cover
Contact Name
Nur Arifin
Contact Email
diskursus@uin-alauddin.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
diskursus@uin-alauddin.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kab. gowa,
Sulawesi selatan
INDONESIA
Jurnal Diskursus Islam
ISSN : 23385537     EISSN : 26227223     DOI : -
Jurnal Diskursus Islam adalah jurnal yang diterbitkan oleh Program Pascasarjana UIN Alauddin Makassar yang merefleksikan diri sebagai wadah akademik untuk publikasi artikel ilmiah. Jurnal ini menfokuskan pada kajian/studi islam dalam berbagai aspeknya yang diharapkan dapat memberi referensi bagi pembaca dalam pengembangan wawasan akademik dan keilmuan.
Arjuna Subject : -
Articles 321 Documents
GERAKAN HIZBUT TAHRIR DI KOTA PARE-PARE (Membaca Pengaruh Pemikiran Taqiyuddin al-Nabhani) Jamilah, Siti
Jurnal Diskursus Islam Vol 3, No 1 (2015)
Publisher : Jurnal Diskursus Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

  Gerakan fundamentalis dalam Islam umumnya –khusunya Hizbut Tahrir- berasal dari sejumlah negara di Timur Tengah yang diadaptasi mahasiswa Indonesia yang menempuh kuliah di negara-negara tersebut, meskipun sebagian juga mengambil ide-ide modernis dalam kesesuaiannya dengan Islam. Dalam konteks Indonesia, keberadaan HT sebenarnya sudah mulai ditemukan jauh sebelum jatuhnya Orde Baru. HT Indonesia sudah mulai berkembang di Indonesia sejak tahun 1982 melalui Abdurrahman al-Bagdadi dan Musthofa. Hizbut Tahrir Indonesia tidak secara gamblang menyebut Hizbut Tahrir sebagai gerakan sosial, sebab sejak berdirinya Hizbut Tahrir ini, memang sudah memproklamirkan diri sebagai aktivitas politik, praktis segala sesuatunya senantiasa dikaitkan dengan pemikiran politik, baik itu berbicara masalah ekonomi maupun berbicara tentang aktivitas sosial Hizbut Tahrir Indonesia. Hubungan gerakan HTI dengan pemikiran Taqiyuddin an-Nabhani dalam gerakan sosial di kota Parepare, dapat dikatakan bahwa pemikiran Taqiyuddin sudah tidak terlalu dominan lagi yang digunakan di HTI Parepare, HTI mengembangkan metode tabanni atau yang lazim mereka sebut pengadopsian pemikiran.
KONSEP AL-RUBUBIYAH (KETUHANAN) DALAM ALQURAN Firdaus, Firdaus
Jurnal Diskursus Islam Vol 3, No 1 (2015)
Publisher : Jurnal Diskursus Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

  Hampir semua umat manusia mempercayai adanya Tuhan yang mengatur alam raya ini. Meskipun diakui bahwa mereka mempercayai adanya banyak Tuhan. Karena itu penting untuk memahami hakikat Tuhan dalam istilah al-Rububiyah. Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan hakikat al-rububiyah (ketuhanan) dalam Alquran, wujud al-rububiyah dan mengungkapkan makna teologisnya dalam kehidupan manusia. Islam mencoba menampilkan dan menggambarkan kepada manusia tentang ajaran keseluruhan Watak Tuhan yang memungkinkan bahasa manusia memahaminya. Islam adalah agama penghambaan kepada Allah swt. sebagai Realitas Tertinggi dan asal muasal seluruh realitas. Kata Rabb dalam Alquran memiliki tiga unsur makna yaitu: Yang Menciptakan, Yang Memiliki, dan Yang Mengatur. Maksudnya Rabb adalah yang menciptakan, yang memiliki, dan yang mengatur alam semesta ini. Pengakuan manusia terhadap eksistensi Tuhan telah melahirkan kesadaran bahwa tidak ada Tuhan yang patut disembah kecuali Allah swt. Hal ini juga akan menjadikan manusia-manusia memiliki sifat rabbani yaitu mereka yang memiliki pengetahuan mendalam tentang hukum agama, hikmah dan kebijaksanaan dalam mengatur dan membina, serta berusaha mewujudkan kemaslahatan manusia.
KERUKUNAN UMAT BERAGAMA BERBASIS KEARIFAN LOKAL DI KOTA MAKASSAR Muhdina, Darwis
Jurnal Diskursus Islam Vol 3, No 1 (2015)
Publisher : Jurnal Diskursus Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

  Keragaman masyarakat Makassar yang terdiri atas berbagai etnis dan ras seperti Jawa, Cina, Arab, Ambon, India/Pakistan, dan Bugis Makassar sendiri) menjadi potensi untuk membangun kekuatan dan keharmonisan kehidupan masyarakat Makassar. Keragaman ini, selain merupakan perbedaan, juga dapat mewujudkan kompetisi, juga di dalamnya terdapat budaya-budaya lokal yang menjadi perekat dalam hidup bermasyarakat, layak dan sejahtera lahir dan bathin, demikian yang diajarkan dalam agama masing-masing. Terminologi yang digunakan oleh pemerintah secara resmi, konsep kerukunan hidup umat beragama mencakup 3 kerukunan, yaitu: (1) kerukunan intern umat beragama; (2) kerukunan antarumat beragama; dan (3) kerukunan antarumat beragama dengan Pemerintah. Tiga kerukunan tersebut biasa disebut dengan istilah Trilogi Kerukunan. Kearifan lokal di Kota Makassar yakni Sipakatau, Sipakalebbi serta adanya budaya siri’ menjadi perekat kerukunan umat beragama, oleh karena itu perlu dilestarikan. Kearifan lokal tersebut memberi kontribusi besar terhadap terciptanya kerukunan umat beragama di Kota Makassar.
PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DAN DINAMIKA RUANG KEBANGSAAN Hanafy, Muhammad Sain
Jurnal Diskursus Islam Vol 3, No 1 (2015)
Publisher : Jurnal Diskursus Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

  multikulturalisme dapat dipandang sebagai pengakuan atas pluralisme budaya. Pluralisme budaya bukanlah suatu yang “given” tetapi merupakan suatu proses internalisasi nilai-nilai di dalam suatu komunitas. Agama-agama muncul dalam sebuah fase formatif yang ditandai oleh upaya untuk merumuskan ajaran-ajaran dan pendidikan yang dirasa cocok dengan tantangan yang muncul saat itu. Munculnya berbagai macam agama dapat menjadi pemicu munculnya konplik, ketika masing-masing pemeluk agama mengaggap merak yang paling benar. Persoalan tersebut bisa menjadi problem laten dan sukar dicari jalan keluarnya. Dalam konteks ini, kesadaran akan multikulturalisme atau pluralisme lalu menjadi nilai yang sangat penting. Pendidikan memeiliki peranan penting dalam membentuk masyarakat atau khususnya peserta didik untuk memeiliki rasa saling menghargai dan memahami. Kenyataannya, perbedaan-perbedaan pada diri peserta didik yang harus diakui dalam pendidikan multikultural, antara lain mencakup penduduk minoritas etnis dan ras, kelompok pemeluk agama, perbedaan agama, perbedaan jenis kelamin, kondisi ekonomi, daerah/asal-usul, ketidakmampuan fisik dan mental, kelompok umur, dan lain-lain. Masyarakat Indonesia yang sangat beragam, sangat tepat dikelola dengan pendekatan nilai-nilai multikultural agar interaksi dan integrasi dapat berjalan dengan damai, sehingga dapat menumbuhkan sikap kebersamaan, toleransi, humanis, dan demokratis sesuai dengan cita-cita negara Pancasila.
FORMALISME AGAMA DALAM PERSFEKTIF GERAKAN SOSIAL: Prospek dan Tantangan di Masa Depan Mahmuddin, Mahmuddin
Jurnal Diskursus Islam Vol 3, No 1 (2015)
Publisher : Jurnal Diskursus Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

  Gejala formalisme agama di Indonesia lebih sering diidentikkan dengan formalisasi syariat. Formalisasi syariat Islam yang dilakukan oleh beberapa kalangan umat Islam tidak hanya dipandang dalam satu sisi yaitu sebagai perwujudan pelaksanaan kewajiban-kewajiban agama. Kemunculan kembali ide penerapan syariat Islam merupakan reaksi terhadap kelemahan yang menimpa umat Islam saat ini. Sebagian kalangan meyakini bahwa jika umat Islam kembali ke ajaran agamanya, maka akan dapat keluar dari masalah yang dihadapi dan kembali menjadi pemimpin dunia. Munculnya berbagai gerakan keagamaan dalam konteks sosial maupun aliran keagamaan, tentu saja bukan disebabkan pemahaman yang keliru terhadap ajaran Islam melulu, tetapi juga sebagian besar karena didorong oleh faktor kemiskinan dan ketidak-berdayaan umat Islam. Peran kaum terdidik dari umat Islam adalah salah satunya memberi pencerahan (al-Tanwir) bukan pemalsuan (al-Tazwir) dengan mengedepankan politik yang santun dan jujur, serta ajaran Islam yang benar dan damai (rahmat lil Alamin), sehingga dapat menciptakan masyarakat muslim yang berkualitas di masa depan.
EKSTRIMISME DALAM PERSFEKTIF AL-QUR’AN Rosmini, Rosmini
Jurnal Diskursus Islam Vol 3, No 1 (2015)
Publisher : Jurnal Diskursus Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

  Akidah dan syariat Islam adalah akidah dan syariat yang moderat diantara berbagai syariat agarna-agama. Allah swt. menjadikan dan memilih umat Islam sebagai umat moderat di antara pemeluk agama yang lain agar umat Islam berlaku adil dan seimbang dalam sikap dan perilakunya. Wujud Ekstremisme Keberagamaan dalam Al-Quran terdiri setidaknya tiga macam yaitu; Ekstremisme Keberagamaan dalam Akidah, Ekstremisme Keberagamaan dalam Ibadah Mahdah dan Ekstremisme Keberagamaan dalam Hukum dan Muamalah. Islam adalah agama terakhir dan jalan menuju kebahagiaan sejati. Ajaran-ajaran konstruktif dan sempuma agama ini bermanfaat untuk semua manusia. Salah satu kriteria jelas agama Islam adalah mendorong manusia untuk berbuat adil dalam kehidupan ini. Keadilan dipahami sebagai jalarj tengah dalam segala urusan, yang tidak terjebak pada ekstrem kanan dan ekstrem kiri. Metode itu juga didukung oleh logika dan hati nurani manusia. Manusia berakal dan berhati nurani senantiasa menghindari sikap berlebihan dalam kehidupan.
DAKWAH ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN SULTAN BUTON KE XXIX Rajab, Muhammad
Jurnal Diskursus Islam Vol 3, No 1 (2015)
Publisher : Jurnal Diskursus Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

  Islam sebagai sebuah ajaran ilahiyah yang berisi tata nilai kehidupan hanya akan mciijadi sebuah konsep yang melangit jika tidak teraplikasikan dalam kehidupan nyata. Mnsyarakat akan tenggelam dalam kesesatan dan tetap dalam kegelapan jika tidak disinari olch cahaya keislaman. Manusia akan hidup dalam kebingungan dan kebimbangan jikalau hldup tanpa pegangan yang kokoh dengan ajaran Tuhan. Dakwah merupakan ikhtiar untuk menyebarkan ajaran Islam di tcngah nmsyarakat mutlak diperlukan. Dakwah sebagai ekspresi rasa iman dan tanggung jawab kepada Allah swt., perwujudannya bukan sekedar dalam bentuk kegiatau pembinaan peningkatan penghayatan ajar an (stabilitatif) atau memperbaiki penghayatan ajaran (reparatitf, melainkan juga menuju kepada dataran yang lebih luas. Pengungkapan biografi seorang sultan Buton ke XXIX tampaknya sangat penting dilakukan, sebab ada relevansinya dengan upaya untuk mengaplikasikan salah satu ajaran yang ditekankan dalam Islam, yaitu ajaran tentang keteladanan. La Ode Muhammad Aydrus Qaim ad-Din adalah sultan dan ulama yang memiliki komitmen dan integritas pribadi yang kuat untuk menyiarkan Islam sebagai landasan motivasi perjuangannya. La Ode Muhammad Aydrus Qaim ad-Din, selain sebagai seorang negarawan sejati, ia juga termasuk ulama dan pemikir dalam menegakkan aqidah Islam yang konsisten. Sebagai sultan dan ulama, La Ode Muhammad Aydrus Qaim ad-Din, selain menulis karya ilmiah yang berisikan gagasan dan pemikiran tentang pembanian dan kemajuan Islam, ia juga sebagai praktisi dan pelaku dakwah yang berhasil. Langkah dan strategis yang dilakukan oleh sultan Muhammad Aydrus adalah strategi sentimental, strategi rasional dan strategi inderawi.
AGAMA MAINSTREAM, NALAR NEGARA DAN PAHAM LINTAS IMAN: Menimbang Philosophia Perennis Sabri, Muhammad; Musyahidah, Siti
Jurnal Diskursus Islam Vol 3, No 1 (2015)
Publisher : Jurnal Diskursus Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

  Titah, isyarat, atau pun hukum yang dikalamkan Tuhan dari langit, selamanya punya dimensi profan. Di sana—di setiap napas nubuat kudus—ada jejak tegas yang tersisa: bahwa Yang Abadi sekekalnya saling membelah dengan bumi yang guyah. Dan, kebenaran selalu hadir dalam bentang sejarah yang aneka, di tangan agung seorang utusan yang cemerlang, tapi unik. Cahaya dan gelap acapkali saling bertukar tangkap dengan semesta-kode langit yang tak tunai dalam kalam. Sejak itu agama menemukan sangkarnya di bumi. Jejak agama-agama, karena itu, bukan sepenuhnya petanda langit, tapi juga geliat peristiwa bumi. Dalam The Transcendent Unity of Religions (1976), Fritjhof Schuon mengenalkan philosophia perennis—sebuah kearifan antik—yang mengandaikan kaitan seluruh eksistensi yang ada dengan Realitas Mutlak. Wujud kearifan itu disebut “Tradition” yang hanya dapat dicapai melalui Intellectus—istilah yang dipopulerkan Plotinus—sebagai ungkapan lain dari soul atau spirit. Manifestasi “Tradition” yang diyakini kaum perennial sebagai berasal dari Tuhan, memiliki paras yang jamak dalam sejarah: agama-agam, filsafat, kearifan, seni, tradisi, ritus, simbol, doktrin, dan seterusnya. Sejatinya, dasar-dasar teoretis kearifan philosophia perennis tentang “Tradition” terdapat dalam jantung setiap agama dan tradisi autentik: tradisi Budha menyebutnya dharma, Taoisme (tao), Hinduisme (sanathana), Islam (al-dîn), Patuntung (lalang), dan sebaginya. Dengan cara—yang dalam philosophia perennis disebut sebagai “transenden” itu—semua ritus, doktrin dan simbol keagamaan terpaut dalam sebuah scientia sacra (“pengetahuan-suci”) yang melampaui bentuk formal agama. Di titik ini—Indonesia sebagai bangsa Plural—patut mempertimbangkan perspektif philosophia perennis, yang mengandaikan the heart of religions: bahwa di dalam jantung setiap agama dan tradisi autentik merengkuh misi dan pesan kebenaran yang sama. Jika ini menjadi tumpuan kesadaran kolektif—maka Indonesia sebagai bangsa plural—bisa menjadi rumah besar bersama yang nyaman, indah, dan damai.
PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DAN DINAMIKA RUANG KEBANGSAAN Muhammad Sain Hanafy
Jurnal Diskursus Islam Vol 3 No 1 (2015)
Publisher : Pascasarjana UIN Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/jdi.v3i1.198

Abstract

  multikulturalisme dapat dipandang sebagai pengakuan atas pluralisme budaya. Pluralisme budaya bukanlah suatu yang “given” tetapi merupakan suatu proses internalisasi nilai-nilai di dalam suatu komunitas. Agama-agama muncul dalam sebuah fase formatif yang ditandai oleh upaya untuk merumuskan ajaran-ajaran dan pendidikan yang dirasa cocok dengan tantangan yang muncul saat itu. Munculnya berbagai macam agama dapat menjadi pemicu munculnya konplik, ketika masing-masing pemeluk agama mengaggap merak yang paling benar. Persoalan tersebut bisa menjadi problem laten dan sukar dicari jalan keluarnya. Dalam konteks ini, kesadaran akan multikulturalisme atau pluralisme lalu menjadi nilai yang sangat penting. Pendidikan memeiliki peranan penting dalam membentuk masyarakat atau khususnya peserta didik untuk memeiliki rasa saling menghargai dan memahami. Kenyataannya, perbedaan-perbedaan pada diri peserta didik yang harus diakui dalam pendidikan multikultural, antara lain mencakup penduduk minoritas etnis dan ras, kelompok pemeluk agama, perbedaan agama, perbedaan jenis kelamin, kondisi ekonomi, daerah/asal-usul, ketidakmampuan fisik dan mental, kelompok umur, dan lain-lain. Masyarakat Indonesia yang sangat beragam, sangat tepat dikelola dengan pendekatan nilai-nilai multikultural agar interaksi dan integrasi dapat berjalan dengan damai, sehingga dapat menumbuhkan sikap kebersamaan, toleransi, humanis, dan demokratis sesuai dengan cita-cita negara Pancasila.
FORMALISME AGAMA DALAM PERSFEKTIF GERAKAN SOSIAL: Prospek dan Tantangan di Masa Depan Mahmuddin Mahmuddin
Jurnal Diskursus Islam Vol 3 No 1 (2015)
Publisher : Pascasarjana UIN Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/jdi.v3i1.194

Abstract

  Gejala formalisme agama di Indonesia lebih sering diidentikkan dengan formalisasi syariat. Formalisasi syariat Islam yang dilakukan oleh beberapa kalangan umat Islam tidak hanya dipandang dalam satu sisi yaitu sebagai perwujudan pelaksanaan kewajiban-kewajiban agama. Kemunculan kembali ide penerapan syariat Islam merupakan reaksi terhadap kelemahan yang menimpa umat Islam saat ini. Sebagian kalangan meyakini bahwa jika umat Islam kembali ke ajaran agamanya, maka akan dapat keluar dari masalah yang dihadapi dan kembali menjadi pemimpin dunia. Munculnya berbagai gerakan keagamaan dalam konteks sosial maupun aliran keagamaan, tentu saja bukan disebabkan pemahaman yang keliru terhadap ajaran Islam melulu, tetapi juga sebagian besar karena didorong oleh faktor kemiskinan dan ketidak-berdayaan umat Islam. Peran kaum terdidik dari umat Islam adalah salah satunya memberi pencerahan (al-Tanwir) bukan pemalsuan (al-Tazwir) dengan mengedepankan politik yang santun dan jujur, serta ajaran Islam yang benar dan damai (rahmat lil Alamin), sehingga dapat menciptakan masyarakat muslim yang berkualitas di masa depan.

Page 1 of 33 | Total Record : 321