JURNAL ANALISIS KEBIJAKAN KEHUTANAN
The journal is published by the Center for Social Research and Economy, Policy and Climate Change, Agency for Research, Development and Innovation, Ministry of Environment and Forestry. The name of the publisher has changed because of the merger of the Ministry of Forestry with the Ministry of Environment, becoming the Ministry of Environment and Forestry, Republic of Indonesia (Presidential Decree No. 16/2015). The publisher logo also changes to adjust the Logo of the Ministry of Environment and Forestry.
Articles
353 Documents
PERMASALAHAN PENATAAN RUANG KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI
Syahadat, Epi;
Subarudi, Subarudi
ISSN 0216-0897
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi (RTRWP) dan kabupaten/kota (RTRWK) sangat terkait dengan penataan dan keberadaan kawasan hutan. Penyusunan RTRWP masih menyisakan persoalan terkait dengan penyelesaian yang berlarut-larut terhadap usulan revisi dari beberapa pemerintah daerah provinsi. Oleh karena itu, kajian tentang permasalahan RTRWP ini menjadi penting dan relevan untuk membantu penyelesaiannya. Tujuan dari kajian ini adalah menelaah kebijakan penataan ruang yang ada, mengidentifikasi permasalahannya dan menyusun strategi penyelesaian masalahnya. Sebenarnya sudah tersedia perangkat peraturan dan kebijakan penataan ruang wilayah dan kawasan hutan, namun masih perlu pengkajian lebih lanjut terkait dengan harmonisasi dan sinkronisasi dari aspek substansinya. Permasalahan yang muncul dalam revisi RTRWP adalah: (i) revisi dipaksakan karena desakan politik (maraknya pemekaran wilayah), (ii) revisi untuk menyelamatkan keterlanjutan keberadaan usaha non kehutanan, (iii) revisi APL tidak dilengkapi kajian teknis dan spasial terkait rencana dan realisasi pemanfaatannya, (iv) tumpang tindih perijinan usaha kehutanan dan non kehutanan, (v) usaha perkebunan dan lainnya di hutan tanpa ijin resmi dari Menteri Kehutanan, (vi) revisi memiliki resiko besar terhadap lingkungan hidup, dan (vii) penyelesaian revisi memerlukan waktu relatif lama. Adapun strategi penyelesaian masalah tata ruang dalam revisi RTRWP meliputi: (i) perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan, (ii) percepatan kerja tim terpadu perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan, (iii) pelaksanaan audit pemanfaatan ruang kawasan hutan, dan menerapkan prinsip dan arahan dalam audit kawasan hutan.
KAJIAN PADUSERASI TATA RUANG DAERAH (TRD) DENGAN TATA GUNA HUTAN (TGH)
Syahadat, Epi;
Dwiprabowo, Hariyatno
ISSN 0216-0897
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Kajian paduserasi tata ruang daerah dengan tata guna hutan adalah suatu kajian terhadap aturan main dalam pelaksanaan paduserasi rencana tata ruang daerah dengan tata guna hutan, dasar hukum, serta upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengoptimalkan struktur ruang daerah sesuai dengan rencana pembangunan/pengembangan daerah. Kajian paduserasi tata ruang daerah dengan tata guna hutan berorientasi terhadap aspek-aspek utama dan pendukung yang menyebabkan keberhasilan maupun kegagalan dari pelaksanaan paduserasi tata ruang daerah dengan tata guna hutan. Oleh karenanya analisis paduserasi tata ruang daerah dengan tata guna hutan sangat diperlukan. Tujuan umum dari kajian ini adalah mengkaji sejauhmana kebijakan tata ruang yang ada dapat diimplementasikan dalam proses pelaksanaan paduserasi usulan revisi tata ruang daerah dengan tata guna hutan dan secara khusus mengkaji : a) kebijakan perubahan kawasan hutan; b) mengidentifikasi tata cara dan persyaratan perubahan kawasan hutan. Sasaran dari kajian ini adalah : (a) terindentifikasinya persepsi stakeholder terkait paduserasi antara TRD dengan TGH. (b) teridentifikasinya kekuatan dan kelemahan tatacara dan persyaratan perubahan kawasan hutan. Hasil kajian menunjukkan bahwa kegiatan paduserasi dan rekomendasi yang diberikan oleh tim terpadu telah sesuai dengan usulan permohonan perubahan peruntukan maupun perubahan fungsi kawasan yang diusulkan oleh daerah setempat. Penyederhanaan persyaratan dalam permohonan paduserasi dan adanya kejelasan batas waktu dalam penyelesaiannya merupakan sesuatu yang sangat penting agar tercipta kepercayaan masyarakat terhadap produk kebijakan yang dibuat.
KAJIAN PERMASALAHAN INDUSTRI KAYU DALAM KAITANNYA DENGAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TERMINAL KAYU TERPADU DI JAWA TENGAH
Malik, Jamaludin;
Wijaya, Holi Bina;
Handayani, Wiwandari
ISSN 0216-0897
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Industri pengolahan kayu dan mebel (IPKM) Jawa Tengah saat ini menghadapi permasalahan kekurangan bahan baku kayu. Hal ini memunculkan ide untuk membangun terminal kayu terpadu (TKT). Oleh karena investasi pembangunan TKT membutuhkan biaya yang sangat besar, sementara permasalahan inti industri kayu Jawa Tengah belum diketahui, maka diperlukan kajian untuk mengetahui dibutuhkan atau tidaknya terminal kayu terpadu sebagai fasilitas penunjang industri kayu di Jawa Tengah. Tulisan ini mengemukakan hasil kajian terhadap kebijakan pembangunan terminal kayu terpadu tersebut. Kajian difokuskan pada permasalahan yang dihadapi IPKM, solusi yang dikemukakan dan tingkat pasokan dan kebutuhan bahan baku kayu. Kajian dilakukan dengan metode deskriptif dan eksploratif yang menganalisis data kuantitatif dan kualitatif, baik sekunder maupun primer yang diperoleh melalui wawancara mendalam terhadap responden dengan kriteria tertentu yang dipilih secara purposive sampling.
Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat empat permasalahan utama IPKM Jawa Tengah, berturut-turut menurut prioritasnya adalah: (i)Kesenjangan antara pasokan dengan kebutuhan bahan baku kayu; (ii) Iklim usaha kurang kondusif; (iii) Kebijakan/peraturan dari pemerintah dirasa memberatkan dan tidak konsisten, dan (iv) Kompetensi sumber daya manusia, teknologi serta kelembagaan dan sarana/prasarana yang kurang. Sementara itu, pembangunan TKT bukan satu-satunya solusi yang harus dilakukan, melainkan harus simultan dengan alternatif solusi lainnya. Berdasarkan analisis diketahui bahwa apabila TKT dibangun saat ini maka akan kesulitan untuk mendapatkan pasokan kayu, baik dari luar Jawa mupun impor. Hal ini diebabkan oleh defisit bahan baku juga terjadi di wilayah utama (luar Pulau Jawa) penghasil kayu mencapai sekitar 50 juta m3 /tahun dan secara global mencapai lebih dari 740 juta m3 /tahun.
PERAN PARAPIHAK DALAM PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT; STUDI KASUS DI KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR, SUMATERA SELATAN
Martin, Edwin;
Winarno, Bondan
ISSN 0216-0897
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Rehabilitasi lahan gambut berbasis pohon masih merupakan upaya yang langka, baik dari sisi program maupun keberhasilannya. Penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan umum tentang bagaimana menjadikan program rehabilitasi lahan gambut berbasis pohon dapat didukung oleh parapihak, melalui studi kasus di Kabupaten Ogan Komering Ilir. Analisis stakeholder dan faktor-faktor kelembagaan dan sosial ekonomi yang mendukung aksi kolektif pemanfaatan lahan gambut digunakan sebagai metode dalam mencari pemungkin terjadinya dukungan parapihak terhadap upaya rehabilitasi. Penerimaan sosial yang tinggi terhadap suatu komoditas atau jenis usaha dan kemudahan dalam membuat batas sebuah jenis usaha adalah faktor pemungkin dominan yang layak diperhatikan agar terjadi aksi kolektif dalam program rehabilitasi lahan gambut di Kabupaten Ogan Komering Ilir.
KAJIAN STRATEGI IMPLEMENTASI KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN (KPH): STUDI KASUS DI KABUPATEN TANA TORAJA, PROVINSI SULAWESI SELATAN
Rizal HB, Achmad;
Dewi, Indah Novita;
Kusumedi, Priyo
ISSN 0216-0897
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Konsep KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) membagi kawasan hutan menjadi wilayah pengelolaan hutan terkecil sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola secara efisien dan lestari (PP 6/2007 jo PP 3/2008) yang dimulai dengan pembangunan KPHModel. Satu di antaranya adalah KPHModel di Kabupaten Tana Toraja yang telah dicanangkan pada tahun 2005. Sejauh ini, konsep KPH belum dapat diimplementasikan di kabupaten tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan strategi implementasi pembangunan KPH di Sulawesi Selatan dengan studi kasus di Kabupaten Tana Toraja. Metode pengumpulan data meliputi: urvei, wawancara, dan FGD ( ). Data yang dihimpun, selanjutnya dianalisis dengan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Untuk merumuskan strategi implementasi KPH, digunakan analisis medan daya ( = FFA). Hasil kajian menunjukkan adanya beberapa faktor pendorong dan faktor penghambat, baik internal maupun eksternal dalam implementasi KPH. Konsep KPH dan peraturan terkait perlu disosialisasikan secara intensif dengan melibatkan stakeholder kunci. Pembangunan KPH Tana Toraja berada pada kategori , dengan strategi alternatif yang disarankan adalah konsentrasi melalui integrasi horizontal. Strategi ini termasuk dalam strategi pertumbuhan dengan cara memperluas kegiatan di masyarakat dan mengembangkan jaringan informasi dan komunikasi antar daerah yang memiliki program KPH.
STRATEGI KEBIJAKAN PEMASARAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU DI KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT, PROVINSI MALUKU
Salaka, Fentie J.;
Nugroho, Bramasto;
Nurrochmat, Dodik R.
ISSN 0216-0897
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Hasil hutan bukan kayu (HHBK) memiliki nilai sosial dan ekonomi yang penting bagi masyarakat di negara-negara berkembang yang menggantungkan hidup mereka pada HHBK yang merupakan mata pencaharian mereka. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merumuskan strategi kebijakan pemasaran HHBK. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku. Data primer dan data sekunder dikumpulkan dengan metode eksplorasi dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi pemasaran dari HHBK mengutamakan pengembangan pemasaran dan pengembangan produk HHBK, dengan melaksanakan kebijakan: 1) Peningkatan kuantitas dan kualitas produksi HHBK; 2) Penguatan informasi pemasaran; 3) Peningkatan kualitas SDM petani melalui kegiatan pembinaan dan penyuluhan; 4) Peningkatan pemberian bantuan modal usaha, khususnya kepada petani minyak kayu putih; 5) Peningkatan kegiatan promosi pada tingkat provinsi dan nasional; 6) dan Penciptaan suatu mekanisme pengurusan izin yang mudah dan cepat.
KONDISI TATA KELOLA HUTAN UNTUK IMPLEMENTASI PENGURANGAN EMISI DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI HUTAN (REDD+) DI INDONESIA
Ekawati, Sulistya;
Lugina, Mega;
Ginoga, Kirsfianti L.
ISSN 0216-0897
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Salah satu elemen kritis untuk mendukung keberhaslan REDD+ adalah melalui upaya meningkatkan tata kelola kepemerintahan yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis upaya kondisi tata kelola lembaga REDD+ sudah ada. Penelitian dilakukan pada tahun 2011 di Kabupaten Lombok Tengah dan Kabupaten Berau. Pemilihan kedua lokasi ini didasarkan pada keberadaan kegiatan percontohan (Demonstration Activities good) di lokasi tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lembaga REDD+yang ada belum sepenuhnya mencerminkan tiga pilar dalam good governance , keterwakilan unsur masyarakat masih kurang. Indikator profesionalisme menduduki nilai tertinggi, sedangkan indikator partisipasi menduduki nilai terendah. Lembaga yang dapat berpotensi untuk menjadi lembaga REDD+ tersebut juga belum sepenuhnya menerapkan prinsip-prinsip good governance , hal ini karena baru dalam tahap awal operasional. Lembaga REDD+ yang ada semuanya merupakan lembaga ad hoc sehingga bersifat sementara, ada kecenderungan tidak adanya learning organization dan mengarah ke overlapping fungsi. Penelitian menyarankan beberapa hal: (i) penguatan tata kelola hutan pada lembaga REDD+ yang sudah ada bisa dilakukan melalui penguatan pilar masyarakat dan penguatan prinsip partisipasi, (ii) masyarakat atau pihak yang mewakili masyarakat perlu dilibatkan dalam struktur kelembagaan REDD+, (iii) Penilaian prinsip-prinsip good governance dalam institusi REDD+ akan lebih komprehensif jika dilakukan pada kondisi implementasi, dimana mekanisme distribusi pembayaran dari kegiatan penurunan emisi sudah berjalan, (iv) Fungsi fasilitas perlu terus diperkuat sebagai penggerak mekanisme REDD+ agar dapat terimplementasikan dan (iv) Struktur organisasi yang terbaik mengikuti strategi REDD+yang ditetapkan.
KAJIAN KELEMBAGAAN DAN KEBIJAKAN HUTAN TANAMAN RAKYAT: SEBUAH TEROBOSAN DALAM MENATA KEMBALI KONSEP PENGELOLAAN HUTAN LESTARI
Hakim, Ismatul
ISSN 0216-0897
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Pembangunan HTR merupakan upaya pemerintah dalam rangka meningkatkan partisipasi dan tanggung jawab masyarakat sekitar hutan dalam pengelolaan dengan didasari oleh prinsip-prinsip pengelolaan hutan produksi. Masyarakat diharapkan dapat lebih memahami fungsi ganda hutan/kawasan hutan sebagai penyangga kehidupan. Pengalaman yang dimiliki oleh Departemen Kehutanan dalam mengelola hutan produksi (alam dan tanaman), hutan kemasyarakatan dan hutan rakyat memberikan dasar-dasar pertimbangan teknis, manajemen, kelembagaan dan pembiayaan yang bermanfaat untuk memperkuat kelembagaan HTR. Secara teknis dan manajemen, program HTR dapat merupakan upaya kelembagaan kehutanan dalam menata kembali konsep kesatuan pengelolaan hutan (KPH) yang dimulai dari bawah dengan luasan sempit. Beberapa aspek penting yang harus dilakukan penataannya adalah : (a) aspek teknologi pengelolaan HTR yang tepat guna, (b) jaminan keamanan dan ketersediaan lahan, (c) jaminan pasar/industri pengguna hasil HTR, (d) adanya kelembagaan petani (inti) dan kelembagaan penunjang yang kuat dan (e) adanya skim pembiayaan konvensional (bersumber dari dana DR) dan pembiayaan alternatif dari sektor/lembaga lain memerlukan dukungan konsep HTR yang operasional dan mudah digunakan oleh masyarakat.
PERLUNYA PERBAIKAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN CENDANA DI NTT MENUJU PENGUSAHAAN CENDANA YANG LESTARI
Butarbutar, Tigor;
Faah, Geisberd
ISSN 0216-0897
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Eksploitasi kayu cendana yang tidak berbasis kelestarian dan kurangnya pengetahuan teknis dari masyarakat pada masa dulu menyebabkan kayu cendana menjadi langka. Di samping kurangnya pengetahuan teknis penanaman, peraturan yang mengharuskan untuk menanam hanya terdapat dalam beberapa pasal tanpa penjelasan yang rinci dan tanpa menyebutkan sanksi yang tegas. Tulisan ini merupakan uraian peraturan perundangan yang mengatur eksploitasi kayu cendana yang ada sejak tahun 1956 sampai dengan 1999. Umumnya isi dari peraturan perundangan di atas mengenai fee, pajak dan sanksi-sanksi bagi masyarakat yang mengganggu tanaman cendana di lapangan Kelihatannya peraturan tersebut hanya mengatur eksploitasi tanpa mempertimbangkan rehabilitasi atau penanaman kembali. Pada akhirnya karena kondisi-kondisi di atas menjadikan cendana menjadi sangat langka dan saat ini sangat sulit untuk menemukannya di lapangan, terutama yang berukuran besar. Kedepan, sangat penting untuk menyusun kebijakan yang menyeluruh mulai dari penanaman, pemeliharaan, pemanenan, fee, pajak dan pemasaran untuk kayu cendana dan turunannya.
KAJIAN KEBIJAKAN KAYU BAKAR SEBAGAI SUMBER ENERGI DI PEDESAAN PULAU JAWA
Dwiprabowo, Hariyatno
ISSN 0216-0897
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Kayu bakar merupakan sumber energi penting untuk memasak baik untuk rumah tangga maupun industri rumah tangga di wilayah pedesaan. Hasil studi RWEDP menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Tenggara tidak menurunkan konsumsi kayu bakar penduduk bahkan cenderung meningkatkan. Meskipun kebijakan konversi gas telah menyentuh wilayah pedesaan namun kenyataan menunjukkan penggunaan kayu bakar tetap tinggi. Kajian ini dimaksudkan untuk mengetahui penggunaan kayu bakar dan bahan bakar alternatif serta sumber kayu bakar di wilayah pedesaan di tiga kabupaten di P. Jawa serta kebijakan yang terkait dengan kayu bakar. Hasil kajian menunjukkan bahwa pengguna kayu bakar di tingkat rumah tangga di desadesa sampel di Kabupaten Banjarnegara, Sukabumi dan Lebak masih cukup tinggi. Di ketiga kabupaten tersebut, jumlah desa yang sebagian besar rumah tangganya menggunakan kayu bakar berturut-turut 90%, 70%, dan 50%. Meskipun sebagian rumah tangga telah menggunakan gas, namun pada saat yang bersamaan kayu bakar tetap dipergunakan. Sumber kayu bakar penduduk adalah kebun sendiri, kawasan hutan, perkebunan, dan limbah industri kayu yang tersebar di wilayah pedesaan. Kebijakan atau program pemerintah pusat maupun daerah yang terkait kayu bakar cenderung lemah sedangkan kebijakan kayu bakar Perum Perhutani cenderung tetap seperti tercermin pada rencana produksinya. Kebijakan kayu bakar perlu didekati dari sisi pasokan maupun konsumsi.