cover
Contact Name
Eka Damayanti
Contact Email
sipakalebbi@uin-alauddin.ac.id
Phone
+6285255104606
Journal Mail Official
eka.damayanti@uin-alauddin.ac.id
Editorial Address
Jalan HM Yasin Linpo No 36 Romang Polong Somba Opu Gowa Sulawesi Selatan
Location
Kab. gowa,
Sulawesi selatan
INDONESIA
JURNAL SIPAKALEBBI
ISSN : 23554337     EISSN : 27162559     DOI : 10.24252/sipakalebbi
JURNAL SIPAKALEBBI is a scholarly journal published and funded by Pusat Studi Gender dan Anak (Center for Gender and Child Studies) LP2M Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. The journal publishes 2 issues each year regarding current issues in gender or child regionally or globally.
Articles 75 Documents
RELASI KEMITRAAN GENDERDALAM ISLAM S. Puyuh, Darsul
Sipakalebbi Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Sipakalebbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (133.253 KB)

Abstract

  Both Al-Qur’an and Hadis place women as a functional component of integrity development, existence and harmonious community. Al-Qur’an gives equal position between women and men with respect to obligations, deeds and access to their rights. From hadis perspective, the Prophet describes women as important figures for the country development and as the central for wellbeing. Women as the partners for the current and hereafter and good women are the beautiful accessories for both women and men. Baik Alquran maupun Hadis selalu menempatkan perempuan sebagai komponen fungsional bagi kebangkitan integritas, eksistensi dan harmonitas masyarakat. Alquran menempatkan martabat perempuan sejajar dengan laki-laki, baik dalam soal tanggungjawab, prestasi ibadah, ataupun dalam memperoleh dan menikmati hak-hak mereka yang berkaitan dengan kehidupan. Dalam beberapa hadis, Nabi menggambarkan perempuan sebagai figur penentu kelangsungan suatu bangsa. Perempuan dalam hal ini ibu, merupakan tokoh utama dalam perlakuan berbuat baik. Atau gambaran perempuan sebagai mitra sejajar dalam meraih prestise dunia dan prestasi akhirat. Begitu pula, perempuan shalihah sebagai perhiasan dunia yang terindah, bagi kehidupan dunia laki-laki dan perempuan itu sendiri, dan lain sebagainya.
NIKAH SIRRI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Maloko, M. Thahir
Sipakalebbi Vol 1, No 3 (2014)
Publisher : Sipakalebbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (133.253 KB)

Abstract

  This paper explores “Unregistered Marriage from Islamic Law Perspective (an Analysis of Islamic Law Compilation)” in which has three concerns; (1) What is the Islamic perspective regarding to unregisterd marriage? (2) What factors are contributed to unregistered marriage, (3) what are the implications of unregistaered marriage on the couple and their family. It can be concluded that unregistered marriage is legal according to Islamic Law if it fulfill marriage requirement. Factors related unregistered marriage are econonomic and social status as well as moral deviciency. The implications of such marriega are; (1). Marriage is illegal as it is not registered formally at the religious office (KUA) although it is legal according to Islamic law. (2). The child has only legally connected to mother‟s heredity, not from father‟s side. As the marriage is not registered, the child is not formally registered under the farther‟s family and it is against human rights. (3). For further implication, wife and child have no rights to claim economic support and other support from the man. Tulisan ini membahas tentang “Nikah Sirri dalam Perspektif Hukum Islam (Telaah Terhadap Kompilasi Hukum Islam)”, dengan mengungkapkan masalah, yaitu: (1) Bagaimana nikih sirri dalam perspektif hukum Islam, (2) Faktor-faktor apa saja yang melatar belakangi sehingga terjadinya nikah sirri, dan (3) Bagaimana dampak yang ditimbulkan bagi orang yang melakukan nikah sirri terhadap diri dan keluarganya. Nikah sirri dalam perspektif hukum Islam adalah sah apabila memenuhi rukun dan syarat nikah. Adapun penyebabnya antara lain: faktor ekonomi, status sosial, dan krisis akhlak. Sedangkan dampak yang akan timbul dari perkawinan yang tidak dicatatkan secara yuridis formal: (1) Perkawinan dianggap tidak sah, meskipun perkawinan dilakukan menurut agama dan kepercayaan, namun dimata negara perkawinan tersebut tidak sah jika belum dicatat oleh KUA atau Kantor Catatan Sipil (KCS), (2) Anak yang lahir dari perkawinanan tersebut hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu. (3) Akibat lebih jauh dari perkawinan yang tidak tercatat adalah, tidak berhak menuntut nafkah atau warisan dari ayahnya.
HAK NAFKAH ISTERI DALAM HADIS DAN KHI Hudaya, Harul
Sipakalebbi Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Sipakalebbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (133.253 KB)

Abstract

  As the second source of Islamic law after the Qur’an, hadis explans varous laws includng sisiues related to the wife’s rghts wth respect do financal supports, whle the Compilaton of IIslamc law is used n Religious courts for addresisiing cases withn Religious Courts. The Compilaton of Islamic Law s based on Muslim scholars’ thought ,partcularly Syaf’’s school of thought. They always refer to the Qur’an and hadis. Thus, s there any differences between Islamic law and the Complation of Islamic law, especally related to hadis on financal support ? For the time being, such difference s only for the absence of financal support due to nusyuz. Ths s according to Muslim scholars’ arguments because there s clear arguments from hadis about that. Hadis, sebagai sumber hukum Islam kedua setelah Alquran, memuat berbagai ketentuan hukum termasuk dalam masalah hak nafkah isteri. Sementara itu, dalam konteks hukum di Indonesia, KHI menjadi dasar hukum dalam menyelesaikan perkara di lingkungan Peradilan Agama. KHI disusun dengan mempertimbangkan pemikiran para ulama terutama bermazhab al-Syafi’i. Sedang ulama mazhab sendiri dalam menetapkan hukum tidak terlepas dari Alquran dan hadis. Lantas, adakah perbedaan antara produk hukum dalam KHI dengan sumber hukum Islam terutama hadis dalam masalah nafkah? Sejauh ini, perbedaan tersebut terletak pada gugurnya hak nafkah isteri apabila ia berlaku nusyuz. Pandangan tersebut lebih didasarkan pada pendapat ulama mazhab karena tidak ditemukan dasarnya secara tegas dan jelas dalam sejumlah kitab hadis.
POLIGAMI DALAM HUKUM KELUARGA DI DUNIA ISLAM Andaryuni, Lilik
Sipakalebbi Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Sipakalebbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (133.253 KB)

Abstract

  Gender relation in family law, according to Elizabeth H. White, divides into two namely unrestricted and restricted. Family law policy on polygamy among Muslim worlds differs even they have similar schools of thought. Tahir Mahmood categorizes polygamous regulations for six: (1). Allowing polygamy totally (2) polygamy can be a reason for divorce (3) Polygamy must get permission from court (4) Restriction from social control (5) forbidden polygamy totally (6) Breaking polygamous regulation should be punished. Polygamy is restricted in Turkey and Tunis, while in Syria, Somalia, Egypt and Indonesia is allowed with some requirements which are quite restricted. Relasi gender dalam hukum keluarga menurut Elizabeth H. White ada dua, yaitu relasi yang tidak membatasi hak-hak perempuan (unrestricted) dan relasi yang membatasinya (restricted). Aturan poligami dalam hukum keluarga di dunia Islam satu sama lain tidaklah sama, meskipun menganut mazhab yang sama. Tahir Mahmood memilah aturan poligami dalam hukum keluarga menjadi enam kelompok; (1) boleh poligami secara mutlak, (2) poligami dapat menjadi alasan cerai, (3) poligami harus ada izin dari Pengadilan, (4) pembatasan lewat kontrol sosial, (5) poligami dilarang secara mutlak, dan (6) dikenakan hukuman bagi yang melanggar aturan tentang poligami. Di Turki dan Tunisia, poligami dilarang keras, sementara Syria, Somalia, Mesir, dan Indonesia membolehkan poligami dengan persyaratan yang berupaya untuk memperkecil terjadinya poligami.
HAK POLITIK PEREMPUAN KAJIAN TAFSIR MAWDÛ`Î Istibsyaroh, Istibsyaroh
Sipakalebbi Vol 1, No 3 (2014)
Publisher : Sipakalebbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (133.253 KB)

Abstract

  This study relates to women’s political rights according to islamic perspective within thematic exegesis. There are two perception that can be found in the society. One is that women should stay home taking care of husband and their domain is at home and have no access to politics. Another is that women can involve in politics and other public arena. Such different perceptions are due to lack understanding about women political rights and limited understanding of Islam particularly al-Qur’an. The aim of this study is to elaborate women political rights according to Islam using thematic exegesis. Also, people may accept women participating in politics. Thematic method by firstly indentifying verses relates to women politicak rights. Study found that Islam acknowledges that women have political rights as men do. They have the same obligation to do amar makrûf nahî munkar with different ways such as political media. They have similar personal and community rights that are relevant to destiny. Penelitian ini berjudul Hak Politik Perempuan Perspektif Islam dalam kajian Tafsir Mawdû`î, Sementara ini, pandangan yang berkembang dalam masyarakat, masih terjadi dua kutub yang berseberangan. Satu pandangan menyatakan perempuan harus di dalam rumah, mengabdi kepada suami, dan hanya mempunyai peran domestik dan tidak boleh berpolitik. Pandangan lain menyatakan perempuan mempunyai kemerdekaan untuk berperan, baik di dalam maupun di luar rumah demikian juga dalam bidang politik. Hal tersebut terjadi karena belum difahaminya konsep tentang hak politik perempuan secara murni, juga karena dalam memahami teks ayat al-Qur`an masih bias jender. Dari hasil penelitian tersebut, ditemukan bahwa perempuan mempunyai hak dalam berpolitik menurut Islam. Laki-laki dan perempuan berkewajiban untuk amar makrûf nahî munkar melalui beberapa cara termasuk diantaranya dengan media politik Islam tidak membedakan laki-laki dan perempuan dalam hak-hak individu dan hak-hak kemasyarakatan utamanya hak politik. Namun demikian, yang perlu dicatat adalah bahwa semua hak tersebut harus diletakkan dalam batas-batas kodrati sebagai perempuan.
FALSAFAH MANUSIA DALAM AL-QUR’AN Rahmi Damis
JURNAL SIPAKALEBBI Vol 1 No 3 (2014)
Publisher : Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (133.253 KB) | DOI: 10.24252/jsipakallebbi.v1i3.280

Abstract

  It is interesting to examine about human including phylosophy and there various arguments about that. Human Philosophical study on the Qur’an is important to analyse human principles nad its related issue. This study aims to have significant contribution for philosophical science, particularly the concept of human. While the benefit of this study is to explore clearly about human for avoiding the evil doings for achieving a comprehensif person. Manusia merupakan masalah yang menarik untuk dikaji, karena disamping sebagai salah satu obyek kajian filsafat, juga dapat dilihat bahwa segala peristiwa yang terjadi di alam ini pada dasarnya berkaitan dengan manusia. Karena itulah lahir beraneka ragam pendapat. Kajian falsafah manusia dalam al-Qur'an merupakan anilisis terhadap diri manusia dari sudut filsafat guna menemukan hakekat manusia dan hal-hal yang terkait dengannya, sebagai sumber utama dalam pengkajian ajaran agama, sehingga tulisan ini dapat memberi sumbangan dan memperkaya khasanah keilmuan. Disamping untuk mengembangkan konsep tentang manusia. Adapun manfaat yang diharapkan adalah dengan mengetahui misteri manusia dengan jelas, maka dapat dijadikan dasar untuk lebih membersihkan diri dari akhlakul mazmumah dan mengisinya dengan akhlakul karimah, sehingga menjadi insan kamil.
KESEJAHTERAAN GENDER DITINJAU DARI PERPEKSTIF ISLAM Gemy Nastity Handayany
JURNAL SIPAKALEBBI Vol 1 No 3 (2014)
Publisher : Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (133.253 KB) | DOI: 10.24252/jsipakallebbi.v1i3.273

Abstract

  Different gender role is a serious concerns particularly related to masculinity. This could have an approach both for women and men. According to gender conflict role, intense dissemination about masculinity such as violence against women, rape, sexual harrassment. Gender role conflict is as an implication of cognitive, emotional and unconsiousness aspect that has been internally influence within the patriarchal system. Ketimpangan peran gender sebagai suatu permasalahan, serta sisi gelap perilaku-perilaku yang di kaitkan dengan maskulin tidak bisa hanya didekati melalui perspektif perempuan saja, namun juga harus secara empati melihatnya dari sisi pria. Menurut teori dan paradigma konflik peran gender, sosialisasi yang berlebihan dalam hal norma-norma maskulin, di tengah lingkungan yang seksis dan patrichitlah yang berperan dalam hal peran gender, diskriminasi terhadap wanita serta timbulnya sisi gelap perilaku yang di kaitkan dengan maskulin seperti kekerasan terhadap wanita, perkosaan, pelecehan seksual dan lain-lain. Konflik peran gender merupakan implikasi dari permasalahan-permasalahan kognitif, emosional, ketidak sadaran atau perilaku yang disebabkan oleh peran-peran gender yang dipelajari pada masyarakat yang seksis dan patriarchal. “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.
POLIGAMI DALAM REINTERPRETASI Abdillah Mustari
JURNAL SIPAKALEBBI Vol 1 No 3 (2014)
Publisher : Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (133.253 KB) | DOI: 10.24252/jsipakallebbi.v1i3.281

Abstract

  Al-Qur‟an and hadis are as Islamic Law resources and there is no differences in terms of masdar al-Ahkam al-Syarī‟ah al-Islamiyah. But, there will be different opinions and understanding with respect to Islamic thought. Such differences can be found within historical Islamic thought during human life. One example is about polygamy in which raises question based on both from al-Qur‟an and hadis. Muslim Intellectuals and scholars including classical and Contemporary Muslim scholars and contemporary Indonesian Muslim scholars have various perceptions on polygamy. Al-Qur‟an dan hadis Nabi Saw adalah sumber utama ajaran Islam, tidak ada perbedaan pendapat dalam hal proporsinya sebagai masdar al-Ahkam al-Syarī‟ah al-Islamiyah. Namun ketika keduanya disentuh oleh pemikiran murni manusia, maka konklusi yang mereka dapatkan tidak mutlak selalu selamat dari perselisihan persepsi. Perselisihan persepsi inilah nampaknya yang dominan mewarnai lembaran sejarah pemikiran hukum Islam pada berbadai aspek persoalan yang dihadapi oleh umat manusia sepanjang masa. Diantara perkara yang diperselisihkan kepastian hukumnya adalah poligami. Islam sebagai agama yang membawa ajaran multi kompleks, maka pembicaraan tentang poligami pasti tidak luput dari al_Qur‟an dan hadis Nabi saw sebagai sumber ajaran Islam. Akan tetapi, ketika keduanya berbicara tentang poligami, maka umat Islam tidak satu persepsi dalam memahami pembicaraan al-Qur‟an dan hadis tersebut, bahkan kemudian menimbulkan perdebatan yang berkepanjangan oleh para fuqaha, tokoh-tokoh intelektualis, dan modernis muslim, hingga persoalan ini menjadi aktual sepanjang masa, baik dari perspektif klasik, kontemporer dan keindonesiaan.
NIKAH SIRRI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM M. Thahir Maloko
JURNAL SIPAKALEBBI Vol 1 No 3 (2014)
Publisher : Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (133.253 KB) | DOI: 10.24252/jsipakallebbi.v1i3.275

Abstract

  This paper explores “Unregistered Marriage from Islamic Law Perspective (an Analysis of Islamic Law Compilation)” in which has three concerns; (1) What is the Islamic perspective regarding to unregisterd marriage? (2) What factors are contributed to unregistered marriage, (3) what are the implications of unregistaered marriage on the couple and their family. It can be concluded that unregistered marriage is legal according to Islamic Law if it fulfill marriage requirement. Factors related unregistered marriage are econonomic and social status as well as moral deviciency. The implications of such marriega are; (1). Marriage is illegal as it is not registered formally at the religious office (KUA) although it is legal according to Islamic law. (2). The child has only legally connected to mother‟s heredity, not from father‟s side. As the marriage is not registered, the child is not formally registered under the farther‟s family and it is against human rights. (3). For further implication, wife and child have no rights to claim economic support and other support from the man. Tulisan ini membahas tentang “Nikah Sirri dalam Perspektif Hukum Islam (Telaah Terhadap Kompilasi Hukum Islam)”, dengan mengungkapkan masalah, yaitu: (1) Bagaimana nikih sirri dalam perspektif hukum Islam, (2) Faktor-faktor apa saja yang melatar belakangi sehingga terjadinya nikah sirri, dan (3) Bagaimana dampak yang ditimbulkan bagi orang yang melakukan nikah sirri terhadap diri dan keluarganya. Nikah sirri dalam perspektif hukum Islam adalah sah apabila memenuhi rukun dan syarat nikah. Adapun penyebabnya antara lain: faktor ekonomi, status sosial, dan krisis akhlak. Sedangkan dampak yang akan timbul dari perkawinan yang tidak dicatatkan secara yuridis formal: (1) Perkawinan dianggap tidak sah, meskipun perkawinan dilakukan menurut agama dan kepercayaan, namun dimata negara perkawinan tersebut tidak sah jika belum dicatat oleh KUA atau Kantor Catatan Sipil (KCS), (2) Anak yang lahir dari perkawinanan tersebut hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu. (3) Akibat lebih jauh dari perkawinan yang tidak tercatat adalah, tidak berhak menuntut nafkah atau warisan dari ayahnya.
HAK POLITIK PEREMPUAN KAJIAN TAFSIR MAWDÛ`Î Istibsyaroh Istibsyaroh
JURNAL SIPAKALEBBI Vol 1 No 3 (2014)
Publisher : Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (133.253 KB) | DOI: 10.24252/jsipakallebbi.v1i3.276

Abstract

  This study relates to women’s political rights according to islamic perspective within thematic exegesis. There are two perception that can be found in the society. One is that women should stay home taking care of husband and their domain is at home and have no access to politics. Another is that women can involve in politics and other public arena. Such different perceptions are due to lack understanding about women political rights and limited understanding of Islam particularly al-Qur’an. The aim of this study is to elaborate women political rights according to Islam using thematic exegesis. Also, people may accept women participating in politics. Thematic method by firstly indentifying verses relates to women politicak rights. Study found that Islam acknowledges that women have political rights as men do. They have the same obligation to do amar makrûf nahî munkar with different ways such as political media. They have similar personal and community rights that are relevant to destiny. Penelitian ini berjudul Hak Politik Perempuan Perspektif Islam dalam kajian Tafsir Mawdû`î, Sementara ini, pandangan yang berkembang dalam masyarakat, masih terjadi dua kutub yang berseberangan. Satu pandangan menyatakan perempuan harus di dalam rumah, mengabdi kepada suami, dan hanya mempunyai peran domestik dan tidak boleh berpolitik. Pandangan lain menyatakan perempuan mempunyai kemerdekaan untuk berperan, baik di dalam maupun di luar rumah demikian juga dalam bidang politik. Hal tersebut terjadi karena belum difahaminya konsep tentang hak politik perempuan secara murni, juga karena dalam memahami teks ayat al-Qur`an masih bias jender. Dari hasil penelitian tersebut, ditemukan bahwa perempuan mempunyai hak dalam berpolitik menurut Islam. Laki-laki dan perempuan berkewajiban untuk amar makrûf nahî munkar melalui beberapa cara termasuk diantaranya dengan media politik Islam tidak membedakan laki-laki dan perempuan dalam hak-hak individu dan hak-hak kemasyarakatan utamanya hak politik. Namun demikian, yang perlu dicatat adalah bahwa semua hak tersebut harus diletakkan dalam batas-batas kodrati sebagai perempuan.