cover
Contact Name
Nanang Setiawan
Contact Email
mozaik@uny.ac.id
Phone
+628122762804
Journal Mail Official
mozaik@uny.ac.id
Editorial Address
Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta, Kampus Karang Malang, Jalan Colombo No. 1, Yogyakarta, Indonesia, Kode Pos 55281
Location
Kab. sleman,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Mozaik: Kajian Ilmu Sejarah
ISSN : -     EISSN : 28089308     DOI : 10.21831/moz
Core Subject : Humanities, Social,
MOZAIK is an academic journal centered in the study of history. MOZAIK is welcoming contributions from young and more experienced scholars from different disciplines and approaches that focus on historical changes. MOZAIK is an academic journal to discuss various crucial issues in Indonesian history, both at local, national and international levels, covering the history of the early period of Indonesia to contemporary Indonesia. MOZAIK does it in a multidisciplinary and comparative manner.The scope of MOZAIK encompasses all historical subdisciplines, including, but not limited to, cultural, social, economic and political history, historiography, and the philosophy of history.
Articles 99 Documents
NASIONALISME DAN REVOLUSI: PENGALAMAN INDONESIA Aman - Aman
Mozaik: Kajian Ilmu Sejarah Vol 4, No 1 (2008): Mozaik
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (126.706 KB) | DOI: 10.21831/moz.v4i1.4385

Abstract

Abstract Nasionalisme dalam dimensi historisitas dan normativitas, merupakan sebuah penemuan sosial yang paling menakjubkan dalam perjalanan sejarah manusia, paling kurang dalam dasa warsa seratus tahun terakhir. Tidak ada satu pun ruang geografis-sosial di muka bumi yang lepas sepenuhnya dari pengaruh ideologi ini. Tanpa ideology nasionalisme, dinamika  sejarah manusia akan berbeda sama sekali. Berakhirnya Perang Dingin dan semakin merebaknya konsepsi dan arus globalisme (internasionalisme) pada dekade 1990-an hingga sekarang, khususnya dengan adanya teknologi komunikasi dan informasi yang berkembang dengan sangat pesat, tidak dengan serta-merta membawa keruntuhan bagi nasionalisme. Sebaliknya, medan-medan ekspresi konsepsi nasionalisme menjadi semakin intensif dalam berbagai interaksi dan komunikasi sosial, politik, kultur, dan bahkan ekonomi internasional, baik di kalangan negara maju, seperti Amerika Serikat, Jerman, dan Perancis, maupun di kalangan negara Dunia Ketiga, seperti India, China, Malaysia, dan Indonesia. Nasionalisme tetap menjadi payung social-kultur negara-negara manapun untuk mengukuhkan integritasnya.
GERAKAN T ENTARA 1947-1948: TENTARA PELAJAR DI SIDOBUNDER DAN PASUKAN SILIWANGI DI SURAKARTA Danar - Widiyanta
Mozaik: Kajian Ilmu Sejarah Vol 7, No 1 (2014): Volume 7, No 1 (2014): Mozaik
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (86.723 KB) | DOI: 10.21831/moz.v7i1.6189

Abstract

GERAKAN T ENTARA 1947-1948:TENTARA PELAJAR DI SIDOBUNDERDAN PASUKAN SILIWANGI DI SURAKARTAOleh: Danar Widiyanta dan Djumarwan1AbstrakDalam periode Revolusi Fisik Indonesia, militer dengan sendirinya memainkan peran sentraldalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Pada periode ini banyak sekali intrik-intrik yangmelekat pada wajah militer Indonesia. Artikel ini hendak ‘merekam’ dinamika sejarah militeryang terjadi di Indonesia selama kurun waktu 1947 – 1948, menjelang Agresi Militer Belanda II.Dalam artikel ini akan ditampilkan dinamika militer yang terjadi pada peristiwa Tentara Pelajar(TP) di Sidobunder dan insiden Pasukan Siliwangi di Surakarta. Kedua peristiwa ini mempunyaikarakteristik masing-masing, yang berbeda satu dengan yang lainnya.
PEREMPUAN MINANGKABAU DALAM PANGGUNG POLITIK Lindayanti Lindayanti
Mozaik: Kajian Ilmu Sejarah Vol 10, No 1 (2019)
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (216.862 KB) | DOI: 10.21831/moz.v10i1.28768

Abstract

Women in the Minangkabau indigenous community structure have a unique role. In the Minangkabau matrilineal custom system, women are placed ina central position. Minangkabau women have been portrayed as having played arole in the political arena in Minangkabau for a long time. This can be seen fromclassic Minangkabau stories such as kaba, tambo or myth. Many stories ofwomen's heroism are found. What is the relationship between the ideal level andreality in the politics of Minangkabau women? For example, "Keagungan BundoKanduang" depicted in the story of Cindur Mato from an ideal level coupled withMinangkabau women performing in various fields such as Putri Rahmah elYunusiyah also established several other women's schools as an effort to increasethe education level of women in Minangkabau.
REALISASI POLITIK ETIS DI BOJONEGORO PADA AWAL ABAD XX : KAJIAN SOSIAL EKONOMI Mudji Hartono
Mozaik: Kajian Ilmu Sejarah Vol 6, No 1 (2012): Mozaik Volume 6, No.1 (2012)
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (166.721 KB) | DOI: 10.21831/moz.v6i1.1536

Abstract

Sebagaimana diketahui bahwa Kemerosotan kesejahteraan Penduduk pribumi Pulau Jawa melatarbelakangi lahirnya Politik Etis. Ratu Wihelmina, dalam pidao pembukaan di parlemen Belanda mengatakan bahwa Pemerintah kolonial Belanda di penghujung era Sistem Liberal. Memiliki tugas Moral, di dalam pidato tersebut tersirat pengakuan bahwa Pmerintah Belanda memiliki Hutang Budi (Ereschuld) yang merupakan tujuan utama, yaitu memperbaiki ekonomi koloni dan penduduk Pribumi dengan melaksanakan pembangunan Irigasi, Edukasi, dan Emigrasi. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengungkap seberapa jauh politik Etis dilaksanakan di Bojonegoro? Kiranya permasalahan ini sampai saat sekarang masih relevan untuk diungkapkan, karena dari zaman kolonial Belanda hingga kini terdapat pola bencana yang sama dan berkelanjutan. Selain itu tulisan ini bermaksud untuk mensintesis fakta-fakta tentang Realisasi Kebijaksanaan Etis di Bojonegoro. Dalam mengungkap permasalahan tersebut di atas pendekatan sosiologi turut menerangkan seberapa jauh politik etis dilaksanakan di Bojonegoro.Kata kunci : Realisasi, Politik Etis, Bojonegoro
ETOS KERJA : KETELADANAN MASYARAKAT BANYUMAS AWAL ABAD XX Agus - Murdiyastomo
Mozaik: Kajian Ilmu Sejarah Vol 5, No 1 (2010): Mozaik
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (57.228 KB) | DOI: 10.21831/moz.v5i1.4339

Abstract

Abstrak Daerah Banyumas bagian selatan dikenal sebagai daerah yang subur penghasil padi, dan   mempunyai kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Kesuburan tanah ini kemudian menarik para investor untuk menanamkan modalnya di daerah ini dengan membuka perkebunan tebu, dan pabrik gula. Masuknya usaha tersebut pada akhirnya menyerobot lahan tanaman pangan, karena syarat penanaman tebu kurang lebih sama dengan syarat penanaman padi. Usaha perkebunan dan berdirinya pabrik gula, telah menjadi daya tarik bagi penduduk dari luar untuk turut mengais rejeki di Banyumas. Dengan demikian  beban daerah ini semakin berat karena meningkatnya  jumlah penduduk pada setiap tahunnya.  Penggusuran lahan pertanian tentu mengurangi produksi pangan per tahun, yang pada akhirnya mengancam kesejahteraan  penduduk. Walaupun tekanan semakin menghimpit, tetapi  hidup harus tetap berlangsung, dan bagaimana usaha penduduk Karesidenan Banyumas menanggapi perkembangan situasi itu, dan dapat bertahan bahkan keluar dari tekanan ekonomi. Untuk merunut bagaimana penduduk Banyumas dapat bertahan hidup, dan bahkan  keluar dari tekanan ekonomi, maka digunakan metode  sejarah kritis, dengan mengkaji dokumen-dokumen yang berhasil dikumpulkan, ditunjang pula dengan bahan pustaka yang berhubungan dengan persoalan yang dikaji. Pengkajian terhadap persoalan yang hendak dipecahkan dilakukan dengan pendekatan ekologis, seperti yang dilakukan oleh Geertz,  dan menggali akar budaya Banyumas dengan pendekatan etnografis. Hasil kajian menunjukan bahwa Masyarakat Banyumas mampu bertahan dari tekanan ekonomi karena masyarakat Banyumas memiliki etos kerja yang tinggi. Kerja bagi masyarakat Banyumas bukan semata-mata untuk memperoleh penghasilan, tetapi kerja dilandasi dengan falsafah yang justru muncul dari stereotype orang Banyumas, yaitu terus terang dan apa adanya yang dalam dialek banyumas disebut dengan “cablaka”,  Hal ini pantas dikembangkan dalam rangka membangkitkan etos kerja yang dilandasi semangat nasionalisme, demi meraih Indonesia yang makmur dan sejahtera.
PARADIGMA FEMINISME ISLAM: KELUARGA SEBAGAI SUATU TEAM Saefur - Rochmat
Mozaik: Kajian Ilmu Sejarah Vol 2, No 1 (2007): Mozaik
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (55.034 KB) | DOI: 10.21831/moz.v2i1.5540

Abstract

ABSTRAK Umat Islam dituntut bersifat responsif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bila mereka ingin memiliki andil dalam membangun peradaban yang humanis. Mereka tidak bisa tidak mengacuhkan konsep feminisme yang lahir dari perut peradaban Barat karena mereka berkepentingan membela kepentingan umat Islam sendiri, disamping sebagai suatu cara untuk ikut mengarahkan jalannya peradaban modern itu sendiri. Feminisme Islam merupakan suatu koreksi terhadap konsep feminisme Barat yang bersifat sekuler. Feminisme Sekuler merupakan suatu bentuk protes terhadap ajaran agama Kristen yang dinilainya bersikap diskriminatif terhadap wanita. Wanita disalahkan sebagai penyebab terusirnya Adam dan Hawa dari surga. Wanita juga inferior terhadap laki-laki karena dia diciptakan dari tulang rusuk Adam. Feminisme Sekuler merupakan suatu ideologi yang eksklusif karena hanya berpretensi memperjuangkan kepentingan wanita. Kaum feminis menilai keluarga tidak sebagai suatu team, melainkan suatu kontrak antara wanita dan laki-laki baik untuk kepentingan biologis maupun ekonomis. Masing-masing bersifat individualis sehingga rumah tangga mudah sekali berantakan. Sebaliknya Feminisme Islam dibangun di atas suatu fondasi yang memandang keluarga sebagai suatu team. Dalam kasus tragedi terusirnya Adam dan Hawa, Islam menimpakan kesalahan kepada keduanya. Hawa juga tidak diciptakan dari tulang rusuk Adam, melainkan dari “bahan baku” yang sama (min nafsin wahidatin) karena Allah mencaiptakan manusia secara berpasangan. Dengan demikian, pilar rumah tangga adalah suami dan isteri dan masing-masing bertanggung jawab atas utuhnya bangunan rumah tangga.
THE REFUSAL AGAINST 1925 TEACHER ORDINANCE IN WEST SUMATRA: ITS CONDITIONS, COURSE, AND AFTERMATH Muhammad Yuanda Zara
Mozaik: Kajian Ilmu Sejarah Vol 9, No 1 (2018): MOZAIK
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (341.728 KB) | DOI: 10.21831/moz.v9i1.19411

Abstract

Worried with the rise of modernist Muslim movement coming from the Middle East, in 1925 Netherlands Indies Government issued and applied Teacher Ordinance (Goeroe Ordonnantie) in several regions in Netherlands Indies. It stipulated, among others, that every Muslim teacher must report himself to district head so that the district head could immediately issue a letter of identification, that Islamic teachers must keep the list of their students and religious subjects given to them, and the situation in which the right of teaching would be canceled, for example if the Islamic teachers provoke their students to condemn the Government. The Ordinance had been successfully applied and the Government planned to extend it to other regions, including West Sumatra. Yet, the majority of Islamic teachers throughout West Sumatra refused the plan. The refusal against 1925 Teacher Ordinance, in the form of mass demonstration and negotiation, influenced almost all of Islamic teachers in West Sumatra and reduced existing social and religious gaps in Minangkabau society due to the same feeling of dissatisfaction. Eventually, the Government canceled the application plan of the Ordinance in West Sumatra, showing the effectiveness of the social movement organized by Islamic teachers in West Sumatra. Keywords: Teacher Ordinance, social movement, Islamic teachers, West Sumatera, Islam and colonialism
BERISLAM DALAM BINGKAI INDONESIA: MEMBACA KONSEP PLURALISME ABDURRAHMAN WAHID Miftahuddin - Miftahuddin
Mozaik: Kajian Ilmu Sejarah Vol 6, No 1 (2012): Mozaik Volume 6, No.1 (2012)
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (83.953 KB) | DOI: 10.21831/moz.v6i1.4342

Abstract

Abstrak Sebuah kenyataan historis bahwa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, plural, dan beragam. Setelah Indonesia ini lahir, masyarakat bangsa ini semestinya menyadari bahwa mereka adalah tidak satu, banyak suku, banyak agama, dan banyak latar belakang budaya yang berbeda. Demikian pula seiring dengan perkembangan zaman dan di era globalisasi ini, jelas keragaman semakin tampak. Masyarakat Indonesia, pada era ini, tidak hanya harus bisa bergaul dengan sesama bangsa Indonesia, akan tetapi juga harus dapat menerima bangsa lain sekaligus pengaruh budayanya. Dalam konteks ini, penting kiranya untuk mengkaji pemikiran Gus Dus, sebutan akrab Abdurrahman Wahid. Diketahui bahwa Gus Dur salah satu intelektual yang banyak menyuarakan gagasan-gagasan pluralism baik dalam tulisan-tulisannya maupun tindakan nyata. Oleh karena itu, artikel ini bertujuan mengungkap pemikiran Gus Dur. Khususnya, bagaimana seharusnya ber-Islam dalam bingkai Indonesia  dalam pandangan Gus Dur?
PERANAN PEREMPUAN DI LUAR RUMAH TANGGA DALAM PERSPEKTIF HISTORIS Dina - Dwikurniarini
Mozaik: Kajian Ilmu Sejarah Vol 2, No 1 (2007): Mozaik
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (44.503 KB) | DOI: 10.21831/moz.v2i1.4490

Abstract

Abstrak   Ajaran yang selama ini dikenalkan pada kita adalah bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk pria. Anggapan tersebut telah menempatkan perempuan sebagai subordinasi pria. Bahkan kebudayaan kita juga mengajarkan perempuan sebagai mahkluk nomor dua. Oleh karena kedudukannya tersebut maka dalam seluruh aspek kehidupan perempuan tidak mempunyai peranan penting. Fungsi reproduksinya menjadikan perempuan tidak punya banyak waktu untuk berperanan dalam sektor publik, karena kewajibannya mengasuh anak. Mengurus rumah tangga adalah kewajibannya yang utama. Meskipun peran itu sangat penting tetapi dalam anggapan budaya tetap menempatkannya sebagai peran sekunder, karena mencari nafkah dilakukan suami adalah penting untuk meneruskan hidup. Melekatnya stigma sebagai “konco wingking” terus membayanginya. Betulkah sejak dahulu perempuan tidak mempunyai peran dalam rumah tangga terutama dalam sektor ekonomi? Tulisan singkat ini akan melihatnya dari aspek historis keberadaan perempuan di luar rumah tangganya. Pembahasan menekankan pada keterlibatan perempuan dalam perkembangan ekonomi masa kolonial.
Demokrasi Indonesia dalam Lintasan Sejarah Yang Nyata dan Yang Seharusnya Dhani Kurniawan
Mozaik: Kajian Ilmu Sejarah Vol 8, No 1 (2016): Mozaik
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (62.375 KB) | DOI: 10.21831/moz.v8i1.10770

Abstract

ABSTRAK Demokrasi merupakan konsep pemerintahan yang bermula dari konsep yang dijalankan di polis Athena pada masa Yunani kuno. Konsep tersebut sempat terkubur lama tetapi kembali menemukan jalankan seiring berakhirnya abad pertengahan di Eropa. Demokrasi makin berkembang dan dianggap sebagai sistem yang paling baik. Ide demokrasi telah merasuk ke Indonesia sejak negeri masih menjadi negeri jajahan. Sekelompok kecil pemuda Indonesia yang menjadi saksi perkembangan demokrasi di Eropa mencuri ide demokrasi dan membawanya ke tanah air. Demokrasi kemudian terus mengalami pergumulan dengan cita-cita kemerdekaan. Setelah Indonesia merdeka pergumulan tersebut terus berlanjut. Demokrasi mencari bentuknya melalui jalan yang tidak mudah. Negeri ini mengalami percobaan-percobaan pelaksanaan demokrasi. Sistem demokrasi parlementer yang pada mulanya dianut akhirnya harus jatuh karena fragmentasi politik yang keras. Indonesia lalu menganut demokrasi terpimpin. Suatu konsep yang konon merupakan konsep asli Indonesia tetapi mendapat kritik keras dari banyak pihak dan salah satunya adalah mantan wakil presiden Mohammad Hatta. Demokrasi terpimpin ternyata ambruk bersama dengan tersingkirnya Sukarno. Lahirlah orde baru yang kemudian menganut demokrasi Pancasila. Pada prakteknya demokrasi Pancasila bahkan lebih sentralistik daripada demokrasi terpimpinnya Sukarno. Orde baru jatuh dan demokrasi terus berubah. Demokrasi politik secara prosedural berkembang pesat. Namun nyatanya demokrasi belum membawa hasil yang diharapkan. Masih banyak bolong di sana-sini. Dewasa ini pun diskusi tentang demokrasi masih terus berlanjut. Banyak jalan ditempuh banyak teori terus diimpor. Namun sayang tak banyak yang mengingat kritik dan konsepsi Hatta sebagai jalan untuk kembali menggali demokrasi Pancasila.

Page 1 of 10 | Total Record : 99