cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Indonesian Journal of Conservation
ISSN : 22529195     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Education,
The Indonesian Journal of Conservation [p-ISSN 2252-9195] is a journal that publishes research articles and conservation-themed conservation studies, including biodiversity conservation, waste management, green architecture and internal transportation, clean energy, art conservation, ethics, and culture, and conservation cadres
Arjuna Subject : -
Articles 308 Documents
DEFORESTATION, DEGRADATION, AND FOREST REGROWTH IN INDONESIA’S PROTECTED AREAS FROM 2000-2010 Erik Meijaard, Douglas Fuller J. Miettinen
Indonesian Journal of Conservation Vol 2, No 1 (2013): IJC
Publisher : Indonesian Journal of Conservation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This research used two new land cover maps from 2000 and 2010 to examine recent changes in forest cover in Indonesia’s protected areas (PAs). Our analysis included national parks (NPs), and nature and wildlife reserves (NRs/WSs) where deforestation was detected from 2000-2010. Indonesia’s terrestrial PAs lost approximately 0.37 million hectares (Mha), or 2.6% of their 2000 forest cover by 2010; with an additional 0.71 Mha transition from forest to the plantation/regrowth class. Although the forest regrowth of 0.57 Mha recorded during the same time frame suggests wide spread recovery of areas degraded prior to 2000, the high levels of transition from forest to plantation/regrowth class indicate that forest degradation within the protected areas is still a significant problem. Despite some improvement relative to the 1990s, we conclude that much improved management is required to address continued deforestation and degradation in Indonesia’s PAs. Keywords: Conservation Policy, Deforestation, Indonesia, Illegal Logging, Land Cover Change, MODIS Satellite Imagery   Penelitian ini menggunakan dua peta tutupan lahan baru dari tahun 2000 dan 2010 untuk memeriksa perubahan terbaru dalam tutupan hutan di kawasan lindung di Indonesia (KL). Unit analisis meliputi taman nasional (TN), serta cagar alam dan suaka margasatwa (CA / SM) di mana deforestasi terdeteksi 2000-2010. Di Indonesia terestrial KL kehilangan sekitar 0.370.000 hektar (Mha), atau 2,6% dari tutupan hutan tahun 2000 dibandingkan tahun 2010, dengan tambahan 0,71 juta ha transisi dari hutan ke kelas perkebunan / pertumbuhan kembali. Meskipun pertumbuhan kembali hutan 0,57 juta ha direkam selama waktu yang sama kajian menunjukkan pemulihan tersebar luas areal terdegradasi sebelum tahun 2000, tingginya tingkat transisi dari hutan ke kelas perkebunan / pertumbuhan kembali menunjukkan bahwa degradasi hutan di wilayah yang dilindungi masih merupakan masalah yang signifikan. Meskipun beberapa perbaikan secara relative melebihi era 1990-an, penelitian ini menyimpulkan bahwa manajemen ditingkatkan banyak yang dibutuhkan untuk mengatasi lanjutan deforestasi dan degradasi di lindung di Indonesia.Kata kunci: Kebijakan Konservasi, Deforestasi, Indonesia, Illegal Logging, Perubahan Tutupan Lahan, Citra Satelit MODIS  
PROFIL HABITAT JULANG EMAS (Aceros Undulatus) SEBAGAI STRATEGI KONSERVASI DI GUNUNG UNGARAN, JAWA TENGAH Nugroho Edi K, Margareta Rahayuningsih
Indonesian Journal of Conservation Vol 2, No 1 (2013): IJC
Publisher : Indonesian Journal of Conservation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Whreathead hornbill (Aceros undulatus) found at Mount Ungaran that the Important Birds Areas (IBA) in Indonesia-set by Birdlife International. The purpose of this research is to examine the ecology of Wreathed Hornbill (Aceros undulatus) in Mount Ungaran, especially to analyze the vegetation and habitat profile as an effort to support their habitat conservation at Mount Ungaran.  Vegetation profile made from the vertical structure of vegetation canopy closure, by making use of plot size measuring 60 x 20 m. Measurements were taken to the standing of vegetation, canopy closure, direction of the canopy, height canopy, a former branch of the vegetation height, and stem diameter. The results show the diversity of vegetation in 4 (four) research station, Banyuwindu, Mount Gentong, Gadjah Mungkur and Watuondo found 46 species categories of tree , 17 species categories of tiang, 27 species  category of pancang, 19 species of seedlings and 27 species of undergrowth vegetation, most commonly tree found in Mount Ungaran is Ficus sp, Litsea sp (Wuru Kembang) and salam klontong. Based on the observations the tree used as nest of Wreathed Hornbill  is Salam Klontong and Litsea sp. While Ficus sp is a source of food for the hornbill, including Wreathed Hornbill. Keywods : Habitat profile, Wreathed Hornbill (Aceros undulatus), consevation  Julang emas (aceros undulatus) ditemukan di Gunung Ungaran yang merupakan Daerah Penting Burung (DPB) di Indonesia oleh Birdlife International. Tujuan penelitian adalah menguji ekologi julang emas (aceros undulates) di Gunung Ungaran, khususnya untuk menganalisis vegetasi dan profil habitat sebagai upaya untuk menunjang konservasi habitat di Gunung Ungaran. Profil vegetasi dibuat dengan struktur tutupan vertikal, dengan ukuran 60 X 20 m. Pengujian dilakukan dengan meneliti vegetasi tegakan, tutupan, penutupan kanopi, arah kanopi, kanopi tinggi, mantan cabang ketinggian vegetasi, dan diameter batang. Hasil penelitian menunjukkan keragaman vegetasi di 4 (empat) stasiun penelitian, yakni Banyuwindu, Gunung Gentong, Gadjah Mungkur dan Watuondo menemukan 46 spesies kategori pohon, 17 jenis kategri tiang, 27 jenis kategori pancang, 19 jenis semai dan 27 spesies vegetasi lapis bawah. Pohon paling sering ditemukan di Gunung Ungaran adalah Ficus sp, Litsea sp (Wuru Kembang) dan salam klontong. Berdasarkan pengamatan pohon yang digunakan sebagai sarang julang adalah Salam klontong dan Litsea sp. Sementara Ficus sp merupakan sumber makanan bagi burung enggang, termasuk julang emas. Kata kunci: Profil habitat, julang emas, konservasi.  
URGENSI PENGELOLAAN SANITASI DALAM UPAYA KONSERVASI SUMBERDAYA AIR DI KAWASAN KARST GUNUNGSEWU KABUPATEN GUNUNGKIDUL Bayu Argadyanto Prabawa, Ahmad Cahyadi Efrinda Ari Ayuningtyas
Indonesian Journal of Conservation Vol 2, No 1 (2013): IJC
Publisher : Indonesian Journal of Conservation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Karst area in Gunungkidul Regency has a unique hydrological conditions. Groundwater system in this region is dominated by dissolution cracks which caused drier conditions at the surface. The condition also causes the groundwater in this area have groundwater vulnerability to pollution is high. Some of the results of previous studies is that some sources of water from groundwater in karst areas in Gunung Escherecia coli bacteria contaminated. These bacteria are thought to originate from the sanitary conditions are not good. This paper discusses the sanitary conditions in Gunungkidul karst area, sanitation systems are in harmony with conservation of groundwater in karst areas, as well as to discuss the efforts that must be done so that the sanitary conditions in Gunungkidul karst area be in harmony with the conservation of groundwater in the region. Sanitary conditions in Gunungkidul karst area is currently in poor condition so it could potentially cause contamination of groundwater in the region. Sanitary waste can be managed with the use of septic tank system modifications such as tripikon-s which will produce output that is environmentally friendly. As well as the system of sanitation in Gunungkidul karst area is more suited made ​​with system communal, is built on the karst alluvial plains with adding a channels filters which can be utilized as a media crop. Keywords:  Karst, Groundwater Vulnerability, Groundwater Conservation, Sanitation  Kawasan Karst Gunungkidul memiliki kondisi hidrologi yang unik. Sistem airtanah di kawasan ini di dominasi oleh celah-celah hasil pelarutan yang menyebabkan kondisi kering di permukaan. Kondisi tersebut juga menyebabkan airtanah di kawasan ini memiliki kerentanan airtanah terhadap pencemar yang tinggi. Beberapa hasil penelitian terdahulu menyebutkan bahwa beberapa sumber air yang berasal dari airtanah di Kawasan Karst Gunungkidul telah tercemar bakteri Escherecia coli. Bakteri ini diperkirakan berasal dari kondisi sanitasi yang tidak baik. Makalah ini membahas kondisi sanitasi di Kawasan Karst Gunungkidul, sistem sanitasi yang selaras dengan upaya konservasi airtanah di kawasan karst, serta untuk membahas upaya yang harus dilakukan agar kondisi sanitasi di Kawasan Karst Gunungkidul dapat selaras dengan upaya konservasi airtanah di kawasan tersebut. Kondisi sanitasi di Kawasan Karst Gunungkidul saat ini masih dalam kondisi kurang baik sehingga sangat berpotensi menyebabkan terjadinya pencemaran airtanah di kawasan tersebut. Limbah sanitasi dapat dikelola dengan menggunakan sistem septic tank modifikasi seperti tripikon-s yang akan menghaasilkan keluaran yang ramah lingkungan. Selain itu, sistem sanitasi di Kawasan Karst Gunungkidul lebih cocok dibuat dengan sistem komunal, dibangun pada dataran aluvial karst dengan menambahkan saluran penyaring yang dapat dimanfaatkan sebagai media tanaman. Kata Kunci:  Karst, Kerentanan Airtanah, Konservasi Airtanah, Sanitasi  
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP BERKARAKTER DI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG Tsabit Azinar Ahmad, Dewi Liesnoor Setyawati Margareta Rahayuningsih
Indonesian Journal of Conservation Vol 2, No 1 (2013): IJC
Publisher : Indonesian Journal of Conservation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The purpose of this research develops teaching material of environmental education character based in Semarang State University. This research used research and development approach and used qualitative and quantitative data analysis. Qualitative analyses have done by observation, interview, and focus group discussion, field note, and document analysis. T test used to analyze quantitative data.  Result of study based on questionnaire for environmental education lecturers shown that 48% argued subject material was inadequate to internalize character of conservation. This study also shown subject material of environmental education has several weaknesses in seven conservation pillars. Based on quasi experimental approach used one shot case study, it conclude t count are 4,45; t table for df 44 and α = 5% are 1,68. Based on student assessment, there were several excesses in new teaching material. Student argued new teaching material has several excesses in lay out, content, structure, and language uses. Keywords: environmental education character based, development, subject material    Tujuan penelitian ini adalah melakukan pengembangan bahan ajar Pendidikan Lingkungan Hidup berkarakter di Universitas Negeri Semarang. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan penelitian pengembangan (Research and Development) dan data dianalisis data secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis data kualitatif yang dilakukan melalui observasi, wawancara, lokakarya (FGD), pencatatan (field-note), dan dokumen dianalisis secara kualitatif. Analisis kuantitatif menggunakan uji t. Hasil penelitian menunjukkan berdasarkan hasil angket penilaian dosen-dosen PLH terhadap buku teks selama ini sebesar 46,86% menunjukkan bahwa buku ajar PLH dalam kategori tidak memadai dalam mewujudkan karakter konservasi. Penelitian juga menunjukkan bahwa buku ajar masih memiliki kelemahan dalam hal nilai-nilai karakter yang sesuai dengan tujuh pilar konservasi. Berdasarkan efektivitas draf buku ajar terbaru dengan quasi eksperimen menggunakan desain one shot case study diperoleh nilai thitung adalah 4,45 dan nilai ttabel untuk dk 44 dan α = 5% adalah 1,68. Berdasarkan penilaian mahasiswa, ada beberapa nilai tambah dalam buku ajar yang baru.  Mahasiswa menganggap buku ajar yang baru memiliki keunggulan dari segi tampilan, isi, struktur, dan bahasa yang digunakan. Kata Kunci: PLH berkarakter, pengembangan, bahan ajar  
GUNUNGPATI SEBAGAI KAWASAN PENYANGGA KOTA SEMARANG dkk., Moch. Samsul Arifin
Indonesian Journal of Conservation Vol 2, No 1 (2013): IJC
Publisher : Indonesian Journal of Conservation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This paper describes study of development of Gunungpati as effect of city growth and its impact for burying capacity of District Gunungpati as buffer zone. Suitability of land in the District Gunungpati the category is suitable for residential land is an area of ​​1612.2 Ha, 1079,3 Ha categories according amounted and 2719.5 areas unsuitable for residential use Gunungpati District. Areas which are not suitable for residential land has a high slope, degraded land, land for buffer zones and land for protected area. Growth and district development Gunungpati equitable development aimed at the area between the center and periphery are directed at areas that still have land suitability and environmental carrying capacity, thus retaining the agricultural and conservation areas in order to maintain the functioning of urban areas as buffer zones. Gunungpati districts in the future spatial planning is prioritized as a green area with vegetation - vegetation is able to reduce the criticality of land in District Gunungpati in particular, and can keep the Garang River discharge runoff in general so as to minimize flooding in the city of Semarang. .Keywords : buffer zones , Gunungpati , spatial Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji pembangunan di Gunungpati akibat pengembangan kota dan dampaknya terhadap daya dukung lahan di Kecamatan Gunungpati sebagai kawasan penyangga. Kesesuaian lahan di Kecamatan Gunungpati pada kategori sangat sesuai untuk lahan permukiman adalah seluas 1612,2 Ha, kategori sesuai sebesar 1079,3 Ha dan kawasan yang kurang sesuai 2719,5 digunakan untuk permukiman Kecamatan Gunungpati. Kawasan yang yang tidak sesuai untuk lahan pemukiman adalah lahan yang memiliki tingkat kemiringan tinggi, lahan kritis, lahan untuk kawasan penyangga dan lahan untuk kawasan lindung. Pembangunan dan pengembangan Kecamatan Gunungpati yang ditujukan untuk pemerataan pembangunan wilayah antara pusat dan pinggiran diarahkan pada daerah yang masih memiliki kesesuaian lahan dan daya dukung lingkungan, sehingga tetap mempertahankan kawasan pertanian dan konservasi dalam rangka mempertahankan fungsi wilayah sebagai wilayah penyangga perkotaan. Kecamatan Gunungpati dalam penataan ruang pada masa mendatang lebih diprioritaskan sebagai kawasan hijau dengan vegetasi-vegetasi yang mampu mereduksi kekritisan lahan di Kecamatan Gunungpati pada khususnya, dan dapat menjaga debit limpasan Sungai Garang pada umunya sehingga mampu meminimalisir banjir di Kota Semarang. Kata kunci: kawasan penangga, Gunungpati, tata ruang  
SELEMBAYUNG SEBAGAI IDENTITAS KOTA PEKANBARU: KAJIAN LANGGAM ARSITEKTUR MELAYU Dimas Wihardyanto, Gun Faisal,
Indonesian Journal of Conservation Vol 2, No 1 (2013): IJC
Publisher : Indonesian Journal of Conservation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pekanbaru, like other cities in Indonesia experienced the turmoil of physical development which in turn raises the question of what exactly can be appointed as the physical identity of the results of development that occurs. Traditional architecture reuse or constituent elements of traditional architecture is considered to be the fastest way to get the identity of the building and the city. However, no thorough understanding of the traditional architecture led to a blurring or loss of significance of the use of the elements of the traditional architecture, and often traditional architectural elements are placed not in the proper place. Selembayung as elements of traditional Malay architecture which was adopted as the identity of the building and the city of Pekanbaru was experiencing a shift in meaning due to the lack of a thorough understanding of traditional Malay architecture. Thus, in applying it tends to be treated as a patch that is sometimes incorrect placement.Keywords : Pekanbaru , Traditional Malay Architecture , Building Identity , Identity Cities  Pekanbaru, seperti layaknya kota-kota lain di Indonesia mengalami gejolak pembangunan fisik yang pada akhirnya menimbulkan pertanyaan apakah sebenarnya yang bisa diangkat sebagai identitas fisik dari hasil-hasil pembangunan yang terjadi. Menggunakan kembali arsitektur tradisional ataupun elemen-elemen penyusun arsitektur tradisional tersebut dipandang menjadi cara tercepat guna mendapatkan identitas bangunan maupun kota. Namun demikian pemahaman yang tidak menyeluruh dari arsitektur tradisional tersebut menyebabkan kaburnya atau hilangnya makna dari penggunaan elemen-elemen arsitektur tradisional tersebut, bahkan seringkali elemen-elemen arsitektur tradisional ditempatkan bukan pada tempat yang seharusnya. Selembayung sebagai elemen arsitektur tradisional Melayu yang diangkat sebagai identitas bangunan dan Kota Pekanbaru ternyata mengalami pergeseran makna akibat tidak adanya pemahaman yang menyeluruh terhadap arsitektur tradisional Melayu. Sehingga dalam menerapkannya cenderung diperlakukan sebagai tempelan yang terkadang penempatannya salah. Kata Kunci: Pekanbaru, Arsitektur Tradisional Melayu, Identitas Bangunan, Identitas Kota  
FITOTEKNOLOGI DAN EKOTOKSIKOLOGI DALAM PENGOLAHAN SAMPAH MENJADI KOMPOS Pranoto, Pranoto
Indonesian Journal of Conservation Vol 2, No 1 (2013): IJC
Publisher : Indonesian Journal of Conservation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Compost is organic matter results in a controlled aerobic process. Currently, compost are very prosperous, especially to support agriculture and forestry sector. However, compost development is still experiencing many obstacles. Therefore, this paper is intended as a critique of the design study of the existing composting to be developed into a design-based quality assurance. Compost quality assurance is focused on the nature of technology, i.e. eco-toxicological and phytotechnology. Composts quality assurace in composting instalation used sacrifice plant. Phytoremediation processes are generally distinguished by the mechanisms and functions of plant structures, i.e. phytoextraction, rhizofiltration, phytodegradation, rhizodegradation, phytovolatilization. Meanwhile, ecotoxicology studied the effects of destructive substances suprabiota (individuals’ populations and communities) in ecosystem. Phytotechnology and eco-toxicological product sorted became ready uses composts. Keywords: compost, garbage, phytotechnology, eco-toxicology.    Kompos adalah zat organik hasil proses aerobik secara terkontrol. Saat ini, pasar kompos di Indonesia sangat terbuka luas terutama untuk menunjang sector pertanian dan kehutanan. Namun demikian, pengembangannya masih mengalami berbagai kendala. Oleh karena itu, tulisan ini ditujukan sebagai kajian kritik terhadap desain pengomposan yang ada untuk dikembangkan menjadi desain berbasis jaminan kualitas. Penjaminan kualitas kompos di sini difokuskan kepada teknologi alamiah yaitu fitoteknologi dan ekotoksikologi. Untuk memberikan jaminan kualitas kompos yang siap pakai dalam berbagai kegiatan tersebut maka dalam instalasi produksi kompos diperlukan instalasi tumbuhan korban (sacrifice plant). Proses fitoremediasi secara umum dibedakan berdasarkan mekanisme fungsi dan struktur tumbuhan, yakni fitostabilisasi, fitoekstraksi, rizofiltrasi, fitodegradasi, rizodegradasi, fitovolatilisasi. Sementara itu, ekotoksikologi adalah kajian efek destruktif zat terhadap suprabiota (individu, populasi dan komunitas) dalam suatu ekosistem. Produk fitoteknologi dan ekotoksikologi inilah yang kemudian diambil untuk dipilah menjadi kompos siap pasar. Kata Kunci: Kompos, sampah, fitoteknologi, ekotoksikologi  
PEMBELAJARAN SEJARAH BERWAWASAN LINGKUNGAN Ahmad, Tsabit Azinar
Indonesian Journal of Conservation Vol 2, No 1 (2013): IJC
Publisher : Indonesian Journal of Conservation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This paper analyzes the relevance of history education and environmental issues. Based on literature study, there are relevance between history and environmental issues. Since 1970s, new study in history has developed namely environmental history. The emergence of environmental history became starting point of Environmental History Learning (EHL). EHL emphasized the importance of the progress of mutual relations between man and nature. EHL implementation can be done with chronological-integrative models, selected themes, and thematic-chronological model. The improvements for aspect of “content and context” are needed to achieve effective learning outcomes. Aspect of content has subject matter essence and developing for historiography of environmental history.  Then aspects of context include teachers, atmosphere, and a learning system that emphasizes the real problem. EHL has role as a roadmap of the various environmental issues that are currently happening. In addition, EHL also provide role models and best practices in order to process planning and handling environmental problems do not return the same stumbling dilemma. Development of environmental history learning is expected to internalize awareness and preservation of the environment. Keywords: teaching history, environmental history, environmental education.  Tulisan ini mengaji relevansi pendidikan sejarah dan masalah-masalah lingkungan. Dari kajian literatur, terdapat keterkaitan antara sejarah dan masalah-masalah lingkungan. Sejak tahun 1970an telah berkembang kajian baru dalam sejarah yang disebut sejarah lingkungan. Berkembangnya sejarah lingkungan menjadi titik tolak berkembangnya Pembelajaran Sejarah Berwawasan Lingkungan (PSBL). PSBL menekankan arti penting perkembangan hubungan timbal balik antara manusia dan alam. Penerapan PSBL dapat dilakukan dengan model kronologis-integratif, kapita selekta, dan tematis-kronologis. Untuk mewujudkan capaian yang efektif, perlu pembenahan dalam aspek content dan context. Aspek content meliputi esensi materi dan perkembangan historiografi sejarah lingkungan. Kemudian aspek context meliputi guru, suasana, dan sistem pembelajaran yang menekankan pada masalah nyata. PSBL berperan sebagai roadmap dari beragam isu lingkungan yang saat ini terjadi. Selain itu, PSBL juga berperan dalam memberikan role models dan best practices agar proses perencanaan dan penangan masalah lingkungan tidak kembali terantuk masalah yang sama.   Pengembangan pembelajaran berwawasan lingkungan diharapkan mampu menanamkan nilai kepedulian dan pelestarian terhadap lingkungan Kata kunci: pembelajaran sejarah, sejarah lingkungan, pendidikan lingkungan.  
KEARIFAN LOKAL DALAM TRADISI TUTUR DAN SERAT: SUMBER REKONSTRUKSI KARAKTER RELIGIUS BANGSA Mulkhan, Abdul Munir
Indonesian Journal of Conservation Vol 2, No 1 (2013): IJC
Publisher : Indonesian Journal of Conservation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This paper analyzes local knowledge as a source for the reconstruction of the religious character of the younger generation. These are due every culture and traditions have a mechanism to deliver the messages of its local knowledge. One medium that is able to convey the message of local wisdom oral tradition and serat. Local culture and tradition are medium to reconstruct awareness about what people believed in god. Much more local knowledge can be developed for educational materials in the form of the value of local wisdom that can be searched. Some idioms describe local wisdom are ojo dumeh, malati, ora ilok, besok ono jaman naliko pasar ilang kumandange, sepur biso mabur. However at this time there are problems, the values ​​of ethics (manners) and predictive technologies that regardless of educational practice and moral education or technology education. Therefore, the integration of local knowledge needs to be done through education, formal, non-formal, and informal. Thus, local knowledge transmission medium capable of developing into a culture that is able to meet the challenges of the times in accordance with human nature as religious beings. Keywords: local wisdom, oral culture, serat, character. Tulisan ini bertujuan menganalisis kearifan lokal sebagai sumber rekontruksi karakter religius bagi generasi muda. Ini disebabakn tiap kebudayaan dan tradisi memiliki mekanisme untuk menyampaikan pesan-pesan kearifan lokal yang dimilikinya. Salah satu media yang mampu menyampaikan pesan kearifan lokal adalah dalam tradisi tutur dan serat.  Budaya dan tradisi lokal amat kaya merekonstruksi kesadaran tentang apa yang diyakini masyarakat sebagai Tuhan atau disebut Tuhan. Banyak lagi kearifan lokal yang bisa dikembangkan bagi materi pendidikan nilai berupa hikmah lokal yang bisa dicari. Beberapa kata hikmah lokal seperti; ojo dumeh, malati, ora ilok, besok ono jaman naliko pasar ilang kumandange, sepur biso mabur. Namun saat ini terjadi masalah, nilai-nilai etik (sopan-santun) dan prediksi teknologi itu terlepas dari praktik pendidikan dan pendidikan moral atau pendidikan teknologi. Oleh karena itu, integrasi kearifan lokal perlu dilakukan melalui pendidikan, baik formal, nonformal, maupun informal. Dengan demikian, kearifan lokal mampu berkembang menjadi media transmisi budaya yang mampu menjawab tantangan zaman sesuai dengan kodrat manusia sebagai makhluk religius.  Kata kunci: kearifan lokal, tutur, serat, karakter  
EVALUASI IMPLEMENTASI PROGRAM PENANAMAN DI KECAMATAN GUNUNGPATI OLEH MAHASISWA FAKULTAS ILMU SOSIAL Subagyo, Subagyo; Ahmad, Tsabit Azinar
Indonesian Journal of Conservation Vol 3, No 1 (2014): IJC
Publisher : Indonesian Journal of Conservation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The purposes of this research are as follows: (1) describing the implementation of planting in Gunungpati District done by students of Social Science Faculty of UNNES; (2) evaluating the implementation of planting in Gunungpati District done by students of Social Science Faculty of UNNES. The research activities were carried out in two Subdistric, Sekaran Subdistric and Plalangan Subdistric. Both Subdistrics were selected because they were the locations of planting done by students of Social Science Faculty of UNNES. This study was an evaluation. The Faculty of Social Sciences in 2012 did planting in Pongangan and Sekaran on a regular basis. Planting in the Sekaran Subdistric was conducted  on March 18, 2012, then planting in Pongangan Subdistric was conducted on April 13, 2013. Planting in Sekaran area were conducted in three points, namely: (1) Margasatwa Street, Banaran; (2) Persen Village, and (3) Bandardowo Village RT II RW VII. There were 500 seedlings were planted. Planting in Pongangan Subdistric was also conducted in three points, namely in RW II, III RW, and RW V. The seeds planted reached 2060 seeds. The plants which were in well-maintained category were only 9% meanwhile the plants which were well-maintained were 40%. Last, the plants which categorized into bad condition were 51%. Then plants are not maintained in the category by 51%.Keywords: planting, conservation, studentTujuan penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Mendeskripsikan implementasi penanaman di Kecamatan Gunungpati oleh mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Unnes; (2) Mengevaluasi implementasi penanaman di Kecamatan Gunungpati yang telah oleh mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Unnes. Lokasi kegiatan penelitian dilakukan di dua keluraan, yakni Kelurahan Plalangan dan Kelurahan Sekaran. Kedua kelurahan ini dipilih karena keduanya adalah lokasi penanaman yang dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Unnes. Penelitian ini merupakan penelitian evaluasi.  Fakultas Ilmu Sosial pada tahun 2012 melakukan penanaman secara berkala di Kelurahan Pongangan dan Sekaran. Penanaman di Kelurahan Sekaran dilakukan pada tanggal 18 Maret 2012. Kemudian, penanaman di Pongangan dilakukan pada 13 April 2013. Penanaman di Sekaran dilakukan di tiga titik, yakni: (1) Jalan Margasatwa, Banaran; (2) Dukuh Persen, dan (3) Dukuh Bandardowo RT II RW VII.  Di Kelurahan Sekaran, ditanam sebanyak 500 bibit. Penanaman di Pongangan dilakukan di tiga titik, yakni RW II, RW III, dan RW V. Penanaman di Kelurahan Pongangan mencapai 2060 bibit. Tanaman yang ada pada kategori terawat hanya 9 %. Sementara tanaman pada kategori terawat sebesar 40%. Kemudian tanaman yang berada pada kategori tidak terawat sebesar 51%.Kata kunci: penanaman, konservasi, mahasiswa

Page 2 of 31 | Total Record : 308