cover
Contact Name
Fidrayani
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
psga@uinjkt.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota tangerang selatan,
Banten
INDONESIA
Jurnal Harkat : Media Komunikasi Gender
ISSN : 14122324     EISSN : 26557428     DOI : 10.15408/harkat
Jurnal Harkat : Media Komunikasi Gender is published by the Center for Gender and Child Studies (Pusat Studi Gender dan Anak) LP2M, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. the journal has been issued two times a year. Harkat invites scholarly articles on gender and child studies from multiple disciplines and perspectives, including religion, education, psychology, law, social studies, etc.
Arjuna Subject : -
Articles 110 Documents
PIERCING MASCULINITY: FATHER, GENDER, AND DIVORCE SEBUAH ANALISIS MENGENAI MASKULINITAS DALAM RELASINYA DENGAN PERAN AYAH DAN GENDER Dia Gloria Ekklesia
Jurnal Harkat : Media Komunikasi Gender JURNAL HARKAT : MEDIA KOMUNIKASI GENDER, 17(2), 2021
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/harkat.v17i2.19050

Abstract

Abstract. This article will present an explanation of piercing masculinity as the impact of divorce on men and or fathers. Piercing masculinity is a concept about masculinity that is harmful because of misconceptions about masculinity. The relation of the broken relationships, the torn of one's self-esteem, especially men and or fathers, due to divorce connected to their understanding of masculinity. This is contrary to the concept of divorce faced by men and or fathers because divorce is indicated as a failure that occurs in individual relationships in the marriage. Through observation and critical study of the literature on related issues, this paper attempts to present an analysis with an anthropological perspective on gender regarding hegemonic masculinity and gender relations. The results of this study indicate that men and or fathers attempt to demonstrate their qualities as “real men” in various variations, such as showing anger, intentionally hurting people and other genders, or expressing control of power over individuals perceived as weaker. Through this study, the authors argue that piercing masculinity as a result of a lack of understanding of gender equality can harm the relationship between men and or fathers with individuals who have relationships with them. For that, we need a new construction of masculinity. Abstrak. Artikel ini akan menyajikan penjelasan mengenai piercing masculinity sebagai dampak perceraian pada laki-laki dan/atau ayah. Piercing masculinity adalah sebuah konsep mengenai maskulinitas yang bersifat menyakiti oleh karena miskonsepsi mengenai maskulinitas. Rusaknya hubungan, koyaknya harga diri seseorang, terutama laki-laki dan/atau ayah, oleh karena perceraian berhubungan erat dengan ide mengenai maskulinitas yang dipahaminya. Hal ini berseberangan dengan konsep perceraian yang dihadapi oleh laki-laki dan/atau ayah, karena perceraian dianggap mengindikasikan adanya kegagalan yang terjadi pada relasi individual pada pernikahan tersebut. Melalui pengamatan dan kajian kritis terhadap literatur mengenai isu terkait, tulisan ini berupaya menyajikan analisis dengan perspektif antropologi gender mengenai hegemoni maskulinitas dan relasi gender. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa laki-laki dan/atau ayah berupaya untuk menunjukkan kualitasnya sebagai “laki-laki sejati” dalam beragam variasi, seperti menunjukkan keramahan, secara sengaja menyakiti orang dan gender lainnya, atau mengekspresikan kendali kuasa terhadap individu yang dianggap lebih lemah. Penelitian ini berargumen bahwa piercing masculinity sebagai akibat dari kurangnya pemahaman mengenai kesetaraan gender dapat menimbulkan efek negatif dalam relasi antara laki-laki dan/atau ayah dengan individu yang memiliki hubungan dengannya. Untuk itu perlu adanya sebuah konstruksi baru mengenai maskulinitas. 
LANDASAN AGAMA DALAM PENDIDIKAN PUBERTAS DI SEKOLAH DASAR Erry Utomo; Nurfadhilah Nurfadhilah; Agung Purwanto; Jatu Wahyu Wicaksono; Alrahmat Arif
Jurnal Harkat : Media Komunikasi Gender JURNAL HARKAT : MEDIA KOMUNIKASI GENDER, 15(1), 2019
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2295.01 KB) | DOI: 10.15408/harkat.v15i1.13440

Abstract

Abstract. Indonesia is experiencing a demographic bonus, and a good education and health situation will determine the quality of human resources so that this situation does not turn into a demographic burden or disaster. The Indonesian Adolescent Reproductive Health Survey shows the in-depth knowledge of adolescents about puberty, whereas adolescence is a golden period that will determine the quality of the next generation. This study aims to get a picture of the perception of teachers and students in particular about puberty and its relation to religion. The approach used is qualitative, data collected by conducting in-depth interviews with teachers, parents, and students. There were ten informants, consisting of teachers, parents, and students from 2 public and religious-based elementary schools in North Jakarta. In general, teachers have low knowledge / understanding of puberty, as well as students' knowledge. Most teachers have the perception that education about puberty in the classroom, according to the curriculum, turns out to be too vulgar so that some information is not conveyed to students. Religion is considered as the most reliable foundation in shaping student behavior. Teachers tend to hand over responsibility to religious teachers to deliver material on puberty, at religiously-based schools specifically mentioned teachers of fiqh. Teacher capacity building is needed regarding the material that must be taught, and it is delivery methods to suit the needs of students and have an impact on improving knowledge and improving behavior.Abstrak. Indonesia sedang mengalami bonus demografi dan situasi pendidikan dan kesehatan yang baik sangat menentukan kualitas sumber daya insani agar situasi ini tidak berbalik menjadi beban atau bencana demografi. Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia memperlihatkan rendahnya pengetahuan remaja tentang pubertas, padahal masa remaja merupakan periode emas yang akan menentukan kualitas generasi berikutnya. Penelitian ini bertujuan mendapatkan gambaran persepsi guru dan peserta didik di khususnya tentang pubertas dan kaitannya dengan agama. Pendekatan yang digunakan yaitu kualitatif, data dikumpulkan dengan melakukan wawancara mendalam kepada guru, orang tua, dan peserta didik. Jumlah informan 10 orang, terdiri dari guru, orang tua, dan peserta didik dari 2 sekolah dasar umum dan berbasis agama di Jakarta Utara. Secara umum guru memiliki pengetahuan/pemahaman yang rendah tentang pubertas, demikian pula pengetahuan peserta didik. Kebanyakan guru memiliki persepsi bahwa edukasi tentang pubertas di kelas sesuai kurikulum ternyata dianggap terlalu vulgar sehingga sebagian informasi tidak disampaikan kepada peserta didik. Agama dianggap sebagai landasan paling diandalkan dalam membentuk perilaku peserta didik. Guru cenderung menyerahkan tanggung jawab kepada guru agama untuk menyampaikan materi tentang pubertas, pada sekolah berbasis agama disebutkan secara spesifik guru fiqih. Dibutuhkan pengembangan kapasitas guru tentang materi yang harus diajarkan dan metode penyampaiannya agar sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan berdampak terhadap peningkatan pengetahuan serta perbaikan perilaku. 
MODERASI TRADISI KONCO WINGKING: UPAYA MELEPASKAN DILEMA Moh. Faiz Maulana
Jurnal Harkat : Media Komunikasi Gender JURNAL HARKAT : MEDIA KOMUNIKASI GENDER, 16(1), 2020
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/harkat.v16i1.15609

Abstract

Abstract: Living in a modern world with a variety of traditions, situations and information has made women in Paciran experience dilemma of the self. On the one hand, modernization gives freedom, on the other hand women must be able to maintain the tradition of their identity as konco wingking. This study recounts the efforts of women in Paciran to moderate the tradition of the konco wingking in maintaining their traditions and identity as Javanese women who started out of their homes to mergawe, but still put the house as the place of origin. The impact of this is the selection of women's work which places the house as the place of return. This research was conducted on six female nguplik workers in Paciran, Lamongan, East Java. The results of the study indicate that the konco wingking through the process of moderating tradition, is able to be displayed in different practices. Konco Wingking, which has been understood only as domestic practices, has expanded into public practices.  Abstrak: Hidup dalam dunia modern dengan berbagai persinggungan tradisi, situasi dan informasi telah membuat perempuan di Paciran mengalami dilemma of the self. Pada satu sisi modernisasi memberikan kebebasan, di sisi lain perempuan harus mampu menjaga tradisi tentang identitasnya sebagai konco wingking. Penelitian ini menceritakan upaya perempuan di Paciran memoderasi tradisi konco wingking dalam mempertahankan tradisi dan identitasnya sebagai perempuan Jawa yang mulai ke luar rumah untuk mergawe, namun tetap menempatkan rumah sebagai yang utama (place of origin). Dampak dari hal tersebut adalah pemilihan kerja perempuan yang menempatkan rumah sebagai tempat utama (place of return). Penelitian ini dilakukan kepada enam perempuan pekerja nguplik di Paciran, Lamongan, Jawa Timur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konco wingking melalui proses moderasi tradisi, mampu ditampilkan dalam praktiknya yang berbeda. Konco wingking yang selama ini dipahami hanya sebagai praktik-praktik domestik telah mengalami perluasan menjadi praktik-praktik publik.  
HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DENGAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA WANITA IKM GIPANG WILAYAH CILEGON Tri Partuti
Jurnal Harkat : Media Komunikasi Gender JURNAL HARKAT : MEDIA KOMUNIKASI GENDER, 15(2), 2019
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1953.143 KB) | DOI: 10.15408/harkat.v15i2.13470

Abstract

Abstract. Work productivity is a concept that shows the relationship between work results and the unit of time needed to produce the product. A worker is said to be productive if he is able to produce more output than other workers for the same unit of time. Work productivity is influenced by several factors, including gender, age, health status / nutritional status, biological disorders of the female workforce, education, years of service and disruption in the work environment. A study of women has been carried out in a number of Gipang Small and Medium Industries (IKM) in the Cilegon area, Banten to determine the relationship between the nutritional status of female workers on the productivity of their work in making gipang (a typical Banten food made from sticky rice mixed with sugar water). The number of respondents as many as 40 people with criteria for female workers aged 20-45 years with healthy conditions, no menstruation, not pregnant, not in the puerperium and menopause, have worked to make gipang at least 2 years and at least educated at the level of junior / equivalent. Data analysis was performed using the statistical regression analysis method. The results of data processing showed that Fcount <Ftable (0.362 <0.55) showed that the nutritional value or Body Mass Index (BMI) did not significantly influence the productivity of female workers in GIPang Gipang. The p-value (Significance F) = 0.55 indicates that height and weight did not significantly influence the nutritional value of female workers. Tcount <ttable also shows that nutritional status does not have a significant effect on work productivity.Abstrak. Produktivitas kerja adalah suatu konsep yang menunjukkan adanya kaitan antara hasil kerja dengan satuan waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk. Seorang tenaga kerja dikatakan produktif jika ia mampu menghasilkan keluaran (output) yang lebih banyak dari tenaga kerja lain untuk satuan waktu yang sama. Produktivitas kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah jenis kelamin, usia, status kesehatan/status gizi, gangguan biologis tenaga kerja wanita, pendidikan, masa kerja dan gangguan di lingkungan kerja. Telah dilakukan penelitian kajian wanita di beberapa Industri Kecil Menengah (IKM) gipang di daerah Cilegon, Banten untuk mengetahui hubungan antara status gizi pekerja wanita terhadap produktivitas kerjanya dalam membuat gipang (makanan khas daerah Banten yang terbuat dari ketan dicampur dengan air gula). Jumlah responden sebanyak 40 orang dengan kriteria tenaga kerja wanita usia 20-45 tahun dengan kondisi sehat, tidak mengalami menstruasi, tidak hamil, tidak dalam masa nifas dan menopouse, telah bekerja membuat gipang minimal 2 tahun dan minimal berpendidikan setingkat SLTP/sederajat. Analisa data dilakukan dengan metode analisis statistik regresi.  Hasil pengolahan data didapatkan Fhitung < Ftabel (0,362 < 0,55) menunjukkan bahwa nilai gizi atau Indeks Masa Tubuh (IMT) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap produktivitas pekerja wanita pada IKM gipang. Nilai  p-value (Significance F) = 0,55 menunjukkan bahwa tinggi badan dan berat badan  tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai gizi pekerja wanita. Nilai thitung < ttabel juga menunjukkan bahwa status gizi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produktivitas kerja.
KESETARAAN GENDER TENTANG PENDIDIKAN LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN Dewi Ratnawati; Sulistyorini Sulistyorini; Ahmad Zainal Abidin
Jurnal Harkat : Media Komunikasi Gender JURNAL HARKAT : MEDIA KOMUNIKASI GENDER, 15(1), 2019
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4948.97 KB) | DOI: 10.15408/harkat.v15i1.13436

Abstract

Abstract. Educational discrimination often occurs in people's lives. This is influenced by the distinction that appear from the community itself. This distinction can be seen from the perspective of the community to educational rights of men and women. The main factors that influence the emergence of discrimination against the right to education include normal or traditional rules that kill the character of women, the physical form of women, the economic pace, misinterpretation of religious teachings, and cultural beliefs that grow in the lives of rural communities. This requires a maximum effort in aligning the paradigm between rural communities and communities by involving religious teachings as supporters of the realization of equal educational rights for men and women. By using exploratory-descriptive eruption studies, it results in findings that the viewpoints related to equality of education rights of men and women are divided in two. First, the viewpoint of the community which encompasses patriarchal culture, humanism, economics, and education. Second, the viewpoint of the Hadith and the Al-Qur'an. Abstrak. Diskriminasi pendidikan kerapkali terjadi di dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dipengaruhi oleh distingsi yang muncul dari masyarakat itu sendiri. Distingsi itu dapat dilihat dari sudut pandang masyarakat terhadap hak pendidikan laki-laki dan perempuan. Faktor utama yang mempengaruhi munculnya diskriminasi terhadap hak pendidikan meliputi normal atau aturan tradisional yang membunuh karakter perempuan, bentuk fisik perempuan, laju ekonomi, penafsiran yang salah terhadap ajaran agama, serta keyakinan budaya yang tumbuh dalam kehidupan masyarakat pedesaan. Hal ini membutuhkan usaha maksimal dalam penyelarasan paradigma antara masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan dengan melibatkan ajaran agama sebagai pendukung terhadap realisasi kesetaraan hak pendidikan laki-laki dan perempuan. Dengan menggunakan studi leterasi berupa eksploratif-deskriptif, mengahasilkan temuan bahwa sudut pandang terkait kesetaraan hak pendidikan laki-laki dan perempuan dibagi dua. Pertama, sudut pandang masyarakat yang meliputi budaya patriarki, budaya humanisme, ekonomi, dan edukasi. Kedua, sudut pandang perspektif hadits dan Al-Qur’an. 
KEKERASAN TERHADAP ANAK DI MASA PANDEMI COVID 19 Iin Kandedes
Jurnal Harkat : Media Komunikasi Gender JURNAL HARKAT : MEDIA KOMUNIKASI GENDER, 16(1), 2020
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/harkat.v16i1.16020

Abstract

Abstract. The rate of violence against children in Indonesia always increases from year to year. Constraints in the collection of cases of violence against children are the number of cases of violence that are not reported, especially if the violence occurred in the household. Many people consider that domestic violence is a domestic matter, so it is not like outsiders, even law enforcement agencies intervene in solving various problems of violence that occur against children.During the COVID 19 pandemic, there was an increase in cases of violence against children when children should receive assistance and guidance from families in carrying out learning from home. This article will elaborate on various problems of violence against children and find solutions to overcome problems related to child protection in Indonesia.Abstrak. Tingkat kekerasan terhadap anak di Indonesia selalu meningkat setiap tahun. Kendala dalam pengumpulan data kekerasan pada anak antara lain adalah jumlah peristiwa kekerasan yang belum dilaporkan, terutama bila kekerasan tersebut terjadi di rumah tangga. Sebagian besar masyarakat menganggap bahwa kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga adalah masalah internal keluarga yang tidak bisa dimasuki oleh pihak luar seperti lembaga penegak hukum dalam memecahkan berbagai permasalahan kekerasan pada anak. Selama Pandemi Covid 19, saat anak melaksanakan pembelajaran dirumah, justru banyak terjadi peningkatan kasus kekerasan terhadap anak Tulisan ini akan mengurai berbagai masalah kekerasan terhadap anak dan menemukan solusi untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan perlindungan anak di Indonesia. 
A PORTRAIT OF THE SAKINAH FAMILY IN MANUSCRIPT TEXTS BY WOMEN SCHOLARS FROM THE PESANTREN Samsul Arifin; Ummi Khairiyah; Minhaji Minhaji
Jurnal Harkat : Media Komunikasi Gender JURNAL HARKAT : MEDIA KOMUNIKASI GENDER, 15(1), 2019
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3121.997 KB) | DOI: 10.15408/harkat.v15i1.13441

Abstract

Abstract. The formation of the personality characteristics of a married couple is very important and decisive inthinking and acting in building a sakinah household. Sakinah will appear in the calmness of the heart and the clarity of their minds. The scholars, including women scholars from the pesantren have written about it. The purpose of this paper is to uncover and describe the ideal quality of the personality of a married couple in the eyes of women scholars from the pesantren. This article is interesting, because so far many books on household written by male scholars, not female scholars, so it tends to be paternalistic. This paper is useful for the development of Marriage Counseling science based on local pesantren wisdom. The focus of this paper is the portrait of the quality of the personality of a married couple in reaching a sakinah family in the book Zadu Az-Zaujayn (a reinterpretation of the book of Uqud al-Lujjayn ) by Ibu Nyai Zainiyah As'ad, Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo Situbondo from the perspective of marriage counseling. This research method uses Gadamer's hermeneutic approach. The results showed, married couples should have the quality of personality that has knowledge (about some rights and obligations, fiqh of women, and the ability to educate children), gracefully when bitter experiences (sabar), affection, acceptance of life as is (ridha and ikhlas), and create a good impression of their partner (self presentation). The focus of marriage counseling adhered to by the pesantren is directed at the improvement and development of the quality of the personality of a married couple rather than the problems in the marriage itself. If a married couple has a good personality then problems in a marriage can be solved by themselves. That personality will radiate in thinking and acting in everyday life to create a sakinah family.Abstrak. Pembentukan karakteristik kepribadian pasangan menikah sangat penting dan menentukan dalam berpikir dan bertindak dalam membangun rumah tangga sakinah. Sakinah akan muncul dalam ketenangan hati dan kejernihan pikiran mereka. Para cendekiawan, termasuk cendekiawan perempuan dari pesantren telah menulis tentang itu. Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengungkap dan menggambarkan kualitas ideal kepribadian pasangan yang sudah menikah di mata ulama perempuan dari pesantren. Artikel ini menarik, karena selama ini banyak buku tentang rumah tangga yang ditulis oleh sarjana laki-laki, bukan sarjana perempuan, sehingga cenderung paternalistik. Makalah ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu Konseling Perkawinan berdasarkan kearifan lokal pesantren. Fokus dari makalah ini adalah potret kualitas kepribadian pasangan yang sudah menikah dalam mencapai keluarga sakinah dalam buku Zadu Az-Zaujayn (reinterpretasi buku Uqud al-Lujjayn) oleh Ibu Nyai Zainiyah As'ad, Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo Situbondo dari perspektif konseling perkawinan. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan hermeneutik Gadamer. Hasil penelitian menunjukkan, pasangan suami istri harus memiliki kualitas kepribadian yang memiliki pengetahuan (tentang beberapa hak dan kewajiban, fiqh perempuan, dan kemampuan untuk mendidik anak), anggun ketika pengalaman pahit (sabar), kasih sayang, penerimaan hidup apa adanya ( ridha dan ikhlas), dan menciptakan kesan yang baik tentang pasangan mereka (presentasi diri). Fokus konseling perkawinan yang dianut oleh pesantren diarahkan pada peningkatan dan pengembangan kualitas kepribadian pasangan menikah daripada masalah dalam pernikahan itu sendiri. Jika pasangan menikah memiliki kepribadian yang baik maka masalah dalam perkawinan dapat diselesaikan sendiri. Kepribadian itu akan terpancar dalam pemikiran dan tindakan dalam kehidupan sehari-hari untuk menciptakan keluarga sakinah.
PERKAWINAN ANAK: Pandangan Ulama dan Tokoh Masyarakat Pamekasan Umi Supraptiningsih; Erie Hariyanto
Jurnal Harkat : Media Komunikasi Gender JURNAL HARKAT : MEDIA KOMUNIKASI GENDER, 15(2), 2019
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3510.812 KB) | DOI: 10.15408/harkat.v15i2.13466

Abstract

Abstract. Child marriages as well as the prosession are happen due to the role of both ulama (the Islamic leaders) and the community leaders. This paper aimed at exploring the perception of ulama and the community leaders in line with the factors of child marriage as well as the minimum age of marriage. The descriptive qualitative were implemented in this study. Meanwhile, the data were gathered by conducting observation, interview, and documentation. The first finding of the study is in line with the factors of child marriages. The educational background of the parents and the children, economic factors, cultural factors, and the uncontrolled relationship among teens were regarded to influence the child marriage in Pamekasan. Second, the ulama and the community leader argued that the child marriage should be avoided because it determine the life of the spouse after marriage. It must be considered that marriage is a time to realize the happy family (sakinah). Therefore, maturation is important in attempt to mentally and economically prepare for the marriage. Also, the limitation of marriage is not merely about the minimum age, but also the preoparation and the in-depth understanding of the spouse. Third, there is no clear statement in Alquran regard to the minimum age of marriage. Alquran stated akil baligh as the requirement. Meanwhile, the marriage law stated that minimum age for man is 19 years old and 16 years old for woman. In child protection laws, the minimum age for both man and woman are 18 years old. Abstrak. Perkawinan Anak dapat terjadi karena peran serta dari para ulama atau tokoh masyarakat, begitu pula prosesi perkawinan dengan restu keduanya. Artikel ini bertujuan untuk mengetahui peranan ulama dan tokoh masyarakat Kabupaten Pamekasan dalam terwujudnya perkawinan anak serta pendapat tentang batasan usia perkawinan. Metode penelitian mengunakan pendekatan kualitatif (qualitative approach) dan metode deskriptif, sedangkan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Ada beberapa temuan dalam penelitian ini yaitu pertama Perkawinan anak masih saja terjadi diwilayah Kabupaten Pamekasan, hal ini dilatar belakangi beberapa faktor, yaitu faktor rendahnya pendidikan baik dari orang tua maupun anak, tidak adanya aktifitas atau kegiatan karena selepas dari pesantren atau MA mereka menganggur, faktor ekonomi, faktor budaya atau tradisi, dan faktor pergaulan bebas; kedua Para ulama dan tokoh masyarakat berpendapat bahwa perkawinan anak harus dihindarikarena berdampak pada kelangsungan rumah tangga yang tentunya pasca perkawinan adalah waktu yang panjang untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah. Pendewasaan perkawinan penting karena untuk mempersiapkan mental dan ekonomi dalam sebuah perkawinan. Batasan perkawinan tidak hanya sekedar usia namun persiapan dan pemahaman hak dan kewajiban bagi pasangan yang harus matang. Ketiga Batasan usia pernikahan dalam Al Qur’an dan hadis tidak secara jelas disebutkan hanya menjelaskan akil baliq, sedangkan dalam Undang- Undang Perkawinan usia 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan. Dalam UU Perlindungan ana laki-laki dan perempuan sama yaitu 18 tahun ke atas.
PANDANGAN AL-QUR’AN TENTANG PEREMPUAN BEKERJA (HIKMAH DIBALIK SURAT AL-QASHASH) M. Nurul Qomar
Jurnal Harkat : Media Komunikasi Gender JURNAL HARKAT : MEDIA KOMUNIKASI GENDER, 15(1), 2019
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3292.126 KB) | DOI: 10.15408/harkat.v15i1.12972

Abstract

Abstract. The concept of gender is an even more interesting problem when it is associated with the perspective of Islam and the Koran. The role of women in the fabric of life is not in doubt. But there is still debate about permitting women to work outside the home among scholars. To better understand the concept of gender (women in the workplace) attached to Surat al-Qashash (28) verse 23, further analysis is needed using the content analysis approach in the commentary science corridor. Also, the library research approach is used to explore primary and secondary libraries to support this paper. Resulting in the conclusion that the Mufassir mentioned above does not differ significantly in interpreting Surah al-Qashash verse 23. However, the scholars differed in interpreting the father of two women who were assisted by Prophet Musa. b. Economic wisdom that can be learned from Surat al-Qashash verse 23 is that women are allowed to work as long as they can maintain their honor. Also, through this verse, it is understood that for economic activities (mu'amalah), a man is allowed to talk and see the opposite gender.Abstrak  Konsep gender merupakan isu menarik lebih-lebih jika dikaitkan dengan perspektif islam dan al-Qur’an. Peran perempuan dalam tatanan kehidupan tidak diragukan lagi. Namun masih menjadi perdebatan tentang diperbolehkannya perempuan untuk bekerja di luar rumah di kalangan ulama’.  Untuk lebih memahami konsep gender (wanita dalam bekerja) yang melekat pada surat al-Qashash (28) ayat 23 tentu diperlukan analisa lebih lanjut dengan menggunakan pendekatan analisis konten dalam koridor ilmu tafsir.  Selain itu pendekatan library research digunakan untuk menelusuri pustaka baik primer maupun sekunder untuk mendukung tulisan ini. Sehingga menghasilkan simpulan bahwa: a. Para Mufassir yang disebut di atas tidak berbeda jauh dalam menafsirkan surat al-Qashash ayat 23. Akan tetapi para ulama’ berbeda pendapat menafsirkan ayah dari dua perempuan yang ditolong oleh Nabi Musa. b. hikmah ekonomi yang dapat dipetik dari surat al-Qashash ayat 23 adalah diperbolehkan perempuan dalam bekerja, asalkan mampu menjaga kehormatannya, selain itu melalui ayat ini dapat dipahami bahwa atas kegiatan ekonomi (mu’amalah), seorang laki-laki diperbolehkan berbicara dan memandang lawan jenis. 
PATOLOGI SOSIAL DAN DAMPAKNYA TERHADAP REMAJA Ulfah Fajarini
Jurnal Harkat : Media Komunikasi Gender JURNAL HARKAT : MEDIA KOMUNIKASI GENDER, 15(1), 2019
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2974.102 KB) | DOI: 10.15408/harkat.v15i1.13444

Abstract

Abstract. The development of the city of Jakarta, has an impact on the surrounding area, especially in the Ciputat region, accompanied by very rapid population growth. This article discusses social pathology. Qualitative research methods in the form of interviews and observations. There are social pathologies (social ills), such as stress, increased crime, unemployment, juvenile delinquency, and prostitution. The negative impact also occurs in adolescents in the Ciputat-Tangerang sub-district, which is located in South Jakarta. Abstrak. Perkembangan kota Jakarta, berdampak pada wilayah sekitarnya, khususnya di wilayah Ciputat, diiringi dengan  pertumbuhan penduduk yang sangat pesat. Artikel ini membahas mengenai patologi sosial. Metode penelitian kualitatif berupa wawancara dan pengamatan. Adanya  patologi sosial (penyakit sosial), seperti stress, meningkatnya kriminalitas, pengangguran, kenakalan remaja serta prostitusi.. Dampak negatif tersebut juga terjadi pada remaja di daerah kecamatan Ciputat- Tangerang, yang berada di Selatan Jakarta. 

Page 1 of 11 | Total Record : 110