cover
Contact Name
I Kadek Merta Wijaya
Contact Email
amritavijaya@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
jurnalundagi@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota denpasar,
Bali
INDONESIA
Undagi : Jurnal Ilmiah Jurusan Arsitektur Universitas Warmadewa
Published by Universitas Warmadewa
ISSN : 23380454     EISSN : 25812211     DOI : -
Core Subject : Social, Engineering,
Undagi: Jurnal Ilmiah Arsitektur Universitas Warmadewa. Undagi: Jurnal Ilmiah Arsitektur Universitas Warmadewa, received the manuscript with a focus on research results and literature reviews in the field of architecture with the scope of the study, namely: (1) Architectural Conservation: building conservation and cultural landscape; (2) Anthropology Architecture: vernacular architecture, dwelling architecture, traditional architecture; (3) Building Science: tectonic in traditional architecture and the system of a building; (4) Urban Planning: space and place in architecture.
Arjuna Subject : -
Articles 161 Documents
FENOMENA KOTADESASI: WANGAN DAN BLUMBANG PADA PERMUKIMAN MENDUT, JAWA TENGAH, INDONESIA Ni Putu Ratih Pradnyaswari Anasta Putri; Made Suryanatha Prabawa
Undagi : Jurnal Ilmiah Jurusan Arsitektur Universitas Warmadewa Vol. 5 No. 2 (2017): Desember, 2017
Publisher : Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Warmadewa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (9265.878 KB) | DOI: 10.22225/undagi.5.2.404.1-8

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini membahas mengenai bagaimana ruang sosial-komunal wangan dan blumbang dapat bertahan dalam urbanisme permukiman Mendut. Lokus penelitian yakni permukiman Mendut terletak pada wilayah bagian Kelurahan Mendut, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang. Kecamatan Mungkid terletak di wilayah selatan Kabupaten Magelang. Kelurahan Mendut terletak di wilayah selatan Kecamatan Mungkid. Kecamatan Mungkid merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Magelang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan penelitian yakni grounded theory. Data – data dikumpulkan dengan pengamatan, ilustrasi, dan data dokumen-dokumen. Analisis data dilakukan dengan zigzag process. Zigzag process adalah proses menuju lapangan kemudian mengumpulkan data, dan dianalisa, proses ini terus menerus dijalankan hingga menemukan data paling tepat untuk menjawab pertanyaan penelitian. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa arus perkembangan Permukiman tidak menjadi sesuatu yang dapat menghilangkan nilai budaya wangan dan blumbang akibat dari warga yang menganggap wangan sebagai norma bermukim, sehingga keberadaan blumbang juga tetap terjaga. Terjaganya blumbang juga adanya kebutuhan hidup dan masih terjaganya nilai interaksi. Melalui wangan dan blumbang tersebut menandakan adanya nilai budaya permukiman Mendut yang dipertahankan walaupun lingkungan permukiman telah banyak melalui perbaikan-perbaikan akibat urbanisme. Fenomena Kotadesasi Permukiman Mendut kental tergambarkan pada nilai ruang pada Wangan dan Blumbang yang ada bagi warga permukiman mendut. Kata kunci: Wangan, Blumbang, Urbanisme ABSTRACT This research focused on how social-communal space of wangan and blumbang can exist in the Mendut settlement that got strucked by urbanism. Research located in Keluarahan mendut, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang. This research using qualitative approach by grounded theory methods. All Data gathered by observation, illustration, and documents data. Data analysis done by zigzag process. Zigzag process is go to the research location process and then collecting data, and then anlyze it, this cycle of process must be done until got all data that most connected to the research issues. This research findings have gone through conclusion that urbanism in Mendut Settlement do not banishing cultural value of Wangan and Blumbang, because people who live there make wangan as their norm of settlement, so that makes wangan existence keep exist until now. The existence of blumbang on the condition of urbanism gives a mark that there is still a social value of Mendut Settlement that kept by people although urbanism already on the site. There is Kotadesasi Phenomenon that happens through how people kept their environment and preserve their living value that exist until now and can’t banished by urbanism. Keywords: Wangan, Blumbang, Urbanism
IMPLIKASI ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PADA PERKEMBANGAN SPASIAL DAERAH PINGGIRAN KOTA (Studi Kasus: Desa Batubulan, Gianyar) A.A Ayu Diah Rupini; Ni Ketut Agusinta Dewi; Ngakan Putu Sueca
Undagi : Jurnal Ilmiah Jurusan Arsitektur Universitas Warmadewa Vol. 5 No. 2 (2017): Desember, 2017
Publisher : Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Warmadewa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1663.151 KB) | DOI: 10.22225/undagi.5.2.405.9-18

Abstract

ABSTRAK Penggunaan lahan yang semakin meningkat untuk memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat seperti tempat tinggal, tempat usaha dan fasilitas umum akan menyebabkan ketersediaan lahan semakin menyempit. Fenomena ini seing terjadi kawasan urban fringe seperti Desa Batubulan sebagai daerah pinggiran Kota Denpasar. Desa Batubulan memiliki posisi strategis karena secara geografis berada di jalur rute wisata antara Sanur-Sukawati-Celuk-Ubud serta ditunjang oleh keberadaan terminal antar kota yang dibangun sekitar tahun 1984. Hal ini semakin ditunjang dengan program pengembangan kawasan di Bali yang memfokuskan pada empat kota utama di Bali, yaitu Denpasar-Badung-Gianyar-Tabanan (Sarbagita) menjadi kota-kota yang merupakan wilayah prioritas Bali Tengah serta merupakan kawasan cepat berkembang. Desa Batubulan berada pada zona pengembangan kawasan Sarbagita dan dinyatakan sebagai kawasan counter magnet (kawasan penyangga) dari Kota Denpasar. Berdasarkan hasil analisis yang didapat, telah terjadi alih fungsi lahan pertanian menjadi non-pertanian yang signifikan, sehingga berdampak pada kondisi fisik, kependudukan dan sosial-ekonomi wilayah di Desa Batubulan. Terjadi perkembangan pola spasial desa ini dari masa ke masa sebagai implikasi terjadinya alih fungsi lahan pertanian dan terjadinya aglomerasi ekonomi. Di masa depan, jika tidak ada pengendalian dan perencanaan yang terpadu perkembangan permukiman yang “mencaplok” wilayah pinggiran kota dapat menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup manusia dan keseimbangan ekosistem sekitar. Tulisan ini mengkaji bagaimana perkembangan pola spasial wilayah yang terjadi di Desa Batubulan sebagai Urban Fringe Area (daerah pinggiran kota) yang berawal dari beberapa titik momentum dari masa kerajaan hingga tahun 2016. Metode analisis yang dipergunakan adalah analisis deskriptif kualitatif yang diperkuat dengan data-data kuantitatif dan teknik overlay mapping (pemetaan). Kata kunci:Alih Fungsi Lahan, daerah pinggiran kota, lahan pertanian, Desa Batubulan ABSTRACT The increase of land use as a settlements, bussiness facilities and public facilities will decrease agricultural area and transform into non agricultural functions. This phenomenon is usually often occurs in urban fringe areas such as Batubulan Village as a suburbs of Denpasar. Batubulan has a strategic position because it is geographically located in the intersection of the tourism attraction route Sanur-Sukawati-Celuk-Ubud, and also supported by the existence of inter-city terminals built around 1984. This is further supported by the program of development of the area in Bali which focuses on four main cities In Bali, namely Denpasar-Badung-Gianyar-Tabanan (Sarbagita) into cities that are priority areas of Central Bali as well as a fast growing area. Batubulan located in Sarbagita area development zone and declared as a magnet counter area (buffer zone) of Denpasar City. Based on the results of the analysis obtained, there has been a significant conversion of agricultural land to non-agricultural land that affect the physical condition, population and socio-economic areas in Batubulan. The development of spatial pattern from time to time as an implication of the land conversion and the occurrence of economic aglomeration. If there is no unified control and planning, the development of settlements that "feed" urban fringe areas may pose a threat to human survival and the balance of the surrounding ecosystem. This paper examined how the development of regional spatial patterns that occurred in the Batubulan as urban fringe area which originated from several points of momentum from the empire until 2016. The analysis method which used is descriptive qualitative analysis reinforced by quantitative data and overlay mapping techniques. Keywords:Land conversion, urban fringe area, agrarian land, Desa Batubulan
PEMBENTUKAN IDENTITAS RUANG OLEH SUATU KOMUNITAS KREATIF DI RUANG PUBLIK (AREA CAR FREE DAY) DAGO, BANDUNG Made Anggita Wahyudi Linggasani; Ida Bagus Gede Parama Putra
Undagi : Jurnal Ilmiah Jurusan Arsitektur Universitas Warmadewa Vol. 5 No. 2 (2017): Desember, 2017
Publisher : Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Warmadewa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22225/undagi.5.2.408.27-32

Abstract

ABSTRAK Komunitas sebagai aktor di ruang publik memainkan peran penting untuk membentuk identitas tempat dan ruang. Adanya komunitas kreatif meningkatkan makna dan identitas ruang dan bisa menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk menciptakan interaksi sosial. Salah satu komunitas kreatif di Bandung adalah kelompok fotografi. Secara umum, kelompok pecinta fotografi cenderung menggunakan ruang galeri sebagai tempat untuk menampilkan karya foto terbaik. Berbeda dengan komunitas Hobi Foto Bandung (HFB) yang menggunakan ruang sebagai galeri sementara untuk menampilkan karya foto oleh anggota Komunitas dan menjadi ruang pertemuan di ruang publik Kota, tepatnya di area Dago's Car Free Day (CFD). Keunikan tersendiri ketika melihat komunitas fotografi mengorganisir tampilan karya mereka sedangkan masyarakat lain melakukan aktivitas masing-masing yang kebanyakan melakukan kegiatan olahraga. Dengan fenomena seperti itu, tulisan ini akan membahas motif / motivasi komunitas fotografi / HFB dalam menggunakan ruang publik CFD sebagai cerminan ruang masyarakat. Setalah melakukan kajian data dan wawancara, ditemukan tiga motif bahwa komunitas kreatif seperti HFB ini memiliki visi dan misi yang kebersamaan yang mampu menjadi tumpuan terbentuknya ruang positif pada kota dan keterjangkauan untuk menuju tempat serta, faktor ekonomi yang mendorong komunitas ini menggelar galeri sementara. Kata kunci: Komunitas, Ruang publik, Motivasi, Identitas Tempat ABSTRACT The community as an actor in public space plays an important role to shape the identity of place and space. The existence of a creative community enhances the meaning and identity of space and can be an attraction for society to create social interaction. One of the creative community in Bandung is the photography group. In general, groups of photography lovers tend to use the gallery space as a place to display the best photo work. Unlike the Bandung Photo Hobby community (HFB), which uses space as a temporary gallery to showcase photographs by members of the Community and become a meeting room in the City's public space, precisely in Dago's Car Free Day (CFD) area. It's uniqueness when looking at the photography community to organize the display of their work while other people doing their respective activities mostly engaged in sports activities. With such a phenomenon, this paper will discuss the motives/motivations of the photography community / HFB in using CFD public space as a reflection of community space. After studying the data and interviews, three motives were found that the creative community like HFB has similar vision and mission that can be a motor to create positive space in the city and reachable to get to the place as well as the economic factors that encourage this community to create a temporary gallery. Kata kunci: Community, Public space, Motivation, Space Identity
KORELASI KEBUTUHAN FUNGSI TERHADAP PROSES dan PROGRAM PERANCANGAN ARSITEKTUR Ni Wayan Nurwarsih
Undagi : Jurnal Ilmiah Jurusan Arsitektur Universitas Warmadewa Vol. 5 No. 2 (2017): Desember, 2017
Publisher : Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Warmadewa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3141.405 KB) | DOI: 10.22225/undagi.5.2.409.19-26

Abstract

ABSTRAK Kebutuhan fungsi yang timbul dari keinginan pemilik atau pemberi tugas merupakan titik awal proses membentuk pertimbangan program yang harus dikuatkan oleh arsitek. Dari banyaknya fungsi yang diinginkan, harus dikuatkan salah satu diantaranya. Namun tidak ada salahnya, arsitek melakukan proses pengecekan, untuk memastikan ulang ketepatan fungsi yang dipilih oleh pemberi tugas dan yang akhirnya diterjemahkan oleh arsitek. Disinilah program perancangan itu penting untuk ditekankan dalam proses perencanaan, untuk merumuskan kebutuhan fungsi melalui proses, pertimbangan-pertimbangan dan kajian yang panjang. Kebutuhan fungsi yang disintesakan merupakan urutan faktor-faktor yang mempengaruhi perancangan arsitektur. Kata kunci: kebutuhan fungsi, proses perancangan, program perancangan. ABSTRACT Function arising from the desire of the owner is the starting point of the process formulating the program considerations that must be strengthened by the architect. The many function needs, should be strengthened one of them. But there is no harm, the architects do the checking process, to ensure re-accuracy of the function chosen by owner and which eventually translated by the architect. This is where the design program is important to emphasize in the planning process, to formulate the needs of the function through the process, considerations and a long study. The need for synthesized functions is a sequence of factors that affect the architecture design. Keywords: functional requirements, design process, design program.
PENGARUH ATURAN TRADISIONAL TERHADAP BERTAHANNYA BENTUK KAWASAN (Studi Kasus : Kawasan Geopark Batur) Anak Agung Ngurah Aritama; Gde Bagus Andhika Wicaksana
Undagi : Jurnal Ilmiah Jurusan Arsitektur Universitas Warmadewa Vol. 5 No. 2 (2017): Desember, 2017
Publisher : Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Warmadewa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (515.659 KB) | DOI: 10.22225/undagi.5.2.411.33-40

Abstract

ABSTRAK Desa Buahan, terletak di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali, merupakan salah satu bagian dari Geopark Batur. Geopark ini merupakan bagian dari Global Geopark Networks yang didukung oleh UNESCO. Kondisi alamnya masih sangat indah, semua panorama Batur Geopark menghampar akibat bentukan dari kaldera Batur. Pemandangan Ini bisa dilihat dari satu lokasi terbaik dengan akses mudah, yaitu Penelokan. Ini adalah salah satu panorama keunggulan dan pesona kawasan kaldera Batur untuk menjadi salah satu warisan penting dalam bidang geopark yang terkemuka di dunia. Pandangan terbaik dari sudut yang diperoleh dari Penelokan, satu sudut pandang di selatan kaldera. Tentu saja, semua keindahan yang terkandung dalam geopark ini memiliki tantangan dalam manajemen. Kita diwajibkan mewujudkan kawasan geopark Batur menjadi kawasan yang memiliki konsep pembangunan berkelanjutan. Dalam tulisan ini kami menggambarkan pengaruh peraturan tradisional ketekunan geopark tata ruang. Mengumpulkan data dalam tulisan ini menggunakan literatur search library / open dan jurnal yang ada terkait materi pembangunan berkelanjutan, survey dan pencarian melalui internet. Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa alat seperti alat perekam gambar dan suara dan alat tulis lainnya. Kata Kunci : peraturan tradisional, ketahanan spasial ABSTRACT Buahan village, is located in District Kintamani, Bangli regency, Bali, is a small part of Batur Geopark. Batur Geopark is a part of Global Geopark Networks there is supported by UNESCO. Natural conditions are still very beautiful, all of panoramas Batur Geopark consisted by Batur caldera. It is can see from one the best view with easily acces, that is Penelokan. It is one of excellence and charm panorama of Batur caldera region to become one of the important capital of the geological heritage of the landscape in terms of the world geopark region. The best view of the angle obtained from Penelokan, one point of view in the southern of the caldera. Of course, all the beauty contained in this geopark has a challenge in management. We are obliged to realize the Batur geopark region to be the region that has the concept of sustainable development. In this paper we described the influence of the traditional rules of the persistence of spatial form geopark. Collecting data in this paper uses a literature search library / open and existing journals related material sustainable development, survey and search through the internet. In this study the authors use several tools such as image and sound recording equipment and other stationery. Keywords: traditional rules, persistence of spatial
PERUBAHAN WUJUD ARSITEKTUR ANGKUL-ANGKUL PADA RUMAH TINGGAL ETNIK BALI DI KOTA DENPASAR I Kadek Merta Wijaya
Undagi : Jurnal Ilmiah Jurusan Arsitektur Universitas Warmadewa Vol. 5 No. 2 (2017): Desember, 2017
Publisher : Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Warmadewa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1085.498 KB) | DOI: 10.22225/undagi.5.2.412.41-46

Abstract

ABSTRAK Arsitektur merupakan salah satu unsur kebudayaan. Sebagai salah satu unsur budaya, arsitektur tercipta dari ide (gagasan), cara mewujudkan ide dan hasil perwujudan ide tersebut. Tiga aspek tersebut mengalami suatu perubahan seiring dengan perkembangan dan penyesuaian jaman. Pernyatan tersebut terlihat dari perwujudan arsitektur angkul-angkul rumah tinggal di Kota Denpasar yang mengalami suatu perubahan fisik arsitektur dan fungsi yang umumnya dipengaruhi oleh tingkat perekonomian masyarakat, gaya hidup dan perkembangan tren arsitektur angkul-angkul baik bentuk maupun material finishing. Angku-angkul merupakan arsitektur pintu masuk menuju pekarangan rumah tinggal yang fungsi awalnya adalah sebagai ruang sirkulasi untuk manusia atau penghuni rumah. Namun perkembangan selanjutnya fungsi angkul-angkul tidak lagi hanya sebagai sirkulasi manusia namun juga untuk sirkulasi kendaraan bermotor. Tujuan dari penelitian ini adalah identifikasi perubahan wujud angkul-angkul serta faktor-faktor yang melatar belakangi perubahan tersebut. Hasil penelitian ini bermanfaat dalam menggali kearifan lokal pada arsitektur tradisional Bali yaitu elemen yang dipertahankan dan elemen yang mengalami perubahan. Penelitian ini menggunakan metode rasionalistik, proses analisis berdasarkan wujud dan fungsi umum angku-angkul rumah tinggal pada awalnya dan kajian teori sebagai grand concept untuk mengkaji fenomena-fenomena di lapangan. Metode pengumpulan data yaitu naturalistic kualitatif yang bersumber dari informasi-informasi yang sifatnya empirik. Kata kunci: wujud arsitektur, angkul-angkul, fungsi, gaya hidup ABSTRACT  Architecture is one kind element of culture. As one kind element of culture, architecture is created from ideas (ideas), how to realize the ideas and results of the idea. These three aspects changes with the development and along of the times. The statement is seen from the architectural form of angkul-angkul of residential houses in Denpasar City experienced by physical changes of architectural and function which generally influenced by social economy level, lifestyle and architectural trend of form and finishing material of angkul-angkul. Angkul-angkul is the architecture of the entrance of the balinese house which has function as a circulation room for humans or residents of the house. But in this era the function of angkul-angkul not only as a human circulation but also for the motor vehicles circulation. The purpose of this research is the identification of changes in the form of angkul-angkul and the factors behind the changes. The results of this research are useful to exploring local wisdom in traditional Balinese architecture to know the elements that are maintained and elements changes. This research uses rationalistic method, analysis process based on the form and function of angkul-angkul of the house and theoritical study as a grand concept to look the phenomena. Data collection methods are qualitative naturalistic that comes from information that is empirical. Keywords: architectural form, angkul-angkul, function, lifetsyle
EKSISTENSI TELAJAKAN DI KORIDOR PERMUKIMAN DESA WISATA PINGE, KABUPATEN TABANAN Ni Putu Atik Pradnya Dewi
Undagi : Jurnal Ilmiah Jurusan Arsitektur Universitas Warmadewa Vol. 6 No. 1 (2018): Juni, 2018
Publisher : Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Warmadewa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22225/undagi.6.1.771.13-22

Abstract

ABSTRAK Telajakan merupakan salah satu elemen penting dalam mempertahankan keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dalam suatu unit hunian dan dapat mendukung kualitas lingkungan sekitarnya. Namun keberadaan telajakan sebagai RTH di kawasan yang menjadi pusat kegiatan wisata mulai beralih fungsi menjadi prasarana penunjang ekonomi. Masyarakat Desa Wisata Pinge sadar bahwa telajakan sepanjang koridor permukiman mereka yang berupa RTH merupakan salah satu potensi desa yang dapt menarik minat wisatawan untuk datang berwisata. Kondisi telajakan di Desa Wisata Pinge yang mencerminkan konsep hijau dan asrinya desa merupakan hasil penataan yang telah dilaksanakan dari kesadaran dan peran aktif dari warga desa sendiri secara swadaya dan swakelola. Metode yang dipergunakan yang adalah metode deskriftif kualitatif untuk menjawab rumusan masalah mengenai telajakan sebagai salah satu potensi Desa Wisata Pinge antara lain: 1) Apa keunikan dan fungsi dari telajakan Desa Wisata Pinge?; 2) Bagaimana konsep penataan dan upaya menjaga eksistensi telajakan sebagai RTH di desa wisata pinge?; 3)Adakah regulasi desa dan sistem pengelolaan yang dilakukan dalam melestarikan telajakan sebagai RTH?. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Ruang Terbuka Hijau, Community Based Tourism Development dan konsepsi Tri Hita Karana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keunikan telajakan Desa Wisata Pinge dapat dipertahankan (eksis) sebagai ruang terbuka hijau, merupakan hasil dari partisipasi murni masyarakat setempat dalam menerapkan konsep Tri Hita Karana dan regulasi yang ditetapkan berdasarkan awig-awig yang berlaku di Desa Pinge ini sendiri. Kata kunci: Desa Wisata Pinge, ruang terbuka hijau, telajakan ABSTRACT Telajakan is one important element in maintaining the existence of green open space in a residential unit and can support the quality of the surrounding environment. But the presence of teletakan as green open space in the area that became the center of tourism activities began to switch functions into infrastructure supporting the economy. Pinge Tourism Village people are aware that telajakan along the corridor of their settlement in the form of green space is one of the potential village that dapt attract tourists to come on tour.The condition of teletation in Pinge Tourism Village which reflects the green concept and the village is the result of the arrangement that has been implemented from the awareness and active role of the villagers themselves independently and self-managed. The method used which is descriptive qualitative method to answer the problem formulation of telajakan as one of potency of Tourism Village of Pinge, among others: 1) What is the uniqueness and function of Pinge Tourism Village? 2) What is the concept of structuring and maintaining the existence of teletakan as green open space in pinge tourism village?; 3) Is there a village regulation and management system undertaken in preserving the telecast as green open space ?. The theory used in this research is the theory of Green Open Space, Community Based Tourism Development and Tri Hita Karana conception. The results show that the uniqueness of the Pinge Tourism Village can be maintained as a green open space, a collaboration of the pure participation of local people in applying the concept of Tri Hita Karana and the regulation set based on the brilliant awig-awig in Pinge Village itself. Keywords: Pinge Tourism Village, green open spaces, telajakan
PERSEPSI TINGKAT KENYAMANAN TERMAL RUANG LUAR PADA RUANG PUBLIK PERKOTAAN (STUDI KASUS: TAMAN KOTA DENPASAR DI LUMINTANG, DENPASAR) I Wayan Wirya Sastrawan; Ni Wayan Meidayanti Mustika
Undagi : Jurnal Ilmiah Jurusan Arsitektur Universitas Warmadewa Vol. 6 No. 1 (2018): Juni, 2018
Publisher : Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Warmadewa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22225/undagi.6.1.772.23-31

Abstract

ABSTRAK Demi kebutuhannya, manusia berusaha mengkondisikan lingkungan agar memberikan kenyamanan termal bagi tubuhnya. Ruang luar merupakan salah satu lingkungan tempat manusia beraktivitas selalu dipengaruhi kondisi iklim, sehingga kenyamanan yang dirasakan manusia sangat tergantung kondisi termal lingkungan tersebut. Kenyamanan termal yang dibutuhkan setip personal manusia selain dipengaruhi oleh factor termal juga dipengaruhi oleh jenis kegiatan dan pakaian dari personal manusia. Obyek ruang luar dalam penelitian ini merupakan lingkungan binaan dengan wujud sebuah taman kota sebagai sarana rekreasi yang nyaman bagi masyarakat kota, baik dari kenyamana visual maupun dari kenyamana termal. Sehinga penting dilakukan penelitian mengenai tingkat kenyamanan termal dan sensasi yang dirasakan pengunjung taman kota untuk kemudian menjadi bahan pertimbangan bagi arsitek untuk mengembangkan desain taman kota yang optimal. Fokus penelitian ini adalah kondisi tingkat kenyamanan termal di Taman Kota Denpasar di Lumintang dan elemen ruang luar Taman Kota. Pada Tahun 2016 sudah dilaksanakan penelitian serupa di Lapangan I Gusti Made Agung (Lapangan Puputan) dan tahun ini dilanjutkan dengan Taman Kota Lumintang yang juga salah satu taman kota di Denpasar. Tujuan dari penelitian ini adalah dengan mengetahui kondisi termal eksisting yang memberikan kenyamanan termal dan sensasi yang dirasakan pengunjung, maka hal tersebut dapat digunakan untuk mencari elemen ruang luar apa yang mempengaruhi tingkat kenyamanan termal di taman kota tersebut. Sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan landasan bagi arsitek dalam mengembangkan dan merancang taman kota yang dapat berfungsi secara optimal. Maka untuk mencapai tujuan tersebut dalam penelitian ini menggunakan metode komparasi dan simulasi, dengan mengkombinasikan hasil simulasi Comfort Calculator dan sensasi kenyamana termal yang dirasakan pengunjung di masing-masing titik zoning fungsi di taman kota. Hasil tersebut akan menunjukan pemetaan sebaran tingkat kenyamanan termal di masing-masing zoning. Sehingga dengan pemetaan sebaran tingkat kenyamanan termal tersebut dapat dilihat elemen Hard Scape dan Soft Scape yang mempengaruhi di setiap zoning fungsi taman kota. Kata Kunci : Kenyamanan Termal, Taman Kota, Ruang luar ABSTRACT For their life, humans try to condition the environment to provide thermal comfort for the body. Landscape is one of the environments where human activity is always influenced by climatic conditions, so that human comfort is highly dependent on the thermal conditions of the environment. The thermal comfort required by human personal not only influenced by thermal factors but also influenced by the type of activity and clothing of the human person. The object of landscape in this research is a built environment with the form of a city park as a convenient recreation for the city, both from the visual comfort and the thermal comfort. So, it is important to do research on the thermal comfort level and the people felt by the city park to then be considered for the architect to develop an optimal city park design. The focus of this research is the condition of thermal comfort level at Taman Kota Denpasar in Lumintang and element of landscape of City Park. In 2016, similar research was conducted at the Lapangan I Gusti Made Agung (Lapangan Puputan) and this year continued with the Lumintang City Park which is also one of the city parks in Denpasar. The purpose of this study is to find out the existing thermal conditions that provide thermal comfort and the visitors felt, so it can be used to find out what elements of space affect the level of thermal comfort in the city park. So the results of this study can be used as a foundation for architects in developing and designing a city park that can function optimally. So, to achieve this goal in this research using comparative and simulation methods, by combining the Comfort Calculator simulation results and the visitors felt of thermal comfort felt at each zoning point function in the city park. These results will show a mapping of the distribution of thermal comfort levels in each zoning. So, with mapping the spread of thermal comfort level can be seen elements of Hard Scape and Soft Scape that affect in every zoning function of city park Keyword : Thermal Comfort, City Park, Landscape
PERKEMBANGAN PEMANFAATAN AREA KARANG BENGANG DI ANTARA DESA PAKRAMAN TEGALLALANG DAN SAPAT Made Prarabda Karma
Undagi : Jurnal Ilmiah Jurusan Arsitektur Universitas Warmadewa Vol. 6 No. 1 (2018): Juni, 2018
Publisher : Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Warmadewa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22225/undagi.6.1.773.1-12

Abstract

ABSTRAK Ruang terbuka sebagai bagian dari sebuah kawasan memiliki ciri khas sesuai dengan kearifan lokal yang berkembang di daerah tersebut. Karang bengang sebagai salah satu konsep ruang terbuka yang ada di Bali, keberadaannya sangatlah penting mengingat fungsinya sebagai penyangga sebuah kawasan. Akan tetapi, pemahaman terhadap konsep karang bengang ini tidak banyak diketahui oleh masyarakat umum sehingga menimbulkan berbagai permasalahan, seperti bibit konflik horizontal antar desa pakraman dan lain-lain. Selain dari pada itu, ditingkat peneliti juga memiliki perbedaan pendapat terkait pemahaman konsep karang bengang. Apakah dapat dimanfaatkan atau tidak dapat dimanfaatkan? Hasil tulisan yaitu secara spasial karang bengang terletak di luar permukiman tradisional, dapat dimanfaatkan ketika fungsinya bukan sebagai hutan. Perkembangan pemanfaatan karang bengang dari sebelum dimanfaatkan hingga saat ini menghasilkan suatu pola kawasan yaitu pola linier, “bentuk massa bangunan mengikuti jaringan jalan”. Peran desa pakraman dalam pemanfaatan karang bengang terbatas pada aspek kependudukan, sedangkan peran secara spasial belum dilakukan. Metode penelitian yang digunakan tergolong metode kualitatif yang dianalisis secara induktif. Metode pengumpulan data melalui observasi, wawancara, studi literatur dan studi instansional. Lokasi penelitian terletak di Desa Tegallalang Gianyar. Manfaat tulisan ini yaitu memperkaya konsep dan teori perencanaan kawasan serta dapat menjadi pertimbangan terhadap permasalahan keruangan antar desa pakraman di Bali. Kata kunci: Perkembangan, pemanfaatan, karang bengang, desa pakraman, Tegallalang ABSTRACT Open spaces as part of a typical fit with local wisdom that grew in the area. Karang bengang as one of the open space concept in Bali, its existence is important given its function as a buffer. However, the understanding of this concept is not much known by the general public so as to give rise to various problems, such as a horizontal conflict between seedling desa pakraman and others. Apart from that, the present researchers also have differing opinions related understanding of karang bengang. Whether or not can be utilized? The results of the writing that is in spatial karang bengang located outside the traditional settlement, can be utilized when it functions not as a forest. Development of utilization of karang bengang before utilized up to now produce a pattern region i.e. a linear pattern, "the form of the mass of the building follows the road network". Role of desa pakraman utilization in karang bengang limited aspects of population, while the role of spatial basis has not been made. The method of research used the qualitative methods that belong to be analyzed are inductively. Method of collecting data through observation, interviews, literature studies and study instansional. Research location is located in Tegallalang Village in Gianyar. The benefits of this writing that is enriching the concept and theory of planning regions and can be a consideration against the problems of spatial between the desa pakraman in Bali. Keywords: development, utilazition, karang bengang, desa pakraman, Tegallalang
KAJIAN ELEMEN PEMBENTUK PROPORSI PADA CANDI TEBING TEGALLINGGAH DI DESA BEDULU, BLAHBATUH - GIANYAR Anak Agung Gede Raka Gunawarman
Undagi : Jurnal Ilmiah Jurusan Arsitektur Universitas Warmadewa Vol. 6 No. 1 (2018): Juni, 2018
Publisher : Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Warmadewa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22225/undagi.6.1.774.32-36

Abstract

ABSTRAK Tulisan ini merupakan sebuah hasil dari penelitian sebelumnya tentang kajian proporsi pada Candi Tebing Gunung Kawi di Tampaksiring - Gianyar dengan membahas elemen pembentuk proporsi (EPP) serta perhitungan proporsinya. Sedangkan pembahasan dalam hasil penelitian dalam tulisan ini hanya berfokus pada bagian elemen pembentuk proporsi (EPP) dengan objek Candi Tebing Tegallinggah, Blahbatuh, Gianyar. Penelitian ini menggunakan metode mixed method dan metode komparatif dengan analisis deskriptif. Perbedaan EPP pada Candi Tebing Gunung Kawi dan Tegallinggah terlihat jelas pada EPP kaki candi dan kepala candi. Bagian kepala Candi Tebing Tegallinggah hanya memiliki satu tingkatan saja dengan angklok/mendur yang berbeda dengan candi tebing lainnya. Kata Kunci : candi tebing, elemen pembentuk, proporsi ABSTRACT This article contains result from previous research about Candi Tebing Gunung Kawi proportion study in Tampaksiring – Gianyar discussing about it’s proportion-forming elements (EPP) and also it’s proportional calculation. Meanwhile the discussion in this article only focused on proportion-forming elements (EPP) on Candi Tebing Tegallinggah located in Blahbatuh, Gianyar as it’s object study. This research use mixed methods and comparative research method with descriptive anlysis. The results of this research was the difference between EPP on Candi Tebing Gunung Kawi and Tegallinggah that looks clear on it’s Candi’s Foot and Head EPP. On the Head part of Candi Tebing Tegallinggah has just only 1 level with angklok/mendur which is different from the other. Keyword : Candi Tebing, proportion, proportion-forming

Page 1 of 17 | Total Record : 161