cover
Contact Name
Wildan Insan Fauzi
Contact Email
wildaninsanfauzi@upi.edu
Phone
+6285221045707
Journal Mail Official
historia@upi.edu
Editorial Address
Gedung Numan Soemantri, FPIPS UPI, Laboratorium Prodi Pendidikan Sejarah, Lantai 4, Jl. Dr. Setiabudhi No 229 Bandung, 40154
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Historia: Jurnal Pendidik dan Peneliti Sejarah
ISSN : 26204789     EISSN : 26157993     DOI : https://doi.org/10.17509/historia.v5i1
Focus and Scope 1. Learning History at school 2. Learning History in college 3. History education curriculum 4. Historical material (local, national, and world history) 5. History of education 6. Historical material in social studies
Articles 226 Documents
Dinamika Budaya Musik Pop Sunda (1990-2000) Samudra Eka Cipta
Historia: Jurnal Pendidik dan Peneliti Sejarah Vol 5, No 2 (2022): Pengembangan Materi dalam Pembelajaran Sejarah
Publisher : Prodi. Pendidikan Sejarah FPIPS UPI dan APPS (Asosiasi peneliti dan Pendidik Sejarah)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/historia.v5i2.40598

Abstract

Musik Pop Sunda selama kurun waktu 1990-2000 mengalami perkembangan yang sangat persat. Pada era tersebut muncul nama-nama bear seperti Nining Meida, Hendarso dan Doel Sumbang yang turut menyumbangkan kepopuleran Musik Pop Sunda. Topik-topik yang dibawakan dalam Budaya Pop Sunda sangat beragam, namun tidak sedikit yang menyajikan kritik sosial pada penyajian Musik Pop Sunda. Penelitian mengangkat tema sejarah dengan mengkaji Budaya Musik Pop Sunda. Kajian ini tentunya menggunakan pendekatan historis untuk menganalisis perkembangan Budaya Pop Sunda.
Pemanfaatan dan Penggunaan E-Book Interaktif Sejarah Lokal Jawa Barat bagi Guru-Guru SMA/SMK melalui In/On Training Didin Saripudin; Leli Yulifar; Wildan Insan Fauzi; Diana Noor Anggraini
Historia: Jurnal Pendidik dan Peneliti Sejarah Vol 5, No 2 (2022): Pengembangan Materi dalam Pembelajaran Sejarah
Publisher : Prodi. Pendidikan Sejarah FPIPS UPI dan APPS (Asosiasi peneliti dan Pendidik Sejarah)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/historia.v5i2.40155

Abstract

Penelitian ini berangkat dari hasil penelitian terapan yang sudah dilakukan peneliti sebelumnya terkait dengan buku teks elektronik Sejarah Lokal Jawa Barat. E-book interaktif Sejarah Lokal Jawa Barat merupakan jawaban atas belum tersedianya buku teks Sejarah Lokal Jawa Barat di sisi lain juga dikemas untuk meningkatkan literasi digital peserta didik memasuki era revolusi industri 4.0. Selain itu, guru memerlukan peningkatan kemampuan teoritis dan praktis terkait pemanfaatan e-book interaktif Sejarah Lokal Jawa Barat untuk pembelajaran daring di era Pandemi Covid 19. Kegiatan ini menggunakan pendekatan in-on service training dengan sasaran guru-guru Sejarah SMA/SMK yang tersebar di 40 sekolah (diwakili 40 guru) di Kabupaten Garut. Hasil yang diperoleh adalah peningkatan kemampuan guru dalam : a) memahami bahan ajar interaktif elektronik dalam pembelajaran daring Sejarah; b) mengembangkan materi Sejarah Lokal Jawa Barat dalam mata pelajaran Sejarah, dan c) memanfaatkan e-book interaktif Sejarah Lokal Jawa Barat dalam pembelajaran daring Sejarah.
Faktor Kegagalan Pemerintah Hindia Belanda Dalam Mempertahankan Wilayah Kolonialnya di Nusantara Jafar Ahmad
Historia: Jurnal Pendidik dan Peneliti Sejarah Vol 5, No 2 (2022): Pengembangan Materi dalam Pembelajaran Sejarah
Publisher : Prodi. Pendidikan Sejarah FPIPS UPI dan APPS (Asosiasi peneliti dan Pendidik Sejarah)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/historia.v5i2.44145

Abstract

Kerajaan Belanda diklaim telah mengontrol Nusantara--sebutan Indonesia sebelum kemerdekaan--, lebih dari 350 tahun. Diawali dari kedatangan VOC pada awal abad ke-17 (Maret 1602), kemudian tegaknya Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1850--sejumlah literatur menyebutkan tahun 1800--yang berpusat di Batavia, sebutan Jakarta di masa lampau. Setelah ratusan tahun berkuasa di Nusantara, Belanda gagal mempertahankan wilayah jajahannya, dimulai sejak Nusantara dikuasai Jepang pada tahun 1942. Memanfaatkan momentum kekalahan Jepang dari Amerika Serikat pada 1945, Belanda hendak mencoba kembali menguasai Indonesia--setelah kemerdekaan 17 Agustus 1945--, melalui serangkaian agresi militer sebanyak dua kali (agresi militer I tahun 1947 dan agresi militer II tahun 1948). Tapi, segigih apapun perjuangan itu, Belanda tetap gagal mengembalikan kedigdayaannya di Indonesia, seperti yang pernah diukir di masa lampau. Apa yang menyebabkan Belanda gagal mempertahankan wilayah jajahannya di Nusantara? Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kegagalan tersebut? Penelitian ini secara khusus menjawab pertanyaan tersebut. Data riset ini diperoleh melalui kajian pustaka, baik melalui analisis terhadap jurnal, buku maupun berita di media massa. Penelitian ini menunjukkan sejumlah faktor kegagalan Belanda dalam mempertahankan wilayah jajahannya di Indonesia. Pertama, terjadinya krisis ekonomi di negera Belanda pada tahun 1930an yang memicu terjadinya konflik dan perpecahan kelompok elit di kerajaan Belanda. Konflik mencapai puncaknya ketika kelompok Kristen berhasil menguasai kursi parlemen dan menyingkirkan kelompok liberal dan komunis yang sudah berkuasa selama 50 tahun. Krisis ekonomi, konflik dan perpecahan kelompok elit di negeri Belanda itu pada akhirnya mempengaruhi wilayah kolonialnya sehingga menjadi sulit dikontrol. Kedua, terjadinya mobilisasi sumber daya, dimana Jepang turut mengerahkan persenjataan untuk membantu rakyat Nusantara yang ingin melepaskan diri dari cengkraman penjajah. Jepang mengajarkan rakyat cara berperang dan menggunakan senjata. Kemudian massa sangat mudah dimobilisir karena peran kelompok ulama yang mengkonsentrasikan gerakan perlawanan dari pondok pesantren. Mobilisasi massa relative mudah dijalankan karena, umat Islam yang merupakan mayoritas di Nusantara, tidak ingin Belanda yang dianggap pemerintahan Kristen itu kembali berkuasa dan menyengsarakan umat Islam. Ketiga, adanya konstruksi isu kemerdekaan yang sudah dijalankan oleh tokoh-tokoh pergerakan, dimulai pada masa Soekarno, Hatta, dan wacana kemerdekaan itu terus dibangun secara massive oleh kelompok Islam melalui pondok-pondok pesantren.
Suku Aneuk Jamee: Diaspora Masyarakat Minang di Tanah Aceh (Kajian Historis dan Kehidupan Sosial Budaya) Septian Fatianda
Historia: Jurnal Pendidik dan Peneliti Sejarah Vol 5, No 2 (2022): Pengembangan Materi dalam Pembelajaran Sejarah
Publisher : Prodi. Pendidikan Sejarah FPIPS UPI dan APPS (Asosiasi peneliti dan Pendidik Sejarah)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/historia.v5i2.48240

Abstract

This article discusses the diaspora carried out by the Minang people in West Sumatra to the land of Aceh from the perspective of history and socio-cultural life. In its development, the Minang community has acculturated with local culture in Aceh so as to form a new identity known as the aneuk jamee tribe. To answer this research problem, the historical method is used which consists of four steps, namely heuristics, verification, interpretation, and historiography. The process of diaspora Minang society has occurred since the 17th century when the Kingdom of Aceh made cultural contact because it became the ruler in the western part of Sumatra. Furthermore, after the outbreak of the Padri war, this diaspora wave increased because many Minang people as victims of this war chose to migrate in search of a better life. In Aceh, the Aneuk Jamee tribal people are scattered by inhabiting residential areas on the west coast of Aceh.
Visi Orientalisme Hoesein Djajadiningrat Dalam Ilmu Pengetahuan Dan Pemajuan Identitas Kebudayaan (1911-1960) Mohammad Refi Omar Ar Razy; Kunto Sofianto; Gani Ahmad Jaelani
Historia: Jurnal Pendidik dan Peneliti Sejarah Vol 5, No 2 (2022): Pengembangan Materi dalam Pembelajaran Sejarah
Publisher : Prodi. Pendidikan Sejarah FPIPS UPI dan APPS (Asosiasi peneliti dan Pendidik Sejarah)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/historia.v5i2.50830

Abstract

This paper aims to elaborate on the thoughts carried out by Hoesein Djajadiningrat during the colonial and post-colonial periods in the period 1911-1960. Hoesein Djajadiningrat studied in the Netherlands. His studies include oriental literature. He studied the east a lot from a western perspective, therefore Hoesein can be said to be an orientalist. So the approach in this paper uses the framework of orientalism. In simple terms, orientalism is a point of view in studying various aspects of the east from a western perspective. Usually, the orientalists are identical to westerners studying the east, but Hoesein, an easterner who received a western education, then studied the east from western perspective. Hoesein studied a lot about history (science) and cultural identity. He puts the west in terms of historical sources or cultural ideas as an explanation of local sources or ideas. The argues in this paper is that Hoesein Djajadiningrat's thinking is a prototype of thought that is commonly found in Indonesia in the early twentieth century. The method in this writing uses the historical method which consists of heuristics, criticism, interpretation, and historiography. This paper attempts to analyse, first, the pioneers of critical historiography in Indonesia. Second, the promotion of knowledge about cultural identity. Third, the change in post-colonial thinking. The findings in this paper are that Hoesein greatly contributed to science and the promotion of cultural identity during the colonial and post-colonial periods
Karsten Plan: Peran Ir. Thomas Karsten dalam Pengembangan Pemukiman Eropa di Buitenzorg 1903-1942 Widdy Nuril Ahyar; Ahmad Sunjayadi
Historia: Jurnal Pendidik dan Peneliti Sejarah Vol 5, No 2 (2022): Pengembangan Materi dalam Pembelajaran Sejarah
Publisher : Prodi. Pendidikan Sejarah FPIPS UPI dan APPS (Asosiasi peneliti dan Pendidik Sejarah)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/historia.v5i2.50941

Abstract

Bangunan dan kawasan permukiman Eropa berkembang pesat seiring dengan meningkatnya kedatangan orang Eropa ke Hindia Belanda pada awal abad ke-20. Oleh karena itu, dirancanglah kawasan hunian Eropa di Buitenzorg yang memiliki keunikan tersendiri sejalan dengan status Kota Bogor sebagai pusat pemerintahan Hindia Belanda, kediaman setiap pejabat gubernur jenderal. Di Buitenzorg permukiman Eropa menempati lokasi yang strategis. Dalam perkembangan permukiman Eropa di Buitenzorg, Ir. Thomas Karsten menyusun paket lengkap untuk membangun berbagai kota yang berisi rencana kota, rencana rinci dan peraturan bangunan. Penelitian ini menggunakan metode sejarah. Selain menggunakan pendekatan historis, penelitian ini juga menggunakan pendekatan studi analitik. Beberapa rumusan masalah yang diangkat adalah: Apa peran Ir. Thomas Karsten dalam perkembangan permukiman Eropa di Buitenzorg dan apa dampak perkembangan permukiman Eropa terhadap kehidupan masyarakat Bogor. Berdasarkan hasil penelitian historis yang dilakukan, ditemukan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa perluasan permukiman Eropa di sebelah utara dan timur Buitenzorg telah dimulai pada 1917 dengan membuat rancangan perluasan kota dan mulai dilaksanakan pada 1920 hingga 1942. Ir. Thomas Karsten merancang suatu area perkotaan mandiri yang dikelilingi oleh sabuk hijau (green belts) berdasarkan konsep “Garden City”.
Hegemoni Politik-Ekonomi di Kerinci Pada Masa Hindia-Belanda 1904-1942 Selvi Nurtinta Mardi; Zulqaiyyim Zulqqaiyyim; Nopriyasman Nopriyasman
Historia: Jurnal Pendidik dan Peneliti Sejarah Vol 5, No 2 (2022): Pengembangan Materi dalam Pembelajaran Sejarah
Publisher : Prodi. Pendidikan Sejarah FPIPS UPI dan APPS (Asosiasi peneliti dan Pendidik Sejarah)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/historia.v5i2.50229

Abstract

The purpose of this essay is to illustrate how the Kerinci people dealt with the political and economic hegemony that existed in this region during the Dutch East Indies period. The political-economic history category includes this article. This study demonstrates that the Kerinci people have responded to the Dutch East Indies government, as seen by their conflict with the Dutch Colonial Government (the Depati Parbo War and the resistance of the Kerinci clerics). New trade routes that were used by the Kerinci people to escape trade routes that the Dutch had previously dominated have also emerged. The reaction of the Kerinci populace to new trade goods introduced by the Dutch East Indies government, such as tea in the Kayu Aro region and Kayu Manis in Bukit Barisan, as well as the opening of a school in Kerinci.Keywords: Coffie, Rice, Tea, New Line
Implementasi Kurikulum 1975 dalam Mata Pelajaran Sejarah Di SMA Anjela Chaniago; Dian Hafiz Andeska; Syarifuddin Syarifuddin
Historia: Jurnal Pendidik dan Peneliti Sejarah Vol 5, No 2 (2022): Pengembangan Materi dalam Pembelajaran Sejarah
Publisher : Prodi. Pendidikan Sejarah FPIPS UPI dan APPS (Asosiasi peneliti dan Pendidik Sejarah)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/historia.v5i2.45889

Abstract

Dalam pendidikan terdapat program pendidikan yang digunakan sebagai penyusunan rencana dan tindakan tentang substansi dan materi pembelajaran serta strategi yang digunakan sebagai alat bantu untuk memanfaatkan kegiatan belajar dan pembelajaran. Perubahan program pendidikan setiap tahunnya ikut dalam perkembangan zaman. Dalam pelaksanaan rencana pendidikan pelatihan tahun 1975 dalam mata pelajaran sejarah, dilihat dari struktur rencana pendidikan di sekolah menengah dan tujuan dari rencana pendidikan itu sendiri sesuai dengan Garis-garis Besar Program Pengajaran yang meliputi tujuan program pendidikan, sasaran informasi umum, mata pelajaran. Yang harus dibuat dan diminta menyampaikan materi pembelajaran. Dari tahun ajaran ketahun berikutnya.
Partai masyumi: Mercusuar pemahaman politik identitas positif di indonesia Imam Walid Asrofuddin Ulil Huda; Zia Hulhak; Ahmad Bajuri
Historia: Jurnal Pendidik dan Peneliti Sejarah Vol 6, No 1 (2023): Sejarah untuk Pembelajaran Sejarah
Publisher : Prodi. Pendidikan Sejarah FPIPS UPI dan APPS (Asosiasi peneliti dan Pendidik Sejarah)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/historia.v6i1.50090

Abstract

AbstractStakeholders often use identity politics, especially with religious nuances, as legitimacy to realize their political interests. On the other hand, the large number of media that associate identity politics with negative things makes identity politics always seem to have a negative connotation, so it becomes an item that needs to be avoided. Identity politics needs to be implemented as a medium for the accommodation and aspirations of a religion. This study addresses three main issues: (1) What is the history of the Masyumi Party from 1945-1960? (2) What is the ideology of the Masyumi Party? (3) How did the Masyumi Party deal with the dynamics of Islamic politics from 1945-1960? This research work uses historical research methods using library research techniques. The method is applied by implementing a historical approach. The results of this study indicate that: (1) Historically, the Masyumi Party turned out to be a beacon of political parties that represented Islamic groups that implemented identity politics positively; (2) Islamic identity politics needs to be applied as a medium of accommodation for the benefit of religion and a medium of inspiration for the benefit of its adherents. (3) The strategy carried out by the Masyumi Party in the management of Islamic identity politics is to promote unity and integrity rather than coercion of understanding and group interests. Keywords: Masyumi Party, Islamic Identity Politics. AbstrakPemangku kepentingan seringkali menjadikan politik identitas, khususnya politik identitas bernuansakan agama sebagai legitimasi untuk merealisasikan kepentingan politiknya. Di lain sisi, maraknya media yang mengasosiasikan politik identitas kepada hal-hal negatif membuat politik identitas terkesan selalu berkonotasi negatif, sehingga menjadi barang yang perlu dihindari. Padahal, dalam beberapa hal, politik identitas perlu diimplementasikan sebagai media akomodasi dan aspirasi suatu agama. Penelitian ini berusaha membidik tiga pokok permasalahan: (1) Bagaimanakah sejarah Partai Masyumi dari tahun 1945-1960? (2) Bagaimanakah ideologi Partai Masyumi? (3) Bagaimanakah Partai Masyumi menghadapi dinamika politik Islam dari tahun 1945-1960? Kerja riset ini menggunakan metode penelitian sejarah dengan memakai teknik penelitian studi pustaka. Metode tersebut diaplikasikan dengan mengimplementasikan pendekatan historis. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Dalam sejarahnya, Partai Masyumi ternyata merupakan mercusuar partai politik yang merepresentasikan kelompok Islam yang mengimplementasikan politik identitas secara positif; (2) Politik identitas Islam perlu diterapkan sebagai media akomodasi kemaslahatan agama dan media inspirasi bagi kemaslahatan para pemeluknya. (3) Strategi yang dilakukan oleh Partai Masyumi dalam manajemen politik identitas Islam ialah dengan mengedapankan persatuan dan kesatuan daripada pemaksaan pemahaman dan kepentingan kelompok. Kata Kunci: Partai Masyumi, Politik Identitas Islam.
Colonial marine resource policy and japanese pearling activities in aru islands, 1933-1942 Rangga Ardia Rasyid
Historia: Jurnal Pendidik dan Peneliti Sejarah Vol 6, No 1 (2023): Sejarah untuk Pembelajaran Sejarah
Publisher : Prodi. Pendidikan Sejarah FPIPS UPI dan APPS (Asosiasi peneliti dan Pendidik Sejarah)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/historia.v6i1.45388

Abstract

The Aru Islands have long been a center for The Netherlands Indies pearling industry. Its unique natural resources had positioned the island as a thriving pearl-shelling production zone. Australian-based “Celebes Trading Company” (CTC) developed the island in the image of Thursday Island pearling industry for much of the early 20th century. However as the First World War came to an end, Japanese pearling boats began to frequented the Aru waters. Even though Japanese population had been introduced as pearl labors in Aru during CTC concession, the active presence of foreign fishing vessels concerned the Dutch colonial government in the region. The island's unique natural resources have invited “unchecked movement” in the eyes of the ever-fearing Netherlands East Indies. Pursuing a more strict control over Aru Islands pearling grounds, the colonial government had to face increasingly challenging Japanese activities; dangerously testing the limits of colonial pearling management policy. With the time period situated nearing the end of Dutch colonial rule in modern Indonesia, the role of the state in dealing with such foreign threats became ambivalent as Japanese activities were seen as part of the market rivalry. But as the 1930s came to an end, military and security policy became the dominant factor in establishing colonial power in the area. By using Dutch colonial archives, this article aims to map the Netherlands East Indies responses to the rapid Japanese pearling expansion. Moreover, these responses will explore the fluid maritime frontier of Aru Islands and how it challenged the colonial constructed boundaries.