cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Ulul Albab: Jurnal Studi dan Penelitian Hukum Islam
ISSN : 25976168     EISSN : 26976176     DOI : -
Ulul Albab is journal of Islamic Law Studies published by the Departement of Syariah, Faculty of Islamic Studies, Sultan Agung Islamic University, Semarang, Indonesia. It is a semi annual journal published in April and October for the developing the scientific ethos. Editor accept scientific articles and result of research in accordance with its nature is a journal of Islamic Law Studies.
Arjuna Subject : -
Articles 70 Documents
Limits of deception in Islamic laws of war: the case of civilian disguises in suicide attacks Fajri Matahati Muhammadin
Ulul Albab: Jurnal Studi dan Penelitian Hukum Islam Vol 4, No 1 (2020): Vol. 4, No. 1, Oktober 2020
Publisher : Sultang Agung Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30659/jua.v4i1.13044

Abstract

The suicide attack is an infamous method of warfare mostly associated with Islamic militant groups. While there are numerous aspects from which to discuss this method of warfare from a fiqh al-siyar (Islamic international law) perspective, this article specifically highlights suicide attacks when they disguise as civilians which they often do. Few contemporary jurists discuss this particular aspect of suicide attacks, and even those have mostly missed one issue: it might be an impermissible treasonous deception. This article explores whether suicide attacks disguising as civilians constitutes as an act of treason in fiqh al-siyar. It is found that such method of attack is not in itself treasonous therefore not in itself impermissible. However, suicide attacks disguising as civilians may become treasonous depending on the circumstances. Further, even when it is not treasonous it can be impermissible due to other reasons such as modern International Humanitarian Law (IHL), or maṣlaḥat.  
Tauhid: Prinsip Keluarga Dalam Islam (Problem Keluarga Di Barat) M. Saeful Amri; Tali Tulab
Ulul Albab: Jurnal Studi dan Penelitian Hukum Islam Vol 1, No 2 (2018): Vol. 1, No. 2, April 2018
Publisher : Sultang Agung Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30659/jua.v1i2.2444

Abstract

Keluarga adalah suatu struktur dalam masyarakat yang bersifat khusus, saling mengikat satu sama lain. Menurut ajaran Islam, perikatan itu mengandung tanggung jawab dan sekaligus rasa saling memiliki dan saling berharap (mutual expectation). Nilai kasih sayang yang berdasarkan agama menjadikan struktur keluarga memiliki pondasi yang kokoh. sebab struktur keluarga dan Kedudukannya ditentukan oleh hukum Islam dan bukan semata-mata perasaan. Berbeda dengan masyarakat modern yang cenderung berfikir dan bersikap pragmatis, sehingga pernikahan lebih diutamakan sebagai fungsi seksual, reproduksi dan rekreasi. Akibatnya masyarakat Barat modern tengah mengalami polemik besar yaitu masalah keluarga. Ada dua faktor utama atas retaknya sistem sebuah keluarga di Negara modern tersebut. Pertama, sebab pernikahan yang hanya terfokus untuk mencari kesenangan daripada berpikir tentang tanggung jawab. Sehingga banyak keluarga yang bercerai dan mengalami kekerasan dalam rumah tangga Kedua, sebab putusnya sistem keluarga besar yang utuh. Hal tersebut berdampak pada meningginya angka kasus bunuh diri serta pemerkosaan dikalangan remaja akibat kurangnya perhatian dari orang tua dan keluarga. Karenanya masyarakat modern perlu untuk menjadikan Islam sebagai konsep dalam pembentukan keluarga. Sebab sistem dan landasannya berasal dari prinsip Tauhid, yakni menjadikan Tuhan sebagai pembuat aturan untuk dijalankan dalam kehidupan sehari-hari
Mitsaqan Ghalidza di Era Disrupsi (Studi Perceraian Sebab Media Sosial) M. Saeful Amri
Ulul Albab: Jurnal Studi dan Penelitian Hukum Islam Vol 3, No 1 (2019): Vol. 3, No. 1, Oktober 2019
Publisher : Sultang Agung Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30659/jua.v3i1.7496

Abstract

Artikel ini membahas tentang Miṡaqan Ġaliẓa sebagai asas perkawinan dalam Islam yang di era modern kesakralannya memudar, terdisrupsi atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh masing-masing pasangan suami istri. Sehingga banyak pernikahan yang dilaksanakan sesuai syariat Islam namun esensi ajarannya ditinggalkan. Akibatnya angka perceraian terus meningkat dikalangan keluarga muslim di Indonesia dan salah satu pemicu sebab terjadinya perceraian tersebut adalah karena media sosial. Jenis penelitian ini adalah deskriptif-analitik yakni mendeskripsikan fakta-fakta perceraian yang terjadi saat ini (Era disrupsi) dikalangan keluarga muslim di Indonesia, kemudian dianalisis mengapa fenomena ini bisa terjadi ditinjau dari perspektif Miṡaqan Ġaliẓa sebagai asas perkawinan dalam Islam. Hasil kajian ini menyimpulkan bahwa tingginya angka perceraian sebab perselingkuhan di media sosial adalah karena beberapa hal: 1) pergeseran budaya yang semakin terbuka; 2) menurunnya makna dan nilai perkawinan dan 2) minimnya pemahaman agama.
The construction of Islamic law benefit in the perspective of progressive law Rozihan Rozihan
Ulul Albab: Jurnal Studi dan Penelitian Hukum Islam Vol 4, No 1 (2020): Vol. 4, No. 1, Oktober 2020
Publisher : Sultang Agung Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30659/jua.v4i1.12797

Abstract

The law is applied is to reach the benefit of the object subject to the law. The concept of benefit discussed by the scholars of the past up to the time of Al-Syatibi, is the concept of theocentric benefit, namely benefit based on the text, so that the intended benefit must be in accordance with the wishes of the legislators (maqsud al-Syar'i). Based on this, the concept of theocentric benefits must be formulated into anthropocentric benefits. Namely, benefit based on the desire and goodness of the object of law (maqsud al-mukallaf). The progressive law, which is a law that is not bound by the law or in other words the law based on conscience. So, through this progressive law will be able to realize the benefit for the joint.
Mekanisme Penuntutan Jaksa Penuntut Umum terhadap Tindak Pidana Anak Ahmad Sulchan; Muchamad Gibson Ghani
Ulul Albab: Jurnal Studi dan Penelitian Hukum Islam Vol 1, No 1 (2017): Vol. 1, No. 1, Oktober 2017
Publisher : Sultang Agung Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30659/jua.v1i1.2218

Abstract

Penuntutan adalah salah satu hal yang sangat penting dalam suatu proses penegakan hukum yang merupakan suatu usaha guna untuk membentuk, menciptakan suatu tata tertib dan ketentraman dalam masyarakat serta pencegahan dan penindakan setelah terjadinya tindak pidana. Peristiwa penyimpangan perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh anak  harus mendapatkan penanganan yang khusus. Kejaksaan merupakan salah satu lembaga penegak hukum yang memiliki kewenangan dalam penuntutan sesuai Pasal 137 KUHAP, guna mendapatkan kebenaran materiil. Mekanisme pemeriksaan yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum dalam menangani perkara tindak pidana Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi perlu didampingi oleh Pembimbing Kemasyarakatan, Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial, Orang Tua atau Wali serta  Penasihat Hukum, wajib memperhatikan kepentingan terbaik bagi Anak dan mengusahakan suasana kekeluargaan tetap terpelihara serta diupayakan penyelesaian secara Diversi yaitu suatu pengalihan penyelesaian kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana tertentu dari proses pidana formal ke penyelesaian damai antara tersangka/terdakwa/pelaku tindak pidana dengan korban di fasilitasi oleh keluarga dan/atau masyarakat, pembimbing kemasyarakatan Anak, dan Jaksa Penuntut Umum di Kejaksaan Negeri Semarang. 
Qibla Rulers: Keakurasian dalam Pengukuran Arah Kiblat Muhammad Farid Azmi
Ulul Albab: Jurnal Studi dan Penelitian Hukum Islam Vol 2, No 2 (2019): Vol. 2, No. 2, April 2019
Publisher : Sultang Agung Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30659/jua.v2i2.3667

Abstract

Di era modern ini, penentuan arah kiblat dapat dilakukan dengan berbagai metode, untuk menghasilkan arah kiblat yang akurat perlu ditunjang dengan alat ukur berketelitian tinggi pula, seperti alat Theodolite, namun Theodolite masih menjadi hambatan mengingat harganya yang kurang ekonomis. Slamet Hambali menawakan sebuah metode baru yang akurat dan murah dalam memecahkan masalah tersebut, yakni metode segitiga siku-siku dari bayangan matahari setiap saat. Ada beberapa koreksi yang perlu dilakukan untuk menyempurnakan metode tersebut, beranjak dari koreksi-koreksi tersebut, penulis mengembangkannya menjadi sebuah metode praktis yang disebut Qibla Rulers sebagai metode alternatif untuk menentukan arah kiblat setiap saat. Penelitian ini menemukan bahwa tingkat akurasi Qibla Rulers sama akuratnya dengan metode segitiga siku-siku dari bayangan Matahari setiap saat.
Relationship of Maqasid al-Shari’ah with Usul al-Fiqh (overview of historical, methodological and applicative aspects) Nur Hasan
Ulul Albab: Jurnal Studi dan Penelitian Hukum Islam Vol 3, No 2 (2020): Vol. 3, No. 2, April 2020
Publisher : Sultang Agung Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30659/jua.v3i2.8044

Abstract

Studies on maqasid al-shari‘ah have been widely written and reviewed by researchers of Islamic law. Some have written about the maqasid al-shari‘ah’s concept, the figures’ thought, and its application to various Islamic law and social issues. As a new study, maqasid al-shari‘ah is widely studied in the context of renewing Islamic law, however little discuss about history of maqasid al-shari‘ah and relations with usul al-fiqh. Because historically, the birth of maqasid al-shari‘ah can’t be separated from development of usul al-fiqh through the scholars usul al-fiqh. As well as in terms of methodology, maqasid al-shari‘ah have a close relationship with method istinbāṭ al-Éhkām in usul al-fiqh,  as qiyās,  maslahāh al-mursālah, al-ÐarīÑah  and istihsān. While in terms of application, maqasid al-shari‘ah together with usul al-fiqh namely departing from the proposition of naqlī (revelation) and Ñaqlī (reason) which is global and analyzes various opinions in deciding Islamic law. It’s just that usul al-fiqh is dominated by linguistic aspects, meanwhile the maqasid al-shari‘ah emphasizes the divine aspect behind the law.  That’s why to see relationships among maqasid al-shari‘ah and usul al-fiqh, this research uses library research method or literature review by researching the main sources which discusses about relations maqasid al-shari‘ah and usul al-fiqh in terms of historical, methodological and applicative.
QAUL SHAHABI DAN APLIKASINYA DALAM FIQH KONTEMPORER Muchamad Choirun Nizar
Ulul Albab: Jurnal Studi dan Penelitian Hukum Islam Vol 1, No 1 (2017): Vol. 1, No. 1, Oktober 2017
Publisher : Sultang Agung Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30659/jua.v1i1.1968

Abstract

Dinamika perkembangan hukum Islam tidak dapat terlepas dari disiplin ilmu ushul fiqh yang memiliki sejumlah metodologi sebagai dalil serta landasan untuk berijtihad. Qaul Shahabi menjadi salah satu dari dalil yang digunakan oleh Ulama Fiqh dalam mengatasi problematika yang terjadi di kalangan umat Islam. Qaul shahabi ialah perihal satu orang shahabah mengemukakan sebuah pendapat kemudian menyebar di kalangan shahabah lainnya, tanpa diketahui seorang shahabat pun yang menentang. Qaul Shahabi menjadi eksis sebagai salah satu rujukan hukum Islam sejak masa Tabi’in. Kehujjahan qaul shahabi diperselisihkan oleh kalangan Ulama. Imam Malik, Ar Razi, Hanafiyyah, Asy Syafi’i dengan Qaul Qadim beliau dan Ahmad bin Hanbal menerima Qaul Shahabi sebagai hujjah. Sedangkan Ulama Asya’irah, Mu’tazilah, Asy Syafi’i dengan Qaul Jadid beliau, Ulama’ Syi’ah, Al Karkhi, Ulama Kontemporer Madzhab Maliki dan Hanafi serta Ibnu Hazm menolak Qaul Shahabi sebagai hujjah. Sama halnya dengan hujjah lain, Qaul Shahabi juga dapat menjadi rujukan bagi permasalahan kontemporer. Perbedaan pendapat Ulama tentang penggunaan Qaul Shahabi sebagai hujjah berpengaruh pada aplikasinya dalam fiqh kontemporer.
Problematika Hukum dan Ideologi Islam Radikal [Studi Bom Bunuh Diri Surabaya] Abd. Halim; Abdul Mujib Adnan
Ulul Albab: Jurnal Studi dan Penelitian Hukum Islam Vol 2, No 1 (2018): Vol. 2, No. 1, Oktober 2018
Publisher : Sultang Agung Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30659/jua.v2i1.3572

Abstract

Radicalism in Islam is part of a socio-religious phenomenon that cannot be separated from many aspects. Besides economic and political interests, Radicalism in Islam can also be seen from the legal and ideological aspects. The law forms ideology, and the culmination of it is extremist action, including terrorism. Suicide bombings in Surabaya (2018) are part of the chain of  extremist action and terrorism. Understanding bombing cases like in Surabaya, is not enough to be seen from the outward aspects only but also the basic foundation for forming the awareness of the perpetrators. This paper uses the theory of social action from Pierre F. Bourdieu, to read how values are internalized into oneself and then externalized into suicides, as well as to map the domains and capital owned. This socio-political research proves that acts of terror, including suicide bombings, are actualizations of complex ideological symbolism. Therefore, terrorism is part of space competition, both the space for religious interpretation, the physical space for action, and the human space for image and evaluation. The justification of terrorism is supported by a set of legal and theological arguments, as well as terrorism action also have legal and theological tools
Pembaruan kalender masehi Delambre dan implikasinya terhadap jadwal waktu Salat Muhammad Himmatur Riza; Ahmad Izzuddin
Ulul Albab: Jurnal Studi dan Penelitian Hukum Islam Vol 3, No 2 (2020): Vol. 3, No. 2, April 2020
Publisher : Sultang Agung Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30659/jua.v3i2.7995

Abstract

Kalender Masehi merupakan sistem penanggalan berbasis Matahari (Solar System), yakni menggunakan peredaran Bumi mengelilingi Matahari yang berjumlah 365,2425 hari dalam satu tahun. Penentuan awal waktu salat juga mengacu pada kalender Masehi tersebut. Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, muncul sebuah fakta bahwa nilai rata-rata kalender Gregorian memiliki selisih 0,0003 hari per tahun dengan nilai tahun tropis saat ini. Selisih itu akan terakumulasi menjadi 1 hari dalam 3600 tahun. Hal ini menjadi alasan untuk melakukan pembaruan kalender Masehi. Seorang astronom Prancis bernama Jean Baptiste Joseph Delambre mengusulkan gagasannya dalam memperbarui sistem aturan yang ada pada kalender Gregorian, yakni panjang satu tahun sipil rata-rata 365 hari 5 jam 48 menit 48 detik atau 365,2422 hari. Dalam 3600 tahun ada 872 kali interkalasi, artinya menhapus 1 hari dari interkalasi tahun Gregorian dan tahun 2800 dipilih sebagai tahun kabisat yang diubah menjadi tahun basitoh. Sehingga dalam jadwal waktu salat pada tahun 2800 terdapat selisih awal waktu salat pada  tanggal 29 Februari dan tanggal 1 Maret.