cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Hortikultura
Published by Kementerian Pertanian
ISSN : 08537097     EISSN : 25025120     DOI : -
Core Subject : Agriculture,
Jurnal Hortikultura (J.Hort) memuat artikel primer yang bersumber dari hasil penelitian hortikultura, yaitu tanaman sayuran, tanaman hias, tanaman buah tropika maupun subtropika. Jurnal Hortikultura diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian. Jurnal Hortikultura terbit pertama kali pada bulan Juni tahun 1991, dengan empat kali terbitan dalam setahun, yaitu setiap bulan Maret, Juni, September, dan Desember.
Arjuna Subject : -
Articles 1,166 Documents
Sistem Tanam Tumpang Sari Cabai Merah dengan Kentang, Bawang Merah, dan Buncis Tegak (Technical Assessment of Hot Pepper Intercropping System with Potato, Shallot, and Beans) Bina Beru Karo; Agustina Erlinda Marpaung; Darkam Musaddad
Jurnal Hortikultura Vol 28, No 2 (2018): Desember 2018
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v28n2.2018.p219-228

Abstract

Pola tanam tumpang sari merupakan salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi penggunaan lahan sekaligus meningkatkan pendapatan, melalui usaha penanaman beberapa jenis tanaman pada lahan dan waktu yang sama. Cabai merah merupakan komoditas sayuran yang memiliki nilai permintaan yang tinggi di masyarakat Indonesia, demikian juga dengan tanaman kentang, bawang merah, dan buncis. Penelitian bertujuan untuk mengkaji efisiensi penggunaan lahan sistem tanam monokultur dan tumpang sari dengan kentang, bawang merah, dan buncis tegak. Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Berastagi dengan ketinggian tempat 1.340 m dpl dan jenis tanah Andisol. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni hingga Desember 2015. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) yang terdiri atas enam perlakuan dengan empat ulangan. Perlakuan yang diuji adalah : (a) sistem tanam tumpang sari cabai merah + (kentang + bawang merah); (b) sistem tanam tumpang sari cabai merah + buncis tegak; (c) sistem tanam tumpang sari cabai merah + kentang; (d) sistem tanam tumpang sari cabai merah + bawang merah, (e) sistem tanam tumpang sari cabai merah + (buncis tegak + bawang merah); dan (f) sistem tanam cabai monokultur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan vegetatif tanaman tumpang sari cabai merah tidak berbeda nyata dengan monokultur. Sistem tanam monokultur lebih tinggi dari tumpang sari, yaitu 21,53 kg/20 m2. Nilai kesetaraan lahan pola tanam tumpang sari cabai merah lebih besar dari 1 dan yang tertinggi adalah tumpang sari cabai merah dengan buncis tegak, yaitu 1,48. Tumpang sari cabai merah dengan bawang merah dan buncis menghasilkan keuntungan bersih yang lebih tinggi dari pola tanam monokultur dan tumpang sari lainnya, yaitu Rp191.408,00/20m2. Usahatani tumpang sari cabai dengan kentang dan bawang merah merupakan usahatani yang paling menguntungkan terutama apabila dibandingkan dengan monokultur.KeywordsCapsicum annum L; Tumpang sari; Solanum tuberosum L.; Allium cepa L; Phaseolus vulgaris LAbstractIntercropping system is one way to improve the efficiency of land use through the efforts of the planting of crops on the land and the same time. Hot pepper is a vegetable commodity that has value in high demand in Indonesian society, so we need to research that aims to assess the efficiency of land use with monoculture and intercropping system hot pepper with beans, potatoes and shallot. The study was conducted in Berastagi Experimental Garden with less altitude of 1,340 m above sea level and type of soil Andisol. The research was conducted from June to December 2015. The design used was a randomized block design (RAK) nonfactorial with four replications. The treatments tested were: (a) intercropping system hot pepper + (potato + shallot); (b) intercropping system hot pepper + beans; (c) intercropping system hot pepper + potato; (d) intercropping system hot pepper + shallot; (e) intercropping system hot pepper + (beans + shallot);( f) monoculture. The results showed that: Hot pepper intercropping plant vegetative growth was not significantly different with monoculture. Generative growth of hot pepper intercropping is significant different than monocultures, where the monoculture of hot pepper produce higher yields 21.53 kg / 20 m2. Land equivalent ratio of hot pepper intercropping system is greater than one and the highest intercropping hot pepper with beans, 1.48. Hot pepper intercropping with shallot produce a higher net profit than monoculture and another intercropping, Rp191 408,00 / 20m2. Intercropping hot pepper with potato and shallot is the most profitable farming, especially when compared to monoculture.
Perbaikan Cara Ekstraksi untuk Meningkatkan Rendemen dan Mutu Minyak Melati Sulusi Prabawati; Endang D. A.; Dondy Anggono Setiabudi
Jurnal Hortikultura Vol 12, No 4 (2002): Desember 2002
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v12n4.2002.p%p

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan rendemen minyak yang tinggi melalui ekstraksi bertahap denganmeningkatkan perbandingan bunga dan pelarut. Penelitian dikerjakan pada melati gambir (Jasminum officinale),diekstraksi dengan pelarut heksan selama 12 jam. Pelarut diuapkan untuk mendapatkan concrete. Concrete yangdiperoleh dilarutkan dengan etanol dan diuapkan sampai didapatkan minyak melati. Perlakuan yang diterapkanadalah perbandingan bunga dan pelarut (1 : 1,5 dan 1 : 2), tahapan ekstraksi (sekali, dua kali, dan tiga kali) denganpelarut heksan. Rancangan percobaan menggunakan acak lengkap pola faktorial 2 x 3 dengan tiga ulangan. Pa ram e teryang diamati adalah rendemen concrete dan minyak, jumlah penggunaan heksan, indeks bias, dan komponenpenyusun minyak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstraksi bunga melati pada perbandingan bunga dan pelarut(1 : 2) pada tahap ekstraksi dua kali menghasilkan rendemen minyak tertinggi (0,1326%), dengan penggunaan pelarutpal ing sedikit (528,2933 ml) untuk menghasilkan 1 g minyak. Mutu minyak melati yang dihasilkan mempunyai indeksbias 1,4309 dan mengandung kadar komponen penyusun minyak atsiri tertinggi (34,3357%) dengan delapankomponen sudah diidentifikasi (linalol, linalil asetat, indol, fenol, bensil asetat, metil antranilat, bensil alkohol, dan cisjasmon). Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk pemilihan proses ekstraksi bunga melati agarmenghasilkan rendemen minyak yang tinggi dengan penggunaan pelarut min i mal.Kata kunci : Jasminum officinale; Ekstraksi minyak melati; Kualitas minyak melatiAB STRACT. Prabawati, S., Endang D. A., Suyanti, and Dondy ASB. 2002. Im prove ment of ex trac tion methodto in crease quan tity and qual ity of jas mine oil re cov ery. This re search was aimed to in crease the re cov ery of oil ex -trac tion ab so lute through in creas ing the flower-sol vent ra tio and multi-ex trac tion stages of red jas mine (Jasminumofficinale). Hex ane perfumary grade was used on sim ple ex trac tion method by dip ping the flow ers and man ual stir ringfre quently. Af ter 12 hours of ex trac tion, sol vent was evap o rated to pro duce con crete. Eth a nol 95% was added to dis -solve the con crete, and then the so lu tion was fil tered to sep a rate wax frac tions. The clear so lu tion was evap o rated topro duce ab so lute. The treat ments tested were flower-sol vent ra tio (1 : 1.5 and 1 : 2) and stages of ex trac tion (1, 2, and 3stage of ex trac tion), and fac to rial de sign 2 x 3 with three rep li ca tions was used. Ob ser va tions were done on the yield ofcon crete and ab so lute, to tal sol vent used on ex trac tion, re frac tion in dex of ab so lute, and the com po si tion of es sen tialoil. Re sults showed that, flower-sol vent ra tio (1 : 2) and two stage of ex trac tion had the high est per cent age of ab so lute(0.1326%) and the low est to tal sol vent used (528.2933 ml to get 1 g of ab so lute). Jas mine ab so lute was in good qual itywith re frac tion in dex of 1.4309 and con tained 34.3357% of es sen tial oil com po nent (linalool, linalil ac e tate, indole,phenole, benzil ac e tate, methyl antranilate, benzil al co hol, and cis jasmone) were indentified. Futhermore, the re sult ofthis study can be used an ap pro pri ated ef fec tive method of jas mine oil ex trac tion method.
Pertumbuhan serta Hasil Tanaman Kubis Putih dengan Aplikasi Pupuk NPK 15-15-15 dan Pupuk Pelengkap Benih Nutrifarm SD di Dataran Tinggi Lembang Ety Sumiati
Jurnal Hortikultura Vol 16, No 1 (2006): Maret 2006
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v16n1.2006.p%p

Abstract

Pertumbuhan dan hasil kubis dapat ditingkatkan antara lain dengan aplikasi pupuk pelengkap berupa serbuk nutrifarm SD sejak benih kubis disemai di pesemaian dan dikombinasikan dengan aplikasi pupuk NPK 15-15-15 dosis yang tepat di lapangan. Tujuan penelitian ini adalah  mendapatkan dosis optimum pupuk pelengkap nutrifarm SD dan NPK 15-15-15 yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil produksi bobot kubis putih kultivar Green Coronet. Rancangan petak terpisah dengan 3 ulangan digunakan di lapangan. Petak utama: pupuk dasar NPK 15-15-15, yang  terdiri atas 2 level dosis, yaitu 0,5 dan 1,0 t/ha. Anak petak:  pupuk pelengkap nutrifarm SD, yang  terdiri atas 5 level dosis, yaitu: 0, 3, 6, 9, dan 12 g/kg benih kubis. Cara aplikasi nutrifarm SD dengan mencampurkan pada benih kubis secara merata, kemudian disemai di pesemaian. Pupuk NPK 15-15-15 diaplikasikan 2 kali, yaitu setengah dosis pada saat tanam, dan sisanya pada 4 minggu setelah tanam. Tanaman kubis dibudidayakan menggunakan mulsa plastik hitam perak. Hasil penelitian menunjukkan  bahwa tidak terjadi gejala fitotoksisitas, klorosis, dan gejala abnormal lainnya pada tanaman kubis yang diberi perlakuan nutrifarm SD dosis 3-12 g/kg benih dan NPK 15-15-15 dosis 0,5-1,0 t/ha. Hasil bobot segar kubis nyata meningkat sebesar 37,11% oleh pemberian pupuk pelengkap nutrifarm SD dosis 6 g/kg benih dibandingkan dengan kontrol. Namun, dosis optimum nutrifarm SD yaitu 6,2  g/kg benih bila dikombinasikan dengan aplikasi NPK 15-15-15 dosis 0,5 t/ha, serta 6,5 g/kg benih bila dikombinasikan dengan aplikasi pupuk NPK 15-15-15 dosis 1,0 t/ha. Aplikasi hanya pupuk NPK 15-15-15 dosis 0,5-1,0 t/ha secara mandiri, tidak meningkatkan hasil bobot total kubis segar.Growth and yield of cabbage could be improved by application of seed fertilizer nutrifarm SD in the nursery combined with application of proper dosage of NPK 15-15-15 in the field. The goal of this experiment was to find out the proper dosage of nutrifarm SD in combination with NPK 15-15-15 to improve the growth and yield of cabbage variety of Green Coronet. A split plot design with three replications was set up in the field. The main plot was NPK 15-15-15, comprised of two level dosages, viz. 0.5 t/ha and 1.0 t/ha. The subplot was application of nutrifarm SD seed fertilizer, comprised of 5 levels, viz. 0, 3, 6, 9, and 12 g/kg seed. The nutrifarm SD was mixed  with cabbage seed and germinated in the nursery. NPK 15-15-15 was applied in the field twice, viz. half dosage at planting time and the rest was given at 4 weeks after planting. Cabbage plants were cultivated by using black silver plastic mulch. Research results revealed that there were no phytotoxicity, chlorosis, and other abnormalities symptoms appeared on cabbage plants treated with nutrifarm SD of 3-12 g/kg seed in combination with NPK 15-15-15 0.5 to 1.0 t/ha. Independently, cabbage yield was significantly increased by the application of nutrifarm SD 6 g/kg seed, with the yield increment of 37.11% compared to control. However, the optimum dosage of nutrifarm SD was 6.2 g/kg seed when it was combined with NPK 15-15-15 dosage of 0.5 t/ha, and 6.5 g/kg seed when it was combined with NPK 15-15-15 1 t/ha. Application of NPK 15-15-15 perse from 0.5 to 1.0 t/ha did not significantly increase cabbage yield.
Keefektifan Entomopatogen Hirsutella citriformis (Deuteromycetes: Moniliales) pada Kutu Psyllid Diaphorina citri Kuw. Mutia Erti Dwiastuti; M Y Kurniawati
Jurnal Hortikultura Vol 17, No 3 (2007): September 2007
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v17n3.2007.p%p

Abstract

ABSTRAK. Diaphorina citri Kuw. (Homoptera:Psylidae) adalah salah satu hama penting pada tanaman jeruk dan merupakan vektor penyakit CVPD. Diaphorina citri dapat dikendalikan dengan insektisida, predator, parasitoid, dan patogen serangga. Pengendalian dengan patogen serangga, khususnya dengan entomopatogen sedang dikembangkan, salah satu yang ditemukan menginfeksi D. citri adalah Hirsutella citriformis. Di lapang H. citriformis ditemukan pada serangga dewasa dan tidak pernah menyerang stadia nimfa. Tujuan penelitian adalah mengetahui stadia D. citri yang dapat terinfeksi oleh konidia jamur H. citriformis. Rancangan percobaan yang digunakan adalah acak lengkap faktorial 2 faktor, dengan 20 perlakuan kombinasi, masing-masing diulang 3 kali. Faktor pertama stadia D. citri, yaitu imago, nimfa instar 3, 4, dan 5. Faktor kedua, yaitu konsentrasi konidia jamur, yaitu kontrol, 105 konidia/ml, 106 konidia/ml, 107 konidia/ml, dan 108 konidia/ml. Hasil penelitian menunjukkan bahwa H. citriformis lebih patogenik terhadap stadia imago daripada nimfa (instar 3, 4, dan 5) dengan konsentrasi 108 konidia/ml dengan median lethal time 11,72 hari. Patogenisitas H. citriformis pada D. citri dipengaruhi oleh konsentrasi dan stadia D. citri.ABSTRACT. Dwiastuti, M.E. and M. Y. Kurniawati. 2007. The Efectivity of Entomopathogen of Hirsutella citriformis (Deuteromycetes: Moniliales) on Psyllid Diaphorina citri Kuw. Diaphorina citri Kuw. (Homoptera Psyllidae) is one of the important pest in citrus, and the vector of CVPD disease. D. citri is normally controlled by using insectiside, parasitoid, predator, and insectpathogen. The control measured using insectpathogen, especially entomophatogen fungi has still being developed. The entomopathogen which was found attacking D. citri was H. citriformis. The research was intended to know which stadium of D. citri can be infected by H. citriformis. The study was designed in a complete randomize factorial with 2 factors. The first factor was D. citri stadium, i.e. adults, nymphs instar 3, instar 4, and instar 5. While the second factor was concentration of H. citriformis conidium, consisted of control (untreated), 105 conidia/ml, 106 conidia/ml, 107 conidia/ml, and 108 conidia/ml. The results showed that H. citriformis was more pathogenic on the adults of D. citri than the nymphs, and at 108 conidia/ml was the most effective concentration to kill D. citri with 11.72 days of median lethal time. The pathogenicity of H. citriformis on D. citri was affected by concentration of conidia rather than D. citri stadia.
Teknik Enkapsulasi Sederhana untuk Konservasi In vitro Jangka Menengah Tanaman Nenas (Ananas comosus) [Simple Encapsulation Technique for Medium Term Pineapple (Ananas comosus) In vitro Conservation] Riry Prihatini; Sri Hadiati
Jurnal Hortikultura Vol 29, No 1 (2019): Juni 2019
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v29n1.2019.p1-8

Abstract

Konservasi in vitro tanaman nenas dilakukan untuk penyimpanan materi genetik sebelum dimanfaatkan. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengembangkan teknik enkapsulasi yang dapat memperpanjang daya simpan benih sintetik nenas melalui perlakuan konsentrasi natrium alginat, suhu, dan media penyimpanan. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan, Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika, mulai Januari hingga Desember 2017. Bahan yang digunakan adalah plantlet nenas aksesi 5X18(10). Penelitian dibagi menjadi dua subkegiatan. Metode yang digunakan pada subkegiatan pertama yaitu tunas mikro nenas dienkapulasi dengan metode tetes menggunakan natrium alginat 3% dan 4% serta penyimpanan dalam akuades steril dan tanpa media selama 30, 60, 120, dan 240 hari pada suhu 25oC. Penggunaan 4% natrium alginat dan media akuades steril dapat memperpanjang masa simpan benih sintetik nenas hingga 240 hari dengan daya regenerasi benih 100%. Pada subkegiatan kedua, perlakuan terbaik pada subkegiatan pertama dilanjutkan dengan perlakuan suhu penyimpanan 4oC. Benih sintetik nenas pada suhu penyimpanan tersebut hanya mampu bertahan hingga 60 hari, selebihnya tunas dalam benih menghitam dan tidak dapat ditumbuhkan kembali. Metode enkapsulasi untuk penyimpanan materi genetik yang dikembangkan dalam penelitian ini lebih sederhana dan efisien serta dapat diaplikasikan pada kegiatan konservasi in vitro jangka menengah tanaman nenas.KeywordsEnkapsulasi; Konservasi; In vitro;  Tanaman nenasAbstractIn vitro conservation of pineapple was conducted as preservation of genetic material before it was further utilized. This research was conducted to obtain encapsulation technique which expanded synthetic seeds shelf life by modifying concentration of sodium alginate, incubation media, and temperature. The research was conducted on Tissue Culture Laboratory of Indonesian Tropical Fruit Research Institute on January to December 2017. The materials which were used included pineapple micro shoots accessions 5X18(10). The research was divided into subactivities. The method which was applied on the first subactivity included encapsulation of pineapple micro shoots using drop method with sodium alginate 3% and 4%,incubation media sterile aquades and without media for 30, 60, 120, and 240 days on 25oC temperature.The use of 4% sodium alginate and sterile aquades incubation media prolonged the pineapple shelf life up to 240 days with 100% regeneration capability. On the second subactivity, the best treatment on the first activity was combined with 4oC incubation temperature. The pineapple synthetic seeds on this incubation temperature only survive up to 60 days, became blackening, and could not be regrowth. Encapsulation method which was developed on this study was simpler, more efficient, and able to be applied for medium term pineapple in vitro conservation.
Uji Adaptasi Klon-Klon Kentang Transgenik Tahan Hawar Daun Pada Agroekosistem Jawa Barat dan Jawa Tengah [Adaptation Test of Transgenic Potato Resistance to Late Blight Under Agro Ecosystem of West and Central Java] nFN Kusmana; Alberta Dinar Ambarwati
Jurnal Hortikultura Vol 28, No 2 (2018): Desember 2018
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v28n2.2018.p175-182

Abstract

Uji adaptasi merupakan salah satu syarat utama untuk pendaftaran varietas tanaman hortikultura. Salah satu masalah utama pada produksi tanaman kentang adalah adanya serangan penyakit hawar daun yang disebabkan oleh cendawan Phytophthora infestans. Melalui usaha perakitan varietas tanaman telah dihasilkan beberapa calon varietas kentang tahan terhadap penyakit hawar daun. Tanaman kentang tahan hawar daun dihasilkan melalui persilangan antara varietas kentang Granola dengan kentang transgenik Katahdin SP951 serta varietas Atlantic dengan Katahdin SP951. Uji adaptasi dilakukan di Lapangan Uji Terbatas sentra produksi kentang di Jawa Barat (Kab. Bandung dan Kab. Garut) dan di Jawa Tengah (Kab. Banjarnegara). Waktu pengujian mulai bulan Oktober 2013 sampai dengan Februari 2014. Penelitian disusun dengan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan tiga ulangan. Untuk menguji stabilitas hasil menggunakan perangkat software komputer MSTATC. Untuk uji resistensi menggunakan isolat P. infestans dari masing-masing lokasi uji. Inokulasi dilakukan di rumah kaca pada saat tanaman berumur 30 hari setelah tanam dilakukan sebanyak lima kali dengan interval waktu 4 hari, yaitu pada umur 30, 34, 38, 42, dan 46 hari. Hasil pengujian didapatkan genotipe yang stabil, yaitu Klon 20, 27, 62, dan 65, serta varietas pembanding Atlantic, Granola, Katahdin, dan Katahdin SP 951. Klon 66 dan 69 merupakan klon yang tidak stabil. Klon 27, 62, 65, 66, dan 69 merupakan klon yang resisten terhadap serangan hawar daun. Klon 20 memiliki ketahanan yang moderat resisten terhadap serangan hawar daun sementara Granola dan Atlantic merupakan genotipe yang peka terhadap hawar daun. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai rekomendasi untuk pengusulan pendaftaran calon varietas kentang yang memiliki adaptasi baik di Jawa Barat dan Jawa Tengah serta tahan terhadap penyakit hawar daun.KeywordsSolanum tuberosum L; Adaptasi; Resistensi; Hawar daunAbstractAdaptation test is one of the main requirements for variety registration. One of major problem of potato production is potato late blight disease caused by P. infestans. Through the breeding program has produced several candidates potato varieties resistance to late blight. Late blight resistant potato was obtained through crosses between Indonesian local potato variety of Granola and Atlantic with transgenic variety of Katahdin SP951. Adaptation test was conducted at confined field trials in potato production area in West Java (District of Bandung and Garut) and Central Java (Banjarnegara). The experiment was conducted from October 2013 to February 2014. The experimental design was Randomized Complete Block Design with three replications. The software of MSTATC was used for testing the stability of genotypes. To test of resistance to P.infestans, it was used P. infestans isolates that collected from each test site. Inoculation was conducted in a greenhouse at the plant was 30 days old after planting and performed five times inoculation with intervals of 4 days on the age (30, 34, 38, 42, and 46 days). The result showed that the stable genotypes were obtained from clone 20, 27, 62, and 65, as well as the varieties Atlantic, Granola, Katahdin, and Katahdin SP951. Whereas, clone 66 and 69, were unstable clone. Genotypes resistance to late blight were clone 27, 62, 65, 66, 69 and Katahdin SP951. Clone 20 has a moderate resistant to late blight, while Granola and Atlantic are genotypes that are susceptable to late blight. The results of the study can be used as a recommendation for the nomination of candidates potato varieties that have good adaptation in West Java and Central Java as well as resistant to late blight.
Potensi Insektisida Nabati dalam Mengendalikan Aphis gossypii pada Tanaman Gerbera dan Kompatibilitasnya dengan Predator Menochilus sexmaculatus Dedi Hutapea; Indijarto Budi Rahardjo; Budi Marwoto; Rudy Soehendi
Jurnal Hortikultura Vol 30, No 1 (2020): Juni 2020
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v30n1.2020.p75-86

Abstract

(The Potential of Botanical Insecticides to Control of Aphis gossypii on Gerbera and its Compatibility with Menochilus sexmaculatus)Kutu daun Aphis gossypii diketahui dapat menghambat peningkatan produksi gerbera. Upaya pengendalian hama ini masih mengandalkan penggunaan insektisida sintetik. Namun, pada beberapa kasus, praktik pengendalian hama tersebut seringkali kurang efektif. Insektisida nabati merupakan salah satu teknik pengendalian ramah lingkungan yang dapat mengatasi permasalahan tersebut. Penelitian ini bertujuan menguji keefektifan formulasi insektisida nabati ekstrak daun suren (Toona sinensis) dan bunga piretrum (Chrysanthemum cinerariaefolium) dalam pengendalian A. gossypii pada tanaman gerbera serta kompatibilitasnya dengan Menochilus sexmaculatus. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Hias dari bulan Februari sampai November 2017. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 12 perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan ekstrak bunga piretrum dan daun suren serta campuran keduanya (Formula I, Formula II, Formula III) diuji keefektifannya terhadap nimfa A. gossypii pada tanaman gerbera koleksi plasma nutfah nomor 01200002. Pengujian dilakukan pada dua taraf konsentrasi 0,35% dan 0,40% (w/v) dengan metode semprot serangga dan residu pada daun. Uji kompatibilitas insektisida nabati terhadap M. sexmaculatus dilakukan dengan metode semprot serangga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua perlakuan insektisida nabati memiliki aktivitas insektisida, namun hanya perlakuan konsentrasi 0,40% yang menunjukkan persentase kematian tertinggi hama target. Penyemprotan langsung insektisida nabati pada nimfa A. gossypii lebih efektif dibandingkan dengan residu pada daun gerbera. Perlakuan Formula III 0,40% menunjukkan mortalitas tertinggi, dan keefektifannya setara dengan imidakloprid dalam mengendalikan kutu daun di rumah kaca. Ekstrak insektisida nabati uji kompatibel dengan M. sexmaculatus, sementara imidakloprid bersifat toksik terhadap keduanya. Dengan demikian, penggunaan imidakloprid untuk pengendalian kutu daun pada tanaman gerbera perlu dibatasi.KeywordsGerbera jamesonii; Aphis gossypii; Chrysanthemum cinerariaefolium; Toona sinensis; Predator CoccinellidaeAbstractAphis gossypii is known as one of the most damaging aphid species in gerbera production. The botanical insecticide is one of the environmentally-friendly control techniques to overcome this pest. The objective of research was to examine the effectiveness of the botanical insecticide from Toona sinensis leaf and pyrethrum flowers extract to control gerbera aphids and its compatibility with Menochilus sexmaculatus. The research was conducted at Segunung Research Station from February to November 2017, using a Randomized Completed Design with 12 treatments and three replications. Extract of Toona leaf, and pyrethrum flowers, and mixture of both (Formula I, Formula II, Formula III) were tested for its effectiveness against A. gossypii nymphs on gerbera. Testing was arranged at two concentration levels of 0.35% and 0.40% (w/v) by insect spraying and leaf residual methods. The compatibility test against M. sexmaculatus was worked by using the insect spraying method. The results showed that all botanical insecticide had insecticidal activity, but only a concentration of 0.40% showed the highest target pests mortality. Direct spraying of A. gossypii is more effective than residue on the leaf. The Formula III 0.40% showed the highest mortality and equal to imidacloprid for controlling aphids in greenhouses. The botanical insecticide extract was compatible with M. sexmaculatus, while imidacloprid was toxic them both.
Kajian Jumlah Populasi dan Varietas Terhadap Produksi dan Keuntungan Usahatani Bawang Merah di Sumatra Utara (Assessment of Population and Varieties Toward Production and Revenue of Shallot Farming in North Sumatra) Sortha Simatupang
Jurnal Hortikultura Vol 29, No 2 (2019): Desember 2019
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v29n2.2019.p219-230

Abstract

Produktivitas bawang merah di Sumatra Utara saat ini lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas nasional. Terkait hal tersebut, perlu peningkatan produksi melalui perbaikan teknik budidaya bawang merah. Perbaikan teknik budidaya diawali dengan melakukan pemillihan varietas yang adaptif pada tingkat populasi tinggi di antaranya, yaitu Maja, Bima Brebes dan Mentes. Penelitian ini bertujuan mengetahui teknologi peningkatan produksi dan keuntungan usaha tani bawang merah di Sumatra Utara. Lokasi kegiatan dilaksanakan pada lahan petani dengan ketinggian tempat 1.340 m dpl., yang terletak di Desa Pancur Batu, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo, Sumatra Utara pada musim kemarau, bulan Mei hingga Juli 2017. Penelitian ini merupakan super impose dari kegiatan pendampingan pengembangan kawasan Hortikultura di Sumatra Utara. Metode penelitian menggunakan rancangan petak terpisah. Petak utama adalah populasi dan anak petak, yaitu varietas. Perlakuan populasi, yaitu: (a) 175.000 (umum dipakai), (b) 233.333, (c) 311.111, dan (d) 466.667 rumpun/ha. Perlakuan varietas, yaitu varietas Maja, Bima Brebes, dan Mentes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah. Nilai B/C tertinggi diperoleh dari perlakuan populasi 233.333 rumpun/ha, yaitu 2,08, sedangkan B/C populasi umum (175.000 rumpun/ha) adalah 1,46. Untuk mendapatkan keuntungan paling tinggi secara ekonomi dan layak secara teknis pada budidaya bawang merah tujuan umbi konsumsi, direkomendasikan agar menanam dengan populasi 233.333 rumpun per ha dengan pilihan varietas Maja, Bima Brebes atau Mentes.KeywordsBawang merah; Keuntungan; Populasi; Produksi; VarietasAbstract The productivity of shallots in North Sumatra is currently lower than the national productivity. Related to this, it is necessary to increase production through improved shallots cultivation techniques. Improvement of cultivation techniques begins with the selection of adaptive varieties of shallots at high population level including Maja, Bima Brebes, and Mentes varieties. This study aims to determine the technology to increase production and profits of shallot farming in North Sumatra. The location of the activity was carried out on farmers’ land with a hight of 1,340 m.asl, located in Pancur Batu Village, Merek Subdistrict, Karo District, North Sumatra on dry season, may until july 2017. This research was a super impose of the activities of supporting the development of the horticultural area in North Sumatra. The research method used a split plot design. The main plot were population treatments and subplots, namely variety. Population treatments were : (a) 175,000 (commonly used), (b) 233,333, (c) 311,111, and (d) 466,667 clumps /ha; variety treatments were Maja, Bima Brebes, and Mentes. The results showed differences in varieties did not significantly affect to shallot production. The highest of B/C value was obtained by the treatment of the population of 233,333 clumps/ha was 2.08 while the B/C of the general population (175,000 clumps/ha) was 1.46. To get the highest profit economically and technically feasible in the consumption of shallot for tuber consumption, it is recommended that planting with a population of 233,333 clumps per ha with a choice among of Maja, Bima Brebes or Mentes varieties.
Pengujian Mutu Benih Cabai (Capsicum annuum) Dengan Metode Uji Pemunculan Radikula [Seed Quality Test in Pepper (Capsicum annuum) Seeds Using Radicle Emergence] Aditya Kusumawardana; Bambang Pujiasmanto; nFN Pardono
Jurnal Hortikultura Vol 29, No 1 (2019): Juni 2019
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v29n1.2019.p9-16

Abstract

Kecepatan berkecambah yang rendah merupakan indikator kemunduran benih. Pengujian vigor dengan metode uji pemunculan akar pada benih cabai dilakukan untuk menduga pertumbuhan tanaman di lapangan. Makin tinggi nilai uji pemunculan akar maka vigor benih makin tinggi. Jika laju pemunculan radikula pada benih berjalan lambat, vigor benih tersebut dinyatakan rendah. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan jumlah kemunculan radikula pada empat lot benih cabai pada suhu berganti 2030°C selama 168 jam. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan satu faktor, yaitu lot benih berupa empat varietas cabai (Sret, Laskar, Serambi, dan Madun) dengan delapan ulangan. Perhitungan koefisien korelasi dilakukan untuk mengetahui keeratan hubungan antara nilai uji pemunculan radikula dengan tolok ukur pengujian yang lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemunculan radikula tertinggi terjadi pada 120 jam. Jumlah pemunculan radikula berkorelasi positif dengan daya berkecambah (r=0,907), indeks vigor (r=0,864), kecepatan tumbuh (r=0,727), dan daya tumbuh (r=0,935). Dari penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa uji vigor pemunculan radikula benih cabai yang dilakukan pada suhu 2030°C selama 120 jam (5 hari) dapat digunakan untuk menilai mutu benih cabai.KeywordsBenih cabai; Daya tumbuh; Mutu benih; Pemunculan radikulaAbstractLow germination is an indicator of seed deterioration. Vigour testing using radicle emergence on pepper  seeds was done to predict plant growth in field. The higher radicle emergence found, the higher the seed vigour occurred. If the rate of radicle was slow, the seed vigour was also low. The objective of this study was to compare the number of radicles emergence on four pepper seed lots at 2030°C for 168 hours. This study used a completely randomized design with one factor, seed lot four variety of pepper (Sret, Laskar, Serambi, and Madun) with eight replication. Calculation of coefficients correlation was done to calculate the relationship between radicle emergence and on other testing. The highest of radicles emergence occurred at 120 hours. The number of radicle emergence had positive correlation with germination (r = 0.907), vigour index (r = 0.864), speed of growth (r = 0.727), and field emergence (r = 0.935). From this research, it can be concluded that the vigour test in pepper seeds using radicle emergence was performed at 2030°C for 120 hours (5 days).
Karakter Fisiologis dan Kemangkusan Rizobakteri Indigenus Sulawesi Tenggara sebagai Pemacu Pertumbuhan Tanaman Cabai Sutariati, GAK
Jurnal Hortikultura Vol 22, No 1 (2012): Maret 2012
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sejumlah besar mikroorganisme yang terdapat pada rizosfer tanaman diketahui berperan penting dalam pertanianberkelanjutan karena potensinya sebagai agens pengendali hayati dan pemacu pertumbuhan tanaman. Percobaan bertujuanmengevaluasi kemampuan isolat rizobakteri indigenus Sulawesi Tenggara yang dieksplorasi dari Kabupaten Konawe, Konawe Selatan,Kendari, Muna, dan Buton dalam memproduksi hormon tumbuh indole acetic acid (IAA) dan melarutkan fosfat. Evaluasi jugadilakukan untuk mengetahui kemangkusan isolat rizobakteri sebagai pemacu pertumbuhan tanaman cabai. Penelitian dilaksanakandi Laboratorium Agronomi dan Kebun Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Haluoleo Kendari, Sulawesi Tanggara, daribulan April sampai dengan Oktober 2009. Hasil percobaan menunjukkan bahwa isolat rizobakteri yang diuji memiliki kemampuanyang berbeda dalam mensintesis IAA . Rizobakteri dari kelompok Bacillus spp. memiliki kemampuan menghasilkan IAA dengankonsentrasi lebih tinggi (5,32–146,97 μg/ml) dibandingkan dengan Pseudomas fluorescens C179, (0,78 μg/ml), sementara Serratiasp. C175 tidak dapat mensintesis IAA. Di lain pihak, semua isolat rizobakteri yang diuji mampu melarutkan fosfat. Sementara itu,hasil pengaruh perlakuan benih dengan rizobakteri menunjukkan bahwa dari 10 isolat yang diuji, hanya isolat Bacillus spp. C061, P.fluorescens C179, dan Serratia sp.C175 yang konsisten memberikan efek yang lebih baik terhadap viabilitas benih dan pertumbuhanbibit cabai dibandingkan dengan kontrol dan isolat uji lainnya. Oleh karena itu isolat Bacillus spp. C061, P. fluorescens C179, danSerratia sp. C175 dapat direkomendasikan sebagai agens pemacu pertumbuhan cabai.ABSTRACTA vast number of microorganisms presentin rhizosphere have been considered as important in sustainable agriculture because of their biocontrol potential and ability topromote plant growth. The experiment was conducted at Agronomy Laboratory and Experimental Garden of Agriculture Faculty;Haluoleo University, Kendari, Southeast Sulawesi, from April till October 2009. The objective of this experiment was to evaluatethe ability of Southeast Sulawesi indigenous rhizobacteria isolates explorated and isolated from Konawe, South Konawe, Kendari,Muna, and Buton Regencies, to produce indole acetic acid (IAA), and solubilize phosphate. The experiments was also conductedto evaluate the effectiveness of those isolates as plant growth promoting rhizobacteria of hot pepper seedlings. Results of theexperiment showed that the rhizobacteria isolates had different ability to produce IAA. Rhizobacteria from Bacillus spp. producedhigh concentrations (5.32–146.97 μg/ml) of IAA. Pseudomonas fluorescens C179 produced IAA 0.78 μg/ml, while Serratia sp. C175did not produced IAA. On the other hand, all of isolates tested were able to be a solubilize phosphate. Meanwhile, results of theeffect of rhizobacterium-seed treatment showed that of 10 isolates tested, only isolates of Bacillus spp. C061, P. fluorescens C179,and Serratia sp. C175 who consistently provide a better effect on seed viability and seedling growth of hot peppers compared withcontrol and other isolates. Therefore Bacillus spp. C061, P. fluorescens C179, and Serratia sp. C175 isolates can be recommendedas promoting agents of hot peppers. 

Page 1 of 117 | Total Record : 1166


Filter by Year

1999 2022


Filter By Issues
All Issue Vol 32, No 1 (2022): Juni 2022 Vol 31, No 2 (2021): Desember 2021 Vol 31, No 1 (2021): Juni 2021 Vol 30, No 2 (2020): Desember 2020 Vol 30, No 1 (2020): Juni 2020 Vol 29, No 2 (2019): Desember 2019 Vol 29, No 1 (2019): Juni 2019 Vol 28, No 2 (2018): Desember 2018 Vol 28, No 2 (2018): Desember 2018 Vol 28, No 1 (2018): Juni 2018 Vol 27, No 2 (2017): Desember 2017 Vol 27, No 1 (2017): Juni 2017 Vol 26, No 2 (2016): Desember 2016 Vol 26, No 1 (2016): Juni 2016 Vol 25, No 4 (2015): Desember 2015 Vol 25, No 3 (2015): September 2015 Vol 25, No 2 (2015): Juni 2015 Vol 25, No 1 (2015): Maret 2015 Vol 24, No 4 (2014): Desember 2014 Vol 24, No 3 (2014): September 2014 Vol 24, No 2 (2014): Juni 2014 Vol 24, No 1 (2014): Maret 2014 Vol 23, No 4 (2013): Desember 2013 Vol 23, No 3 (2013): September 2013 Vol 23, No 2 (2013): Juni 2013 Vol 23, No 1 (2013): Maret 2013 Vol 22, No 4 (2012): Desember 2012 Vol 22, No 3 (2012): September 2012 Vol 22, No 3 (2012): September 2012 Vol 22, No 2 (2012): Juni 2012 Vol 22, No 2 (2012): Juni 2012 Vol 22, No 1 (2012): Maret 2012 Vol 22, No 1 (2012): Maret 2012 Vol 22, No 4 (2012): Desember Vol 21, No 4 (2011): DESEMBER 2011 Vol 21, No 4 (2011): DESEMBER 2011 Vol 21, No 3 (2011): SEPTEMBER 2011 Vol 21, No 3 (2011): SEPTEMBER 2011 Vol 21, No 2 (2011): JUNI 2011 Vol 21, No 2 (2011): JUNI 2011 Vol 21, No 1 (2011): Maret 2011 Vol 21, No 1 (2011): Maret 2011 Vol 20, No 4 (2010): Desember 2010 Vol 20, No 4 (2010): Desember 2010 Vol 20, No 3 (2010): September 2010 Vol 20, No 3 (2010): September 2010 Vol 20, No 2 (2010): Juni 2012 Vol 20, No 2 (2010): Juni 2010 Vol 20, No 1 (2010): Maret 2010 Vol 20, No 1 (2010): Maret 2010 Vol 19, No 4 (2009): Desember 2009 Vol 19, No 4 (2009): Desember 2009 Vol 19, No 3 (2009): September 2009 Vol 19, No 3 (2009): September 2009 Vol 19, No 2 (2009): Juni 2009 Vol 19, No 2 (2009): Juni 2009 Vol 19, No 1 (2009): Maret 2009 Vol 19, No 1 (2009): Maret 2009 Vol 18, No 4 (2008): Desember 2008 Vol 18, No 4 (2008): Desember 2008 Vol 18, No 3 (2008): September 2008 Vol 18, No 3 (2008): September 2008 Vol 18, No 2 (2008): Juni 2008 Vol 18, No 2 (2008): Juni 2008 Vol 18, No 1 (2008): Maret 2008 Vol 18, No 1 (2008): Maret 2008 Vol 17, No 4 (2007): Desember 2007 Vol 17, No 4 (2007): Desember 2007 Vol 17, No 3 (2007): September 2007 Vol 17, No 3 (2007): September 2007 Vol 17, No 2 (2007): Juni 2007 Vol 17, No 2 (2007): Juni 2007 Vol 17, No 1 (2007): Maret 2007 Vol 17, No 1 (2007): Maret 2007 Vol 16, No 4 (2006): Desember 2006 Vol 16, No 4 (2006): Desember 2006 Vol 16, No 3 (2006): September 2006 Vol 16, No 3 (2006): September 2006 Vol 16, No 2 (2006): Juni 2006 Vol 16, No 2 (2006): Juni 2006 Vol 16, No 1 (2006): Maret 2006 Vol 16, No 1 (2006): Maret 2006 Vol 15, No 4 (2005): Desember 2005 Vol 15, No 4 (2005): Desember 2005 Vol 15, No 3 (2005): September 2005 Vol 15, No 3 (2005): September 2005 Vol 15, No 2 (2005): Juni 2005 Vol 15, No 2 (2005): Juni 2005 Vol 15, No 1 (2005): Maret 2005 Vol 15, No 1 (2005): Maret 2005 Vol 14, No 4 (2004): Desember 2004 Vol 14, No 4 (2004): Desember 2004 Vol 14, No 3 (2004): September 2004 Vol 14, No 3 (2004): September 2004 Vol 14, No 2 (2004): Juni 2004 Vol 14, No 2 (2004): Juni 2004 Vol 14, No 1 (2004): Maret 2004 Vol 14, No 1 (2004): Maret 2004 Vol 13, No 4 (2003): DESEMBER 2003 Vol 13, No 4 (2003): DESEMBER 2003 Vol 13, No 3 (2003): SEPTEMBER 2003 Vol 13, No 3 (2003): SEPTEMBER 2003 Vol 13, No 2 (2003): Juni 2003 Vol 13, No 2 (2003): Juni 2003 Vol 13, No 1 (2003): Maret 2003 Vol 13, No 1 (2003): Maret 2003 Vol 12, No 4 (2002): Desember 2002 Vol 12, No 4 (2002): Desember 2002 Vol 9, No 1 (1999): Maret 1999 Vol 9, No 1 (1999): Maret 1999 More Issue