Global Strategis
Jurnal Global & Strategis is a scientific journal published twice a year, every June and December. JGS invite discussions, reviews, and analysis of contemporary against four main themes: international peace and security; international political economy; international businesses and organization; as well as globalization and strategy. JGS published by Cakra Studi Global Strategis (CSGS), center of studies that examine the issues of international relations and this center of studies was under control by Airlangga University International Relations Department.
Articles
173 Documents
ASEAN-China Security Relations: Traditional and Non-Traditional Aspects
Ali Abdullah Wibisono
Global Strategis Vol. 11 No. 1 (2017): Global Strategis
Publisher : Departemen Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Unair
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (238.903 KB)
|
DOI: 10.20473/jgs.11.1.2017.39-54
Both ASEAN and China used the concept of Non-Traditional Security (NTS) in order to pursue security diplomacy in the Asia Pacific. For ASEAN, NTS is an area of security cooperation that allows it to drive the agenda of security architectures involving extra-regional powers such as the ASEAN Defense Ministerial Meeting Plus (ADMM+) and ASEAN Regional Forum (ARF). For China, NTS policy agenda allows it to gain acceptance among ASEAN member-states and an active role in the security agenda of ASEAN-led security architectures. The question that this article is pursuing is to what extent has ASEAN-China cooperation on NTS balanced between addressing the humanitarian aspect and the political objectives of security? This question is derived from the conceptual origin of NTS that stands on the importance of both the state and the individuals as the referent subjects of security. This article argues that ASEAN-China NTS cooperation emphasized more towards the strengthening of state’s capacity to deal with non-state actors’ transnational criminal activities, either for profit-seeking or subversive purposes. It is also apparent from evaluating the Memorandum of Understandings and Plans of Action between ASEAN and China that NTS cooperation is one China’s investments to engage a closer cooperation with ASEAN as well as a stronger presence in Southeast Asia’s strategic environment.
Ekonomi Politik Kerja Sama Korea Selatan - Indonesia dalam Joint Development Pesawat Tempur KFX/IFX
Semmy Tyar Armandha;
Arwin Datumaya Wahyudi Sumari;
Haryo Budi Rahmadi
Global Strategis Vol. 10 No. 1 (2016): Global Strategis
Publisher : Departemen Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Unair
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (415.077 KB)
|
DOI: 10.20473/jgs.10.1.2016.75-94
Proyek kolaborasi pengembangan Korean Fighter Experiment/Indonesian Fighter Experiment (KFX/IFX) Joint Development antara Indonesia dan Korea Selatan dibangun atas dasar keinginan Korea Selatan dan Indonesia untuk membangun kemandirian industri pertahanan di tengah keberadaan negara-negara besar dalam laju pengembangan alat utama sistem persenjataan dunia. Proyek ini pada prosesnya mengalami hambatan dan tarik ulur di antara kedua negara. Tujuan artikel ini adalah untuk menunjukkan bagaimana hambatan tersebut dapat terjadi. Artikel ini menggunakan kerangka teoretis ekonomi kolaborasi dalam proses akusisi pertahanan secara makro. Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif untuk menganalisis secara deskriptif relasi Military-Industrial Complex (MIC) dalam proyek KFX/IFX. Hasil yang dicapai dalam penelitian ini adalah pemetaan relasi antara Indonesia-Korea Selatan-Amerika Serikat sebagai segitiga besi pertahanan internasional dalam proyek KFX/IFX.
Managing Differences as Internationalization Strategy; A Case of Daiso Japan Entry to Indonesia
Inke Maria;
Vinsensio MA Dugis
Global Strategis Vol. 11 No. 2 (2017): Global Strategis
Publisher : Departemen Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Unair
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (1207.923 KB)
|
DOI: 10.20473/jgs.11.2.2017.84-96
It has been widely accepted that multinational corporations (MNCs) have been part of important agencies playing critical role in determining global governance. Increasing globalization, featuring in various forms, have critically facilitated the operation of MNCsglobally and increasing influence of MNCs on global politics. However, differences that could come in the forms of culture, politics, geography, and economy, are still crucial obstacles forMNCs competing internationally. Therefore, building and employing a spot-on international strategy becomes a crucial issue. Taking-up a Daiso Japan entry to Indonesia as a case study, this article higlights how cultural adaptation could become a key success for an MNC. Equally, it reveals how far culture is needed by Daiso Japan when doing its international expansion into Indonesia. The case informed that some cultural elements such as language, customs,and manners can be instrumental elements supporting the success of employing cultural adaptation as an international strategy. These cultural elements are potential sources for adjusting with local culture through aggregation process.
Grand Strategy Obama: Pivot to Asia
Agastya Wardhana
Global Strategis Vol. 12 No. 1 (2018): Global Strategis
Publisher : Departemen Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Unair
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (550.987 KB)
|
DOI: 10.20473/jgs.12.1.2018.59-77
Kebijakan luar negeri Amerika Serikat memiliki dampak yang besar dalam konstelasi internasional. Oleh karena itu, pemahaman akan kebijakan luar negeri pada setiap era akan membantu kita dalam memahami tujuan dan kepentingan yang ingin dicapai oleh Amerika Serikat. Dalam setiap implementasinya, kebijakan luar negeri Amerika Serikat dapat dianalisis menggunakan kajian Grand Strategy, siapapun presiden yang sedang menjabat pada masa itu. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan luar negeri Obama pada periode kedua. Menggunakan kombinasi Grand Strategy milik Cristopher Lyne serta Possen & Ross, penulis berargumen bahwa kebijakan luar negeri Obama dilaksanakan berdasar corak selective engagement. Selective engagement ini ditunjukkan melalui adanya upaya pencapaian kepentingan nasional dengan merespon terhadap ancaman yang ada. Dalam konteks ini kepentingan yang ingin dicapai oleh Obama adalah restorasi kepemimpinan Amerika Serikat oleh karena itu ancaman paling nyata yang hadir adalah naiknya Cina maka pemerintahan Obama lantas mengeluakan kebijakan Pivot to Asia. Hal ini dikarenakan Cina memiliki kekuatan cukup besar di kawasan Asia sehingga Amerika Serikat sehingga Amerika Serikat memilih Asia sebagai target kebijakannya.
Memperkokoh Hubungan Indonesia-Australia
Vinsensio MA Dugis
Global Strategis Vol. 9 No. 2 (2015): Global Strategis
Publisher : Departemen Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Unair
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (271.636 KB)
|
DOI: 10.20473/jgs.9.2.2015.309-324
Upaya-upaya apa yang dapat dilakukan pemerintah Indonesia dan Australia untuk memperkuat kembali hubungan bilateral Indonesia Australia? Pertanyaan ini tepat untuk diangkat, mengingat Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi dilantik ketika hubungan Indonesia-Australia sekali lagi berada pada titik rendah menyusul terkuaknya upaya skandal penyadapan yang dilakukan para agen intelijen Australia terhadap sejumlah petinggi Indonesia. Situasi kemudian semakin memburuk menyusul penolakan Presiden Jokowi atas permohonan grasi dua terpidana mati warga Australia yang dinyatakan bersalah tahun 2006 sebagai otak perencanaan penyelundupan heroin dari Bali. Tulisan ini berpendapat bahwa kedua pemerintahan dapat belajar pada praktek yang pernah dilakukan semenjak pertengahan tahun 1980an, yaitu membangun kembali hubungan bilateral yang diawali dengan diplomasi pertemanan. Komunikasi hotline langsung antar pemerintah kedua belah pihak diperluas sementara hubungan antar-orang tidak saja diperluas tetapi juga diperdalam. Cara ini membuka banyak kesempatan bagi kedua pihak dapat menemukan kepentingan-kepentingan serupa, yang selanjutnya tentu saja menjadi benih-benih unggul demi membangun kerjasama yang semakin lebih berarti ke depan.
Budaya dan Pembangunan Ekonomi di Jepang, Korea Selatan dan China
Citra Hennida;
Reza Akbar Felayati;
Sri Harini Wijayanti;
Alfionita Rizky Perdana
Global Strategis Vol. 10 No. 2 (2016): Global Strategis
Publisher : Departemen Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Unair
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (397.129 KB)
|
DOI: 10.20473/jgs.10.2.2016.248-263
Berbeda dengan pembangunan di Barat yang lebih menekankan fitur-fitur penghargaan terhadap individu sebagai pendorong inovasi, keberhasilan pembangunan di Jepang, Korea Selatan dan China lebih merupakan dorongan kombinasi antara fitur penghargaan individu dengan budaya lokal Konfusian. Sistem nilai yang ada dalam lembaga-lembaga di tiga negara Asia tersebut menyediakan nilai-nilai Konfusian. Artikel ini berargumen bahwa proses kombinasi kebudayaan ini terjadi melalui dorongan sejarah peristiwa humiliationdimana budaya lokal dan budaya pendatang mengalami proses seleksi sebelum diserap. Dengan melakukan identifikasi proses humiliation pada sejarah Jepang, Korea Selatan, dan China ditemukan fitur-fitur budaya baruseperti fukoku kyohei, wakon yosai, datsua nyuo, bunmei yang hadir di Jepang; han, family law dan hallyu di Korea Selatan, dan pragmatisme, sosialisme ala China dan neo-konfusianisme di China.
The Modernization of Poland Defense Forces to Respond Russia Military Presence in Kaliningrad Oblast (2014-2017)
Anak Agung Banyu Perwita;
Widya Dwi Rachmawati
Global Strategis Vol. 12 No. 1 (2018): Global Strategis
Publisher : Departemen Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Unair
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (578.233 KB)
|
DOI: 10.20473/jgs.12.1.2018.183-201
The geopolitical security condition of Eastern Europe has undergone a drastic shift from Communist to Democratic ideology. After the collapse of the Soviet Union, Poland immediately joined the Western alliance, which led to the massive structural changes of the country. The shift has had an enormous impact on Russia where it has made various confrontations to regain its influence in the region. Russia continues to increase tensions by increasing the military capabilities of Kaliningrad Oblast, which is directly bordered by Poland. In response, the Polish government made efforts to modernize its military as part of the Defense White Book 2013 to improve its military capabilities in response to Russian military presence in Kaliningrad Oblast. The role of the global players (EU, NATO, and the USA) is key important to the security stability of the region. Poland on its four pillars specifically calls the alliance with the USA and becomes a member of NATO as an important factor in the formulation of its defense policy, in which Poland could increase the capabilities of its Armed Forces.
Gerakan Femen di Ukraina dalam Kritik Posmodern Feminisme Terhadap Posfeminisme
Dias Pabyantara
Global Strategis Vol. 9 No. 2 (2015): Global Strategis
Publisher : Departemen Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Unair
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (401.975 KB)
|
DOI: 10.20473/jgs.9.2.2015.227-244
This paper argues, posfeminist claims in post-1990 about the absence of oppression of women by patriarchal structures is not entirely true. They are still there. One indication is the emergence of a topless movement called Femen. in Ukraine. They protest against three things: dictatorship, religious institutions and the sex industry. The emergence of the Ukrainian Femen at least supported by two things, domestic and international. Domestic factors consist of democratization and Barbie lifestyle emerging in Ukraine and international factors that include the globalization of information and the ratification of the International Convention CEDAW. These factors support the assumption about the emergence of Femen as postmodern, in a quadrant of the second wave of feminism. This movement has been falsely interpreted as the existence of oppression of female identity in the midst of patriarchal structure.
Memahami Problematika Dua Kejahatan Transnasional: Perdagangan dan Penyelundupan Orang di China
Yusnarida Eka Nizmi
Global Strategis Vol. 10 No. 2 (2016): Global Strategis
Publisher : Departemen Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Unair
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (498.288 KB)
|
DOI: 10.20473/jgs.10.2.2016.168-185
Tulisan ini memaparkan dua persoalan kejahatan kemanusiaan yang saling berkaitan yakni perdagangan dan penyelundupan orang yang terjadi di China. Ada tiga hal utama yang akan dijabarkan dalam tulisan ini, Pertama, menganalisa penyebab, dan dampak dari perdagangan dan penyelundupan orang yang dilakukan oleh jaringan Snakeheads. Kedua, artikel ini mengkaji perdagangan orang terhadap Provinsi-provinsi di China khususnya Fujian dan Yunan. Ketiga, artikel ini membahas upaya serius yang dilakukan oleh pemerintah China untuk mengatasi perdagangan dan penyelundupan orang. Penting untuk membahas topik ini karena perdagangan orang melibatkan eksploitasi yang mengerikan terhadap perempuan dan anak-anak sebagai kelompok yang sangat rentan di China. Penyelundupan dan perdagangan manusia di China mengancam keberlangsungan kehidupan perempuan dan anak sebagai kelompok yang diburu di China. Kejahatan penyelundupan dan perdagangan manusia antar negara mencerminkan bahwa banyak pemerintah yang tidak memiliki kebijakan yang efektif dan ketat terkait dengan perpindahan orang melewati batas negara termasuk pemerintah China dalam kasus ini.
Water Security as Shared Security Challenges? A Comparison of Kazakhstan and Uzbekistan Security Discourse towards the Aral Sea
Radityo Dharmaputra
Global Strategis Vol. 9 No. 1 (2015): Global Strategis
Publisher : Departemen Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Unair
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (961.055 KB)
|
DOI: 10.20473/jgs.9.1.2015.81-94
This article analyses the water security problems in Central Asia bycomparing Kazakhstan’s and Uzbekistan’s policy regarding the Aral Sea. Asone of the perpetual problem in Central Asia, the condition of freshwaterresources in the Aral Sea has been worsening for the last decades. Efforts bygovernments were isolated and unorganised. Both the Kazakhstan and theUzbek government, which had their own share of the problem, had beenunable to cooperate on this issue. This article tries to elaborate the problem by using the theory on securitisation process, regional security complex, and the patterns of amity-enmity. This research finds that while the amity-enmitypatterns was absent, the differing process of securitisation (in Kazakhstan)and de-securitisation (in Uzbekistan) had forced both states to embark on their own strategies and policies regarding the Aral Sea.