cover
Contact Name
Fikri Zul Fahmi
Contact Email
jrcp@itb.ac.id
Phone
+6222-86010050
Journal Mail Official
jrcp@itb.ac.id
Editorial Address
The Institute for Research and Community Services (LPPM), Center for Research and Community Services (CRCS) Building, 6th Floor, Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesha 10 Bandung 40132, Indonesia,
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Journal of Regional and City Planning
ISSN : 25026429     EISSN : 25026429     DOI : https://doi.org/10.5614/jpwk
Journal of Regional and City Planning or JRCP is an open access journal mainly focusing on urban and regional studies and planning in transitional, developing and emerging economies. JRCP covers topics related to the analysis, sciences, development, intervention, and design of communities, cities, and regions including their physical, spatial, technological, economic, social and political environments. The journal is committed to create a multidisciplinary forum in the field by seeking original paper submissions from planners, architects, geographers, economists, sociologists, humanists, political scientists, environmentalists, engineers and other who are interested in the history, transformation and future of cities and regions in transitional, developing and emerging economies.
Articles 1,007 Documents
Evaluasi Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan di Desa Wonokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman Cakrawijaya, Muhammad Amin; Riyanto, Bambang; Nuroji, Nuroji
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol 25, No 2 (2014)
Publisher : The ITB Journal Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (295.504 KB) | DOI: 10.5614/jpwk.2015.25.2.4

Abstract

Abstrak: Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP) merupakan program bantuan pembangunan infrastruktur perdesaan yang diarahkan untuk mendorong peningkatan perekonomian perdesaan. PPIP dilaksanakan secara partisipatif dimana masyarakat dapat memilih infrastruktur yang diinginkan. Dengan pendekatan partisipatif, prioritas infrastruktur bergantung pada kemampuan masyarakat dalam memilih. Penelitian ini bertujuan untuk melihat keterkaitan dan dampak PPIP yang telah dipilih masyarakat terhadap pertumbuhan ekonomi kawasan perdesaan dengan menggunakan pendekatan triangulasi atau mix-method dan teknik sampling multi-stage sampling, dengan mengambil studi kasus di Desa Wonokerto Kecamatan Turi. Berdasarkan penelitian ini didapatkan hasil bahwa infrastruktur yang dibangun melalui PPIP secara umum hanya dirasakan oleh sebagian kecil masyarakat, dan bersifat sementara atau tidak berkelanjutan.Kata Kunci: Pembangunan infrastruktur, pertumbuhan ekonomi, pembangunan perdesaan, SlemanAbstract: Rural Infrastructure Development Program (RIDP/PPIP) is an assistance program to develop infrastructure in rural area to increase the economies of the rural area. PPIP is a participatory program where people can choose the desired infrastructures. With a participatory approach, priority infrastructure relies on the ability of communities to choose. This study aims to assess the relationship and impact ofRIDP on the rural economic growth in Wonokerto Village, Turi District, using mix-method approach and multistage sampling method. This research shows that the economic growth is only experienced by a small portion ofthe population and tends to be temporary or unsustainable.Keywords: Infrastructure development, economic growth, rural development, Sleman
Penilaian Tingkat Keberhasilan Relokasi PKL di Kawasan Pasar Waru Dan Simpang Lima, Semarang (Evaluation of Street Vendor Relocation in Pasar Waru and Simpang Lima, Semarang) Hanifah, Ummi; ., Mussadun
Journal of Regional and City Planning Vol 25, No 3 (2014)
Publisher : The ITB Journal Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (362.158 KB) | DOI: 10.5614/jpwk.2015.25.3.4

Abstract

Abstrak: Di Kota Semarang jumlah PKL setiap tahunnya semakin meningkat dan mulai memberikan dampak negatif karena menempati ruang publik. Artikelini bertujuan untuk menilai tingkat keberhasilan implementasi penertiban PKL menurut pandangan pedagang dan pemerintah serta faktor penyebabnya. Kebijakan penertiban PKL yang menjadi fokus penelitian adalah program relokasi PKL Citarum dan Kartini ke Pasar Waru serta program penataan sarana aktivitas PKL Simpang Lima. Pelaksanaan relokasi PKL dinilai sulit dilaksanakan karena terjadi penolakan dan menganggap Pasar Waru tidak representatif untuk berdagang. Sedangkan pelaksanaan penataan PKL Simpang Lima tergolong cukup lancar. Namun setelah adanya penataan, pendapatan pedagang justru semakin menurun. Berdasarkan analisis diketahui bahwa menurut pedagang dan pemerintah relokasi telah berhasil pada aspek fisik namun tidak berhasil pada aspek ekonomi.Kata kunci: Relokasi, pedagang kaki lima, SemarangAbstract: The number of street vendors in the city of Semarang is increasing every year and starting to give a negative impact because they occupy public space. This study aims to assess whether the implementation is successful from the point of view of the government as well as its contributing factor. The focus of this research are the relocation of Citarum and Kartini street vendors to Waru Market and the facility planning for Simpang Lima street vendors. The street vendor relocation is considered difficult to implement due to the vendors’ rejection; whereas, the planning of street vendor facilities in Simpang Lima is considered as succesful. However, after the relocation, the revenue of the merchants decreased. The analysis shows that the relocation is successful in physical aspect only but unsuccessful in economic aspect.Keywords:Relocation, street vendors, Semarang.
Kepemimpinan dan Perencanaan Kolaboratif pada Masyarakat Non Kolaboratif (Leadership and Collaborative Planning in Non-Collaborative Community) Sufianty, Ely
Journal of Regional and City Planning Vol 25, No 1 (2014)
Publisher : The ITB Journal Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (436.952 KB) | DOI: 10.5614/jpwk.2014.25.1.5

Abstract

Abstrak: Perencanaan kolaboratif dianggap dapat memecahkan permasalahan yang melibatkan banyak pemangku kepentingan pada masyarakat yang semakin terfragmentasi dan semakin kompleks. Namun, perencanaan kolaboratif memiliki kelemahan karena hanya dapat dilakukan dalam kondisi partisipasi masyarakat yang baik. Makalah ini mengkaji peran kepemimpinan dalam proses kolaboratif pada masyarakat yang bersifat nonkolaboratif. Hasil analisis menemukan bahwa perencanaan kolaboratif merupakan pendekatan yang ideal, tetapi sulit untuk diimplementasikan. Pada studi kasus relokasi PKL di Kota Surakarta, peran kepemimpinan penting pada masyarakat non-kolaboratif, dari awal sampai akhir proses relokasi, sehingga mampu membawa mereka menuju proses perencanaan kolaboratif.Kata kunci: Kepemimpinan, perencanaan kolaboratif, partisipasi masyarakatAbstract: Collaborative planning is considered to be able to solve problems involving many stakeholders in increasingly fragmented and complex society. However, ollaborative planning can only be done in a good condition of participation. This paper assesses roles of leadership in collaborative process in non collaborative society. The results of the analysis found that collaborative planning is an ideal approach, but difficult to implement. The case study of street vendors relocation in Surakarta shows an important leadership role in a noncollaborative society, from the beginning to the end of the relocation process, leading towards collaborative planning process.Keywords: Leadership, collaborative planning, community participation
Climate Change Adaption Measures in the Coastal City of Semarang, Indonesia: Current Practices and Performance Wijaya, Nurrohman
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol 26, No 1 (2015)
Publisher : The ITB Journal Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (304.605 KB) | DOI: 10.5614/jpwk.2015.26.1.4

Abstract

Abstrak. Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat rawan terhadap perubahan iklim dikarenakan oleh garis pantainya yang panjang, adanya konsentrasi penduduk dan kegiatan ekonomi di kawasan pesisir. Selain itu, dampak perubahan iklim telah memberikan akibat yang serius terhadap aspek lingkungan, sosial dan ekonomi. Untuk mengurangi dampak yang terjadi, maka diperlukan suatu proses dan intervensi tambahan melalui beberapa tindakan adaptasi. Beberapa upaya adaptasi terhadap perubahan iklim telah dilaksanakan di kota-kota pesisir di Indonesia. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji praktik dan kinerja dari tindakan adaptasi perubahan iklim pada tingkat lokal di kota pesisir Semarang. Tindakan adaptasi tersebut yaitu integrasi strategi ketahanan iklim dengan perencanaan kota, serta strategi adaptasi fisik dalam penanggulangan bencana banjir. Temuan studi ini menyatakan bahwa kinerja tiap tindakan adaptasi memberikan hasil yang berbeda tergantung pada tipologi adaptasi. Kerjasama dan komitmen yang kuat di antara pemangku kepentingan serta peningkatan kapasitas adaptasi masyarakat lokal adalah hal yang dibutuhkan.Kata kunci. Tindakan adaptasi, perubahan iklim, kota pesisir, SemarangAbstract. Indonesia is among the most vulnerable countries to climate change due to its coastlines, high concentration of population and economic activity in coastal areas. In addition, the impacts of climate change have had severe environmental and socio-economic consequences. Adaptation measures are required to minimize the impacts. Some climate change adaptation measures have been practiced in the coastal cities of Indonesia. This article aims to examine the current practices and performance of local adaptation measures in the coastal city of Semarang City. The current adaptation practices include an integration of climate resilience strategy into city planning and a physical adaptation strategy for the tidal flood hazard. It is found that the performance of each adaptation measures has different outcomes depending on the typology of adaptation. Cooperation and a strong commitment amongst stakeholders as well as building adaptive capacity of local people and authority are significantly required.Keywords. Adaptation measures, climate change, coastal city, Semarang
Park and Ride Sebagai Bagian dari Pelayanan Kereta Api Perkotaan Bandung Asapa, Andi Guntur
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol 25, No 2 (2014)
Publisher : The ITB Journal Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (583.302 KB) | DOI: 10.5614/jpwk.2015.25.2.5

Abstract

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi pengembangan fasilitas park and ride khususnya pada pelayanan angkutan kereta api perkotaan Bandung lintas Padalarang – Bandung – Cicalengka. Penelitian ini menggunakan metode statistik deskriptif dan regresi logistik untuk merumuskan peluang pemanfaatan fasilitas park and ride bagi potensi pengguna. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa potensi pengembangan fasilitas park and ride untuk pelayanan kereta api perkotaan Bandung sangat besar, terutama pada tipologi fasilitas park and ride yang disediakan oleh masyarakat sekitar stasiun. Peluang beralihnya responden potensi pengguna menjadi pengguna fasilitas park and ride mencapai 81,5%, khususnya potensi pengguna yang memiliki karakteristik yang sama dengan karakteristik pengguna parkir saat ini. Faktor yang mempengaruhi beralihnya potensi pengguna menjadi pengguna park and ride secara umum adalah ketersediaan parkir di pusat kota, jumlah kepemilikan kendaraan pribadi dan kondisi pelayanan angkutan kereta api perkotaan Bandung.Kata Kunci: Kereta api perkotaan, park and ride, binary logistic modelAbstract. This study aims to assess the potential of the development of park and ride facilities, especially in urban rail transport services across Padalarang – Bandung – Cicalengka. This research uses descriptive statistical methods and logistical regression to assess the use of park and ride facilities for potential users. The results of this study indicate that the potential for the development of park and ride facilities for urban rail services Bandung is high, especially on the typology of park and ride facilities provided by the community around the station. The chances for the respondents to shift from potential users to users of park and ride facilities reached 81.5%, in particular the potential users who have the same characteristics with the characteristics of the current park users. Factors affecting the shift of potential users to users of park and ride in general are the availability of parking in the city center, the number of private vehicle ownership and service conditions of urban rail transport Bandung.Keywords: Urban rail, park and ride, binary logistic model
A Global Review on Peri-Urban Development and Planning Woltjer, Johan
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol 25, No 1 (2014)
Publisher : The ITB Journal Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (268.163 KB) | DOI: 10.5614/jpwk.2014.25.1.1

Abstract

Abstrak: Wilayah perkotaan di seluruh dunia semakin menghadapi tantangan pertumbuhan metropolitan yang sangat dinamis, dan pada saat yang sama, perubahan kelembagaan seperti desentralisasi dan globalisasi. Perubahan-perubahan semacam ini tampak nyata pada kawasan peri-urban, tempat bertemunya kehidupan perkotaan dan perdesaan. Secara khusus kawasan peri-urban ini telah menjadi tempat bagi transformasi fisik, sosial dan ekonomi yang pesat. Berdasarkan kajian literatur, artikel ini mengidentifikasi karakteristik umum peri-urbanisasi dan bagaimana perencanaan pembangunan menanggapinya. Tiga karakteristik umum yang diidentifikasi: ruang peri-urban (ungkapan ruang dari pembangunan peri-urban), kehidupan peri-urban (tampilan fungsional dari tata guna lahan, aktivitas peri-urban dan inovasi), dan perubahan peri-urban (perspektif kausal dan temporal yang meliputi aliran dan penggerak perubahan). Diperlihatkan pula bahwa umumnya tanggapan kelembagaan perencanaan dan pembangunan gagal untuk menanggapi karakteristik peri-urbanisasi global yang dinamis dan semakin terfragmentasi.Kata kunci: Peri-urbanisasi, pertumbuhan metropolitan, kapasitas kelembagaan, globalisasiAbstract: Urban regions worldwide are increasingly facing the challenge of dealing with highly dynamic metropolitan growth and, at the same time, institutional changes like decentralisation and globalisation. These kinds of changes express themselves most evidently in peri-urban areas, where urban and rural life meets. These peri-urban areas in particular have been the stage for rapid physical, social and economic transformations, both in developed and developing countries. Peri-urbanization takes place here. Based on literature review, this paper presents an effort to identify generic attributes of peri-urbanisation and the way in which development planning tends to reply. Three major attributes are identified: peri-urban space (the spatial expression of peri-urban development), peri-urban life (the functional appearance of land uses, activities and peri-urban innovation), and peri-urban change (a causal and temporal perspective featuring flows and drivers of change). It is also shown that prevalent institutional replies in planning and development generally fail to acknowledge the dynamic and increasingly fragmented attributes of global peri-urbanisation.Keyword: Peri-urbanisation, metropolitan growth, institutional capacity, globalisation
Pengembangan Kawasan Agropolitan di Kabupaten Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta Suroyo, Bambang Trihartanto; Handayani, Wiwandari
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol 25, No 3 (2014)
Publisher : The ITB Journal Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1193.912 KB) | DOI: 10.5614/jpwk.2015.25.3.5

Abstract

Abstrak.Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keberhasilan pengembangan Kawasan Agropolitan di Kabupaten Kulonprogo. Metode analisis yang digunakan adalah berupa pengukuran tingkat kesejahteraan petani, skala likert dan regresi linear berganda. Hasil analisis menunjukkan bahwa pembangunan kawasan agropolitan ini belum memberikan dampak yang signifikan terhadap pembangunan perdesaan di Kabupaten Kulonprogo. Hal ini terlihat bahwa tingkat kesejahteraan petani padi, melon dan ketela pohon di kawasan ini masih dibawah rata-rata Kabupaten Kulonprogo. Faktor yang mempengaruhi adalah kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana agribisnis hulu-hilir seperti bahan baku, alat mesin pertanian, irigasi, pemasaran dan kondisi jalan, sehingga menjadi hambatan utama bagi petani dalam peningkatan produktivitas serta daya beli petani.Kata kunci: Pengembangan wilayah, pembangunan perdesaan, agropolitan, KulonprogoAbstract. This study aims to assess the success story of an agropolitan development in Kulonprogo District. The methods used in this research include likert scale and multiple linear regression. The result of the analysis shows that the agropolitan approach has not significantlyaffected the rural development in Kulonprogo District. Farmers’ welfare in the region is still below the average of thatof the district. Factors influencing this situation are the availability of upstream-downstrem facilities for agribusiness such as raw materials, agricultural machinery, irrigation, marketing and road network, which became the main hindrance for the farmers in improving their productivity and purchasing power.Keywords. Regional development, rural development,agropolitan, Kulonprogo.
Reframing Approaches to Conceptualising Urban Governance in Melanisia: Insights from Jayapura and Port Moresby Jones, Paul R; Suhartini, Ninik
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol 25, No 2 (2014)
Publisher : The ITB Journal Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1216.669 KB) | DOI: 10.5614/jpwk.2015.25.2.1

Abstract

Abstrak: Sementara pemerintah berusaha untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduknya, masyarakat dengan akses yang minim terhadap mekanisme formal pelayanan dan infrastruktur telah mengembangkan cara mereka sendiri untuk memanfaatkan sumber daya, modal sosial dan jaringan kekerabatan mereka. Literatur perencanaan yang ada sering memberi label terhadap proses, hasil dan konsekuensinya seperti alokasi lahan dan pembangunan perumahan sebagai seuatu yang ilegal karena tidak diproduksi dalam suatu sistem perencanaan dan pembangunan yang formal. Artikel ini akan mengeksplorasi munculnya tipe tata kelola perkotaan informal dalam rangka penyediaan infrastruktur perkotaan dan kebutuhan lainnya di Melanesia dengan membandingkan situasi di kota-kota menengah seperti Port Moresby dan Jayapura. Tulisan ini adalah analisis awal tentang penyediaan infrastruktur perkotaan dan kebutuhan dasar lainnya yang terorganisasi sendiri yang telah berkembang di kedua kota tersebut, ditambah dengan implikasi pergerakan ke arah pengelolaan yang lebih efektif dalam bidang tata kelola dan manajemen perkotaan.Kata Kunci: Tata kelola, permukiman informal, Jayapura, Port MoresbyAbstract: As the government tries to meet basic public needs, people with least access to formal mechanisms for services and infrastructure have developed their own means to meet their needs by utilising their resources, social capital and kin network. Mainstream planning literature has often labeled such process, outcomes and consequences such as land allocation and housing development as illegal since they are not produced in the formal planning and development system. This paper will explore the emergence of informal types of urban governance in the provision of urban infrastructure and other needs in Melanesia by comparing the situation in the mid-sized cities of Port Moresby and Jayapura. The paper is a preliminary analysis of the nature of self-organised provision of urban infrastructure and other basic needs which has been flourishing in both cities, plus the implications for moving towards more effective arrangements in urban governance and management.Keywords: Governance, informal settlements, Jayapura, Port Moresby
Social Optimality of Cordon Area Congestion Pricing in an Monocentric City Dillon, Harya S
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol 26, No 1 (2015)
Publisher : The ITB Journal Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (496.366 KB) | DOI: 10.5614/jpwk.2015.26.1.5

Abstract

Abstrak. Kemacetan lalu lintas merupakan epidemi global yang telah melumpuhkan banyak kota. Dari sudut pandang ekonomi mikro, kemacetan dapat dipandang sebagai eksternalitas negatif dimana diperlukan bea Pigovian sebagai solusi atas ekuilibrium yang kurang optimal tersebut. Eksternalitas ini dirasakan dalam bentuk tundaan perjalanan dan pembangunan kota yang rakus lahan. Meskipun teori mengenai ketepatgunaan bea kemacetan (congestion pricing) telah mapan sejak akhir 1970-an, penerapan dan implementasi kebijakan tertunda oleh kendala teknologi. Salah satu bentuk implementasi bayaran kemacetan yang sering dijumpai adalah bea lintas-kordon (cordon charging), dimana penglaju yang masuk ke wilayah pusat dibebani sejumlah biaya. Ketepatgunaan dari bea lintas-kordon telah dikaji secara empiris dan juga dengan simulasi numerik, namun penjelasan teoretis belum dilakukan secara tuntas. Penulis mengembangkan model kota monosentris untuk meneliti dampak kebijakan bea lintas-kordon pada kepadatan kota dan permintaan akan lahan kota (equilibrium rent). Bea lintas-kordon akan menaikkan harga lahan di pusat kota dan memperbesar gradien kurva tawaran-sewa (bid-rent curve). Namun yang lebih penting untuk diperhatikan adalah bahwa besaran ini ditentukan oleh parameter kordon. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa daya manfaat kebijakan ini sangat dipengaruhi oleh pilihan parameter kordon yang dibuat perencana.Kata kunci. kemacetan, bea lintas-kordon, kota monosentris, struktur kotaAbstract. Traffic congestion is a global epidemic that at time has put cities to a state of paralysis. From a microeconomics point of view, congestion can be approached as a negative externality that merits a Pigovian tax to correct the suboptimal equilibrium. Externalities manifest in delays and wasteful urbanization. While the efficiency of congestion pricing has been well established since the late 1970s, policy adoption and implementation have been delayed due to technological constraints. One the most popular form of congestion pricing is cordon charging where inbound commuters are charged a certain fixed fee. The efficiency of cordon pricing has been explored by numerous empirical and simulation studies. However, theoretical explanations of results are largely missing. I consider a monocentric city model to explore the effect of cordon charging schemes on urban density and housing demand (equilibrium rent). Cordon pricing increases rents at the center and also the slope of the bid-rent curve. Most importantly, these quantities are functions of cordon parameters which suggest that efficiency is affected by planners’ choice of cordon parameters.Keywords. Congestion, cordon pricing, monocentric city, urban structure
Transport Infrastructure and the Environment in the Global South: Sustainable Mobility and Urbanism Cervero, Robert
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol 25, No 3 (2014)
Publisher : The ITB Journal Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (443.259 KB) | DOI: 10.5614/jpwk.2015.25.3.1

Abstract

Abstrak. Integrasi infrastruktur transportasi dan perkembangan kota harus ditingkatkan kepentingannya. Di banyak kota di belahan bumi bagian selatan, investasi pada Bus Rapid Transit (BRT) memberikan kesempatan untuk peningkatan tersebut. Akan tetapi, sampai saat ini, sistem BRT telah gagal dalam menciptakan pembangunan yang kompak dan multi-guna bukan saja karena kurangnya perencanaan strategis kawasan stasiun tetapi juga dampak dari penempatan jalur-jalur dan stasiun pada wilayah perkotaan yang stagnan dan pada median jalan yang sibuk. Sistem BRT selama ini dipertimbangkan dan dirancang sebagai suatu investasi pergerakan dan bukan pembentuk kota. Disebabkan mayoritas pertumbuhan kota di masa depan di seluruh dunia akan berada pada kota-kota menengah yang cocok untuk investasi BRT, kesempatan untuk membuat sistem BRT sebagai investasi pembentuk kota tidak boleh disia-siakan. Pembangunan yang berorientasi transit adalah salah satu dari sejumlah model yang paling menjanjikan untuk mendorong pola pergerakan dan urbanisasi yang lebih berkelanjutan di kota-kota di belahan bumi selatan.Kata kunci. Transportasi publik, bus rapid transit, tata guna lahan, keberlanjutan, pembangunan berorientasi transitAbstract. The integration of transport infrastructure and urban development must be elevated in importance. In many cities of the Global South, recent Bus Rapid Transit (BRT) investments provide an unprecedented opportunity to do just that. To date, however, BRT systems have failed to leverage compact, mixed-use development due not only to little strategic station-area planning but also factors like siting lines and stations in stagnant urban districts and busy roadway medians. BRT systems are being conceived and designed as mobility investments rather than city-shaping ones. Given that the majority of future urban growth worldwide will be in intermediate-size cities well-suited for BRT investments, the opportunities for making these not only mobility investments but city-shaping investments as well should not be squandered. Transit-oriented development is but one of a number of built forms that hold considerable promise toward placing cities of the Global South on more sustainable mobility and urbanization pathways.Keywords. Public Transport, bus rapid transit, land use, sustainability, transit oriented development

Page 1 of 101 | Total Record : 1007


Filter by Year

1990 2024


Filter By Issues
All Issue Vol. 35 No. 2 (2024) Vol. 35 No. 1 (2024) Vol. 34 No. 3 (2023) Vol. 34 No. 2 (2023) Vol. 34 No. 1 (2023) Vol. 33 No. 3 (2022) Vol. 33 No. 2 (2022) Vol. 33 No. 1 (2022) Vol. 32 No. 3 (2021) Vol. 32 No. 2 (2021) Vol. 32 No. 1 (2021) Vol. 31 No. 3 (2020) Vol. 31 No. 2 (2020) Vol 31, No 1 (2020) Vol. 31 No. 1 (2020) Vol. 30 No. 3 (2019) Vol 30, No 3 (2019) Vol 30, No 2 (2019) Vol. 30 No. 2 (2019) Vol 30, No 1 (2019) Vol. 30 No. 1 (2019) Vol. 29 No. 3 (2018) Vol 29, No 3 (2018) Vol 29, No 2 (2018) Vol. 29 No. 2 (2018) Vol 29, No 1 (2018) Vol. 29 No. 1 (2018) Vol. 28 No. 3 (2017) Vol 28, No 3 (2017) Vol 28, No 2 (2017) Vol. 28 No. 2 (2017) Vol. 28 No. 1 (2017) Vol 28, No 1 (2017) Vol 28, No 1 (2017) Vol. 27 No. 3 (2016) Vol 27, No 3 (2016) Vol 27, No 2 (2016) Vol. 27 No. 2 (2016) Vol 27, No 1 (2016) Vol. 27 No. 1 (2016) Vol. 26 No. 3 (2015) Vol 26, No 3 (2015) Vol. 26 No. 2 (2015) Vol 26, No 2 (2015) Vol 26, No 1 (2015) Vol. 26 No. 1 (2015) Vol. 25 No. 3 (2014) Vol 25, No 3 (2014) Vol 25, No 2 (2014) Vol. 25 No. 2 (2014) Vol 25, No 1 (2014) Vol. 25 No. 1 (2014) Vol. 24 No. 3 (2013) Vol 24, No 3 (2013) Vol 24, No 2 (2013) Vol 24, No 2 (2013) Vol. 24 No. 2 (2013) Vol 24, No 1 (2013) Vol. 24 No. 1 (2013) Vol. 23 No. 3 (2012) Vol 23, No 3 (2012) Vol 23, No 3 (2012) Vol 23, No 2 (2012) Vol. 23 No. 2 (2012) Vol. 23 No. 1 (2012) Vol 23, No 1 (2012) Vol 22, No 3 (2011) Vol. 22 No. 3 (2011) Vol. 22 No. 2 (2011) Vol 22, No 2 (2011) Vol 22, No 2 (2011) Vol. 22 No. 1 (2011) Vol 22, No 1 (2011) Vol 21, No 3 (2010) Vol. 21 No. 3 (2010) Vol. 21 No. 2 (2010) Vol 21, No 2 (2010) Vol 21, No 1 (2010) Vol. 21 No. 1 (2010) Vol 20, No 3 (2009) Vol 20, No 3 (2009) Vol. 20 No. 3 (2009) Vol. 20 No. 2 (2009) Vol 20, No 2 (2009) Vol. 20 No. 1 (2009) Vol 20, No 1 (2009) Vol. 19 No. 3 (2008) Vol 19, No 3 (2008) Vol. 19 No. 2 (2008) Vol 19, No 2 (2008) Vol 19, No 1 (2008) Vol. 19 No. 1 (2008) Vol 18, No 3 (2007) Vol. 18 No. 3 (2007) Vol. 18 No. 2 (2007) Vol 18, No 2 (2007) Vol. 18 No. 1 (2007) Vol 18, No 1 (2007) Vol 17, No 3 (2006) Vol. 17 No. 3 (2006) Vol. 17 No. 2 (2006) Vol 17, No 2 (2006) Vol. 17 No. 1 (2006) Vol 17, No 1 (2006) Vol. 16 No. 3 (2005) Vol 16, No 3 (2005) Vol 16, No 2 (2005) Vol. 16 No. 2 (2005) Vol 16, No 1 (2005) Vol. 16 No. 1 (2005) Vol. 15 No. 3 (2004) Vol 15, No 3 (2004) Vol. 15 No. 2 (2004) Vol 15, No 2 (2004) Vol. 15 No. 1 (2004) Vol 15, No 1 (2004) Vol. 14 No. 3 (2003) Vol 14, No 3 (2003) Vol 14, No 2 (2003) Vol. 14 No. 2 (2003) Vol. 12 No. 4 (2001) Vol 12, No 4 (2001) Vol 12, No 3 (2001) Vol. 12 No. 3 (2001) Vol. 12 No. 1 (2001) Vol 12, No 1 (2001) Vol. 11 No. 3 (2000) Vol 11, No 3 (2000) Vol. 11 No. 2 (2000) Vol 11, No 2 (2000) Vol. 10 No. 3 (1999) Vol 10, No 3 (1999) Vol. 10 No. 1 (1999) Vol 10, No 1 (1999) Vol. 9 No. 2 (1998) Vol 9, No 2 (1998) Vol. 8 No. 3 (1997) Vol 8, No 3 (1997) Vol 8, No 1 (1997) Vol. 8 No. 1 (1997) Vol. 7 No. 22 (1996) Vol 7, No 22 (1996) Vol 7, No 21 (1996) Vol. 7 No. 21 (1996) Vol. 7 No. 20 (1996) Vol 7, No 20 (1996) Vol 6, No 19 (1995) Vol. 6 No. 19 (1995) Vol 6, No 18 (1995) Vol. 6 No. 18 (1995) Vol. 6 No. 17 (1995) Vol 6, No 17 (1995) Vol 5, No 16a (1994): Edisi Khusus Vol 5, No 16 (1994) Vol. 5 No. 16a (1994): Edisi Khusus Vol. 5 No. 16 (1994) Vol 5, No 16 (1994) Vol 5, No 11 (1994) Vol. 5 No. 11 (1994) Vol. 4 No. 9a (1993): Edisi Khusus Februari Vol 4, No 9 (1993) Vol. 4 No. 9 (1993) Vol 4, No 9b (1993): Edisi Khusus Juli Vol 4, No 9a (1993): Edisi Khusus Februari Vol. 4 No. 9b (1993): Edisi Khusus Juli Vol 4, No 9c (1993): Edisi Khusus Oktober Vol. 4 No. 9c (1993): Edisi Khusus Oktober Vol 4, No 8 (1993) Vol. 4 No. 8 (1993) Vol 4, No 8 (1993) Vol. 4 No. 7 (1993) Vol 4, No 7 (1993) Vol 3, No 4 (1992) Vol. 3 No. 4 (1992) Vol. 3 No. 4a (1992): Edisi Khusus Juli Vol 3, No 4a (1992): Edisi Khusus Juli Vol 3, No 3 (1992) Vol. 3 No. 3 (1992) Vol 2, No 1 (1991) Vol. 2 No. 1 (1991) Vol 2, No 1 (1991) Vol. 1 No. 1 (1990): Perkenalan Vol 1, No 1 (1990): Perkenalan More Issue