cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
MELINTAS
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Melintas, an International Journal of Philosophy and Religion, is published thrice yearly by the Faculty of Philosophy, Parahyangan Catholic University, Bandung, Indonesia. 'Melintas' is an Indonesia world, literally means 'to move across' or 'to pass over'. The journal uses it in the sense of 'moving across the border of horizons' and 'passing over the limits of mind' so as to find ever new ideas and possibilities of understanding life and humankind.
Arjuna Subject : -
Articles 331 Documents
THE TASK OF REMEMBRANCE: HISTORY AS THE BURDEN OF INHERITANCE AND AN OPPORTUNITY FOR JUSTICE Preciosa de Joya
MELINTAS Vol. 22 No. 2 (2006)
Publisher : Faculty of Philosophy, Parahyangan Catholic University, Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (87.932 KB) | DOI: 10.26593/mel.v22i2.1000.591-600

Abstract

Artikel ini adalah refleksi atas pemikiranWalter Benjamin, terutama bagaimana ia melepaskan sejarah dari tendensinya sebagai mekanisme opresi. Kuncinya adalah mengembalikan peran orisinal sejarah sebagai suatu bentuk kenangan yang tidak menekankan pencarian pengetahuan, melainkan upaya pembentukan hubungan. Hubungan ini, seperti   ditekankan Derrida, dilandasi beban warisan, dimana mereka yang masih hidup senantiasa berduka atas mereka yang mati dan terpanggil untuk terus meluruskan masa lampau yang tidak adil. Tugas mengenang ini bukan hanya berarti mendengarkan suara sejarah lokal, melainkan lebih radikal, yaitu senantiasa melihat sejarah sebagai masa lampau yang “belum selesai”. Maka untuk melepaskan sejarah dari barbaritas peradaban, pola naratif harus diganti dengan sekedar fragmen-fragmen. Fragmen, sebagai alat representasi, memungkinkan masa lampau terus menerus dialami kembali sebagai kebenaran. Dalam mengenangsejarah sedemikian itulah studi sejarah dialami sebagai beban tanggungjawab etis dan menjadi peluang ke arah keadilan.
THE INDIVIDUAL AND COLLECTIVE TRANSFORMATION: AUROBINDIAN PARADIGM OF CULTURE OF CHANGE El Mithra M. Delacruz
MELINTAS Vol. 22 No. 2 (2006)
Publisher : Faculty of Philosophy, Parahyangan Catholic University, Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (165.681 KB) | DOI: 10.26593/mel.v22i2.1001.601-623

Abstract

Artikel ini bertolak dari suatu keyakinan bahwa kendati kebudayaan sebagai suatu keseluruhan yang kompleks berkecenderungan mengontrol, ia juga memberikan peluang dan jalan bagi pembentukan karakter dan bagi proses spiritualisasi penciptaan dalam evolusi. Pertumbuhan dan perkembangan suatu bangsa bergantung pada orientasi dasar dan kebiasaan yang telah tertanam lama dalam kebudayaan. Namun di sisi lain, terutama mengacu pada pemikiran Sri Aurobindo, itu juga bergantung pada pencarian dan pencerahan spiritual dalam dunia batin individu . Maka artikel ini mengajukanpentingnya keseimbangan antara dunia luar dan dunia dalam, dunia interaksi sosial dan dunia individu. Yang menjadi fokus dalam artikel ini lantas : apakah kebudayaan memang memungkinkan transformasi individual dan sekaligus transformasi masyarakat?
ŽIŽEK'S REDEFINITON OF MODERN SUBJECT Thomas Kristiatmo
MELINTAS Vol. 22 No. 2 (2006)
Publisher : Faculty of Philosophy, Parahyangan Catholic University, Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (106.156 KB) | DOI: 10.26593/mel.v22i2.1002.625-634

Abstract

Subjektivitas modern yang dibangun atas dasar cogito ergo sum dari Descartes belakangan sedemikian dicela dan dicaci. Subjektivitas macam itu konon terlalu tertutup dan bertendensi untuk mengeksklusi yang lain. Bermacam kubu berupaya menentang subjektivitas modern. Strukturalisme dan post-strukturalisme dengan sengit hendak melenyapkan subjek dan menggantinya dengan tenunan struktural. Di antara gelombang aliansi yanghendak melenyapkan subjek tersebut, Žižek justru hendak membuat pembacaan baru dan unik atas subjektivitas modern. Melalui kacamata psikoanalisis ia membedah filsafat dan melihat dimensi-dimensi tertentu dari subjek yang selama ini tersembunyi.
IN HIS IMAGE AND LIKENESS: PONDERINGS OVER CREATION AND THE DIVINEESSENCE O. Jason Osai
MELINTAS Vol. 22 No. 2 (2006)
Publisher : Faculty of Philosophy, Parahyangan Catholic University, Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (145.117 KB) | DOI: 10.26593/mel.v22i2.1003.635-653

Abstract

Artikel ini mengambil inspirasi dari teologi berbagai agama, beragam kosmogoni dan bermacam mitos. Berdasarkan itu ia mengajukan suatu tesis bahwa manusia pada dasarnya mempunyai potensi yang sama dengan Penciptanya, yang tidaklah sama dengan Tuhan yang immortal, omniscient, omnipotent dan omnipresent . Kemampuan manusia sejajardengan Penciptanya dalam hal “Kapasitas Mental Kolektif ”nya (CMC), namun berbeda dan lebih rendah dalam hal “Abilitas Mental Kolektif ”nya (CMA). Perbedaan itu analog dengan perbedaan antara seorang professor dan seorang anak sekolah yang inteligensinya secara potensial sama tinggi dengannya. Perbedaan terletak pada pendidikan dan pengalaman yang dimiliki sang professor. Lebih lanjut artikel ini mengajukan gagasan bahwa terdapat dua dunia yang parallel dunia etereal dan dunia korporeal. Yang etereal adalah realitas super-consciousness Roh Ilahi, yang juga mengontrol segala kehidupan di dunia korporeal. Tahapan evolusi dan penciptaan di dunia korporeal berjalan dibawah bimbingan dunia etereal. Artikel ini lantas menyimpulkan bahwa manusia diciptakan oleh entitas yang juga mortal, namun dibawah bimbingan Tuhan yang immortal, menuju proses penciptaan yang makin menyerupai Dia.
TEOLOGI MAGISTERIUM DAN KONSERVATISME GEREJA: SEBUAH STUDI ATAS AJARAN KONTRASEPSI Tulus Sudarto
MELINTAS Vol. 22 No. 2 (2006)
Publisher : Faculty of Philosophy, Parahyangan Catholic University, Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (105.309 KB) | DOI: 10.26593/mel.v22i2.1004.655-668

Abstract

There has been a significant change in the Church as a communio since the secondVatican Council ( 1962-1965). The Council seemed to instigate a mode of doing theology with liberal overtone. New ways of looking at things had been shown quite impressively by the Church ever since. Indeed “Ecclesia semper reformanda”. This, however, is not the whole story, for in the case like contraception, and worse still, on magisterium in general, it turns out that the Church hardly changes. The dilemma has brought about many problems,practically as well as theologically. This article talks about the dilemma.
Chronicles - August 2006 Bambang Sugiharto; Hadrianus Tedjoworo
MELINTAS Vol. 22 No. 2 (2006)
Publisher : Faculty of Philosophy, Parahyangan Catholic University, Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (119.436 KB) | DOI: 10.26593/mel.v22i2.1005.693-707

Abstract

'Chronicles' is a journal column of "MELINTAS" which contains information about the various events, congresses, conferences, symposia, necrologies, publications, and periodicals in the fields of philosophy and theology.
Friendship's Unrequited Loves Peter McCormick
MELINTAS Vol. 22 No. 1 (2006)
Publisher : Faculty of Philosophy, Parahyangan Catholic University, Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1773.173 KB) | DOI: 10.26593/mel.v22i1.1006.411-441

Abstract

Lewat analisis rinci atas kasus persahabatan misterius Sokrates dan Alcibiades dalam dialog Symposium karya Plato, artikel ini memerkarakan valensi etis dan moral persahabatan sejati. Fokus persoalan terletak pada dua pertanyaan: pertama, apakah merusakan afeksi demi tujuan ideal lebih tinggi secara etis dan moral dapat dibenarkan?; kedua, apakah hakekat dan karakter persahabatan sejati itu? Artikel ini menemukan bahwa pertama, sikap Sokrates yang melukai hati Alcibiades dengan pretensi menarik hubungan itu ke ideal lebih tinggi secara etis tak bisa dibenarkan karena tindakan Sokrates sendiri tidak membuktikan hal itu, dan asumsi dasarnya pun tak bisa dipertanggungjawabkan. Kedua, meskipun demikian, mematahkan hubungan afektif demi tujuan ideal  bisa positif dan mengagumkan secara moral, asal saja dapat ditunjukkan bahwa tindakan itu memang dilakukan dengan tidak mementingkan diri sendiri, dan demi nilai etis lebih tinggi. Ketiga, persahabatan sejati tidak terarah pada kesenangan dan keuntungan, melainkan demi persahabatan itu sendiri, yaitu mengacu pada nilai etis obyektif, tidak eksklusif, tidak menipu, tidak moralistik dan tidak merendahkan martabat.
THE ROLE OF PUBLIC SPACE IN BUILDING HUMANITY Rudiyanto Subagio
MELINTAS Vol. 22 No. 1 (2006)
Publisher : Faculty of Philosophy, Parahyangan Catholic University, Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (242.959 KB) | DOI: 10.26593/mel.v22i1.1007.443-470

Abstract

Kualitas kemanusiaan dapat dipantau dari relasi sosial antar manusiaitu sendiri. Relasi sosial yang sering dilaksanakan secara spontan dalamRuang Publik. Ruang Publik ditingkat Urban yang memungkinkan relasi sosial tersebut, bisa berbentuk ruang terbuka, taman atau plasa, ataupun Mall (ruang tertutup) yang kini makin semarak berfungsi sebagai tempat pertemuan. Relasi kemanusiaan, itu beragam, mulai dengan relasi diri sendiri sebagai alamiah, relasi dengan orang lain dan institusi, relasi kosmikal dalam kait ruang waktu dan teori praksis dan relasi ditingkatkedalaman, spiritual. Secara kumulatip Relasi Kemanusiaan ini dapat dilihat sebagai ciri ke-utuh-penuh-an kemanusiawian itu sendiri. Pengamatan Relasi informal antar manusia dalam Ruang Publik dapat dialami sebagai studi penyadaran eksistensi kemanusiaan. Itu mentranformasikan hidup kita. Makin menjadikan kita, manusia.
BOURDIEU, NEOLIBERALISME, INTELEKTUAL DAN GERAKAN SOSIAL GLOBAL Bob Sugeng Hadiwinata
MELINTAS Vol. 22 No. 1 (2006)
Publisher : Faculty of Philosophy, Parahyangan Catholic University, Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (113.111 KB) | DOI: 10.26593/mel.v22i1.1008.471-485

Abstract

With the death of Pierre Bourdieu in 2002, the world has lost its mostpassionate and authoritative sociologist. Although politically Bourdieu was always on the Left, the early 1990s marked a sharp turn of his writings. Sickened by the tendency of Mitterrand's government in leaning to the Right, Bourdieu had become increasingly bolder and audacious in criticizing globalization and neoliberalism. What made him more frustrated was the fact that neoliberalism at least in France some other European countries was installed by those who claim to be socialist enthusiasts. In his last years, Bourdieu unleashed a volley of blistering attacks on conformism of both the media and intellectuals toward neoliberalism. His only hope was to contrive a global social movement This paper tries to show how  important Bourdieu's critical perspective on neoliberalism in our attempt to understand the impact of globalization. It argues that Bourdieu's attack on neoliberalism and demand for a global social movement can help us to get a better understanding of globalization and antiglobalizationmovements.
MORAL KRISTIANI DAN KEPRIHATINAN SOSIAL Peter C. Aman
MELINTAS Vol. 22 No. 1 (2006)
Publisher : Faculty of Philosophy, Parahyangan Catholic University, Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (150.939 KB) | DOI: 10.26593/mel.v22i1.1009.487-509

Abstract

Ever since the nineteenth century, the Church has redefined and repositioned her role concerning social conditions and problems of the secular world. Her concern and engagement are rooted in her very self-definition as the People of God and the Sacrament of Salvation. The definition calls for her involvement in the world so as to transformthe world into the anticipation of the Kingdom of God. The article traces the theological foundation of suchconviction, the authority of the church for such involvement, the normative teaching of Jesus himself and the primacy of solidarity.

Page 1 of 34 | Total Record : 331