cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota malang,
Jawa timur
INDONESIA
Arena Hukum
Published by Universitas Brawijaya
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 347 Documents
MARITIME VIOLENCE : IMPLICATIONS TO MALAYSIA Nurulizwan Ahmad Zubir
Arena Hukum Vol. 5 No. 1 (2012)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (117.88 KB) | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2012.00501.6

Abstract

AbstractMaritime Piracy has been a serious threat to the international community especially in the SoutheastAsia region. This threat has caused tremendous implications towards the world economy, environment,political stability of the nations involved because 45% of the shipping company passes through theSoutheast Asia. The worrying fact is that these attacks were committed by terrorists as well as traditionalmaritime pirates. This paper examines on the implications of maritime crime in Malaysia and discusseswhether the definition of piracy under the International Law could be applied to these attacks. Thispaper concludes that cooperation between the region’s states and the enhancement of a good securitysystem of one state are needed to combat maritime violence. Thus it is imperative that the internationallaw need to be changed in order to enhance the meaning of piracy and also to include sea terrorism.Key words: piracy, maritime, terrorist
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENCIPTA BERKAITAN DENGAN PLAGIARISME KARYA ILMIAH DI INDONESIA Yuliati Yuliati
Arena Hukum Vol. 5 No. 1 (2012)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (137.33 KB) | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2012.00501.7

Abstract

AbstractHonesty, integraty and originality are the most important aspects should be considered carefully whensomeone creates a work, whereas plagiarsm act occurs when someone fail to provide sufficient source tomention on one’s work. The research shows that either Indonesia Penal Code or Indonesia CopyrightsAct do not provide any definition related to plagiarism, however, Article 13,14,15 Indonesia CopyrightsAct 2002 states clearly exception and limitation in using copyrighted materials on one’s work. Meanwhile,copyrights infringement is categorized as a crime. Indonesia National Education System Actstates the act of plagiarsm without any further explanaition, but article 25 says that the act plagiarismwho done by students, lecturers, or researchers can be use as ground reasoning to higher educationinstitution to withdrawl or revoke someone’s degree. The act of plagiarism, the scope of protection aswell as the administrative sanctions state clearly on Minister of education’s decree.Indonesia CopyrightsAct 2002 has provide sufficient legal protection for creator from plagiarism act, while IndonesiaNational Education System Act and Minister of education’s decree give more specific legal protection tostudent, lecturer, researcher from plagiarism act on educational process at higher education institutions.Key words: plagiarism, copy rights, legal protectionAbstrakKejujuran, integritas dan orisinalitas merupakan unsur utama yang perlu diperhatikan dengan seksamapada saat seseorang menciptakan karya seni,sastra maupun karya ilmiah, ketiga hal tersebut seringkali diabaikan sehingga berakibat terjadinya perbuatan plagiarisme yang dampaknya akan merugikanbagi pencipta, penulis ataupun peneliti. KUHP tidak mengenal istilah plagiarisme sebaliknya UUHCtidak menyebut secara eksplisit akan tetapi plagiarisme tersirat dalam pasal 13,14 dan 15 UUHC yangdisebut dengan pengecualian dan pembatasan hak cipta, sedangkan pelanggaran hak cipta dirumuskantersendiri dalam pasal yang berbeda. UU SISDIKNAS menyebut plagiarisme tanpa ada penjelasan lebihlanjut, akan tetapi menyatakan bahwa tindakan plagiarisme dapat dijadikan dasar untuk mencabut gelarakademik seseorang. Sedangkan, PERMENDIKNAS no. 17 tahun 2010 tentang Pencegahan dan PenanggulanganPlagiat di Perguruan Tinggi telah memberikan kejelasan konsep tindakan plagiarisme besertatindakan yang dilarang. Prinsip perlindungan hukum didasarkan pada 5 parameter yaitu Pengakuanhak bagi pencipta , Penetapan plagiarisme sebagai tindak pidana, Perumusan sanksi pidana, Adanyapidana tambahan, Mekanisme penyelesaian sengketa menunjukkan bahwa UUHC sudah memberikanperlindungan hukum bagi pencipta yang paling memadai. Sedangkan UU SISDIKNAS dan PERMENDIKNASNo. 17 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di perguruan Tinggi jugasudah memberikan perlindungan hukum bagi pencipta, penulis dan peneliti di perguruan tinggi terhadaptindakan plagiarisme.Kata kunci : plagiarisme, hak cipta, perlindungan hukum
PENINGKATAN PROFESIONALISME HAKIM AGUNG MELALUI PEMBERLAKUAN SISTEM KAMAR DALAM PEMBUATAN PUTUSAN PERKARA Sri Sutatiek
Arena Hukum Vol. 5 No. 1 (2012)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (76.783 KB) | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2012.00501.8

Abstract

AbstractThe Supreme Court is the last place for justice seekers. A good decisions can be a jurisprudence, though it not binding as on the Anglo Saxon countries. One of the major strategic step from The Supreme Court which already done is to improve the quality of decision is to impose the room system. Through a system of rooms, all cases that go to the Supreme Court will be reviewed by a competent judge or judges. The decisions that have been through a sequential mechanism in accordance with the provisions of the law would create a quality of justice and judgment. However, the Supreme Court, government, communities, universities, and other interested parties have to support the implementation of the system room. Key words: room systems, professionalism, decision AbstrakMahkamah Agung merupakan benteng terakhir tempat pencari keadilan memperoleh keadilan.  Kualitas putusannya dapat menjadi panutan dari hakim-hakim lain, meskipun tidak mengikat sebagaimana pada negara-negara Anglo Saxon. Salah satu langkah strategis utama yang dilakukan MA untuk meningkatkan kecepatan pembuatan putusan dan meningkatkan kualitas putusan adalah memberlakukan sistem kamar. Melalui sistem kamar, semua perkara yang masuk ke MA akan diperiksa oleh hakim atau hakim-hakim yang kompeten sesuai bidangnya. Putusan-putusan yang sudah melalui mekanisme yang runtut sesuai dengan ketentuan hukum akan menciptakan keadilan dan putusan yang berkualitas. Namun, Hakim Agung sebagai inti subjek dalam sistem kamar, Mahkamah Agung, pemerintah, masyarakat, perguruan tinggi, dan pihak lain yang berkepentingan perlu mendukung pelaksanaan sistem kamar.Kata kunci: sistem kamar, profesionalisme, putusan
AKUNTABILITAS MORAL HAKIM DALAM MEMERIKSA, MENGADILI, DAN MEMUTUS PERKARA AGAR PUTUSANNYA BERKUALITAS Sri Sutatiek
Arena Hukum Vol. 6 No. 1 (2013)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (786.111 KB) | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2013.00601.1

Abstract

Abstrak Independence of judges to examine, prosecute and deciding on cases must be balanced with the moral accountability that the court decisions are produced always have a certain quality. To create a quality decision, the decision containing justice for the majority of the community and can be executed, the need for moral accountability of each judge. MA can conduct training and supervision of judges internally. KY do externally supervision of judges. While judge themselves by believing that carry out the job as a judge is part of the devotion and worship.   Key words: accountability moral, judge, qualified decisions   Abstrak Kemerdekaan hakim dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara harus diimbangi dengan akuntabilitas moral agar putusan pengadilan yang dihasilkan selalu berkualitas. Untuk menciptakan putusan yang berkualitas, yaitu putusan yang mengandung keadilan bagi sebagian besar masyarakat dan dapat dieksekusi, perlu adanya akuntabilitas moral setiap hakim. Pihak MA dapat melakukan pembinaan dan pengawasan hakim secara internal. Pihak KY melakukan pengawasan eksternal hakim. Sedangkan hakim sendiri salah satunya dengan meyakini bahwa melaksanakan pekerjaan sebagai hakim adalah bagian dari pengabdian dan ibadah. Kata kunci: akuntabilitas moral, hakim, putusan berkualitas.
KETIADAAN FUNGSI ASAS LEGALITASDALAM HUKUM PIDANA UNTUK MELINDUNGI KEPENTINGAN KORBAN Deni SB Yuherawan
Arena Hukum Vol. 6 No. 1 (2013)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (819.354 KB) | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2013.00601.2

Abstract

Abstract   In practical terms, Principle of Legality perform the function of protection and functionality limitations. The main problems principle of legality is of the absence of protection for victims. The absence of these functions is a logical consequence of the idea of the basic principle of legality in the form of guaranteed protection of the rights of citizens, by limiting the king's power and authority of judges through the instrument of criminal law. Reasons and the main purpose of this idea is to prevent citizens from criminal justice implementation arbitrary. In the life of the law, the legality principle which should give equal protection, was not able to provide protection against the public interest. In ethical life, the legality principle as a principle of law that is supposed to be in the public interest, it turns out more priority to the interests of offenders.   Key words:  principle of legality, protection function, interests of victims   Abstrak   Secara praktis, Asas Legalitas melakukan fungsi perlindungan dan fungsi pembatasan. Problema utama Asas Legalitas adalah ketiadaan perlindungan terhadap kepentingan korban. Ketiadaan fungsi tersebut merupakan konsekuensi logis dari gagasan dasar  Asas Legalitas berupa  jaminan perlindungan hak-hak warga negara, dengan cara membatasi kekuasaan raja serta kewenangan hakim melalui instrumen undang-undang pidana. Alasan dan tujuan utama gagasan ini untuk menghindarkan warga negara dari pelaksanaan peradilan pidana yang sewenang-wenang. Dalam kehidupan hukum, Asas Legalitas yang seharusnya memberikan perlindungan yang seimbang, ternyata tidak mampu memberikan perlindungan terhadap kepentingan masya rakat. Dalam kehidupan etis, Asas Legalitas sebagai suatu asas hukum yang seharusnya lebih mengutamakan kepentingan masyarakat, ternyata lebih mengutamakan kepentingan pelaku. Kata kunci: Asas Legalitas, fungsi perlindungan, kepentingan korban
PERBANDINGAN HUKUM PENGATURAN TINDAKAN PENYADAPAN (WIRETAPPING) DI INDONESIA DAN FILIP Milda Istiqomah
Arena Hukum Vol. 6 No. 1 (2013)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (787.468 KB) | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2013.00601.3

Abstract

AbstractThis study aims to analyze the comparative perspective on wiretapping in investigation process based on Law Number 15 Year 2003 on Combating Criminal Acts of Terrorism Indonesia and Republict Act 9372 on the Human Security Act (HSA) of the Philippines. This study uses normative juridical method including legislative approach (statute aproach) and comparative approach. Based on the discussion, it concludes that there are some similarities and differences regarding the wiretapping based on two laws, however article Article 31 paragraph (1 (, (2), and (3) of law Number 15 Year 2003 are assumed to potentially violate human rights for the terrorist suspects.Key words: comparative law, wiretapping, terrorismAbstrakPenelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaturan tindakan penyadapan (wiretapping) terkait kewenangan penyidik dalam proses penyidikan menurut Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Indonesia dan menurut Republict Act 9372 Human Security Act (HSA) Filipina. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statute aproach) dan pendekatan perbandingan (comparative approach). Berdasarkan hasil pembahasan tentang perbandingan antara tindakan penyadapan sebagai kewenangan penyidik dalam kedua undang-undang, bahwa terdapat beberapa persamaan dan perbedaan mengenai pengaturan tindakan penyadapan tersebut dimana Pasal 31 ayat (1(, (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 lebih berpotensi menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) bagi tersangka tindak pidana terorisme.Kata kunci: perbandingan hukum, penyadapan, terorisme
UNSUR SUBSOSIALITAS KRIMINALISASI PERBUATAN PADA PASAL 55 DAN 56 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK Nurini Aprilianda; Faizin Sulistio; Setiawan Noerdajasakti
Arena Hukum Vol. 6 No. 1 (2013)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (830.296 KB) | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2013.00601.4

Abstract

Abstract This research was conducted to explore the basic idea behind the use of criminal provision in Article 55 and 56 of Act Number 5 of 2011 on Public Accountants. This search was conducted to locate and find the justification used for means of criminal law in the regulation of public accounting actions that are considered dangerous and harmful to society. This study tried to construct a theory of the use ”subsocialiteit” who was instrumental in the idea of the use of criminal law as a means of crime prevention in Act Number 5 of 2011. The results can be concluded is the basic idea of the use of criminal law in Article 55 and 56 of Act Number 5 of 2011 is based on some legislators ratio, namely: (1) Philosophically a safeguard against the profession as well as protection, (2) Provide legal certainty the public accountants and law enforcement, (3) Transparency and professionalism in making the financial statement audit, (4) Provide a deterrent effect, (5) Moral panic. The construction of the idea was based on the concept of ”subsocialiteit” and fears of harmful acts against the interests of the public accountant is realized by providing a model of criminalization that is expected to provide a balance in penal policy formulation, using a modeling and the legal principle approach (criminal). Key words: criminalization, subsociality AbstrakPenelitian ini dilakukan untuk menelusuri ide dasar yang melatarbelakangi penggunaan ketentuan pidana dalam Pasal 55 dan 56  Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik. Penelusuran ini dilakukan untuk mencari dan menemukan dasar pembenaran yang digunakan untuk menggunakan sarana hukum pidana dalam pengaturan perbuatan akuntan publik yang dianggap berbahaya dan merugikan masyarakat. Penelitian ini mencoba mengkonstruksi penggunaan “teori subsosialitas” yang sangat berperan dalam ide pengunaan hukum pidana sebagai sarana penanggulangan kejahatan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011. Hasil  yang dapat disimpulkan adalah ide dasar penggunaan hukum pidana dalam Pasal 55 dan 56 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 didasarkan pada beberapa rasio legis, yaitu: (1)Secara filosofis merupakan upaya perlindungan terhadap masyarakat sekaligus perlindungan profesi; (2)Memberikan kepastian hukum kepada akuntan publik dan penegak hukum; (3)Transparansi dan profesionalitas dalam pembuatan audit laporan keuangan; (4)Memberikan efek jera; (5)Kepanikan moral. Kontruksi terhadap ide yang disandarkan kepada konsep subsosialitas dan kekhawatiran akan berbahaya perbuatan akuntan publik terhadap kepentingan masyarakat diwujudkan dengan memberikan model kriminalisasi yang diharapkan memberikan keseimbangan dalam formulasi kebijakan penal, yaitu dengan menggunakan model pendekatan keseimbangan dan asas hukum (pidana).Kata kunci: kriminalisasi, subsosialitas
PROBLEMATIKA PENEGAKKAN HUKUM PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA Yahman Yahman
Arena Hukum Vol. 6 No. 1 (2013)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (800.617 KB) | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2013.00601.6

Abstract

AbstractEnforcement of law against illegal mining, mineral and coal in particular experience obstacles in terms of storage confiscation of evidence. An actor burdened cost of storage of evidence or known as "demorrag" by law enforcement agencies. This condition is not consistent with the concept of Law No. 8 of 1981 on Criminal Procedure and Government Regulation No. 27 Year 1983 on Guidelines for Criminal Code, particularly with respect to the storage of confiscated evidence that has not been adequately available. This study found that the application of Law No. 4 of 2009 on illegal mining has violated human rights. Key words: confiscation, “demorrag”, coal. AbstrakPenegakkan hukum terhadap illegal mining, khususnya mineral dan batubara mengalami hambatan dalam hal penyimpanan penyitaan barang bukti. Seorang pelaku terbebani biaya penyimpanan barang bukti atau dikenal dengan istilah ”demorrag” oleh institusi penegak hukum. Kondisi ini tidak sesuai dengan konsep Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP maupun Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan KUHAP, khususnya terkait dengan tempat penyimpanan barang bukti sitaan (RUPBASAN) yang belum tersedia secara memadai. Penelitian ini menemukan bahwa dalam penerapan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).Kata kunci: penyitaan, demorrag, batubara
PEMBERDAYAAN UMKM MELALUI PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP BAGI HASIL OLEH LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH Rizki Tri Anugrah Bhakti
Arena Hukum Vol. 6 No. 1 (2013)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (769.324 KB) | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2013.00601.7

Abstract

Abstract This journal writingbased onthe ability ofSMEstoabsorb laborinIndonesia which is quitelarge, as many as97.3% of thetotallabor. The role of SMEs in the reality have difficulties with some factors, one of the factor is capital issues. This is where Syariah financial institution with the profit sharing principal to be expected become ideal solution. Observing phenomenon as above it is necessary to have assessment on few point area, first: implementation of financing on Syariah financial institution in the Malang City related with the profit sharing principal perceived become ideal solutions for SMEs. Second; related with the factors that become the barrier on implementation of Syariah financial institution in Malang City with the point of profit sharing principal and the Third; related with the right solution to overcome the barrier factors on the implementation at Shariah financial institution in Malang City concerning exact profit sharing principal.Key words: empowerment, micro small and medium enterprises (SMEs), profit sharing, syariah financial institution AbstrakPenulisan jurnal ini dilatarbelakangi kemampuan UMKM dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia cukup besar, yaitu sebanyak 97,3% dari total angkatan kerja yang bekerja. Peran UMKM tersebut dalam kenyataannya terkendala oleh beberapa hal, diantaranya adalah permasalahan modal. Disinilah lembaga keuangan syariah dengan pembiayaan berprinsip bagi hasil diharapkan menjadi solusi yang ideal. Mengamati fenomena yang demikian maka perlu dikaji mengenai beberapa hal,pertamapelaksanaan pembiayaan pada lembaga keuangan syariah di Kota Malang berkenaan dengan prinsip bagi hasil yang dirasa sangat ideal bagi UMKM. Kedua adalah berkenaan dengan faktor-faktor penghambat pelaksanaan pembiayaan pada lembaga keuangan syariah di Kota Malang berkenaan dengan prinsip bagi hasil, dan ketiga adalah berkaitan dengan solusi mengatasi faktor-faktor penghambat penghambat pelaksanaan pembiayaan pada lembaga keuangan syariah di Kota Malang berkenaan dengan prinsip bagi hasil yang dirasa sangat ideal tersebut.Kata kunci: pemberdayaan, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), bagi hasil, lembaga keuangan syariah
BANTUAN HUKUM BAGI TERDAKWA TINDAK PIDANA DIBIDANG PERTAMBANGAN PADA TAHAP PENUNTUTAN Himawan Setianto
Arena Hukum Vol. 6 No. 1 (2013)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (769.198 KB) | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2013.00601.5

Abstract

Abstract The purpose of the Legal Aid policy is a guarantee for the fulfillment of the rights of the poor to gain access to justice, both within and outside the judicial process; realizing the constitutional rights of citizens in accordance with the principle of equality before the law : ensuring sound implementation of legal aid implemented evenly across the region the Republic of Indonesia, and realize justice effective, efficient , and accountable . This paper aims to empirically analyze which led to the implementation of legal aid to the accused of criminal offenses in the field of mining on the stage of prosecution in the jurisdiction Katingan not run in accordance with the provisions of law (Criminal Procedure Code) as well as the legal implications for the defendant's criminal acts criminal offenses in the field of mining not accompanied by legal counsel at this stage of the prosecution. This paper uses socio-juridical approach (empirical research). The results of this study indicate that in jurisdictions Katingan was 100 % of respondents claimed not accompanied by legal counsel. In the absence of assistance by a lawyer or legal aid lawyers who assist the defendant in the prosecution stage, the effect on the defendant is that the defendant 's rights in obtaining legal aid does not exist or is not available, so it would be detrimental to the rights of the accused . Key words:legalaid, defendant, criminal offense, prosecution AbstrakTujuan penyusunan kebijakan Bantuan Hukum merupakan jaminan terpenuhinya hak bagi fakir miskin untuk mendapatkan akses keadilan, baik di dalam maupun di luar proses peradilan; mewujudkan hak konstitusional warga negara sesuai dengan prinsip persamaan di hadapan hukum: menjamin kepastian penyelenggaraan bantuan hukum dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia; dan mewujudkan peradilan yang efektif, efisien, dan dapat dipertanggungjawabkan.Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis secara empiris yang menyebabkan pelaksanaan bantuan hukum bagi terdakwa tindak pidana dibidang pertambangan pada tahap penuntutan di wilayah hukum Kabupaten Katingan tidak berjalan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan (KUHAP) serta implikasi hukum bagi terdakwa tindak pidana dibidang tindak pidana pertambangan yang tidak didampingi penasihat hukum pada tahap penuntutan. Tulisan ini menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis (penelitian empiris). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di wilayah hukum Kabupaten Katingan ternyata 100% responden mengaku tidak didampingi penasehat hukum.Dengan tidak adanya pendampingan bantuan hukum oleh pengacara atau advokat yang mendampingi terdakwa dalam tahap penuntutan, pengaruhnya bagi terdakwa adalah bahwa hak-hak terdakwa dalam memperoleh bantuan hukum tidak ada atau tidak didapatkan, sehingga akan merugikan hak-hak terdakwa.Kata kunci:bantuan hukum, terdakwa, tindak pidana, penuntutan

Page 3 of 35 | Total Record : 347