cover
Contact Name
Ayusia Sabhita Kusuma
Contact Email
ayusia.kusuma@unsoed.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
insignia.hi@unsoed.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kab. banyumas,
Jawa tengah
INDONESIA
Insignia: Journal of International Relations
ISSN : 20891962     EISSN : 25979868     DOI : -
Core Subject : Humanities, Art,
Insignia Journal of International Relations is published biannually (April & November) by Laboratorium of International Relations, Faculty of Social and Political Sciences, Jenderal Soedirman University. This journal contains articles or publications from all issues of International Relations such as: International Politics, Foreign Policy, Security Studies, International Political Economy, Transnational Studies, Area Studies & Non-traditional Issues.
Arjuna Subject : -
Articles 177 Documents
Investasi Asing di Kalimantan Timur dalam Kerjasama Bilateral: Tinjauan Melalui Perspektif Rational Choice
Insignia: Journal of International Relations Vol 1 No 01 (2014): November 2014
Publisher : Laboratorium Hubungan Internasional, FISIP, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1425.277 KB) | DOI: 10.20884/1.ins.2014.1.01.427

Abstract

Natural resources (SDA) potential in East Kalimantan (Kal-Tim) has a significant value, such as high income-tax local, until investors attended, specifically South Korea and Rusia. This article elaborates the concept of “Rational Choice”, which is analysis about cost, benefit, risk and how to minimize risk host country in alternative decisions. Therefore, as argued in this article, investors had positive and negative impacts to local development. Keywords : East Kalimantan, Impact, Investor, Rational Choice
Jalan Terjal Menuju ASEAN Economic Community: Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas di Sektor UMKM
Insignia: Journal of International Relations Vol 3 No 02 (2016): November 2016
Publisher : Laboratorium Hubungan Internasional, FISIP, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (488.613 KB) | DOI: 10.20884/1.ins.2016.3.02.469

Abstract

AbstrakASEAN Economic Community 2015 menuntut liberalisasi perdagangan di tingkat nasional dan daerah untuk menjadi basis produksi dan pasar tunggal ASEAN. Untuk menghadapi ini, pembangunan daerah sebagai basis pembangunan nasional mesti mempersiapkan diri untuk memanfaatkan peluang dan meningkatkan daya saing ekonomi lokal. Kabupaten Banyumas adalah kabupaten yang potensial di Provinsi Jawa Tengah. Data menunjukkan bahwa sektor UMKM di Kab. Banyumas mengalami peningkatan baik dari segi jumlah usaha, penyerapan tenaga kerja, maupun nilai dari produk. Namun, permasalahan yang ditemui adalah kurang optimalnya akses pembiayaan atau modal UMKM, permasalahan di bidang pemasaran, serta kurangnya kualitas Sumber Daya Manusia. Perumusan kebijakan yang tepat guna untuk menghadapi permasalahan-permasalahan di sektor UMKM tersebut, adalah syarat utama yang menunjukkan dukungan Pemerintah Daerah terhadap UMKM. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji efektifitas kebijakan pemerintah daerah Kab. Banyumas di sektor UMKM dalam menghadapi ASEAN Community 2015.Kata-Kata Kunci: ASEAN Economic Community, Kebijakan, UMKM, Pembangunan DaerahAbstractASEAN Economic Community in 2015 demanding the liberalization of trade at national and local levels to be the basis of production and single market of ASEAN. To face this, local development as the basis foundation for national development should prepare to optimize the opportunities and increase the competitiveness of the local economic. Banyumas district is a potential district in Central Java Province. Data shows that SMEs sector in Banyumas district has escalated its development both in terms of the number of SMEs, absorption of work forces, and the increasing value of the products. Nevertheless, the problems are less deficient access of financing or SMEs capital, marketing, and the lack of the quality of human resources. The needed of formulating right policy to face problems in SMEs sector is the main requirement which shows support form local government. This study aims to assess the effectiveness of local government policy of Banyumas district in SMEs sector in the face of ASEAN Community 2015.Keywords: ASEAN Economic Community, Policy, Small Medium Enterprises, Local Development
The Paradox of Social Media: The De-democratization of Malaysia Agustino, Leo; Mohamed@Bakar, Badrul Azmier
Insignia: Journal of International Relations Vol 2 No 02 (2015): November 2015
Publisher : Laboratorium Hubungan Internasional, FISIP, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (736.523 KB) | DOI: 10.20884/1.ins.2015.2.02.457

Abstract

AbstractToday, social media is perceived as the media. Blogs and bloggers have changed journalism; YouTube has discovered rare and raw talents; and the trinity (Facebook, Twitter, YouTube) have sparked revolutions. Focusing on end-users instead of producers and its interactive-ness are two paramount characters that permit ordinary people to engage in extra-ordinary activities. From the showbiz to politics, social media has left its marks. The World political events in recent years, in particular Arab Spring of MENA (Middle East and North Africa) have showcased positive link between social media and democratization. Malaysia has experienced quite a similar phenomenon to MENA in the verge of the 12th General Election (GE-12), held on March 8, 2008. The failure of the only ruling coalition, Barisan Nasional (National Front, or BN) to retain its two-third majority in the GE-12 is an empirical evident of people‟s desire and aspiration for free and fair elections, good-governance, and democratization which are very different from race-based politics. At a glimpse, the results of the 13th General Election (GE-13) which was held on May 5, 2013 are quite similar to the GE-12. Yet, deeper analyses indicated race-base politics and “strong government” has made a comeback. Hence, this article explores the paradox when the state is not only interfering but also participating in social media. This exploration demonstrates social media is not only meant for the masses; and that by possessing money, machinery, and authority; the state is potentially dominant at social media. Keywords: Democratization, de-democratization, social media, general election AbstrakSaat ini, media sosial diterima sebagai media. Blog dan para blogger mengubah jurnalisme: YouTube menemukan bakat-bakat terpendam dan alami; serta the trinity (Facebook, Twitter, YouTube) telah memicu revolusi. Fokus yang lebih diberikan kepada pengguna akhir ketimbang produsen dan karakter interaktifnya adalah dua karakter penting yang memungkinkan orang-orang biasa terlibat dalam aktivitas-aktivitas yang tidak biasa. Dari pertunjukan ke politik, media sosial telah meninggalkan jejaknya. Peristiwa politik dunia dalam beberapa tahun terakhir, khususnya fenomena Arab Spring dari MENA (Timur Tengah dan Afrika Utara) telah menunjukkan hubungan positif antara media sosial dan demokratisasi. Malaysia mempunyai pengalaman yang hampir sama dengan fenomena MENA dalam Pemilihan Umum ke 12 (GE-12), pada 8 Maret 2008. Kegagalan dari satu-satunya koalisi yang berkuasa, Barisan Nasional (National Front, or BN) untuk mempertahankan 2/3 suaranya adalah bukti empiris bahwa rakyat berkeinginan dan mempunyai aspirasi untuk Pemilu yang bebas dan adil, pemerintahan yang baik, dan demokratisasi yang sangat berbeda dari politik berbasis ras. Sekilas, hasil Pemilihan Umum 13 (GE-13) yang diselenggarakan pada 5 Mei 2013 sangat mirip dengan GE-12. Namun, analisis yang lebih dalam menunjukkan bahwa politik berbasis ras dan pemerintah kuat telah kembali. Oleh karena itu, artikel ini mengeksplorasi hal yang paradoks ketika negara tidak hanya mencampuri tetapi juga berpartisipasi di media sosial. Eksplorasi ini menunjukkan bahwa media sosial tidak hanya dimaksudkan untuk massa; dan bahwa dengan memiliki uang, mesin, dan otoritas; negara berpotensi menjadi dominan di media sosial. Kata-Kata Kunci: Demokratisasi, de-demokratisasi, media sosial, pemilihan umum
Gerakan Populis sebagai Tren Global: Dari Amerika Latin sampai Occupy Movement Darmawan, Arif
Insignia: Journal of International Relations Vol 4 No 02 (2017): November 2017
Publisher : Laboratorium Hubungan Internasional, FISIP, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (235.243 KB) | DOI: 10.20884/1.ins.2017.4.02.593

Abstract

AbstractThe gap in Latin American countries is a fertile ground for the emergence of a populist movement, so that populism is not considered as a deviation, but become a rational alternative to address the problems rooted in the failure of the nation-building process. The existence of populism in Latin America indirectly also has an influence on the movement rooted in populism in the global sphere. This paper will analyze the close connection between the recent wave of populism in the international world by looking at the historical roots of how populism developed in Latin America and its effect on the “Occupy Movement” movement phenomenon in order to know how the pattern of populist movements in the global realm. This article will begin by understanding the clear definition of what is populism, then the roots of populist history in Latin America, and how it relates to the emergence of the Occupy Movement as a new form of populist movement that is becoming a global tren.Keywords: populism, Latin America, Occupy MovementAbstrakKesenjangan yang terjadi di negara-negara Amerika Latin memang menjadi lahan subur munculnya gerakan populis, sehingga populisme tidak dianggap sebagai sebuah penyimpangan, tetapi menjadi satu bentuk alternatif rasional untuk mengatasi permasalahan yang berakar pada kegagalan proses nation-building. Keberadaan populisme di Amerika Latin ini secara tidak langsung juga mempunyai pengaruh terhadap gerakan yang berakar pada populisme di ranah global. Makalah ini akan menganalisis keterkaitan yang erat antara gelombang populisme yang akhir-akhir ini terjadi di dunia internasional dengan melihat akar sejarah bagaimana populisme berkembang di Amerika Latin serta pengaruhnya terhadap fenomena pergerakan Occupy Movement dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pola gerakan populisme di ranah global. Artikel ini akan mengawali dengan memahami definisi yang jelas mengenai apa itu populisme, kemudian akar sejarah populisme di Amerika Latin, dan bagaimana keterkaitannya dengan kemunculan Occupy Movement sebagai bentuk gerakan populis baru yang menjadi tren global.Kata kunci: populisme; Amerika Latin; Occupy Movement
Menata Ulang Kelembagaan Agraria Nasional Pada Pemerintahan Jokowi-JK
Insignia: Journal of International Relations Vol 2 No 01 (2015): April 2015
Publisher : Laboratorium Hubungan Internasional, FISIP, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (751.938 KB) | DOI: 10.20884/1.ins.2015.2.01.445

Abstract

AbstrakTulisan ini menjelaskan masalah agraria yang terjadi selama pemerintahan Susilo BambangYudhoyono yang terjadi akibat hambatan-hambatan kelembagaan. Hambatan yang bersifatkelembagaan ini merupakan akibat dari kebijakan yang dibuat sejak rezim Orde Baru dimanamasalah agraria dijadikan tanggung jawab beberapa departemen dalam pemerintahan. Dengankurangnya koordinasi antar departemen, terjadi tumpang tindih dalam kebijakan mereka mengenaiagraria dan sumber daya alam. Kebijakan yang tidak terkoordinir ini berlanjut di pemerintahan-pemerintahansetelah reformasi terlihat dari tidak singkronnya peraturan hukum yang mengatursumber agraria atau SDA dimana hukum yang lebih tinggi tidak dijadikan rujukan dan ditaati olehperaturan dibawahnya dan disharmoni peraturan-peraturan hukum yang sifatnya sejajar. Tulisanini kemudian menyediakan rekomendasi-rekomendasi untuk pemerintahan baru di bawahkepemimpinan Joko Widodo untuk mewujudkan agenda reforma agraria. Kata-kata Kunci: Reforma Agraria, Kelembagaan Agraria, Penyelesaian Konflik Agraria . AbstractThis paper analyzes the agrarian problems during the Susilo Bambang Yudhoyono governmentresulted by the institutional obstacles. These institutional obstacles were results of the policiesduring New Order which made agrarian issue the responsibilities of more than one Department.With lack of coordination among the departments, there had been overlapping in their policies onagraria and natural resources. These uncoordinated policies persisted in the regimes after 1998reform, including the unsychronized laws that regulate natural resources and agraria whereas thehigher law is not referred as to by the subordinating laws; and the disharmony of parallel law.Furthermore, this paper provides recommendations for the new government in pursuing theagrarian reform. Keywords: Agrarian reform, agrarian institution, agrarian conflict resolution.
Pengaruh ASEAN Disability Forum Terhadap Pengembangan Ekonomi Penyandang Disabilitas di Indonesia Kusumaningrum, Demeiati Nur
Insignia: Journal of International Relations Vol 4 No 01 (2017): April 2017
Publisher : Laboratorium Hubungan Internasional, FISIP, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (725.317 KB) | DOI: 10.20884/1.ins.2017.4.01.480

Abstract

AbstractDisabilities is a person who has a physical defect that affects their activity in society. Their problems like as discrimination, social imbalance, less of infrastructur, and the lack of employment opportunities is the assignment of the government to completion of that injustice. Indonesian became one of the country that haven’t be able to solve the problems of disability. It’s also be a serious discussion in ASEAN. So, in 2011 the ASEAN leaders agreed on the establishment of ASEAN Disability Forum as a container to accommodate the aspirations of ther disabilities in order to their justice. ASEAN Disability Forum expected to solve the problems of disability in other ASEAN countries, especially in Indonesia. The main problem is expected to be resolved is employment opportunities for the disabled so as to improve their lives.Keywords: Disabilities, ASEAN Disabiliy Forum, IndonesianAbstrakPenyandang disabilitas merupakan seseorang yang memiliki keterbatasan fisik sehingga mempengaruhi segala aktivitasnya di masyarakat. Permasalahan mereka seperti diskriminasi, ketimpangan sosial, keterbatasan infrastruktur, serta minim nya peluang kerja menjadi tugas pemerintah dalam penyelesaian ketidakadilan tersebut. Indonesia menjadi salah satu negara yang masih belum mampu menangani permasalahan penyandang disabilitas. Hal ini juga menjadi pembahasan serius di ASEAN. Sehingga, pada tahun 2011 para pemimpin ASEAN menyepakati dibentuknya ASEAN Disability Forum sebagai bentuk wadah untuk menampung aspirasi para disabilitas agar memperoleh keadilan mereka. ASEAN Disability Forum diharapkan mampu menyelesaikan permasalahan para disabilitas di negara ASEAN, terutama di Indonesia. Permasalahan utama yang diharapkan bisa terselesaikan yaitu kesempatan kerja bagi para penyandang disabilitas sehingga mampu meningkatan taraf hidup mereka.Kata-kata Kunci : Disabilitas, ASEAN Disability Forum, Indonesia
Pemberdayaan Nelayan Lokal Indonesia Untuk Mengatasi Penyelundupan di Batam Mada, Kris
Insignia: Journal of International Relations Vol 3 No 01 (2016): April 2016
Publisher : Laboratorium Hubungan Internasional, FISIP, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (647.127 KB) | DOI: 10.20884/1.ins.2016.3.01.465

Abstract

AbstrakMengontrol laut berjuta kilometer persegi membuat Indonesia memiliki batas maritim besar. Dibutuhkan sumber daya yang sangat besar untuk mengontrol perbatasan maritim secara optimal. Pengawasan untuk memastikan perbatasan tidak digunakan sebagai lintasan perdagangan gelap, perdagangan narkotika, dan penyelundupan senjata. Sayangnya, Indonesia belum memiliki kekuatan pokok minimum untuk mengontrol batas-batasnya. Sumber daya yang terbatas tercermin dalam Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kantor Batam, Kepulauan Riau. Agen avant garde dalam pencegahan penyelundupan tidak memiliki cukup tenaga dan kapal untuk rutin berpatroli di sekitar Batam, kota per-batasan yang terletak di Indonesia, dan perbatasan Malaysia-Singapura. Akibatnya, Batam menjadi salah satu pintu masuk dan keluar dari berbagai selundupan. Oleh karena itu, keterlibatan aktor-aktor non-negara untuk menjadi salah satu alternatif untuk mengatasi penyelundupan. Salah satu aktor negara di Batam adalah pelaut Indonesia lokal yang memiliki lebih banyak orang dan kapal dari DJBC.Kata-kata kunci: penyelundupan, keamanan maritime, manajemen perbatasan, actor non Negara, pelaut local AbstractControl million of square kilometres ocean making Indonesia has enormous maritime boundaries. It takes enormous resources to control the maritime border optimally. Supervision, apropos, to ensure the border is not used as the trajec-tory of illicit trade, narcotic trafficking, and arms smuggling. Unfortunately, Indonesia hasn’t had minimum essential force to control her boundaries yet. Limited resources was reflected in Directorate General of Custom and Excise (DGCE) Office Batam, Riau Islands. Avant garde agent in smuggling prevention does not have enough personnel and ships to routinely patrol around Batam, border city located in Indonesia, Malaysia and Singapore boundaries. Conse-quently, Batam become one of the entrances and exits of various contraband. . Therefore, the involvement of non-state actors to be one alternative to overcome smuggling. One state actors in Batam is a local Indonesian seafarer who has more people and boats than DJBC.Keywords : smuggling, maritime security, boundaries management, non-state actors, local fisheries
Pengaruh Perubahan Pola Koalisi Antar Parpol Terhadap Proses Pembuatan Kebijakan Sektor Perberasan (Studi Kasus: Era Pemerintahan Gus Dur dan Megawati, serta Era Pemerintahan Pertama SBY)
Insignia: Journal of International Relations Vol 2 No 01 (2015): April 2015
Publisher : Laboratorium Hubungan Internasional, FISIP, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (952.345 KB) | DOI: 10.20884/1.ins.2015.2.01.452

Abstract

AbstrakAnalisis dalam studi ini menemukan bahwa oligarki politik baru yang terdiri atas partai politikreformis yang didukung oleh kepala pemerintahan local, organisasi petani dan NGO memilikikapasitas untuk mengurangi pengaruh dominan dari oligarki rezim Orde Baru yang lama dalamproses pembuatan kebijakan pada sektor beras. Pemerintahan Gus Dur mampu mengatus tariffimpor dan pemerintahan setelahnya dibawah Megawati tidak hanya berhasil mengakhiri hubunganIndonesia dengan IMF, tapi juga melarang impor beras. Bagaimanapun, kebijakan merekadihambat tidak hanya oleh kelemahan koalisi partai reformis dan kekuatan dominan dari elitoligarki dari rezim Orde Baru yang telah lalu. Dibawah kepemimpinan Yudhoyono yang pertama,larangan impor beras dihapuskan dan sebagai hasilnya partai politik reformis mengalihkandukungan politik mereka pada oligarki Orde Baru yang lama. Kata-kata kunci: kebijakan beras, koalisi partai reformis dan oligarki politik. AbstractThis study analizes that the new political oligarchy consisting of reformist political partiessupported by heads of local government, peasant organizations, and NGOs had the capacity toreduce the dominant influence of the old New Order regime oligarchy in the policy makingprocess of the rice sector. The Gus Dur government was able to stipulate import tariff, and thefollowing governtment under Megawati was, not only, successful in terminating the cooperationbetween Indonesia and IMF, but also, prohibited rice import. However, their policyperformance is hindered by both the weakness of reformist party coalition and the dominantpower of oligarchic elites of the past New Order regime. Under the First Yudhoyonogovernment, rice import ban was lifted as a result of reformist political parties diverted theirpolitical support to the old New Order oligarchy. Keywords: rice policy, reformist party coalition, and political oligarchy.
Penerapan Konsep Cross Border Regions (CBRs) dalam Kerja Sama Ekonomi Sub-regional Indonesia-Malaysia-Singapura Growth Triangle (IMS-GT) Yani, Yanyan M; Nizmi, Yusnarida Eka
Insignia: Journal of International Relations Vol 5 No 1 (2018): April 2018
Publisher : Laboratorium Hubungan Internasional, FISIP, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (497.659 KB) | DOI: 10.20884/1.ins.2018.5.1.819

Abstract

Tulisan ini menganalisa kemunculan dan dinamika perjalanan kesepakatan Growth Triangle  yang diinisiasi oleh pemerintah Singapura yang melibatkan kepulauan Riau di Indonesia dan juga Johor di Malaysia. Penjabaran difokuskan pada dinamika Growth Triangle sebagai sebuah kerjasama sub regional menurut konsep Cross Border Regios (CBRs) dan teori regionalisme baru (New Regionalism Theory). Growth tringle sendiri dalam tulisan ini diidentifikasi sebagai sebuah upaya perintisan kerjasama di wilayah ini, yang pembahasannya terbatas pada  kerjasama ekonomi antar negara dengan industrialisasi barunya di wilayah ini. Zona Indonesia Malaysia Sngapura Growth triangle (IMS-GT) ini dipilih karena posisi lintas perbatasan dan karakteristik mereka yang memiliki latar belakang kerjasama sejarah lintas batas yang panjang, memiliki komposisi multi etnis dan secara geografis berdekatan. Elemen-elemen  secara umum diidentifikasi sebagai pilar-pilar yang memfasilitasi proses yang menggiring sebuah wilayah menjadi ruang yang dinamis bagi para aktornya untuk secara aktif memainkan peran demi menjamin kepentingan-kepentingan transnasional mereka sendiri.   Kata Kunci: Growth Triangle, Kerjasama, Cross Border Regions (CBRs), Teori Regionalisme Baru.   This Paper analyse the rising and dynamics of Growth Triangle that was initiated by Singapore government which involved Kepulauan Riau in Indonesia and Johor in Malaysia. The Substantial topic focuses on the dynamics of Growth Triangle as a sub regional cooperation based on Cross Border Regions (CBRs) and New Regionalism Theory (NRT). Growth Triangle in this paper was identified as a volunteer cooperation among participant countries in this region, which its explanation was  on economic cooperation among countries within their new industrialization. Indonesia Malaysia Singapore Growth Triangle  (IMS-GT) was choosen because of their cross borders and characteristics in  having same cross border cooperations background  history, same ethnic compositions, and geograpically near by each other. Generally the elements are identified as pillars that  fasilitated the process to lead a region became a dynamic space to its actors actively play their role so that their own transnational interests are guaranted.    Keywords: Growth Triangle, Cooperation, Cross Border Regions (CBRs), New Regionalism Theory (NRT).  
The Compatibility of International Law and Islamic Law (Shari'a): A Case Study of Indonesia
Insignia: Journal of International Relations Vol 1 No 01 (2014): November 2014
Publisher : Laboratorium Hubungan Internasional, FISIP, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (733.143 KB) | DOI: 10.20884/1.ins.2014.1.01.428

Abstract

Tulisan ini menganalisa apakah ada persamaan antara hukum internasional yang bersumber dari Barat dan hukum Islam (Syariah) yang banyak diterapkan di negara-negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam antara lain Negara-negara di Timur Tengah, sebagian Afrika (NegaranegaraMagribi), dan sebagian negara di Asia Tenggara antara lain Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam. Hukum internasional dan Hukum Islam (Shari’a) memiliki persamaan mendasar dalam hal hak asasi manusia terutama jika dikaitkan dengan perlakuan yang sama apapun jenis kelaminnya. Tulisan ini mencoba menganalisa persamaan antara hukum internasional dan hukum Islam terkait hak-hak perempuan dalam pernikahan. Propinsi Aceh, Propinsi Sulawesi Selatan dan Propinsi Jawa Barat adalah 3 (tiga) propinsi di Indonesia yang menjadi studi kasus dari tulisan ini. Kata-kata kunci: Indonesia, Hukum Internasional, Hukum Islam (Syariah), Hak -hak perempuan

Page 3 of 18 | Total Record : 177