cover
Contact Name
Nunung Ernawati
Contact Email
hws.healthjournal@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
hws.healthjournal@gmail.com
Editorial Address
S. Supriadi No. 22, Malang. 65147
Location
Kota malang,
Jawa timur
INDONESIA
Jurnal Kesehatan Hesti Wira Sakti
ISSN : 23024283     EISSN : 25809571     DOI : https://doi.org/10.47794
Core Subject : Health,
Jurnal ini berisi tulisan tentang gagasan konseptual, kajian dan aplikasi teori, tulisan praktis dan hasil penelitian bidang kesehatan, umumnya bidang keperawatan, kebidanan, akupunktur, farmasi, fisioterapi, dan aplikasi kesehatan.
Articles 148 Documents
Gambaran Harga Diri Orang Tua Yang Mempunyai Anak Retardasi Mental Amin Zakaria
Jurnal Kesehatan Hesti Wira Sakti Vol. 3 No. 3 (2015)
Publisher : Institut Teknologi, Sains, dan Kesehatan RS dr. Soepraoen Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Latar belakang, Harga diri adalah Penilaian individu terhadap hasil yang di capai, dengan cara menganalisis seberapa jauh perilaku individu tersebut sesuai dengan ideal diri. Pada orang tua yang mempunyai anak retardasi mental merupakan pengalaman yang menyedihkan karena perilaku anak retardasi mental berbeda dengan anak normal lainnya, sehingga dibutuhkan kesabaran yang lebih. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran harga diri pada orang tua yang mempunyai anak retardasi mental di SDLB. Metode jenis penelitian adalah deskriptif ekploratif dengan populasi sebagian orang tua yang punya anak retardasi mental di kelas I s/d VI di SDLB sebanyak 53 orang dengan metode sampling yaitu Quota Sampling. Variabel penelitian adalah Harga diri orang tua yang mempunyai anak Retardasi. Analisis data, Metode dan instrumen pengumpulan data adalah kuisioner dan analisa data menggunakan analisa deskriptif. Hasil penelitian, secara umum harga diri orang tua yang mempunyai anak retardasi mental dapat dijelaskan bahwa pada aspek Perilaku, Prestasi, Hubungan Antar Pribadi dan aspek Kreatifitas bahwa sebagian besar 40 responden (85,1%) mempunyai harga diri tinggi dan sebagian kecil 7 responden (14,9%) mempunyai harga diri rendah. Harga diri orang tua pada aspek kreatifitas anak sebagian besar orang tua memiliki harga diri yang rendah. Kesimpulan mengurangi sikap rendah diri, perasaan kecewa dari orang tua sehingga dapat bersikap lebih realistik dan lebih dapat menerima anaknya serta dapat merencanakan program yang lebih baik bagi anaknya. Melalui kegiatan: 1) konseling, 2) terapi keluarga untuk merubah sikap orang tua yang kurang baik terhadap penderita, 3) terapi kelompok dengan orang tua anak retardasi mental lainnya. Kata Kunci: harga diri, orang tua, retardasi mental Abstract Background, Self-esteem is an individual assessment of the results achieved, by analyzing how far the behavior of the individual in accordance with the ideal self. Parents who have children with mental retardation is a sad experience because mentally retarded child’s behavior is different from other normal children, so it takes more patience. The purpose of this study is to describe the self-esteem in parents who have children with mental retardation in SDLB. Methods of this type of research is descriptive explorative with a population of some parents who have children with mental retardation in class I s / d VI in SDLB as many as 53 people with sampling Quota sampling method. The research variables are the self-esteem of parents who have children Retardation. Data analysis, data collection methods and instruments are questionnaires and data analysis using descriptive analysis. Results of the study, in general self-esteem of parents who have children with mental retardation can be explained that in the aspect of Conduct, Performance, Personal Relationships and Creativity aspect that most of the 40 respondents (85.1%) have high self esteem and a small portion 7 respondents (14.9%) had low self esteem. Esteem of parents on children’s creativity aspect of mostly elderly people have low self-esteem. Conclusion reducing the attitude of inferiority, a feeling of disappointment of the parents so as to be more realistic and more able to accept the child and can plan better programs for children. Through the following activities: 1) counseling, 2) family therapy to change the attitude of parents were less well to the patient, 3) group therapy with parents of children with mental retardation Other. Keywords: self-esteem, parents, mental retardation
PENGARUH TERAPI MUSIK KLASIK TERHADAP PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN REMAJA (13-18 TAHUN) YANG DIRAWAT INAP Aloysia Ispriantari
Jurnal Kesehatan Hesti Wira Sakti Vol. 3 No. 3 (2015)
Publisher : Institut Teknologi, Sains, dan Kesehatan RS dr. Soepraoen Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Rawat inap adalah memasukkan seorang penderita ke dalam rumah sakit atau masa selama di rumah sakit dan merupakan stresor yang besar bagi setiap orang. Reaksi yang umum dari stres adalah kecemasan. Kecemasan yang biasanya dialami remaja saat dirawat inap biasanya disebabkan karena kehilangan teman sebaya, kehilangan kebebasan dan takut tertinggal pelajaran di sekolah. Banyak metode yang digunakan untuk mengurangi tingkat kecemasan pada remaja yang dirawat inap, salah satunya adalah dengan terapi musik klasik. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kecemasan sebelum dan sesudah dilakukan terapi musik klasik serta mengidentifikasi perbedaan tingkat kecemasan pada remaja (13–18 tahun) yang dirawat inap sebelum dan sesudah diberikan terapi musik klasik. Penelitian ini merupakan penelitian pre-eksperimental dengan desain penelitian menggunakan One Group Pretest-Posttest Design. Sampel terdiri dari 30 responden yang diambil secara purposive sampling. Variabel yang diukur adalah adalah tingkat kecemasan sebelum dan sesudah dilakukan terapi musik klasik. Dari data uji statistik Wilcoxon Matched Paired didapatkan hasil nilai Z hitung -4,600 kurang dari nilai kritis Z tabel -1,645 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 yang lebih kecil dari alpha 0,05 (=5%), sehingga Ho ditolak. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa terapi musik klasik menurunkan tingkat kecemasan remaja (13–18 tahun) yang dirawat inap. Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan agar dilakukan terapi musik dengan jenis musik selain musik klasik pada pasien baik remaja, anak maupun dewasa yang dirawat inap dengan lebih memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi pasien terhadap sakit dan perawatan di rumah sakit. Kata Kunci: rawat inap, tingkat kecemasan, terapi musik klasik, remaja Abstract Hospitalization is admitting a patient into hospital or period of time staying in hospital. It is a big stressor for every people. General reaction from stress is anxiety. Anxiety feeling from hospitalized adolescents happens due to lossing their peer group, lossing their freedom, being afraid that they can not go to school. A lot of methods are used to treat hospitalized adolescents, one of the methods is classical music therapy. The purpose of this research is to know the anxiety level before and after given classical music therapy and to identified the difference of anxiety level in hospitalized adolescents (13–18 years) before and after given classical music therapy. The type of this research is pre-experimental research by using one group pretest-posttest design. 30 respondents as samples is selected using purposive sampling. The measured variable is anxiety level before and after given classical music therapy. From the Wilcoxon Matched Paired statistic test obtained that Z count - 4.600 less than Z table -1.645 with significancy level 0.000 less than alpha 0.05 (=5%) so the Ho is refused to conclude the classical music therapy can reduce the anxiety level of hospitalized adolescents (13–18 years). Based on this findings, the researcher suggests to do other research using music therapy with other music type except classical music for hospitalized adolescent, children, adult patients with more concern on factors that influence patient reaction to illness and treatment in hospital. Keywords: hospitalization, anxiety level, classical music therapy, adolescents
ANALYSIS OF FACTOR AFFECTING THE EMERGENCY OF DIABETIC KETOACIDOSIS IN PATIENT DIABETES MELLITUS Ririn Ludfitri
Jurnal Kesehatan Hesti Wira Sakti Vol. 3 No. 3 (2015)
Publisher : Institut Teknologi, Sains, dan Kesehatan RS dr. Soepraoen Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Latar Belakang Faktor-faktor yang berhubungan dengan kegawatan hiperglikemi antara lain faktor KAP (knowledge, attitude and practice) dan faktor stres. Pengetahuan merupakan domain penting yang menjadi titik tolak perubahan sikap dan perilaku seseorang termasuk stres. Stres merupakan gejala psikologis bisa menyebabkan perubahan fungsi normal tubuh sehingga seseorang yang mempunyai kerentanan genetik atau herediter akan dimanifestasikan sebagai penyakit. Tujuan menganalisis faktor yang mempengaruhi kegawatan ketoasidosis diabetik pada pasien diabetes melitus. Metode yang digunakan adalah observasional dengan pendekatan cross sectional menggunakan purposive sampling. Jumlah sampel 20 responden. Pengumpulan data menggunakan kuisioner dan lembar cek list. Hasil penelitian menggunakan uji bivariat dengan uji Spearman’s rho p value <  0,05 dan menunjukkan faktor yang mempengaruhi kegawatan ketoasidosis diabetik yaitu sikap (p = 0,005 r =-0,604), perilaku (p =0,06 r = -0,595) dan stres (p =0,019 r = 0,518) dan yang paling berpengaruh adalah faktor sikap. Sedangkan pada uji multivariat dengan uji regresi logistik multinomial faktor yang diukur adalah faktor sikap, perilaku dan stres yang diuji secara bersama-sama dan menunjukkan nilai uji simultan p value = 0,000 <  0,05 menunjukkan bahwa minimal ada satu buah variabel independent yang signifikan mempengaruhi variabel dependent (ketoasidosis diabetik). Uji kebaikan model menunjukkan bahwa p value = 1.000 >  0,05 artinya bahwa model telah sesuai dan untuk nilai Cox dan Snel = 0,762 yang berarti bahwa keragaman data variabel independent (sikap, perilaku dan stres) dalam penelitian ini mampu menjelaskan keragaman data variabel dependentnya sebesar 76,2% sedangkan sisanya 23,8% dijelaskan oleh variabel bebas lain yang ada di luar model penelitian. Kesimpulan faktor yang mempengaruhi kegawatan ketoasidosis diabetik pada pasien diabetes melitus adalah sikap, perilaku dan stres. Dari keseluruhan faktor tersebut yang paling berpengaruh adalah faktor sikap. Kata Kunci: diabetes melitus, kegawatan ketoasidosis diabetik, faktor KAP (knowledge, attitude and practice), faktor stres Abstract Background Factor relating to the emergency of diabetic ketoasidosis are KAP (knowledge, attitude and practice) and stress factor. Knowledge a important domain which became the starting point of attitude and behavior change and stress as well. Stress is a psychology syndrome that cause changes of the body’s normal function, if a person has a genetic or hereditary susceptibility, it will be manifested as a diseases.The purpose Analyze the factor affecting the emergency of diabetic ketoacidosis in diabetic mellitus patients. Method observational with cross sectional approach uses purposive sampling. The numbers of sample are 20 respondents, and data collected uses questionnaires and mailing checks. The results bivariat test with spearman’s rho p value <  0,05 and showed the factor that affect the emergency of ketoacidosis diabetic is attitude (spearman’s rho, p=0.005 r=-0.604), behavior (spearman’s rho, p=0.06 r=-0.595) and stres (spearman’s rho, p=0.019 r=0.518). The most influential factor is attitude, while multivariate test with logistic regression test of multinomial factor is used to test the attitude, behavior and stress. When they are tested together, they can show simultan test p value=0,000 <  0,05 that minimal there is one independent variabel significant influential dependent variabel (diabetic ketoasidosis). Goodness of Fit test show p value=1,000 >  0,05 it means that accordance and the value of Cox and Snel 0.762 which means that the diversity of independent variable data (attitudes, behavior and stress) in this study is able to explain the diversity of its dependent variable data as big as 76.2%. The remaining 23.8% is explained by other independent variables outside the research model. Conclusion is that factor affecting the emergency of diabetic ketoacidosis in patients with diabetes mellitus are the attitude, behavior and stress. Of all these factor the most influential factor is attitude. Keywords: diabetes mellitus, emergency of diabetic ketoacidosis, KAP (knowledge, attitude and practice) factor, stress factor
PENGARUH KEMAMPUAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA PERAWAT Heny Nurmayunita
Jurnal Kesehatan Hesti Wira Sakti Vol. 3 No. 3 (2015)
Publisher : Institut Teknologi, Sains, dan Kesehatan RS dr. Soepraoen Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Perawat merupakan salah satu tim pelayanan kesehatan terbesar yang dituntut untuk meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit. Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh kemampuan dan motivasi kerja terhadap kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto. Desain penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional study. Responden adalah seluruh perawat di instalasi rawat inap RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto yang berjumlah 89 orang. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner. Analisis stastistik menggunakan uji regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan perawat, motivasi kerja dan kinerja perawat sangat baik. Ada pengaruh antara kemampuan dan motivasi secara simultan terhadap kinerja perawat (p = 0.000). Koefisien determinasi pengaruh variabel kemampuan dan motivasi secara bersama-sama terhadap kinerja perawat sebesar 94.7% (adjusted r2 = 0,947). Namun dalam analisis parsial, hanya motivasi yang memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja perawat (p = 0.000), kemampuan sementara menunjukkan tidak ada pengaruh terhadap kinerja perawat (p = 0.437). Penelitian ini menyimpulkan bahwa adalah penting untuk menjaga motivasi dan meningkatkan kemampuan perawat untuk meningkatkan kinerja perawat. Kata Kunci: kemampuan, motivasi kerja, kinerja perawat Abstract Nurse is one of the largest health care team required to improve the quality of care in hospitals. The objective of this study was to determine the influence of ability and motivation on work performance of nurses in inpatient units of Dr. Wahidin Sudiro Husodo Hospital Mojokerto. This is a cross-sectional study. All nurses in inpatient units of Dr. Wahidin Sudiro Husodo Hospital as many as 89 people were recruited to complete the study. The instrument used was a self-developed questionnaire. A multiple linear regression was used in the statistical analysis. The results showed that nurses ability, motivation and work performance is very good. There is asimultaneous influence of ability and motivation on the work performance of nurses (p = 0,000). Variation on work performance variable is explained by ability and motivation variable by 94.7% (adjusted r2=0,947). However, in the partial analysis, only motivation that has a significant influence on work performance (p =0,000) whilst ability shows no influence on work performance (p=0,437). This study concludes it is essential to maintain nurses’ motivation and to improve nurses’ abilityto increase their work performance. Keywords: ability, motivation, work performance
HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KEJANG DEMAM DENGAN PENANGANANNYA Juliati Koesrini
Jurnal Kesehatan Hesti Wira Sakti Vol. 3 No. 3 (2015)
Publisher : Institut Teknologi, Sains, dan Kesehatan RS dr. Soepraoen Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Latarbelakang, Kejang Demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (Soetromenggolo, 2000:245). Penanganannya meliputi 3 hal, yaitu pengobatan fase akut, mencari dan mengobati penyebab, pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan perawat tentang kejang demam dengan penanganannya. Metode penelitian, desain penelitian ini menggunakan metode korelatif. Metode sampling yang digunakan adalah total sampling. Variable independent dalam penelitian ini pengetahuan tentang kejang demam, sedangkan variabel dependen penanganan kejang demam. Sampel yang diambil berjumlah 12 responden yaitu Perawat Paviliun Nusa Indah Rumah Sakit Militer Malang. Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 10 April–07 Mei 2015. Metode pengumpulan dalam penelitian ini menggunakan kuisioner tertutup untuk variable independent dan observasi langsung kepada perawat yang memberikan penanganan kepada pasien kejang demam yang dijumpai oleh peneliti pada saat itu juga untuk variabel dependen. Setelah ditabulasi, data dianalisa menggunakan Uji Rank Spearman dengan tingkat kemaknaan 5%. Hasil penelitian terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan tentang kejang demam dengan penanganannya di Paviliun Nusa Indah Rumah Sakit Militer Malang, dengan hasil nilai rho () hitung (0,808) > rho() tabel (0,591). Kesimpulan, Berdasarkan hasil penelitian agar keterkaitan hubungan antara pengetahuan dan penaganan kejang demam agar lebih bermakna, maka pihak RS hendaknya memberi kesempatan perawat untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan. Kata Kunci: pengetahuan perawat, kejang demam Abstract Introduction, febril convulsion are convulsions that occur in the increase in body temperature (a rectal temperature of more than 380C) which is caused by a process ekstrakranium (Soetromenggolo, 2000:245). Treatment includes three things, namely the treatment of the acute phase, find and treat the cause, prophylactic treatment against the recurrence of febris convulsions. This study aims to determine the relationship between nurse’s knowledge about the treatment of febris convulsions. Methode ,this study design using correlative method. The sampling method used was total sampling. The independent variable in this study knowledge of febris convulsions, while the dependent variable is of febris convulsions.Samples taken amounted to 12 respondents, Nurse Pavilion Nusa Indah Malang Military Hospital. Data collection is done on 10 April–07 May 2015. The collection method in this research using questionnaires closed for the independent variable and direct observation to the nurses who provide treatment to patients with febris convulsions that were found by investigators at the time also for the dependent variable. Once tabulated, the data were analyzed using Spearman Rank test with significant level of 5%. Results are a significant relationship between knowledge of febris convulsions to the treatment in the pavilion Nusa Indah Malang Military Hospital, with the result rho values calculated (0.808)> rho table (0.591). Discussion, Based on the results of research in order to link the relationship between knowledge and febris convulsions order to be meaningful, then the hospital should allow nurses to develop their knowledge and skills. Keywords: knowledge of nurses, febris convulsions
GAMBARAN PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENANGGULANGAN DIABETES MELITUS MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA ECONOMIC-PRIMARY HEALTH CARE (e-PHC) DI DESA TAWANGARGO, KECAMATAN KARANGPLOSO, KABUPATEN MALANG Musthika Wida Mashitah
Jurnal Kesehatan Hesti Wira Sakti Vol. 3 No. 3 (2015)
Publisher : Institut Teknologi, Sains, dan Kesehatan RS dr. Soepraoen Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakti kronis dengan angka morbiditas dan mortalitas tinggi di dunia. Angka kejadian DM Tipe II di Kabupaten Malang pada tahun 2010 mencapai 1412 jiwa dan Kecamatan Karangploso sebagai salah satu kecamatannya menyumbang angka kejadian 110 jiwa. Jumlah diabetisi di Desa Tawangargo, Kecamatan Karangploso mengalami kenaikan dari 14 orang saat studi pendahuluan menjadi 30 orang dalam proses pelaksanakan penelitian. Tindakan promotif dan preventif (Primary Health Care/PHC) merupakan salah satu solusi kunci dalam menurunkan angka kejadian DM. e-PHC (economic-Primary Health Care) merupakan strategi teknologi tepat guna dalam meningkatkan peran serta masyarakat dalam penanggulangan DM dengan menggabungkan pendekatan ekonomi dalam PHC. Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran peran serta masyarakat dalam penanggulangan Diabetes Melitus melalui penerapan teknologi tepat guna e-PHC di Desa Tawangargo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang. Metode penelitian yang digunakan adalah action research. Dari segi e (economic) terdiri dari kegiatan edukasi khasiat mengkudu sebagai pencegah DM, pelatihan teknologi tepat guna olahan kering dan cair mengkudu, dan pelatihan distribusi mengkudu bagi kader kesehatan dan pemilik pohon mengkudu. Dari segi PHC (Primary Health Care) terdiri dari edukasi DM bagi diabetisi (pembentukan Self Help Group/kelompok swabantu DM dan pemberian buku pedoman), edukasi bagi masyarakat umum (penyuluhan dan pemberian media leaflet dan poster DM), edukasi bagi kader kesehatan (penyuluhan DM, pemberian buku panduan kader, pelatihan senam DM, dan pelatihan pemeriksaan kesehatan sederhana). Teknologi tepat guna e-PHC dapat meningkatkan peran serta masyarakat Desa Tawangargo dalam penanggulangan DM yaitu menginisiasi kader kesehatan yang mampu dan berperan aktif dalam penanggulangan DM, menginisiasi Posyandu Lansia sebagai wadah penemuan dini dan tatalaksana DM, menginisiasi kegiatan aktivitas fisik (senam DM) yang dilaksanakan setiap minggu, meningkatkan pengetahuan warga umum mengenai DM, meningkatkan pengetahuan diabetisi dalam managemen DM, dan alokasi 5-10% hasil penjualan mengkudu untuk kas Posyandu Lansia sebagai subsidi biaya pemeriksaan gula darah bagi Diabetisi. Kata Kunci: teknologi tepat guna, e-PHC, penanggulangan diabetes melitus, peran serta masyarakat Abstract Diabetes mellitus (DM) is a chronic disease with the high morbidity and mortality in the world. The incidence of DM type II in Malang Regency (2010) reached 1412 people and one of that district is Karangploso with 110 diabetics. Tawangargo is one of village in Karangploso that diabetics number reached from 14 to 30 diabetics in the research process. Promotive and preventive action is a key model to solve this problem. The purpose of this research is to identify the description of community participation in the management of diabetes mellitus through the application of e-PHC (economic-Primary Health Care) appropriate technology in the Village of Tawangargo, District of Karangploso, Regency of Malang. This research uses action research methode. e-PHC is a method to improve public health by synergizing PHC concepts with economic approach. Economic approach consists of education of the noni (Morinda citrifolia) efficacy as a DM deterrent, appropriate technology training of noni producing, and noni distribution training for health cadres and the owner of the noni tree. PHC included education for diabetics (Self Help Group and diabetic guideline book provision), education for the general community (DM counseling and provision of diabetes leaflets and posters), education for health cadres (DM counseling, provision of cadres guideline book, diabetes exercise training, and simple medical examination training). e-PHC appropriate technology can improve community participation in the management of DM in Village of Tawangargo. It capable of initiating health cadres to have active role in the prevention of diabetes mellitus, initiate Elderly IHC (Elderly Integrated Health Care) as a forum for early discovery and treatment of diabetes, initiate physical activity program, increasing community knowledge about diabetes, increasing knowledge of diabetics in the management of their diabetes, and intiate of 5-10% alocation of the noni sale for health financing in Elderly IHC. Keywords: appropriate technology, e-PHC, management of DM, commnunity participation
STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN TENTARA YANG MENGALAMI CEDERA PANAS PADA KEGIATAN MILITER DI MALANG Mustriwi .
Jurnal Kesehatan Hesti Wira Sakti Vol. 3 No. 3 (2015)
Publisher : Institut Teknologi, Sains, dan Kesehatan RS dr. Soepraoen Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Kegiatan militer baik di dalam maupun di luar batalyon sering melibatkan lingkungan yang panas, medan yang sulit, dan beban yang berat, serta menuntut kemampuan fisik yang bagus. Pelaksanaan kegiatan militer cukup berpotensi terjadinya cedera panas. Pengalaman tentara yang mengalami cedera panas penting mengingat minimnya penelitian tentang kasus ini di tentara. Tujuan penelitian ini adalah mengeksplorasi pengalaman tentara yang mengalami cedera panas pada kegiatan militer di Malang. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode fenomenologi dengan pendekatan interpretif. Didapatkan 5 orang partisipan, dengan wawancara semi terstruktur, data yang didapatkan dianalisa dengan Van Manen. Didapatkan 7 (tujuh) tema, yaitu beban pembinaan fisik yang berlebihan, kebutuhan fisiologis tidak terpenuhi, dilematis latihan persiapan, gangguan kesehatan tidak teridentifikasi, motivasi tinggi untuk bisa IB (Ijin Bermalam), kondisi fisik dan psikologis yang tidak nyaman serta upaya pencegahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beban fisik yang berlebihan pada siang hari bisa menyebabkan tentara mengalami cedera panas. Meskipun kebugaran fisik bagus, makan dan tidur cukup, dilakukan latihan persiapan kegiatan, motivasi yang terlalu tinggi juga bisa menjadi penyebab cedera panas. Makna dari penelitian ini adalah minimnya peralatan pencegahan cedera panas dan kultur tentara yang memiliki integritas, loyalitas dan esprit de corps yang tinggi mampu menepis dan mengalahkan batas kemampuan fisiologis yang dimiliki tentara, meskipun hal ini bisa membahayakan bagi kesehatan dan keselamatannya. Penelitian ini memberikan masukan terhadap batalyon untuk mempersiapkan personil sebaik mungkin dalam suatu kegiatan, dan bagi tentara kegiatan pembinaan fisik mutlak dilakukan secara kontinyu untuk mendapatkan kebugaran fisik yang prima, kebutuhan nutrisi dan kebutuhan tidur yang cukup sehingga menjadi kunci keberhasilan dalam melaksanakan kegiatan. Kata Kunci: pengalaman tentara, cedera panas, studi fenomenologi, lomba peleton beranting, cross country Abstract Military activities both inside and outside battalion often involves a hot environment, a difficult terrain, and heavy burdens that need a good physical ability.The implementation of activities of the military has a potential to provoke heat injury.The experience of soldiers who suffered a hot injury is important, considering that the lack of research on this case in the army.The purpose of this research is exploring the experience of heat injury among army soldier on military activities in Malang. A qualitative phenomenology research method with interpretiveapproach of are applied in this research. 5 participants are interviewed with semi-structured technique. Data were analysed with interpretive qualitative research method byVan Manen. There are 7 (seven) the theme were obtain, they are excessive Binsik (physical training) burden, inappropriate physiological need compliance (sleep, eating etc), intensity of preparational activities, an unidentified physical impairment condition (fever), high motivation (to get an overnight allowance out side batallion), uncomfortable psycal and psycological condition and also prevention efforts.The result showed that anexcessivephysical burden during the daytime could be the cause an army suffered heat injury. Although in good physicalcondition, physiological need compliance and preparation, the high motivation can also be the cause of heat injury. It coud be concluded this research that the lack of equipment in heat injury prevention and the culture soldier who has integrity, loyalty and esprit de corpsthat capable to defeated the limit of physiological capability in army soldier, although it could be dangerous forarmy health and safety. This study providean information for battalion to prepare personnel and activities well before military activities. In the other hand for the troops, continuous Binsik (physical training) was absolutely necessary in orer to maintain physical condition in top condition. Appropriate nutritional intake andand rest are alsoimportant key factor to successesactivities. Keywords: experience of heat injury, phenomenology, the study platoon estaffete competition, cross country
STUDI FENOMENOLOGI: PENGALAMAN KELUARGA PASIEN DALAM BERKOMUNIKASI DENGAN PERAWAT DI PRIORITAS 2 (P2) INSTALASI GAWAT DARURAT Mokhtar Jamil
Jurnal Kesehatan Hesti Wira Sakti Vol. 3 No. 3 (2015)
Publisher : Institut Teknologi, Sains, dan Kesehatan RS dr. Soepraoen Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Pendahuluan: Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah bagian terdepan dan sangat berperan di rumah sakit, Permasalahan tersering di IGD adalah jumlah pasien dan keluarga yang datang melebihi kapasitas, lamanya waktu tunggu, dan penggunaan ambulan sebagai sarana layanan pre hospital. Pasien dan keluarga yang dibawa ke IGD mempunyai persepsi bahwa sakit yang dialami bersifat parah, Persepsi tersebut tidak sepenuhnya benar karena pasien yang masuk ke IGD bervariasi dari kasus P1, P2 atau P3. Penanganan pasien di P2 adalah tindakan menyetabilkan kondisi dan mengobservasi pasien. Tindakan observasi yang dilakukan idealnya selama 2 jam, tetapi yang sering terjadi, obsevasi yang dilakukan sering memanjang dan lama, pasien tanpa diberikan tindakan apapun. Komunikasi untuk menjelaskan bahwa kondisi pasien termasuk prioritas 2 yang mempunyai waktu tunggu 30 menit – 2 jam jarang diberikan sehingga membuat keluarga merasa tidak terurus.Tujuan penelitian : Mengekplorasi pengalaman keluarga pasien gawat darurat prioritas 2 (P2) dalam berkomunikasi dengan perawat di Iinstalasi Gawat Darurat.Desain penelitian : Kualitatif dengan pendekatan fenomenologi interpretatif yang melibatkan 6 keluarga pasien prioritas 2 (P2) di Instalai Gawat Darurat RS Wava Husada Malang. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dan dianalisis dengan menggunakan analisa tematik Braun & Clarke. Hasil penelitian : Penelitian ini menghasilkan 6 tema dari hasil analisis data yang dilakukan. Tema yang ditemukan adalah penanganan menyetabilkan pasien lebih utama, kebutuhan keluarga terhadap komunikasi tidak terpenuhi, pasien dan keluarga merasa terabaikan, kesulitan keluarga berkomunikasi dengan perawat, keluarga tidak bisa menolak atuan yang berlaku dan keluarga berharap bisa berkomunikasi dengan perawat. Kesimpulan dan saran: Keluarga menganggap bahwa penanganan pasien lebih utama daripada komunikasi, adanya perasaan terabaikan dan baik keluarga maupun pasien terhadap proses pemberian layanan di IGD. Kesulitan keluarga berkomunikasi dengan perawat dan keengganan perawat memberi penjelasan kepada keluarga menjadi hambatan tersendiri bagi keluarga. Keluarga mempunyai harapan agar perawat lebih komunikatif, memberi penjelasan tentang kondisi pasien dan menjelaskan kepada eluarga perawat penanggung jawab pasien. Menjalankan komunikasi 2 arah merupakan tantangan untuk keluarga maupun perawat, diperlukan kejelasan aturan dan adanya SOP tentang isi komunikasi yang disampaikan kepada keluarga. Kata Kunci: pengalaman keluarga, komunikasi, perawat, IGD Abstract Introduction:Emergency Department (ED) is front part and plays an important role in the hospital. The most common problems in the ED is the number of patients and families who come exceed the capacity, waiting time, and the use of an ambulance as a tool pre-hospital services. Patients and families were taken to the ED have the perception that their pain is severe and worst than other, the perception is not entirely correct because patients admitted to the ED vary from case P1, P2 or P3. The management of patients in P2 is stabilizing action and observe the patient’s condition. The act of observation performed ideally for +2 hours, but is often the patient observation is prolong and without any treatment. Communication to explain that the patient’s condition is included in the priority 2, which has a waiting time approximately + 2 hours is rarely given makes the family feel abandoned. Purpose: explore of Patient’s Family in Communicating with Nurses in Priority 2 (P2) The Emergency Department. Specifically researchers wanted to explore the patient’s family perceptions about communication in the ED, the patient’s family feeling while communicating, barriers in communication and family expectations related to communication in the ED nurse. Design This qualitative intepretive research using phenomenological approach. The study was conducted in the emergency department Wava Husada Hospital Malang. Participants in this study are 6 patient’s family with priority 2 in the ED.Data were collected through in depth interviews with open-ended questions and analyzed using thematic analysis Braun & Clarke. Result : This study produced six themes, namely 1) Stabilizing patient more important, 2) families’ access to information are not met, 3) patient and family feel neglected, 4) family accepts the rules in the forced, 5) family difficulties communicating with nurses, 6) family hopes able to communicate with nurses. Conclusion:Family assume stabilizing the patient more important than communication, patient and family feel neglected in emergency service. family difficulties communicating with nursesand illustrates families’ access to information are not met. family hopes able to communicate with nurses,give explanation about patient condition and expain to family which nurse who responsible to patient . Doing 2 ways comunication is challenge for family or nurse, it should be supported by clear rules and SOP are socialized to nurses about therapeutic communication. Keywords: family experience, communication, nurse, emergency department
HUBUNGAN ANTARA KONSUMSI MINUMAN BERENERGI YANG MENGANDUNG KOMBINASI TAURIN DAN KAFEIN DENGAN ANGKA KEJADIAN GAGAL GINJAL KRONIS Pipit Puspitasari; Dudung Kusnadi
Jurnal Kesehatan Hesti Wira Sakti Vol. 3 No. 3 (2015)
Publisher : Institut Teknologi, Sains, dan Kesehatan RS dr. Soepraoen Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Latarbelakang, Minuman berenergi banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Terutama kandungan kafein dan taurin yang berada di dalamnya. Seiring dengan banyaknya masyarakat yang mengkonsumsi minuman berenergi, angka kejadian gagal ginjal juga semakin meningkat. Penelitian ini dibuat dengan tujuan mengetahui ada tidaknya hubungan konsumsi minuman berenergi dengan angka kejadian gagal ginjal kronis. Metode, Penelitian ini studi korelasi dengan pendekatan retrospektif. variabel dependen yaitu konsumsi minuman berenergi yang mengandung kombinasi kafein dan taurin. dan variabel independennya adalah angka kejadian gagal ginjal kronis.Populasi dalam penelitian ini adalah pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa sebanyak 27 orang dengan menggunakan total sampling. Pengumpulan data menggunakan checklist dan studi dokumentasi. Analisis data menggunakan distribusi frekuensi, tabulasi silang dan grafik untuk mengetahui adanya hubungan antara konsumsi minuman berenergi yang mengandung kombinasi kafein dan tauri dengan angka kejadian gagal ginjal kronis.Hasil penelitian menunjukkan lebih dari setengah responden yaitu 20 responden atau 74% mempunyai riwayat konsumsi minuman berenergi dan sebagian kecil 7 orang responden (26%) yang tidak mempunyai riwayat konsumsi minuman berenergi. sebagian besar responden yaitu 15 responden (55%) masuk dalam kategori GGK stadium 4, dan tidak satupun responden yang masuk dalam kategori stadium 1. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa ada hubungan konsumsi minuman berenergi dengan angka kejadian gagal ginjal kronis. dibuktikan dari data tabel silang/cross tabulation didapatkan hasil 8 orang responden (53%) menderita GGK stadium 4, masuk dalam kategori selalu dalam riwayatnya mengkonsumsi minuman berenergi, Kesimpulan, diusahakan masyarakat tidak mengkonsumsi minuman berenergi dan perbanyak konsumsi air putih serta tetap menjaga pola hidup sehat sebagai upaya untuk menekan angka kejadian gagal ginjal kronis. Kata Kunci: konsumsi minuman berenergi, kafein, taurin, gagal ginjal kronis. Abstract Introduction, energy drinks consumed by many people . Particularly containing caffeine and taurine that is in it. Along with the many people who consume energy drinks , the incidence of renal failure have also increased. This study was made in order to know whether there is any correlation with consumption of energy drinks incidence of chronic renal failure. Methode, research desain used correlation study with retrospektif approach. In this study dependen variabel is consumteg energy drinks and independen variabel is incident of renal failure.The population of all them patien in haemodialisa room dr Soepraoen Hospital Malang. Sampling used total sampling and number of sampel is 27 respondent. Collecting data with documnetation study and cecklist. Data analisis with distribution frequency, croostab dan correlation cahrt. Result in this research shown half the respondents, 20 respondents or 74 % have a history of consumption of energy drinks and a small portion 7 of the respondents ( 26 % ) who did not have a history of consumption of energy drinks . the majority of respondents, 15 respondents ( 55% ) fall into the category CRF stage 4 , and none of the respondents who fall into the category of stage 1. From the results of this research is that there is a connection with the consumption of energy drinks incidence of chronic renal failure . evidenced from the data tables cross / cross tabulation showed 8 respondents ( 53 %) had stage 4 CRF, in the category always in his memoirs consuming energy drinks. Conclusion, cultivated people do not consume energy drinks and multiply the consumption of water and maintain a healthy lifestyle as an effort to suppress the incidence of chronic renal failure. Keywords: energy drink consumpted, caffein, taurin, renal failure penyakit ginjalnya merupakan akibat sering meng
LITERATURE REVIEW EFEKTIFITAS TERAPI FIBRINOLITIK DAN PPCI (PRIMARY PERCUTANEUS CORORNARY INTERVENTION) SEBAGAI ALTERNATIVE TERAPI REVASKULERISASI PADA ACUTE CORONARY SYNDROME (ACS) Bayu Budi Laksono
Jurnal Kesehatan Hesti Wira Sakti Vol. 3 No. 3 (2015)
Publisher : Institut Teknologi, Sains, dan Kesehatan RS dr. Soepraoen Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Latar belakang Sindrom koroner akut (ACS) merupakan suatu konstelasi gejala klinis yang mengindikasikan infark miokard akut (MI) (The American College of Cardiology and the American Heart Association, 2001). Acute Coronary Syndrome (ACS) berpotensi mengancam kehidupan. ACS merupakan penyebab utama dari perawatan medis darurat dan rawat inap di Amerika Serikat.Penyakit jantung koroner (ACS) menyebabkan 405 309 kematian pada tahun 2008 dan setiap tahun, diperkirakan muncul 785 000 kasus ACS baru di Amerika dan diperkirakan 470.000 diantaranya berpotensi mengalami serangan ulang (Véronique, et al., 2012). Penatalaksanaan segera pada kejadian Sindrom koroner akut (ACS) menjadi upaya krusial. Proses revaskularisasi segera merupakan tindakan awal yang harus dilakukan. Proses revaskularisasi segera dapat dilakukan antara lain dengan fibrinolitik dan PPCI (Primary Percutaneous Coronary Intervention). Dalam kajian ini penulis akan mencoba memaparkan bagaimana prosedur PPCI (Primary Percutaneous Coronary Intervention) dilakukan dan analisis efektifitas antara du metode revaskularisasi tersebut. Metode Studi literature dipilih oleh penulis dalam penyajian kajian ini. Peneliti telah mengumpulkan, menyeleksi dan melakukan analisa terhadap sejumlah literature yang sesuai dengan topic kajian. Hasil Secara umum, PPCI merupakan modalitas utama dengan tingkat keberhasilan tinggi pada kasus ACS. Angioplasti koroner dengan atau tanpa penempatan stent adalah pengobatan pilihan untuk pengelolaan STEMI yang dapat dilakukan secara efektif dengan door to ballon 90 menit oleh tenaga terampil (Robert, et al., 2010). Namun dalam keadaan dimana PPCI tidak tersedia, penanganan menggunakan fibrinolisis sangatlah dianjurkan.Fibrinolytic therapy adalah modalitas pengobatan definitive untuk pasien dengan STEMI yang dapat dilakukan dalam waktu 12 jam dari onset gejala dan tidak memiliki kontraindikasi untuk penggunaannya. Fibrinolytic therapy direkomendasikan untuk STEMI jika onset gejala telah dalam waktu 12 jam presentasi dan PPCI tidak tersedia dalam waktu 90 menit pertama kontak medis (Class I, LOE A). Sebelum menerima Fibrinolytic therapy pasien terlebih dahulu harus menjalani penapisan resiko penggunaan fibrinolitik baik absolute maupun relative. (Robert, et al., 2010). PPCI terbukti lebih unggul untuk terapi trombolitik dalam mengurangi tingkat kematian, reinfarction, iskemia berulang, reocclusion dari arteri yang sama, dan stroke (Hochman, et al., 1997). Kesimpulan Terapi reperfusi baik fibrinolitik dan PPCI merupakan solusi yang dapat mengatasi proses patologis yang terjadi. PPCI dapat dijadikan modalitas utama dalam usaha reperfusi arteri koroner namun proses ini harus dilakukan segera (< 90 menit setelah onset gejala) pada instalasi dengan peralatan memadai. Apabila PPCI tidak mungkin dilakuakan terapi fibrinolitik dapat segera dilakukan dalam waktu kurang dari 30 menit dengan mempertimbangkan contra indikasi pada pasien. Pemberian fibrinolitik pada seting prehospital harus memperhatikan resiko pendarahan yang mungkin terjadi.Mengingat haltersebut maka penggunaan Prehospital Fibrinolitic chectist harus dilakuakn sebagai sceening awal pemberian prehospital fibrinolitic. Kata Kunci: Sindrom Coroner Akut (ACS), revaskularisasi, PPCI, fibrinolitik Abstract Background Acute Coronary Syndrome (ACS) is a constellation of clinical symptoms indicating acute myocardial infarction (MI) (The American College of Cardiology and the American Heart Association, 2001). Acute Coronary Syndrome (ACS) is potentially life threatening. ACS is a major cause of emergency care and hospitalization in the United States. Coronary heart disease caused 405 309 death in 2008 and estimated 785 000 new cases of ACS occure every year in the United States with estimated 470,000 case potentially suffered repeated attacks (Véronique et al, 2012). An immediate treatment onacute coronary syndrome (ACS) becomes a crucial effort. Immediate revascularization process is the first action that must be done. Immediate revascularization process can be done for example by fibrinolytic And PPCI (Primary Percutaneous Coronary Intervention). In this study the authors will try to explain how the procedure PPCI (Primary Percutaneous Coronary Intervention) and fibrinolisys theraphyconduct and analyzethe effectiveness between two revascularization methods. Methods The literature review method had chosen by the authors in this study. Researchers have been collecting, selecting and analyzing a number of literatures according to the topic of study. Results In general, PPCI is a major modality with a high success rate in the case of ACS. Coronary angioplasty with or without stent placement is the preferred treatment for the management of STEMI can be done effectively with door to balloon in 90 minutes by skilled opperator (Robert E et al, 2010). However, in circumstances where PPCI is not available, treatment with fibrinolysis is recommended. Fibrinolysis therapy is the definitive treatment modality for patients with STEMI can be done within 12 hours of onset of symptoms and had no contraindication. Fibrinolysis therapy is recommended for STEMI if the onset of symptoms was within 12 hours of presentation and PPCI is not available within 90 minutes of first medical contact (Class I, LOE A). Patient must be screened by several absolute or relative risk checklist of Fibrinolysis therapy before receiving treatment (Robert, et al., 2010). PPCI shown to be superior to thrombolytic therapy in reducing the rate of death, reinfarction, recurrent ischemia, arterial reocclusion and stroke (Hochman, et al., 1997). Conclusion Reperfusion therapy both fibrinolysis and PPCI is a solution that can applied in ACS. PPCI can be used as the primary modality in coronary artery reperfusion effort but this process must be done quickly (

Page 1 of 15 | Total Record : 148