cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Psikologi Indonesia
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 6 Documents
Search results for , issue " Vol 7, No 1 (2010): VOL 7, NO 1 (2010)" : 6 Documents clear
PROSES SOMATISASI DAN STRATEGI KOPING PADA INDIVIDU ALOSENTRIS (SOMATIZATION PROCESS AND COPING STRATEGIES IN ALLOCENTRIC INDIVIDUAL) Susana, Tjipto
Jurnal Psikologi Indonesia Vol 7, No 1 (2010): VOL 7, NO 1 (2010)
Publisher : Jurnal Psikologi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Di Indonesia, gejala-gejala depresi dan kecemasan kurang terdeteksi dengan baik. Hal ini diduga berkaitan dengan proses somatisasi yang merupakan ekspresi distres personal dan sosial dalam bentuk keluhan fisik serta upaya mencari bantuan medis. Tujuan dari penelitian ini adalah melihat psikodinamika proses somatisasi yang berkaitan dengan alosentrisme. Subjek yang dilibatkan dalam penelitian ini ada 5 individu alosentris, yang terdiri dari 3 subjek dengan gejala depresi dan somatisasi (2 perempuan, 1 laki-laki) dan 2 subjek yang tidak mengalami gangguan. Alat pengumpulan data berupa wawancara. Hasil wawancara akan dianalisis menggunakan pendekatan studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan: (1) somatisasi muncul sebagai akibat dari ketidakmampuan subjek mengenali reaksi disforik yang menyertai reaksi fisologis dari distres, (2) munculnya somatisasi sebagai akibat dari kurangnya kesadaran akan reaksi disforik dan upaya disengaja untuk mendapatkan dukungan sosial. Hasil analisis kualitatif juga menunjukkan bahwa ada perbedaan strategi koping antara individu yang mengalami gejala somatisasi dan depresi dengan individu yang tidak mengalami gejala. Pada individu dengan gejala somatisasi dan depresi, strategi koping yang mereka lakukan belum mengarah pada upaya-upaya yang memperkuat kemampuan individu untuk menghadapi stresor. Sementara itu subjek yang tidak mengalami gejala somatisasi dan depresi, menggunakan strategi koping yang dapat digunakan untuk menghadapi stresor secara efektif. Mereka memiliki sikap nrima. Nrima adalah salah satu nilai budaya Jawa yang berarti kecenderungan untuk menerima segala sesuatu yang terjadi dalam hidup yang merupakan respon aktif untuk menghadapi masalah. Nrima sebagai respon aktif merupakan kesadaran atas diri dan takdir hidupnya.Kata kunci: alosentris, deprsi, distres, nrima, somatisasi, strategi koping.In Indonesia, depression and anxiety symptoms are less well examined. This was suspected as reflecting the impact of a somatization process which is an expression of personal and social distress in an idiom of bodily complaints and medical help-seeking. The purpose of this study as to examining the psychodynamic of somatization process due to allocentrism. Subjects involved in this study are 5 so-called allocentric individual, encompassing 3 subjects with depression and anxiety symptoms (2 women and 1 man) and 2 healthy subjects (1 woman and 1 man). Data were collected by interview and analyzed by using case study method. This study showed that somatization happened because :(1) individual less aware of dysphoric reaction that accompanied the physiological reaction of distress, and (2) both of less aware of dysphoric reaction and as an effort to gain social support. Result from qualitative analysis also showed that there was difference between individual with somatization and depression symptoms and healthy individual in coping strategies which used. Subjects with somatization and depression symptoms used coping strategies that have not lead to strengthen the self competence in facing stressor, yet. Meanwhile, the healthy subjects used coping strategies which could make them facing stressor effectively. They had a nrimo attitude. Nrimo is one of the Javanese values means a tendency to accept everything that happens in one’s life, which is an active response to facing problems in life. Nrimo as an active response is a self- awareness and a destination in life.Keywords: allocentrism, depression, distress, nrima, somatization, coping strategy.
EKSPRESI EMOSI PADA TIGA TINGKATAN PERKEMBANGAN PADA SUKU JAWA DI YOGYAKARTA: KAJIAN PSIKOLOGI EMOSI DAN KULTUR PADA MASYARAKAT JAWA Kurniawan, Aditya Putra; Hasanat, Nida Ul
Jurnal Psikologi Indonesia Vol 7, No 1 (2010): VOL 7, NO 1 (2010)
Publisher : Jurnal Psikologi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Emosi merupakan hasil manifestasi keadaan fisiologis dan kognitif manusia, serta cermin pengaruh kultur budaya dan sistem sosial. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan alat pengumpul data Skala Ekspresi Emosi, adaptasi dari Display Role Assessment Inventory (DRAI) untuk mengukur tingkat ekspresi emosi, dengan hipotesis “Ada perbedaan dalam pengekspresian emosi pada tiga tingkatan generasi suku Jawa di Yogyakarta”. Subjek penelitian dipilih dengan metode purposive sampling sejumlah 142 orang meliputi tiga tingkatan perkembangan, yaitu remaja akhir, dewasa awal, dan dewasa tengah. Data dianalisis dengan teknik Anava 1-jalur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan dalam pengekspresian emosi pada tiga tingkatan usia (F = 1,042 ; p = 0,356;). Disimpulkan bahwa tiga tingkat generasi subjek sama-sama mengekspresikan emosi secara sadar mengikuti etika Jawa. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian lain dengan metode kualitatif yang mampu mengungkap bentuk-bentuk perilaku pada wilayah unconsciousness dalam mengekspresikan emosi.Kata kunci: ekspresi emosi, tiga tingkatan perkembangan (remaja akhir, dewasa awal dan dewasa tengah), kultur JawaEmotion is the product of human physiological and cognitive conditions as well as representing the influence of culture and social system. This research was quantitative using Skala Ekspresi Emosi, adapted from the Display Role Assessment Inventory (DRAI), to measure level of emotional expression with the hypothesis that “There are differences in expressing emotion among three generations of Javanese in Yogyakarta.” The subjects were 142 people that consisted of late adolescents, early adults, and mid-adults and that were selected using a purposive sampling method. The data were analyzed using a one-way Anova technique. The results showed no difference in the expression of emotion among the three groups of subjects. It was concluded that the three generations consciously expressed their emotion following the Javanese ethics. These results differed from the results of another research using a qualitiative methode that seemed to be more sensitive in tapping forms of emotional expression at the unconscious level.Keywords: expression of emotion, three stages of development (late adolescence, early adulthood, and mid adulthood), the Javanese culture
MERUBAH PERILAKU MEROKOK DENGAN SUBLIMINAL CONDITIONING: SEBUAH PENELITIAN EKSPERIMENTAL (CHANGE SMOKING BEHAVIOR BY SUBLIMINAL CONDITIONING: AN EXPERIMENTAL STUDY) Thomas, Whisnu; Tyas Suci, Eunike Sri
Jurnal Psikologi Indonesia Vol 7, No 1 (2010): VOL 7, NO 1 (2010)
Publisher : Jurnal Psikologi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Subliminal messages merupakan cara mempengaruhi sikap, tindakan, dan keputusan manusia dengan memasukkan informasi ke pikirannya dalam waktu yang sangat cepat sehingga tidak dapat ditangkap oleh indera manusia. Subliminal messages berhasil dilakukan dalam bidang industri dan perdagangan, namun kurang berhasil dilakukan di bidang klinis untuk terapi karena berbagai kelemahan. Peneliti mencoba memperbaikinya dengan mengubah subliminal messages menjadi subliminal conditioning dan diuji coba sebagai terapi berhenti merokok. Subliminal conditioning tidak menyampaikan pesan, melainkan asosiasi. Metode penelitian ini adalah eksperimen laboratorium desain within group, dengan variabel bebas subliminal conditioning dan variabel terikat perilaku merokok. Partisipan penelitian adalah mahasiswa sebuah universitas swasta di Jakarta berusia 20 tahun atau lebih, merokok minimal 5 batang seminggu dan ingin berhenti merokok. Dari 34 partisipan yang mendaftar, hanya data dari 12 partisipan yang dapat digunakan. Asosiasi yang diberikan adalah merokok dengan rasa takut, dengan memberikan gambar rokok bersamaan dengan gambar yang menakutkan berupa orang mati secara tragis, yang diselipkan dalam sebuah film serial. Eksperimen dilakukan dengan menonton film tersebut selama satu jam per hari dalam 10 hari berturut-turut, kecuali hari minggu. Partisipan diminta untuk mencatat perilaku merokok mereka setiap hari selama eksperimen berlangsung. Berdasarkan hasil analisis statistik Wilcoxon Signed Rank Test, terapi subliminal conditioning terbukti berhasil menurunkan perilaku merokok secara signifikan (Z = 2.1, p < 0.05), namun tidak cukup kuat untuk membuat partisipan berhenti merokok. Penelitian ini merupakan awal pengembangan terapi bagi perokok dan perlu dikembangkan di masa depan. Hal yang perlu diperhatikan adalah persiapan eksperimen yang lebih terkontrol, jumlah partisipan yang lebih banyak, dan tingkat kecanduan rokok yang lebih tinggi.Kata kunci: subliminal, conditioning, merokok, terapi, psikoterapi, adiksi.Subliminal messages are the ways to influence human attitude, decision and action by inserting information to his/her mind in a so fast a fashion that it can’t be captured by human sense. Subliminal messages have been successfully applied in the area of industry and trade, but not so in clinical area as a therapy due to a number of weaknesses. We tried to improve it by modifying subliminal messages into subliminal conditioning, and examined it to smokers. Subliminal conditioning does not send messages, but associations. This study was a laboratory experiment with a within group design. The independent variable was Subliminal Conditioning, and the dependent variable is smoking behavior. Participants were selected from students at a private university in Jakarta aged at least 20 years old, and smoked at least five cigarettes a week. Of the 34 participants who participated in the study, only the data of 12 of them could be used. The association was smoking with fear, in which a picture of a cigarette was concurrently presented with a picture of a tragic death to the participants through a movie serial. The participants were required to watch the movie serial one hour each day for 10 consecutive days, except Sunday. They were also required to make notes on the number of cigarettes they smoked every day during the experimental week. Using the Wilcoxon Signed Rank Test, the study showed that subliminal conditioning therapy was able to significantly reduce their smoking behavior (Z = 2.1, p < 0.05), though it failed to entirely stop their smoking behavior. This research was a start to the development a better therapy for smokers. The use of a better control, more participants, and higher level of smoking addiction was recommended for future research.Keywords: subliminal, conditioning, smoking cessation,therapy, psychotherapy, addiction.
PSIKOLOGI PEREMPUAN:KONTEKSTUALISASI DAN KONSTRUKTIVISME DALAM PSIKOLOGI (WOMEN PSYCHOLOGY: CONTEXTUALISATION AND CONSTRUCTIVISM IN PSYCHOLOGY) Nurrachman, Nani
Jurnal Psikologi Indonesia Vol 7, No 1 (2010): VOL 7, NO 1 (2010)
Publisher : Jurnal Psikologi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Diskusi dan perdebatan tentang kedudukan psikologi perempuan dalam ilmu psikologi hingga kini masih terus berlangsung. Secara akademik, masih ada pertanyaan apakah perlu psikologi perempuan diajarkan tersendiri/terpisah dari psikologi arus utama yang selama ini diajarkan. Secara kualitatif pengalaman hidup perempuan berbeda dengan pengalaman hidup laki-laki. Perilaku preskriptif lingkungan sosiokultural yang dikenakan kepada perempuan merupakan keniscayaan peran budaya yang inheren dalam membentuk perilaku perempuan. Dengan demikian, interpretasi terhadap berbagai gejala perilaku perempuan perlu dipahami secara kontekstual. Psikologi perempuan tidak cukup hanya dideskripsikan melalui suatu penjelasan (eksplanasi) tetapi juga harus mencakup pemahaman diri dalam konteks sosial-budayanya dari sudut perempuan yang mengalaminya. Hal ini disebabkan karena perilaku perempuan merupakan hasil interrelasi dan dialektika antara aspek biopsikologis dengan aspek psikososiokulturalnya. Berbagai studi psikologi perempuan yang ada dalam konteks sosial budaya Indonesia dipaparkan di sini untuk memperkuat argumentasi tersebut di atas.Kata kunci: aspek biospsiko-sosiokultural, psikologi perempuan, perilaku perempuanThe status of the psychology of women, especially in Indonesia, has been and is still greatly debated whether or not it should be taught as a separate subject in the curriculum which is still based on mainstream psychology. Women’s different biopsychological make up which molds her life experience and the way she constructs herself as well as her behaviour is what makes the psychological study of women should be distinct from that of men. Simply because she is a woman, social cultural factors play a significant influence on the way she views herself and others as well as the way others view her. For this reason, it is not enough to explain the biopsychological essence of women, but it also needs to understand her existence based on how she constructs her world and herself. Various psychological studies of women, including those conducted in the context of Indonesian culture are presented here to support this argument.Key words: psychology of women, biopsychological-sociocultural, women’s behaviour
KONFLIK INTRAPERSONAL WANITA LAJANG TERHADAP TUNTUTAN ORANGTUA UNTUK MENIKAH (INTRAPERSONAL CONFLICT OF SINGLE WOMEN TOWARDS PARENT’S DEMAND TO MARRIED) Dian Noviana, Catarina Laboure; Tyas Suci, Eunike Sri
Jurnal Psikologi Indonesia Vol 7, No 1 (2010): VOL 7, NO 1 (2010)
Publisher : Jurnal Psikologi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Jumlah wanita lajang usia dewasa awal yang bekerja meningkat di Indonesia. Mereka memilih melajang karena ingin memusatkan waktu dan energinya pada karir. Di lain pihak, orangtua berharap anak wanitanya segera menikah agar terhindar dari pelabelan negatif oleh masyarakat, hidup anaknya terjamin, dan segera memberi cucu.Label yang paling sering didengar adalah “perawan tua” atau “tidak laku.” Hal ini membuat orangtua menuntut anak wanitanya segera menikah. Tuntutan ini membuat konflik intrapersonal pada wanita lajang yang bekerja. Konflik intrapersonal adalah konflik antara individu dengan dirinya sendiri dan terjadi pada waktu yang bersamaan ketika individu memiliki kebutuhan, keinginan, kenyataan dan nilai yang tidak sejalan satu sama lain dan tidak mungkin dua atau lebih kebutuhan dapat dipenuhi. Penelitian ini bertujuan melihat gambaran konflik intrapersonal yang dialami wanita bekerja yang masih lajang pada usia dewasa awal menghadapi tuntutan menikah oleh orangtuanya. Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif melalui wawancara mendalam kepada 4 subjek dari tingkat sosial menengah ke atas yang terbagi menjadi 2 kelompok usia: 25–29 dan 30–35 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tuntutan orangtua untuk menikah bagi wanita lajang merupakan nilai yang harus dipatuhi. Intensitas konflik intrapersonal dipengaruhi oleh budaya, karakteristik subjek, seberapa besar nilai dapat mempengaruhi perilaku serta perasaan subjek, urutan kelahiran dan saudara yang sudah menikah. Penelitian ini diharapkan membuat cakrawala orangtua dalam memahami anak wanitanya yang hidup melajang di masa kini dan menjadi terbuka dan membuat mereka mampu mengkomunikasikan dengan baik keinginan mereka agar anak perempuannya segera menikah sehingga kesejahteraan mental anak tetap terjaga.Kata kunci: wanita lajang, konflik intrapersonal, harapan menikah, tuntutan orangtua.The number of single working women in their early adult life tends to increase in Indonesia. They chose to stay single because they want to spend their time and energy for their career. On the other hand, parents expect them to get married to avoid negative social labeling, to make sure that their daughters are secured, and also to give them grandchildren. The common labels include “perawan tua” or “tidak laku.” These make parents expect them to get married soon. This expectation creates intrapersonal conflict in single working women. Intrapersonal conflict is a conflict between an individual with herself and occurrs when the individual has needs, desires, realities and values that are inconsistent one another, and fails to meet two or more needs. This study aims to describe intrapersonal conflict in single working women agaist parents’ demand to get married. This study applied descriptive qualitative approach and used in-depth interviews to four respondents with various characteristics (middle to upper-middle class with two age groups: 25-29 and 30-35 years old). The results showed that parental demand to their single working daughters to get married is a value that must be obeyed. Intrapersonal conflict intensity is influenced by culture, respondents’ characteristics, the extent that value influences behavior, respondents’ feelings, birth order, and married sisters. In order to make intrapersonal conflict free from negative impact on single working women, it is hoped that this research may broaden parents’ understanding about their daughters. Parents’ expectation to their daughters to get married should be communicated so that it does not influence their daughters’ mental well-being.Keywords: single women, intrapersonal conflict, marriage expectation, parental demand
PEMBENTUKAN PERILAKU DAMAI DI KALANGAN REMAJA:INTERPRETATIVE PHENOMENOLOGICAL ANALYSIS TERHADAP PROSES KONSELING (THE FORMATION OF PEACE BEHAVIOR IN ADOLESCENTS:AN INTERPRETATIVE PHENOMENOLOGICAL ANALYSIS OF THE COUNSELING PROCESS) Latipun, Latipun
Jurnal Psikologi Indonesia Vol 7, No 1 (2010): VOL 7, NO 1 (2010)
Publisher : Jurnal Psikologi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan menganalisis keefektifan Peer Conflict Resolution focused Counseling (PCRC) untuk meningkatkan perilaku damai di kalangan remaja serta mengeksplorasi tahap-tahap dalam meningkatkan perilaku damai selama proses konseling. Subjek meliputi tujuh dari empat puluh siswa SMA di Mataram, Indonesia, yang menjalani proses konseling. Analisis data meliputi penerapan Interpretative Phenomenological Analysis (IPA) terhadap verbatim proses konseling. Hasilnya menunjukkan bahwa PCRC meningkatkan perilaku damai di kalangan remaja, yang tercermin dari kecenderungan mereka menghargai orang lain, memecahkan masalah secara konstruktif, menghindari konflik dengan teman-teman mereka, dan berdamai dengan musuh mereka. Juga berhasil diidentifikasikan lima tahap peningkatan perilaku damai yang terbentuk secara bertahap selama proses konseling, meliputi: (1) kesadaran menyelesaikan konflik, (2) membebaskan hambatan psikologis dan membangun harapan untuk menyelesaikan konflik, (3) kesadaran perkembangan diri dan hubungan interpersonal, (4) pengembangan metode-metode konstruktif untuk menyelesaikan konflik, dan(5) memelihara dan mempromosikan perilaku damai di kalangan teman-teman.Kata kunci: Peer Conflict Resolution focused Counseling (PCRC), peaceful behavior, Interpretative Phenomenological Analysis (IPA).This research aimed to analyze the effectiveness of Peer Conflict Resolution focused Counseling (PCRC) in improving peaceful behavior among adolescents and exploring the stages in improving peaceful behavior during the counseling process. The subjects were 7 of the 40 senior high school students in Mataram, Indonesia, who had been undergoing a counseling process. The data analysis consisted of applying the Interpretative Phenomenological Analysis (IPA) on the verbatim of the counseling process. The results showed that PCRC enhanced peaceful behavior among adolescents, which was evident in their tendency to respect others, solve problems constructively, avoid conflicts with their friends, and reconcile with their opponent. Five stages of peaceful behavior improvement built gradually in the counseling process were also identified, including: (1) consciousness to resolve the conflict, (2) attempt to alleviate psychological barrier and nurture the hope to resolve the conflict, (3) self-improvement and interpersonal relationship, (4) development of constructive methods to resolve the conflict, and (5) aintainance and encouragement of peaceful behavior to one’s friends.Keywords: Peer Conflict Resolution focused Counseling (PCRC), peaceful behavior, Interpretative Phenomenological Analysis (IPA).

Page 1 of 1 | Total Record : 6