cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota malang,
Jawa timur
INDONESIA
Arena Hukum
Published by Universitas Brawijaya
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 337 Documents
COMPETITION LAW IN MALAYSIA Safinaz Mohd Hussein
Arena Hukum Vol. 5 No. 2 (2012)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (360.923 KB) | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2012.00502.1

Abstract

Meningkatnya kesadaran akan pentingnya persaingan usaha menimbulkan munculnya regulasi tertentu di tingkat nasional dan hal inilah yang terjadi di Malaysia, yakni dengan berlakunya Undang-Undang Persaingan Usaha Malaysia 2010. Disahkannya hukum persaingan umum seperti Undang-Undang Persaingan Usaha Malaysia 2010 pasti akan berdampak pada undang-undang sektoral seperti ketentuan dalam Peraturan Ekonomi CMA 1998. Biasanya hukum persaingan usaha memang di atas undangundangsektoral, kecuali jika terdapat pengecualian yang diberikan terhadap hukum tersebut, sehingga harus dikembangkan untuk beberapa waktu dan mengikuti kecenderungan pengembangan hukum yang mendukung. Oleh karena itu, integrasi bagian tertentu dari undang-undang sektoral ke dalam hukum persaingan umum harus dibuat.Kata kunci : hukum persaingan usaha, aturan ekonomi
IMPRISONMENT FOR IUU FISHING IN INDONESIA’S EXCLUSIVE ECONOMIC ZONE: WHY IT SHOULD NOT BE IMPOSED Alfons Zakaria
Arena Hukum Vol. 5 No. 2 (2012)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (394.547 KB) | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2012.00502.2

Abstract

Article 73(3) of LOSC emphasizes that “Coastal State penalties for violations of fisheries laws and regulations in the exclusive economic zone may not include imprisonment, in the absence of agreements to the contrary by the States concerned, or any other form of corporal punishment.” Article 93 ofthe Indonesian Fisheries Act Nomor 31 2004 as revised by the Act Nomor 45 2009, however, imposes imprisonment for IUU fishing committed in the Indonesian EEZ. It can be seen that there is a clear contradiction in provisions between Article 93 of the Act Nomor 31 2004 and Article 73(3) of the LOSC. On the other side, Indonesia is a state party of this convention and has ratified the convention. Thus, Indonesia should comply with the provisions in the LOSC. The question is has Indonesia exercised itssovereignty over the EEZ? This paper argues that the implementation of imprisonment in Indonesian EEZ contradicts both Indonesian laws and international law of the sea.Key words: imprisonment, EEZ, sovereignty and sovereign rights
PEMBATASAN PERKARA KONTRA HAK UNTUK BANDING Dimas Prasidi
Arena Hukum Vol. 5 No. 2 (2012)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (391.688 KB) | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2012.00502.3

Abstract

Terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan pemenuhan hak dalam suatu pembatasan perkara yang dapat dimintakan banding. Dalam pembahasan mengenai pembatasan perkara selalu muncul kritikan-kritikan dan penolakan. Tulisan ini mencoba untuk mencari jawaban atas perdebatan mengenai pembatasan perkara dari segi historikal, gramatikal dan prosedural. Dilanjutkan dengan pembahasan mengenai upaya-upaya, baik dari negara maupun dari masyarakat untuk mendorong pembatasan perkara demi tercapainya fungsi kasasi sebagai penjaga kesatuan hukum.Kata kunci : pengadilan, banding, pembatasan perkara
HUKUM INTERNASIONAL SEBAGAI INSTRUMEN POLITIK: BEBERAPA PENGALAMAN INDONESIA SEBAGAI STUDI KASUS Hikmahanto Juwana
Arena Hukum Vol. 5 No. 2 (2012)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (349.838 KB) | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2012.00502.4

Abstract

Hukum internasional dalam konsep dasarnya dimaksudkan sebagai kerangka hukum yang melayani masyarakat dalam suatu negara. Hukum internasional menentukan apa yang benar dan apa yang salah, juga mengatur bagaimana negara-negara berperilaku terhadap satu sama lain, dan memberikan sanksi. Tentu uraian tentang hukum internasional tersebut sebagaimana dipahami dalam ruang kelas. Pada kenyataannya, hukum internasional sering digunakan sebagai instrumen politik oleh negara.  Hukum ini dapat menjadi alat untuk menekan, instrumen untuk melakukan intervensi di negara lain dalam hal urusan domestik tanpa dianggap sebagai pelanggaran dan juga dapat digunakan untuk membenarkan tindakan negara. Artikel ini akan menjelaskan bagaimana Negara-negara telah menggunakan hukum internasional di Indonesia sebagai instrumen politik dan bagaimana Indonesia telah menggunakan hukum internasional untuk melanjutkan kebijakan nasionalnya.Kata Kunci : hukum internasional, kebijakan nasional, negara
POLITIK HUKUM PENGELOLAAN MINYAK DAN GAS BUMI DI INDONESIA Indah Dwi Qurbani
Arena Hukum Vol. 5 No. 2 (2012)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (311.568 KB) | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2012.00502.5

Abstract

Politik hukum adalah kebijakan dasar penyelenggaraan Negara dalam bidang hukum yang akan, sedangdan telah berlaku yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuanNegara yang dicita-citakan mencakup ius constitutum dan ius constituendum. Politik hukum pengelolaanminyak dan gas bumi yang berlaku pada kurun waktu tertentu di Indonesia menyebabkan pengaruhyang berbeda-beda terhadap kesejahteraan sosial yang dicita-citakan. Prespektif penguasaan dan pengusahaankepemilikan energi menjadi semakin kabur, padahal Pasal 33 UUD 1945 telah memberikanbatasan kepemilikan sumber daya alam oleh Negara untuk kesejahteraan rakyat. Karenanya, perlu segeradilakukan reinterpretasi kepemilikan energi secara faktual dan de facto, dalam perkembangan politikhukum minyak dan gas bumi di Indonesia untuk mengembalikan dalam kerangka de jure dan ideal,yang sesuai dengan semangat Pasal 33 UUD 1945 sebagai landasan filosofis politik hukum pengelolaanminyak dan gas bumi.Kata Kunci: politik hukum, minyak dan gas bumi
IMPLEMENTASI KONSEP JAMINAN SYARIAH DALAM TATA ATURAN UU PERBANKAN SYARIAH Noor Hafidah
Arena Hukum Vol. 5 No. 2 (2012)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (380.287 KB) | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2012.00502.6

Abstract

Perbankan Syariah kita kenal sebagai lembaga keuangan bank berdasarkan pada Prinsip-Prinsip Syariah. Dalam hal yang demikian maka operasionalisasi perbankan syariah yang meliputi penyaluran dan penghimpunan dana masyarakat harus berdasarkan prinsip syaiah sebagai implementasi atas kepatuhan syariah atau syaria compliance. Khusus penyaluran dana sebagaimana perbankan konvensional, perbankan syariah juga menerapkan sistem jaminan sebagai implementasi dalam melindungi dana masyarakat. Sistem jaminan yang diterapkan dalam perbankan syariah adalah sistem jaminan konvensional bukan sistem jaminan syariah atau sistem jaminan yang berdasarkan pada prinsip syariah. Dalam kerangka kepatuhan syariah atau syaria compliance sudah seharusnya perbankan syariah menerapkan jaminan syariah. Berdasarkan hasil penelitianpenulis UU No. 21 Tahun 2008 tentang Undang-Undang Perbankan Syariah sebagai regulasipelaksanaan perbankan syariah tidak secara tegas mengatur tentang jaminan syariah, demikian pula peraturan pelaksana lainnya seperti Surat Edaran Bank Indonesia. Oleh karena itu dalam kerangka pemenuhan kepatuhan syariah atau syaria compliance sebaiknya dibuat peraturan pelaksana yang memberikan kejelasan atas kedudukan jaminan syariah yang merupakan bagian yang komphensif dalam sistem perbankan syariah.Kata Kunci: Perbankan Syariah, Jaminan Syariah
MAKNA "PERINTAH" SEBAGAI SALAH SATU UNSUR HUBUNGAN KERJA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN Abdul Rachmad Budiono
Arena Hukum Vol. 5 No. 2 (2012)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (331.018 KB) | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2012.00502.7

Abstract

Salah satu unsur hubungan kerja adalah “perintah”. “Perintah” sebagai salah satu elemen hubungan kerja amat penting, tetapi peraturan perundang-undangan tidak mengaturnya dengan jelas. Isu hukum di dalam penelitian ini adalah apa makna “perintah” sebagai salah satu unsur hubungan kerja. Tulisan ini berdasarkan penelitian hukum normatif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan undang-undang dan pendekatan konsep. Bahan hukum yang digali adalah bahan hukumprimier dan bahan hukum sekunder. “Perintah”sebagai salah satu unsur hubungan kerja bermakna pernyataan lisan atau tulisan pengusaha, langsung atau tidak langsung, terhadap pekerja dengan unsur (1) perintah itu perintah untuk melakukan pekerjaan, (2) perintah itu ada di lingkup hubungan kerja, dan (3) perintah itu dilakukan dalam kekuasaan atau kewenangan.Kata kunci: perintah, hubungan kerja
KRITIK PROYEK JUSTICE FOR THE POOR Widodo Dwi Putro
Arena Hukum Vol. 5 No. 2 (2012)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (322.672 KB) | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2012.00502.8

Abstract

Pendekatan hukum represif dalam masyarakat kapitalis mulai ditinggalkan dan beralih ke tatanan hukum yang lebih responsif dan humanis. Sebagai kritik-otokritik, pendekatan Socio-Legal yang semula merupakan pendekatan kritis atas kelemahan Positivisme Hukum. Dalam perkembangannya juga diserap oleh kapitalisme untuk memodifikasi proyek-proyek mereka sehingga menjadi lebih humanis dan responsif. Dalam tulisan ini proyek hukum humanis semacam ini tak jauh beda dengan neo-kolonialisme. Kritik justru dibutuhkan oleh kapitalisme untuk memodifikasi dirinya sedemikian rupa sehingga gelombang protes justru memiliki efek memperbaiki. Kekuatan proyek-proyek hukum humanis danresponsif seperti justice for the poor, mampu mengintegrasikan resistensi terhadap kapitalisme menjadi masuk dalam sistem.Kata Kunci: ideologi, kapitalisme, justice for the poor
KEABSAHAN PERUBAHAN DAN PENAMBAHAN PERATURAN HUKUM PIDANA MELALUI PERPPU DAN PERMA Amiruddin Amiruddin
Arena Hukum Vol. 5 No. 3 (2012)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (285.11 KB) | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2012.00503.1

Abstract

KUHP yang berlaku sekarang berasal dari “Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsh-Indie” 1918dan dinyatakan berlaku di Indonesia berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1946 juncto UU Nomor 73 Tahun1958. Mengingat usianya yang sangat tua, maka beberapa ketentuan yang ada dalam KUHP sudah tentuketinggalan dan harus disesuaikan dengan perkembangan masyarakat dan ilmu pengetahuan. Meskipuntelah ada upaya untuk melakukan perubahan yang menyeluruh melalui penyusunan RUU KUHP namunbelum juga disahkan. Oleh karena itu, maka pola perubahan yang dilakukan adalah bersifat parsial yaitumulai dari Perpu Nomor 16 Tahun 1960 sampai dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP. Perubahanyang dilakukan itu pun ada yang sesuai dengan prosedur dan ada juga yang tidak sesuai dengan prosedurperubahan perundang-undangan.Kata kunci: perubahan, penambahan, KUHP.
SISTEM PEMBEBANAN PEMBUKTIAN TERBALIK PADA TINDAK PIDANA KORUPSI Ardi Ferdian
Arena Hukum Vol. 5 No. 3 (2012)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (318.368 KB) | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2012.00503.2

Abstract

Beban pembuktian adalah bagian dalam sistem hukum pembuktian. Hukum pembuktian tindak pidanakorupsi mengenal system beban pembuktian terbalik. Pertama, mengenai pembuktian tindak pidananya.Namun terbatas pada tindak pidana menerima suap gratifikasi yang nilainya Rp 10 miliar atau lebih[Pasal 12B (1a)]. Kedua, mengenai harta benda terdakwa yang belum didakwakan (Pasal 38B). Tidakbanyak manfaatnya untuk membuktikan tindak pidana selain kedua objek tersebut. Untuk membuktikantindak pidana korupsi selain yang disebutlkan pertama, menggunakan sistem biasa ialah dibebankanpada jaksa. Dalam praktik dapat menimbulkan persoalan, yakni pertentangan antara hasil pembuktianbeban pembuktian terbalik antara objek yang pertama dan yang kedua.Kata kunci: tindak pidana korupsi, hukum pembuktian, beban pembuktian terbalik.

Page 1 of 34 | Total Record : 337