merasa memiliki distansi lingual yang masih berkadar kuat dengan bahasa Indonesia, data penulisan ini pun juga dibangkitkan secara kreatif dad intuisi lingual penulis. Dalam hal yang terakhir ini data harus dikenai teknik triangulasi terlebih dahulu untuk menguji keabsahannya sebagai data penulisan ilmiah .
PELACUR, WANITA TUNA SUSILA, PEKERJA SEKS, DAN "APA LAGI" : STIGMATISASI ISTILAH Koentjoro Koentjoro; Sugihastuti Sugihastuti
Humaniora Vol 11, No 2 (1999)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (357.613 KB) | DOI: 10.22146/jh.660

Abstract

Dalam sebuah pengantar rapat penyusunan protap (prosedur tetap) penanganan HIV/AIDS di Daerah Istimewa Yogyakarta, seorang kepala kantor wilayah departemen tertentu berulang kali menyebut istilah pekerja seks dan pekerja seks komersial (PSK) untuk menggantikan istilah pelacur. Ketika itu, kami tanyakan apakah istilah pekerja seks dan pekerja seks komersial itu merupakan istilah resmi pemenntah untuk menggantikan istilah pelacur? Jawabnya adalah tidak . Dikatakannya bahwa istilah pekerja seks dan pekerja seks komersial sekarang sudah lazim dikatakan dan ditulis oleh banyak orang. Dua kata IN merupakan terjemahan dan sex worker yang dijumpai pada beberapa buku bacaannya . Istilah pelacur penting didiskusikan dalam parafrasenya dengan istilah lain . Mengapa penting? Jawabnya adalah bahwa istilah ini, menyangkut masalah stigma . Masalah stigma berkaitan erat dengan istilah pemahaman, pemaknaan, dan penerimaan sebuah istilah, perilaku, atau gejala perilaku tertentu. Oleh karena itu, mendiskusikan istilah pelacur dan istilah lain yang gayut dengannya menjadi sangat penting dan diperlukan. Pemberian arti dan makna sebuah istilah menjadi sangat penting manakala kita kemudian melihat dampak penlaku yang ditimbulkan oleh proses pemaknaan, pemahaman, dan penerimaannya . Untuk hal itu, tulisan ini menguraikan dan membahas berbagai istilah yang gayut dengan istilah pelacur, misalnya, wanita tuna sustla, pe- 30 PELACUR, WANITA TUNA SUSILA, PEKERJA SEKS, DAN "APA LAGI" : STIGMATISASI ISTILAH kerja seks, pekerja seks komersial, dan yang lainnya .

Page 3 of 93 | Total Record : 929


Filter by Year

1989 2023


Filter By Issues
All Issue Vol 35, No 2 (2023) Vol 35, No 1 (2023) Vol 34, No 2 (2022) Vol 34, No 1 (2022) Vol 33, No 3 (2021) Vol 33, No 2 (2021) Vol 33, No 1 (2021) Vol 32, No 3 (2020) Vol 32, No 2 (2020) Vol 32, No 1 (2020) Vol 31, No 3 (2019) Vol 31, No 2 (2019) Vol 31, No 1 (2019) Vol 30, No 3 (2018) Vol 30, No 2 (2018) Vol 30, No 1 (2018) Vol 29, No 3 (2017) Vol 29, No 2 (2017) Vol 29, No 1 (2017) Vol 28, No 3 (2016) Vol 28, No 2 (2016) Vol 28, No 1 (2016) Vol 27, No 3 (2015) Vol 27, No 2 (2015) Vol 27, No 1 (2015) Vol 26, No 3 (2014) Vol 26, No 2 (2014) Vol 26, No 1 (2014) Vol 25, No 3 (2013) Vol 25, No 2 (2013) Vol 25, No 1 (2013) Vol 24, No 3 (2012) Vol 24, No 2 (2012) Vol 24, No 1 (2012) Vol 23, No 3 (2011) Vol 23, No 2 (2011) Vol 23, No 1 (2011) Vol 22, No 3 (2010) Vol 22, No 2 (2010) Vol 22, No 1 (2010) Vol 21, No 3 (2009) Vol 21, No 2 (2009) Vol 21, No 1 (2009) Vol 20, No 3 (2008) Vol 20, No 2 (2008) Vol 20, No 1 (2008) Vol 19, No 3 (2007) Vol 19, No 2 (2007) Vol 19, No 1 (2007) Vol 18, No 3 (2006) Vol 18, No 2 (2006) Vol 18, No 1 (2006) Vol 17, No 3 (2005) Vol 17, No 2 (2005) Vol 17, No 1 (2005) Vol 16, No 3 (2004) Vol 16, No 2 (2004) Vol 16, No 1 (2004) Vol 15, No 3 (2003) Vol 15, No 2 (2003) Vol 15, No 1 (2003) Vol 14, No 3 (2002) Vol 14, No 2 (2002) Vol 14, No 1 (2002) Vol 13, No 3 (2001) Vol 13, No 1 (2001) Vol 12, No 3 (2000) Vol 12, No 2 (2000) Vol 12, No 1 (2000) Vol 11, No 3 (1999) Vol 11, No 2 (1999) Vol 11, No 1 (1999) Vol 10, No 1 (1998) No 9 (1998) No 8 (1998) No 6 (1997) No 5 (1997) No 4 (1997) No 3 (1996) No 2 (1995) No 1 (1995) No 1 (1994) No 3 (1991) No 2 (1991) No 1 (1989) More Issue