cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kab. banyumas,
Jawa tengah
INDONESIA
Al-Manahij: Jurnal Kajian Hukum Islam
ISSN : 19786670     EISSN : 25794167     DOI : -
Core Subject : Education,
AL-MANAHIJ is a scholarly journal of Islamic law studies. It is a forum for debate for scholars and professionals concerned with Islamic Laws and legal cultures of Muslim Worlds. It aims for recognition as a leading medium for scholarly and professional discourse of Islamic laws. It is a joint initiative of the members of the APIS (Asosiasi Peminat Ilmu Syariah) and the Syariah Faculty of the State Institute of Islamic Studies of Purwokerto (IAIN Purwokerto).
Arjuna Subject : -
Articles 288 Documents
Analisis Kompilasi Hukum Islam tentang Tipologi Pelaksanaan Hukum Keluarga Islam di Mandailing Natal Nasution, Muhammad Syukri Albani
Al-Manahij: Jurnal Kajian Hukum Islam Vol 9 No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3884.434 KB) | DOI: 10.24090/mnh.v9i1.510

Abstract

Penulisan artikel ini dilatarbelakangi adanya keragaman pelaksanaan hukum perkawinan masyarakat Mandailing. Keragaman tersebut disebabkan karena beragamnya hukum yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan hukum perkawinan masyarakat muslim di Mandailing Natal, bagaimana tipologi pelaksanaan hukum perkawinan di masyarakat muslim di Mandailing Natal tersebut dan untuk mengetahui mengapa ada keragaman pelaksanaan hukum perkawinan masyarakat muslim Mandailing Natal. Model penelitian (mode of inquiry) ini adalah penelitian kualitatif karena kajian ini untuk memahami fenomena pelaksanaan hukum perkawinan dalam suatu setting masyarakat yang alami. Pola pelaksanaan hukum perkawinan masyarakat Mandiling diistilahkan dengan ombar do adat dohot ugamo yang secara harafiah artinya “adat dan agama seiring-sejalan”, yaitu sebuah ungkapan yang cukup sering diucapkan oleh orang Mandailing, baik itu warga masyarakat biasa, tokoh masyarakat, tokoh adat, maupun tokoh agama. Selain itu pengaruh budaya asing juga ambil bagian dalam penyebab beragamnya pelaksanaan hukum perkawinan Mandailing, tidak bisa dipungkuri bahwa kebudayan lain telah masuk dan diserap masyarakat Mandailing, tetapi budaya asing hanya berada di sekitar peraturan teknis seperti upacara perkawinan, pakaian adat, model menyambut undangan dan lain-lain sebaginya.
Paradigma Sosiologi Hukum Keluarga Islam di Indonesia (Rekonstruksi Paradigma Integratif Kritis) Rosman, Edi
Al-Manahij: Jurnal Kajian Hukum Islam Vol 9 No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2866.048 KB) | DOI: 10.24090/mnh.v9i1.511

Abstract

Tulisan ini bermaksud menjelaskan tentang tawaran rekonstruksi paradigma hukum Keluarga Islam di Indonesia. Hukum Keluarga Islam merupakan representasi dari Hukum Islam secara keseluruhan yang telah berkembang dan dikembangkan berdasarkan paradigma klasik yang literalistik. Kemapanan paradigma literalistik sering digoyahkan oleh paradigma kontemporer yang liberalistik. Konflik paradigmatik berimplikasi pada terjadinya disparitas antara hukum normatif dan empiris serta hilangnya aktualitas hukum keluarga Islam itu sendiri. Abnormalitas dan terjadinya kondisi konflik yang diawali dengan adanya anomali menuntut adanya revolusi pengetahuan. Revolusi pengetahuan menstimulasi lahirnya paradigma baru, yaitu paradigma integralistik kritis. Paradigma integralistik kritis yang dimaksud adalah dengan mendasari paradigma fakta sosial, defenisi sosial, dan paradigma perilaku sosial dengan nilai teologis Islam.
Kepemilikan Mahar dalam Adat Masyarakat Aceh Menurut Tinjauan Usul Fikih (Analisis Berdasarkan Teori ‘Urf) Jafar, M
Al-Manahij: Jurnal Kajian Hukum Islam Vol 9 No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2785.913 KB) | DOI: 10.24090/mnh.v9i1.512

Abstract

Mahar yang diserahkan pihak keluarga calon mempelai laki-laki pada hari akad nikah di sebagian komunitas masyarakat Aceh dikuasai sepenuhnya oleh pihak keluarga (orangtua) mempelai perempuan dan digunakan sebagai bekal berbelanja untuk keperluan mempelai perempuan itu sendiri. Penggunaan mahar atau mas kawin sebagai bekal untuk berbelanja keperluan-keperluan tersebut biasanya tanpa sepengetahuan mempelai perempuan. Setelah menganalisis berbagai macam sumber, penulis berkesimpulan bahwa masyarakat Aceh sangat menghormati adat istiadat yang sudah mengakar dalam sendi-sendi kehidupan. Adat yang dapat dipertahankan sebagai suatu bagian dari produk hukum adalah yang tidak bertentangan dengan hukum syariat. Selanjutnya, menurut pandangan ulama-ulama mazhab, seorang ayah atau wali lainnya tidak boleh menguasai mahar putrinya atau mahar mempelai perempuan yang dimanfaatkan untuk keperluan atau kepentingan apapun, kecuali menurut ulama mazhab Maliki dan Hanbali. Dasar filosofi mereka masing-masing adalah ayat Alquran dan hadis-hadis Rasulullah saw. Berdasarkan teori ‘urf, kebiasaan (adat) yang berlaku pada sebagian masyarakat Aceh dalam hal penguasaan mahar oleh orangtua atau keluarga dengan memanfaatkannya untuk berbelanja kebutuhan resepsi pernikahan termasuk ke dalam kategori ‘urf khas. Kemudian ‘urf khas tersebut termasuk dalam kategori ‘urf fasid (‘urf batal) karena bertentangan dengan ketentuan hukum syariat sebagaimana yang telah ditetapkan oleh ulama-ulama fiqh dalam berbagai mazhab, kecuali dalam mazhab Maliki dan Hanbali.
Menyoroti Penegakan Hukum KHI di Lingkungan Peradilan (Upaya Restrukturisasi Bidang Perkawinan Pasal 85-93) Yahya, Nasrullah
Al-Manahij: Jurnal Kajian Hukum Islam Vol 9 No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2592.365 KB) | DOI: 10.24090/mnh.v9i1.513

Abstract

Di Indonesia masalah status harta setelah terjadinya perceraian diatur dalam KHI Buku I Hukum Perkawinan, yaitu di bab XIII tentang Harta Kekayaan dalam Perkawinan, seperti pasal 85 sampai 93 yang salah satunya secara eksplisit menyebutkan istilah harta bersama. Ketentuan ini kemudian dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama dan Mahkamah Syar’iyyah (Aceh) diputuskan dibagi rata antara suami isteri. Mengenai ketentuan ini, imam mazhab tidak menjelaskan secara rinci, kecuali dalam kasus klaim mahar, sengketa hubungan seksual, perabot rumah tangga. Sementara mayoritas sepakat bahwa hak bagi isteri setelah perceraian adalah tempat tinggal yang layak, uang ’iddah, pakaian, dan hak biaya ḥaḍānah. Selain itu harta yang menjadi hak isteri selama dalam hubungan perkawinan adalah nafkah dari suaminya untuk hidupnya, kecuali ada hadiah tertentu dari si suami. Persoalan harta bersama dan dibagi sama sebagaimana ditentukan KHI, seyogyanya segera dilakukan restrukturisasi secara komperehensif oleh pihak yang berwenang dengan mengadopsi konsep-konsep hukum Islam seperti diungkap imam mazhab dan mayoritas agar penegakan hukumnya sesuai dengan prinsip hukum Islam (tauhid, keadilan, al-hurriyyah, dan sebagainya).
Metodologi Pemikiran Hukum Islam tentang Wakaf (Studi Analisis Yuridis Relasi antara Hukum Agama dan Negara) Syam, Syafruddin
Al-Manahij: Jurnal Kajian Hukum Islam Vol 9 No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4239.471 KB) | DOI: 10.24090/mnh.v9i1.514

Abstract

Studi tentang hukum Islam dalam bidang sosial ditemukan adanya pelembagaan wakaf. Wakaf tidak hanya merupakan ibadah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah saja, namun pada perkembangannya telah menjadi yang integral dalam kehidupan bernegara. Akan tetapi tidak banyak pihak yang memandang perjalanan wakaf yang telah mengambil bentuk kebijakan negara juga dianggap sebagai bagian pranata hukum yang integral dengan agama. Agama dan negara yang seharusnya disikapi sebagai dua sisi lembaga sosial yang saling mengisi harus diletakkan sebagai dua hal yang saling mendukung dan menguntungkan. Karenanya perlu kesadaran epistemologis tentang wakaf dalam relasinya sebagai hukum agama dan hukum negara. Kesadaran epistemologis ini diharapkan agar pelembagaan wakaf, baik oleh agama maupun negara, akan sama-sama memberikan kemaslahatan yang maksimal bagi masyarakat.
Fikih Jaminan Sosial dalam Perspektif Ibn Hazm (994–1064 M) Syufa'at, Syufa'at
Al-Manahij: Jurnal Kajian Hukum Islam Vol 9 No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2387.137 KB) | DOI: 10.24090/mnh.v9i1.515

Abstract

Kehidupan masyarakat pada masa kejayaan Islam tertata mapan dan teratur terutama di bidang ekonomi. Jaminan sosial (daman ijtima’i) menjadi salah satu kunci kejayaan ekonomi tersebut. Ibn Hazm (384-456 H / 994-1064 M) merupakan seorang pemikir muslim yang turut meyumbangkan pemikirannya dalam konsep jaminan sosial. Makalah ini mengulas tentang adanya kewajiban bagi kaum kaya (aghniya’) untuk menanggung kebutuhan orang miskin (fuqara/masakin). Pemerintah sebagai penyelenggara jaminan sosial wajib menjamin kebutuhan dasar (basic needs) seperti sandang, pangan, perumahan, dan rasa aman kepada orang miskin. Sumber utama pendapatan negara yang dapat dikelola untuk membiayai program ini adalah dari dana zakat, dan harta muslim lainnya yang terkumpul dalam bait al-mal. Kemudian pemerintah mempunyai otoritas mengambil tindakan hukum terhadap warga yang tidak mau membayar zakat.
Hisab Rukyat Islam Kejawen (Studi atas Metode Hisab Rukyah Sistem Aboge ) Izzuddin, Ahmad
Al-Manahij: Jurnal Kajian Hukum Islam Vol 9 No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3465.444 KB) | DOI: 10.24090/mnh.v9i1.516

Abstract

Di Indonesia banyak mazhab dalam penentuan awal puasa Ramadan dan hari raya. Di antaranya adalah mazhab Islam kejawen yang ketika berhari raya sering berbeda dengan Pemerintah. Dalam mazhab Islam kejawen, terdapat dua sistem penentuan puasa Ramadan dan hari raya yang sampai sekarang masih berlaku, yakni sistem Asapon dan sistem Aboge. Sistem Aboge yang sebenarnya secara hisab harus sudah dinasakh oleh sistem Asapon, ternyata masih tetap dipegangi oleh masyarakat Islam kejawen. Dalam diskursus hisab rukyah, pembahasan ini menjadi makin menarik, karena baik sistem Aboge maupun sistem Asapon termasuk hisab urfi yang secara syar'i dinyatakan tidak layak dipakai untuk penentuan waktu yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah (poso dan riyoyo). Tulisan ini membahas bagaimana sistem hisab rukyah Islam kejawen dan bagaimana penentuan poso dan riyoyo menurut sistem Aboge. Tulisan ini adalah penelitian pustaka, dengan sumber primer buku-buku dan didukung data wawancara langsung dengan penganut sistem Aboge. Pendekatannya historis dengan analisis kualitatif. Sebagai temuan bahwa sistem hisab rukyah Islam kejawen pada dasarnya adalah berpijak pada penanggalan Jawa (petangan jawi) yang diubah dan disesuaikan oleh Sultan Agung dengan sistem kelender Hijriyah. Namun demikian, sistem hisab rukyah tersebut yang dimulai pada tanggal 1 Sura 1555 tahun Jawa, masih menggunakan perhitungan Jawa (petangan jawi) yang dipakai dalam kalender Saka yakni perhitungan baik buruk. Bagi masyarakat Islam kejawen penganut sistem Aboge, dalam penentuan poso dan riyoyo mendasarkan pada sistem hisab Aboge dan pleteknya bulan tanggal satu serta perhitungan baik buruknya hari. Mereka menganut sistem tersebut atas dasar keyakinan dan warisan leluhur, tidak atas dasar perhitungan ilmu falak (palak).
Bank Zakat (Gagasan, Tatanan dan Penerapan Pengelolaan Zakat Terintegrasi) Dakhoir, Ahmad
Al-Manahij: Jurnal Kajian Hukum Islam Vol 9 No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2768.381 KB) | DOI: 10.24090/mnh.v9i1.517

Abstract

Negara yang berpenduduk muslim seperti Indonesia, tampaknya mengalami kesulitan dalam mengelola dana-dana sosial keagamaan yang sangat potensial. Problem yang mendasari belum optimalnya pendayagunaan zakat di Indonesia disebabkan karena persoalan sistem pelaksanaan zakat yang belum terintegrasi antara penghimpunan, pendistribusian dan pendayagunaan. Belum terintegrasinya sistem pelaksanaan zakat dapat ditelusuri dari sistem pengelolaan zakat dan sistem pengawasannya, sehingga diperlukan kerangka teoritis untuk menganalisis masalah tersebut. Model alternatif solusi pengelolaan zakat yang efektif dan efisien adalah melalui kelembagaan pengelolaan zakat terintegrasi. Kelembagaan pengelolaan zakat terintegrasi yang efektif, efisien dan akuntabel adalah melalui kelembagaan perbankan syari’ah yang memiliki dua fungsi pokok yaitu sebagai lembaga intermediasi dana profit-bisnis dan sebagai lembaga intermediasi dana sosial keagamaan seperti zakat.
Sinkronisasi Regulasi Pembiayaan Perbankan Syariah Berdasarkan Prinsip Murabahah di Indonesia Supriyadi, Ahmad
Al-Manahij: Jurnal Kajian Hukum Islam Vol 9 No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2394.422 KB) | DOI: 10.24090/mnh.v9i1.518

Abstract

Keinginan masyarakat Indonesia menerapkan ekonomi syariah telah terpenuhi dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Peraturan Bank Indonesia dan Fatwa Dewan Syariah Nasional, namun faktanya sinkronisasi regulasi subyek dan obyek dalam pembiayaan jual beli murabahah di perbankan syariah adalah praktik jual beli murabahah yang regulasinya sebagian besar masih berpedoman KUH Perdata sehingga belum sinkron dengan prinsip syariah. Subyek perjanjian adalah bank juga nasabah dan obyeknya adalah barang yang tidak haram, namun belum ada regulasi yang memuat bahwa barang itu tidak melanggar undang-undang atau ketertiban umum. Regulasi hak dan kewajiban dalam undang-undang perbankan syariah, peraturan bank Indonesia dan fatwa Dewan Syariah Nasional tidak mengatur lebih rinci berkaitan dengan penyerahan barang yang dibeli oleh nasabah, baik itu barang bergerak ataupun barang tetap atau tidak bergerak. Hal yang belum diatur lainnya berkaitan dengan tanggung jawab adanya cacat yang tersembunyi yang tidak diketahui oleh pihak bank dan nasabah, termasuk perubahan harga setelah akad namun belum ada penyerahan kepada pembeli, misalnya masih dalam perjalanan.
Implementasi Asas Legalitas dan Retroaktif tentang Tindak Pidana Korupsi dalam Perspektif Hukum Islam Ariyanti, Vivi
Al-Manahij: Jurnal Kajian Hukum Islam Vol 9 No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2355.975 KB) | DOI: 10.24090/mnh.v9i1.519

Abstract

Penegakan hukum terhadap kejahatan korupsi harus dilakukan secara tegas, komprehensif, berkesinambungan, dan dengan terobosan-terobosan hukum (dengan cara-cara luar biasa), mengingat korupsi yang terjadi selama ini yang dilakukan secara sistematis dan meluas telah menyebabkan negara sangat dirugikan baik dari segi keuangan maupun perekonomian dan di samping itu juga telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat luas. Pemberntasan tindak pidana korupsi sebagai extra ordinary crime harus dilakukan secara luar biasa (extra ordinary). Dengan demikian implementasi asas retroaktif kiranya dapat dirasionalisasikan, walaupun bertentangan dengan asas legalitas. Dalam hukum pidana Islam penerapan asas retroaktif masih bisa dimungkinkan, walaupun dengan batasan yang sangat ketat, seperti harus menguntungkan korban dan untuk kepentingan umum (kemaslahatan umum), karena hal ini menyangkut hak asasi manusia agar tidak terjadi abuse of power.

Page 4 of 29 | Total Record : 288