cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kab. kampar,
Riau
INDONESIA
Hukum Islam
ISSN : 14118041     EISSN : 24430609     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Hukum Islam dengan nomor (Print ISSN 1411-8041) (Online ISSN 2443-0609) merupakan jurnal yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau sebagai media pengkajian dan penyajian karya ilmiah terutama bidang hukum Islam. Jurnal ini pertama kali terbit sejak tahun Desember 1998, Jurnal ini terbit 2 kali dalam satu tahun yakni pada bulan Juni dan Nopember
Arjuna Subject : -
Articles 187 Documents
Konsep Shared Parenting dalam Hadhanah Pasca Perceraian; Kajian Perundang-Undangan Perkawinan Islam Kontemporer maghfirah maghfirah; Gushairi Gushairi
Hukum Islam Vol 20, No 2 (2020): PROBLEMATIKA HUKUM KELUARGA DAN EKONOMI SYARI'AH
Publisher : Fakultas Syariah dan hukum Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/jhi.v20i2.12169

Abstract

Hadhanah Pasca Perceraian; Kajian Perundang-Undangan Perkawinan Islam Kontemporer. Tulisan ini mengulas tentang konsep Hadhanah dalam Hukum Islam, dengan metode deskriptif dan telaah terhadap peraturan perundang-undangan. Dari hasil kajian yang dilakukan, penulis menggambarkan terkait adanya pembaruan dalam hak asuh anak dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, dan penulis juga menawarkan satu konsep yaitu shared parenting/ joint parenting, yaitu pengasuhan secara bersama demi kepentingan terbaik bagi anak. 
WANITA DALAM SISTEM KEWARISAN PERSPEKTIF SOSIOLOGI HUKUM ISLAM Ahmad Tahali
Hukum Islam Vol 20, No 2 (2020): PROBLEMATIKA HUKUM KELUARGA DAN EKONOMI SYARI'AH
Publisher : Fakultas Syariah dan hukum Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/jhi.v20i2.11572

Abstract

AbstrakHukum  waris  merupakan  salah  satu  bagian  hukum  kekeluargaan, karena ruang  lingkup  pembahasannya  menyangkut  tentang  proses pelaksanaan pengalihan  harta  benda  orang  yang  sudah  meninggal kepada  anggota  keluarga yang  masih  hidup. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan tentang pembagian kewarisan kepada wanita dilihat dari sudut pandang sosiologi hukum. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research). Pengumpulan data ini dilakukan yakni dengan membaca buku-buku serta bahan bacaan lainnya yang relevan dengan masalah yang dibahas. Teknik analisis data yang digunakan adalah menganalisis semua isi yang berkaitan dengan penelitian. Hukum kewarisan Islam tidak membedakan hak mewaris anak perempuan dan laki-laki. Anak laki-laki mendapat dua bagian dari anak perempuan (2:1), hal ini didasarkan karena tanggung jawab anak laki-laki lebih besar dibanding tanggung jawab anak perempuan. Sementara analisis sosiologi hukum Islam terhadap kedudukan wanita dalam kewarisan. Memang terjadi problematika di kalangan masyarakat. Ada yang menggunakan pembagian dalam kaca mata agama, ada juga yang menggunakan sistem kekeluargaan (kebiasaan). Dengan demikian maka perbedaan tersebut adalah seimbang dan adil.Kata Kunci : Sistem Kewarisan Wanita, Sosiologi Hukum Islam AbstractThe law of inheritance is a part of kinship law, because the scope of the discussion concerns the process of implementing the transfer of assets of a deceased person to a living family member. The purpose of this study is to explain the distribution of inheritance to women from the perspective of sociology of law. This research is a research library (library research). This data collection is carried out by reading books and other reading materials that are relevant to the issues discussed. The data analysis technique used was to analyze all content related to the research. Islamic inheritance law does not differentiate between the inheritance rights of girls and boys. Boys get two parts from girls (2: 1), this is because the responsibility of boys is bigger than the responsibility of girls. While the sociological analysis of Islamic law on the position of women in inheritance. There are indeed problems in the community. There are those who use division in a religious perspective, there are also those who use the kinship system (custom). Thus, the difference is balanced and fair.Keywords: Women's Inheritance System, Sociology of Islamic Law 
AHLI WARISDALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN KUHPerdata (Burgerlijk Wetbook) adefariz Ade fahrullah
Hukum Islam Vol 21, No 1 (2021): PROBLEMATIKA HUKUM KELUARGA DAN EKONOMI SYARI'AH
Publisher : Fakultas Syariah dan hukum Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/jhi.v21i1.9321

Abstract

AbstractThere are different concepts in determining the people who are entitled to inheritance and their share between Islamic law and the Civil Code. In the concept of Islamic law, heirs are grouped into; dzawil furudh, dzawil ashabah, and dzawil arham. Dzawil furudh and dzawil ashabah are heirs, whose right of acceptance is based on the closeness of blood relations (nasab) with the heir, while dzawil arham is not an heir, who is considered not entitled to receive inheritance as long as there is dzawil furudh and dzawil ashabah. Unlike the case in the Civil Code concept, where heirs are grouped into; class I, class II, class III, and class IV. This group determines the order in which the person is entitled to receive the inheritance. Likewise in terms of the part received by each heir there is a difference in determining the magnitude of the part between the concept of Islamic law and the Civil Code.
HUKUM KEPEMIMPINAN POLITIK PEREMPUAN (Studi Terhadap Perspektif Muballigh Pekanbaru Riau) Akabrizan Akbarizan Akbarizan
Hukum Islam Vol 20, No 2 (2020): PROBLEMATIKA HUKUM KELUARGA DAN EKONOMI SYARI'AH
Publisher : Fakultas Syariah dan hukum Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/jhi.v20i2.9818

Abstract

Election of Pekanbaru mayor is a phenomenon because one candidates is a woman and  Islamic law used to attack political opponents. The purpose is to find out how according to Islam, the opinion of Riau preachers on women's leadership, the postulates of Islamic law that they use, and views on Pekanbaru mayor candidate, Septina Primawati Rusli. Researchers used survey instruments with a questionnaire to 100 Muballigh in Pekanbaru City. The researchers conducted more in-depth interviews. The results showed that first, according to Islam, women should not be leaders, women could be leaders, if women have capabilities, women may be leaders absolutely. Second, the preachers of Riau argued on fifteen themes, The nature of menstruation, pregnancy, until women were not strong in leadership. Third, the arguments of Islamic law are the Koran, Hadith, ijma ', qiyas, and justice and gender equality in Islam.
Patriarkisme Hukum Kewarisan Islam: Kritik Hukum Waris Islam dan Kompilasi Hukum Islam Defel Fakhyadi
Hukum Islam Vol 21, No 1 (2021): PROBLEMATIKA HUKUM KELUARGA DAN EKONOMI SYARI'AH
Publisher : Fakultas Syariah dan hukum Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/jhi.v21i1.10447

Abstract

Islamic inheritance law is influenced by the sociological conditions of the community and the subjectivity of the understanding of the ulama so that the qat'i dilalah verse about inheritance is absolutely must be considered by the ulama. Comprehensive understanding is needed to prevent inclusivism which is harm the right of others in Islamic inheritance law. Patriarchism in Islamic inheritance law is a legal view that is contrary to the principle of individual and bilateral inheritance law the basic principle of Islamic inheritance law. The compilation of Islamic law is a reference in resolving inheritance law issues in Indonesia it is expected to be able to solve all issues of the law so that it becomes a barometer for the realization of the ideals of Indonesian Islamic law which are responsive and conditional.Hukum waris Islam terpengaruh dengan kondisi sosiologis masyarakat serta subjektivitas pemahaman ulama sehingga ayat waris yang bersifat qat’i dilalah secara mutlak harus menjadi pertimbangan para ulama. Pemahaman komprehensif sangat dibutuhkan agar tidak terjadi inklusivisme dalam hukum waris Islam sehingga merugikan hak orang lain. Patriarkisme dalam hukum waris Islam merupakan suatu pandangan hukum yang bertentangan dengan asas hukum waris yang bersifat individual dan bilateral yang menjadi prinsip dasar hukum kewarisan Islam. Kompilasi Hukum Islam merupakan rujukan dalam penyelesaian sengketa hukum waris di Indonesia diharapkan mampu menyelesaikan seluruh problematika hukum sehingga menjadi barometer terwujudnya cita-cita hukum Islam Indonesia yang responsif dan kondisional.
PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG STATUS ANAK DI LUAR PERKAWINAN DAN RELEVANSINYA PADA PEMBAHARUAN HUKUM KELUARGA MILENIAL DI INDONESIA Jumni Nelli Nelli
Hukum Islam Vol 21, No 1 (2021): PROBLEMATIKA HUKUM KELUARGA DAN EKONOMI SYARI'AH
Publisher : Fakultas Syariah dan hukum Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/jhi.v21i1.12726

Abstract

Abstrak Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang penetapan  status anak di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ayah biologisnya, menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Diduga keputusan ini akan sangat berpengaruh pada perkembangan pertumbuhan hukum keluarga milenial.  Menarik diteliti dalam rangga melihat pengaruhnya pada kehidupan keluarga milenial di Indonesia. Dalam penelitian ini dibahas semua data terkait penelitian. Hasil penelitian menyatakan bahwa putusan MK tentang  status anak di luar perkawinan merupakan ijtihad yang sangat spektakuler, untuk melindungi nasib sang anak dan  memberi efek jera pada laki-laki tak bertanggung jawab. Sehingga dapat meminimalisir terjadi perkawinan yang tidak sesuai dengan peraturan agama dan undang-undang, pada gilirannya membawa pembaharuan dalam perkembangan  hukum  keluarga milenial di Indonesia.
TINJAUAN USIA PERKAWINAN MENURUT HUKUM ISLAM (STUDI UU NO. 16 TAHUN 2019 PERUBAHAN ATAS UU NO. 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN) Yuni harlina
Hukum Islam Vol 20, No 2 (2020): PROBLEMATIKA HUKUM KELUARGA DAN EKONOMI SYARI'AH
Publisher : Fakultas Syariah dan hukum Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/jhi.v20i2.9786

Abstract

Abstrak:            Salah satu faktor terpenting dalam persiapan perkawinan adalah faktor usia. Sebab dalam perkawinan dituntut adanya kedewasaan dan kematangan dari masing-masing calon yang akan melangsungkan perkawinan sebagai modal yang sangat besar dan berarti dalam upaya meraih kebahagiaan dalam rumah tangga. Dalam perspektif hukum Islam, batas usia seseorang untuk melangsungkan perkawinan tidak disebutkan secara eksplisit, tetapi mengacu kepada makna “balaghu al-nikah”, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Swt pada Qs. Al-Nisa ayat 6 yaitu, seseorang dianggap dewasa (akil baligh) apabila pernah bermimpi yang menyebabkan keluar mani (ihtilam) bagi pria, dan mengalami menstruasi (haids) bagi wanita. Namun demikian, usia kedewasaan bagi masing-masing pria dan wanita tidaklah sama, tergantung pada keadaan kesehatan fisik seseorang, pengaruh biologis, iklim lingkungan social, ekonomi, pendidikan, emosi dan tanggung jawab serta keyakinan agama bagi pasangan yang akan melangsungkan perkawinan. Seiring dengan perkembangan zaman, maka ketentuan usia perkawinan di Indonesia yang ada dalam Undang-undang Nomor 1 Tahu 1974 perlu diubah dan disesuaikan lagi. Maka dipandang sangat perlu untuk melakukan upaya-upaya pembaharuan usia perkawinan di Indonesia disesuaikan dengan situasi dan kondisi di era milenial saat ini bahwa dalam pasal 7 ayat (1) UU Perkawinan No. 16 Tahun 2019 perkawinan hanya di izinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilhan belas) tahun. Hal ini dengan maksud membangun kualitas generasi Indonesia menuju masa depan yang lebih unggul.Kata kunci: Usia Perkawinan, Islam dan Undang-undang Perkawinan
POLYGAMI AND LEGAL CASES (COMPARISON STUDY BETWEEN MALAYSIA, ISLAMIC ENAKMEN, AND INDONESIA, ISLAMIC LAW COMPILATION) Akabrizan Akbarizan Akbarizan; Nurcahaya Nurcahaya; Sri Murhayati; Nurrahmi Hayani
Hukum Islam Vol 21, No 1 (2021): PROBLEMATIKA HUKUM KELUARGA DAN EKONOMI SYARI'AH
Publisher : Fakultas Syariah dan hukum Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/jhi.v21i1.9602

Abstract

Tujuan penelitian ini untuk membahasa bagaimana hukum poligami dalam Enakmen Islam Selangor 2003 Malaysia,  dan Kompilasi Hukum Islam Indonesia, dan bagaimana kasus hukum yang terjadi di Mahkamah Syariah Malaysia dan Pengadilan Agana di Indonesia tentang poligami. Metode penelitian ini menggunakan teknik analisis isi. Desain analisis isi secara rinci terdiri dari langkah-langkah; pengadaan data, pengurangan data, inferensi dan analisis data. Data penelitian ini adalah dokumen Enakmen Islam Selangor 2003, dan Kompilasi Hukum Islam, dan dokumen sidang kasus-kasus hukum di pengadilan. Sepuluh kasus di Pengadilan Agama Indonesia mempersyaratkan persetujuan istri pertama untuk melakukan poligami apabila istri tidak memenuhi syarat alasan untuk berpoligami. Kasus-kasus poligami di Pengadilan Agama hanyalah permohonan untuk mendapatkan izin pengadilan sedangkan kasus-kasus lain seperti suami yang tidak adil dalam berpoligami atau laporan tentang pernikahan poligami tanpa izin tidak ada sama sekali. Hal ini dapat dimaklumi karena tidak diatur sama sekali sanksi atau pidana bagi yang melakukan poligami tanpa izin pengadilan. Kasus-kasus poligami di Mahkamah Syariah didominasi oleh laporan atas pelanggaran pelaksanaan poligami. Pelanggaran ini dapat diberikan hukuman dan denda dan atau penjara. Apabila hakim meyakini bahwa laki-laki tersebut mampu berbuat adil, mampu secara ekonomi dan calon istrinya memenuhi persyaratan, maka hakim Mahkamah Syariah memutuskan untuk memberikan izin tertulis berpoligami, meskipun istri tidak memberikan persetujuan.
Mafhum Muwafaqah dan Implikasinya Terhadap Masalah-Masalah Furu’iyyah Mawardi Mawardi
Hukum Islam Vol 21, No 1 (2021): PROBLEMATIKA HUKUM KELUARGA DAN EKONOMI SYARI'AH
Publisher : Fakultas Syariah dan hukum Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/jhi.v21i1.10445

Abstract

This paper is motivated by differences of opinion about the validity of mafhm muwâfaqaħ which has implications for the establishment of law in matters of furu'iyyah. The existence of the theory of mafhum muwafaqah is in the level of the concept of dilalah al-alfazh among mutakallimin, especially in the view of Syafi'iyyah scholars that this theory of mafhum muwâfaqaħ is a connotation of understanding of the law mentioned in lafazh also applies to the problem law that is not mentioned lafazh. In terms of the strength of law enforcement, mafhûm muwâfaqaħ is divided into two, namely; mafhum aulawi,  is called fahw al-khithâb and mafhum al-musawiy, is called lahn al-khithâb. Scholars who recognize the blasphemy of mafhum muwafaqah say that the application of the law takes two forms: First, through lafzhiyyah and qiyas jaliy. Therefore, research needs to be done because the results of istinbath law that most "approach" the truth through the passage of the texts are to understand the full meaning of the texts to a law, cannot be understood in bits and pieces.
ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA PEKANBARU TENTANG MASJID PARIPURNA PERSPEKTIF SIYASAH DUTURIYYAH Ayu Azkiah
Hukum Islam Vol 21, No 2 (2021): PROBLEMATIKA HUKUM KELUARGA DAN EKONOMI SYARI'AH
Publisher : Fakultas Syariah dan hukum Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/jhi.v21i2.11519

Abstract

Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2016 tentang Masjid Paripurna adalah kebijakan penetapan rumah ibadah paripurna yang dalam pembinaan dan pengelolaannya dibantu oleh pemerintah. Namun, peraturan daerah tersebut hanya diberikan kepada masyarakat muslim. Status rumah ibadah paripurna tidak didapatkan oleh masyarakat non muslim. Hal ini menilmbulkan kegelisahan akademik penulis sehingga memunculkan keinginan untuk mengkaji kebijakan tersebut ditinjau dari siyasah dusturiyyah. Hasil analisa penulis adalah berdasarkan siyasah dusturiyyah, kebijakan pemerintah yang menetapkan status paripurna hanya pada rumah ibadah masyarakat muslim dinilai belum memenuhi asas keadilan dan asas persamaan karena keberpihakan pemerintah hanya kepada sebahagian masyarakat kota Pekanbaru.