cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
LOKABASA
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Education,
Arjuna Subject : -
Articles 241 Documents
RAGAM BAHASA DI KECAMATAN PAKISJAYA KABUPATEN KARAWANG (Kajian Sosiolinguistik) SUHENDAR, NANANG
LOKABASA Vol 7, No 1 (2016): Vol. 7, No. 1, April 2016
Publisher : UPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/jlb.v7i1.3407

Abstract

AbstrakPenelitian ini dilatarbelakangi adanya ragam bahasa yang hidup di masyarakat Kecamatan Pakisjaya Kabupaten Karawang. Pakisjaya berada di perbatasan antara Kabupaten Bekasi dan laut Jawa yang masyarakatnya heterogen baik dalam masalah bahasa maupun budayanya. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui ragam bahasa yang dipakai oleh masyarakat Pakisjaya yang memakai dua bahasa yaitu bahasa Betawi dan bahasa Sunda, alih kode apa saja yang dipakai sebagai pengaruh dari adanya pemakaian dua bahasa tersebut, campur kode apa saja yang dipakai sebagai pengarh dari pemakaian dua bahasa tersebut, dan faktor apa saja yang mempengaruhi adanya ragam bahasa yang hidup di masyarakat Pakisjaya menggunakan kajian Sosiolinguistik. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik deskriptif. Sumber data dalam penelitian ini yaitu ragam bahasa yang dipakai masyarakat Pakisjaya yang terdiri dari tujuh profesi sebagai wakil lapisan sosial masyarakatnya. Teknik pengambilan data yang dipakai yaitu wawancara dan observasi langsung. Ada beberapa instrumen yang dipakai dalam penelitian ini diantaranya kamera, alat perekam, dan pedoman wawancara. Berdasarkan hasil penelitian ada enam ragam bahasa yang dipakai masyarakat Pakisjaya diantaranya ragam bahasa akrolek, basilek, kolokial, argot, slang, dan jargon. Kemudian alih kode yang ada yaitu alih kode intern terdiri dari peralihan kode bahasa Sunda ke bahasa Betawi. Sedangkan campur kode yang ada yaitu campur kode ke dalam terdiri dari bercampurnya bahasa Betawi dengan kata bahasa Sunda sebagai akibat dari penggunaan bahasa Betawi dan bahasa Sunda dalam komunikasi sehari-hari. Terakhir ada dua faktor yang menyebabkan adanya ragam bahasa yaitu karena lektak geografis Pakisjaya sebagai daerah perbatasan dan ragam bahasa diperlukan masyarakat sebagai media penyaluran bahasa dalam komunikasi, misalnya dalam komunikasi profesi dan komunitas. Kesimpulannya ragam bahasa sanggat memberi manfaat bagi masyarakat untuk saling memahami bahasa satu dengan lainnya terutama untuk daerah yang heterogen. Abstrak This research is based on the varieties of languages that exist in society, especially in Pakisjaya district Karawang regency. Pakisjaya is laid in the border of Bekasi Regency and Java Ocean. The language and culture is heterogenic. This study is aimed to collect the varieties of languages that is used by Pakisjaya residents. They use two kinds of languages: Betawi and Sundanese. This research used qualitative method with descriptive technique. Data source in this research is the varieties of languages that is used by Pakisjaya people which consist of seven professions as representative of society. The technique of collecting data is interview and obvious observation. There are some instruments that become supporting units to sustain this research; they are camera, sound recorder, and interview manual. Based on the result of research there are six varieties of languages that is used by Pakisjaya people they are; Akrolect, Basilect, colloquial, Argot, Slang, and Jargon. Furthermore, the code switching covers internal code consisting of the transfer from Sundanese to Betawi. In addition, code mixing covers the mixing of Betawi and Sundanese since there is an influence of both languages in the daily conversation. Lastly, there are two factors that affect language varieties. First, it is the geographical factor of Pakisjaya as a border area. Second, it is language varieties needed by people as language platform media in communication, such as in occupation and community. The research concludes that language varieties is beneficial for the society to understand each language to another language especially for heterogenic area.
NOVEL-NOVEL SUNDA YANG TERBIT TAHUN-2013 (PENDEKATAN STRUKTURAL DAN PSIKOLOGI SASTRA) NINGSIH, DINI NURFAJRIN
LOKABASA Vol 6, No 1 (2015): Vol. 6, No. 1 April 2015
Publisher : UPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/jlb.v6i1.3148

Abstract

Penelitian ini berjudul “Novél-novél Sunda yang Terbit Tahun-2013 (Pendekatan Struktural dan Psikologi Sastra). Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dari Novélnovél Sunda yang Terbit Tahun-2013 yang di fokuskan pada tiganovél berjudul Srie Sunarsasi karya Enas Mabarti, Wira Pakuncen karya M.E Nata Sukarya, dan Kabungbulengan karya H.D  Bastaman. Penelitian ini bertujuan untuk ;1) menganalisis struktur cerita melalui teori Stanton yang terdiri dari tema, fakta cerita (alur, latar, tokoh dan penokohan), dan sarana sastra; 2) mengkaji tokoh dan penokohan berdasarkan pendekatan psikologi sastra dalam novel Sunda Srie Sunarsasi karya Enas Mabarti, Wira Pakuncen karya M.E Nata Sukarya, dan Kabungbulengan karya H.D  Bastaman. Metode penelitian menggunakan cara deskriftif analitis. Tehnik pengumpulan datanya mengunakan studi pustaka.  Hasil penelitiannya adalah; 1) novel Sunda Srie Sunarsasi karya Enas Mabarti, Wira Pakuncen karya M.E Nata Sukarya, dan Kabungbulengan karya H.D  Bastaman memiliki struktur cerita yang lengkap, temanya adalah sosial, alur yang digunakan alur maju, latar yang terdapat dalam novel tersebut adalah latar tempat, latar waktu dan latar sosial, tokoh utama berjumlah empat orang, yaitu: Srie Sunarsasi, Wira, Akang Handi, dan Antin Sri Prihardini.  gaya basa yang digunakan adalah hiperbola, personifikasi, litotes, simile, dan metonemia. 2) melalui beberapa tokohnya dapat diketahui bahwa pergolakan dalam tokoh-tokohnya dipengaruhi oleh aspek  psikologis emosional, fungsi sekunder dan aktivitas. Tokoh-tokoh yang kuat memiliki ketiga aspek tersebut, adalah Srié Sunarsasi, Ibrahim Musa, dan Akang Handi. Dalam novel Sunda Srie Sunarsasi karya Enas Mabarti, Wira Pakuncen karya M.E Nata Sukarya, dan Kabungbulengan karya H.D Bastaman,memiliki tipe psikologis nerves, choleris, gapasioner, sentimentil, amorph, flegmatis, sanguinis, dan apatis yang muncul dari perkataannya, perkataan tokoh lain, gaya penceritaan pengarang, dan prilakuya. AbstractThis study is entitled Sundanese Novels Published in 2013 (Approaches of Structural and Psychology of Literature). The data used in this study are Sundanese novels that are published in 2013. This study is focused on three novels: Srie Sunarsasi of Enas Mabarti, Wira Pakuncen of M.E. Nata Sukarya, and Kabungbulengan of H.D. Bastaman. This study aimed to 1) analyze the structure of the stories based on the Stanton theory covering theme, fact of story (plot, setting, character, and characterization), and literary devices; 2) examine characters and characterization based on the psychology of literature in the three novels. This research employed descriptive analytical method. The data collection techniques utilized literature studies. The results show that the three novels have full story structures. The themes are social. The plots are forward. The backgrounds contained in the novel are the backgrounds of place, time, and social. The main characters are Srie Sunarsasi, Wira, Akang Handi, and Antin Sri Prihardini. The language styles used in them are hyperbole, personification, litotes, simile, and metonymies. Through several characters, it can be seen that the upheaval of the characters are influenced by psychological aspects of emotional, secondary functions, and activities. The figures that strongly have these three aspects are Srie Sunarsasi, Ibrahim Musa, and Akang Handi. The three novels contain psychological types of nervous, choleric, passionate, sentimental, amorphous, phlegmatic, sanguine, and apathetic. These types arise from the words of the main characters, the words of other characters, the storytelling style of the author, and the behaviors.
PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NASKAH GENDING KARESMEN SI KABAYAN JEUNG RAJA JIMBUL KARYA WAHYU WIBISANA (Kajian Struktur dan Psikosastra) RAHIMAKUMULLOH, SANJANI
LOKABASA Vol 6, No 2 (2015): Vol. 6, No. 2 Oktober 2015
Publisher : UPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/jlb.v6i2.3171

Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fakta bahwa terdapat aspek psikologis Si Kabayan yang perlu dijelaskan dalam naskah gending karesmen. Kabayan tidak serta merta mempunyai karakter yang khas, kalau tidak ada tokoh lainnya. Tujuan utama dalam penelitian ini untuk mendeskripsikan nilai pendidikan karakter yang ada dalam naskah ini. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan teknik dokumentasi dan analisis unsur langsung untuk mendeskripsikan struktur sastra, yang meliputi struktur naratif, struktur dramatik, dan sastra lagu, serta aspek psikosastra dalam naskah gending karesmen Si Kabayan jeung Raja Jimbul. Hasil penelitian ini meliputi tiga hal, pertama, struktur naratif yang meliputi téma, téma dalam naskah ini adalah kedaulatan rakyat, lalu fakta cerita meliputi tokoh yang berjumlah 7 tokoh, latar yang berjumlah dua latar, serta alur yang dipakai adalah alur maju. Sarana sastra dalam naskah ini meliputi gaya basa yang berjumlah 8 gaya basa, serta sudut pandang yang dipakai adalah sudut pandang orang ketiga. Kedua, struktur dramatik meliputi prolog yang dicantumkan dalam naskah ini, dialognya berjumlah 182 dialog, tidak terdapat babak, hanya adegan yang berjumlah 12 adegan, wawancang dalam naskah ini sebanyak 22 wawancang, lalu terdapat 1 solilokui, serta tidak ditemukan epilog dan aside. Sastra lagu yang terdapat dalam naskah ini sebanyak 3 bentuk. Ketiga, yaitu kajian terhadap aspek psikosastra yang meliputi aspek kebutuhan rasa aman jumlahnya 12, aspek kebutuhan memiliki-dimiliki jumlahnya 2, aspek kebutuhan fisiologis jumlahnya 7, kebutuhan terhadap penghargaan jumlahnya 6, dan kebutuhan aktualisasi diri jumlahnya 5. Setelah melalui pengkajian aspek struktur dan psikosastra, nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam naskah ini sebanyak 12 nilai. There are several psychological aspects of Si Kabayan that need to be explained in the text of Gending Karesmen. Kabayan does not essentially have a distinctive character without the other figures. The main objective of this study was to describe the educational value of the characters in the text. This study employed a descriptive method with documentation technique and direct elemental analysis for describing the literary structure. The literary structure includes a narrative structure, dramatic structure, and songs literature. In addition, this study was also aimed to reveal psycholiterature aspects of the manuscript of gending karesmen Si Kabayan Jeung King Jimbul. The results of the study include three things. The first is a narrative structure that includes the theme of the people sovereignty, the fact that the story includes 7 figures, two story backgrounds, and the forward plot. Literary devices in the script include eight language styles. Meanwhile, the viewpoint used in the story is the third-person perspective. The second, the dramatic structure includes a prologue set forth in this text. There are 182 dialogs, without round. It only covers 12 scenes. The text has 12 wawancangs, one soliloquy, without epilogue and aside. Literary songs contained in this text as much as 3 forms. Third, the study of aspects psikosastra covering aspects of security needs in number 12, the aspect needs to have-owned in number 2, number 7 aspects of physiological needs, the need to award the number 6, and self-actualization needs amount 5. After assessment aspects of the structure and psikosastra , character education values contained in this text as much as 12 values. There are three forms of songs literature. The third, the study on the aspects of psycholiterature cover 12 aspects of security need, two aspects of need to have, 7 aspects of physiological need, 6 aspects of award need, and 5 aspects of self-actualization needs. Based on the assessment of structural and psycholiterature aspects, there are 12 character education values contained in this text.
SEJARAH CIJULANG (Kajian Struktural, Semiotik, dan Etnopedagogik) SUTRISNA, DINI NOVIANTI
LOKABASA Vol 6, No 1 (2015): Vol. 6, No. 1 April 2015
Publisher : UPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/jlb.v6i1.3139

Abstract

Penelitian ini berjudul “Sajarah Cijulang (Ulikan Struktural, Semiotik, jeung Étnopédagogik)”. Penelitian ini membahas naskah Sajarah Cijulang dari segi struktural, semiotik, dan etnopedagogiknya. Latar belakang penelitian ini adalah karena masih sedikitnya penelitian tentang naskah Sajarah Cijulang, selain itu naskah Sajarah Cijulang masih digunakan atau bibacakan secara rutin oleh masyarakat Cigugur, kabupaten Pangandaran pada bulan Muharam, bulan Maulud, dan pada malam-malam kliwon tertentu, tapi masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui keadaan dan isi naskah ini. Penelitian ini bertujuan untuk memahami isi salah satu karya sastra, bisa mengungkap nilai-nilai budaya lama sebagai langkah dalam memelihara budaya nasional, serta untuk mengenal hasil pemikiran masyarakat jaman dulu. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analisis. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik dokumentasi dan studi pustaka. Dari hasil penelitian terlihat bahwa alur cerita Sajarah Cijulang menggunakan alur maju yang dibagi menjadi beberapa episode. Karakter dalam naskah Sajarah Cijulang merupakan tokoh-tokoh fiksi dan tokoh-tokoh sejarah. Latar yang ada dalam cerita Sajarah Cijulang merupakan tempat-tempat yang ada disekitar daerah Cijulang. Dalam naskah Sajarah Cijulang ditemukan 59 unsur semiotik yang meliputi ikon 8,5%, indeks 59,3%, simbol 32,2%. Dari hasil analisis naskah Sajarah Cijulang ditemukan 146 nilai etnopedagogik yang meliputi nilai etnopedagogik moral kemanusiaan 45,2%, gapura panca waluya 32,9%, dan catur jatidiri insan 21,9%. AbstractThis study is entitled Sajarah Cijulang (The Study of Structural, Semiotics, and Ethnopedagogy. This study discusses the manuscript of Sajarah Cijulang in terms of structural, semiotic, and ethnopedagogy. The background of this research is because there are still a small number of researches on the manuscript of Sajarah Cijulang. In addition, the manuscript of Sajarah Cijulang is still read regularly by the people of Cigugur, Pangandaran Regency in the month of Muharram, Maulud, and on several kliwon nights. However, many people still do not know the facts and the content of the manuscript. This study aims to understand the contents of the literary work, to uncover old cultural values as a step in preserving the national culture, as well as to know the ideas of the ancient society. This study used descriptive analysis method. The data collection techniques employed in this study was documentation and technical literature. The study revealed that the storyline of Sajarah Cijulang has forward plot that can be divided into several episodes. The characters in Sajarah Cijulang are fictional characters and historical characters. The backgrounds in Sajarah Cijulang are places that exist around the Cijulang area. In the manuscript of Sajarah Cijulang, 59 semiotic elements were found. They include 8.5% of icons, 59.3% of indexes, 32.2% of symbols. From the analysis, 146 etnopedagogical values were found in Sajarah Cijulang. The values are 45.2% of human moral, 32.9% of gapura panca waluya, and 21.9% of catur jatidiri insan. 
MASYARAKAT SUNDA DALAM SASTRA: KOMPARASI MORALITAS DAN KEPRIBADIAN ISNENDES, RETTY
LOKABASA Vol 4, No 1 (2013)
Publisher : UPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/jlb.v4i1.3128

Abstract

Tulisan ini mengangkat aktualisasi diri tokoh sastra dalam peranannya membentuk moral manusia Sunda. Tokoh sastra adalah refleksi berbagai struktur sosial, begitu pun dengan tokoh sastra Sunda yang bisa membiaskan kebenaran universal tentang sifat, sikap, karakter, dan kepribadian manusia Sunda pada tataran realitas. Karya sastra yang dianalisis adalah sample dari karya sastra Sunda dari tiga periode, yaitu: Periode Sastra Sunda Kuno atau Lama (Buhun), Periode Sastra Sunda Pertengahan (Bihari), dan Periode Sastra Sunda Modern atau Baru (Kiwari). Pada akhirnya, sistem nilai yang muncul dari kompleksitas aktivitas dipengaruhi oleh perubahan jaman dan bergantinya kekuasaan.  AbstractThis paper raised the self-actualization literary 􀂿gure in the role of moral human form Sunda. Various literary 􀂿gures are a re􀃀ection of social structure, as was the literary figures that can refract universal truths about the nature, attitude, character, and personality Sunda at the level of reality. Literary works are analyzed samples of literary works from three periods, namely: Ancient Sundanese Literary Period or Old (Buhun), Sunda Literature Medieval Period (Bihari), and Sundanese Modern Literary Period or New (Kiwari). In the end, the value systems that arise from the complexity of the activity is in􀃀uenced by the change of time and the alternation of power.
PERMAINAN ANAK-ANAK DI KECAMATAN CONGGEANG KABUPATEN SUMEDANG (Kajian Struktural dan Etnopedagogik) HAMDANI, MUHAMAD YOGI
LOKABASA Vol 6, No 2 (2015): Vol. 6, No. 2 Oktober 2015
Publisher : UPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/jlb.v6i2.3162

Abstract

Penelitian ini membahas permainan anak-anak yang berada di Kecamatan Conggeang Kabupaten Sumedang dari segi struktural dan etnopedagogik. Latar belakang penelitian ini adalah keadaan permainan anak-anak sekarang yang sudah mulai ditinggalkan karena tergerus oleh permainan-permainan modern. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Teknik yang dipakai untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, studi pustaka, dan dokumentasi. Dari hasil penelitian ditemukan 28 permainan. Nama-nama permainannya adalah bancakan (A), barén, éngklé gunung, galah, kakalécian, ucing buaya, ucing jongkok, ucing sumput (A), ucing tépa, bancakan (B), éngklé biasa, ngadu keléréng, om-oman, ucing jatup, babancakan, bébélotan, dodo-dodoan, éngklé kapal, pocés, ucing sendal (A), ucing sumput (B), congkak, ééngkléan, ngadu kaléci, lompat karét, sasapintrongan, ucing babuk, sarta ucing sendal (B). Dalam permainannya, setiap permainan dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu (1) persiapan, (2) mulai main, dan (3) selesai bermain. Dari tahapan-tahapan permainannya dianalisis nilai-nilai entopedagogik yang terdapat dalam permainan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat empat nilai moral yang ditemukan dalam setiap permainan, yaitu moral manusa ka dirina, moral manusa ka manusa, moral manusa ka alam, sarta moral manusa dina ngahontal kasugemaan lahir batin. Berdasarkan analisis hasil penelitian, terdapat 12 karakter bangsa yang ditemukan, yaitu jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, peduli lingkungan, sarta tanggung jawab.AbstractThis paper discusses the children’s games in Conggeang District, Sumedang Regency, based on structural and ethnopedagogical perspectives. The traditional children’s games are now already becoming obsolete because of modern games. The method used in this research was descriptive method. The data colection method in this research was observation, interview, literature study, and documentation. The research found 28 games. The names of the games are bancakan (A), barén, éngklé gunung, galah, kakalécian, ucing buaya, ucing jongkok, ucing sumput (A), ucing tépa, bancakan (B), éngklé biasa, ngadu keléréng, om-oman, ucing jatup, babancakan, bébélotan, dodo-dodoan, éngklé kapal, pocés, ucing sendal (A), ucing sumput (B), congkak, ééngkléan, ngadu kaléci, lompat karét, sasapintrongan, ucing babuk, and ucing sendal (B). Each game is divided into three stages: (1) the preparation, (2) the game, and (3) the completion. Based on the stages of the games, there are ethnopedagogical values in the game. The study revealed four moral values found in every game, namely moral manusa ka dirina, moral manusa ka manusa, moral manusa ka alam, sarta moral manusa dina ngahontal kasugemaan lahir batin. The study also found 12 characters of nation covering honesty, tolerance, discipline, hard work, creative, independent, democratic, recognizing excellence, friendship/communicative, peace-loving, caring environment, and responsibility.
NASKAH LONGSER KARYA H. R HIDAYAT SURYALAGA SEBAGAI BAHAN PANGAJARAN DI SMA/MA/SMK (Ulikan Struktural-Sémiotik) FIRMANSYAH, ARIEF
LOKABASA Vol 4, No 1 (2013)
Publisher : UPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/jlb.v4i1.3090

Abstract

Dewasa ini peminat drama longser semakin menurun, hal itu disebabkan oleh sajian cerita yangditampilkan tidak sesuai dengan keadaan di masa sekarang. Tujuan diadakan penelitian ini adalahuntuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan karya sastra, khususnya naskah longser kemudianditerapkan sebagai bahan pembelajaran di SMA/MA/SMK. Penulis menggunakan dua metodepenelitian, yaitu metode deskriptif analitis dan struktural-semiotik. Sumber data yang digunakandalam penelitian ini adalah dari kumpulan naskah drama karya H.R Hidayat Suryalaga yang tidakditerbitkan, difokuskan pada dua naskah longser yang berjudul “Mad Toing” dan “Tisolédat”.Setelah proses identifikasi terhadap naskah longser tersebut dapat dideskripsikan kedua naskahtersebut bertemakan tentang kemanusiaan yaitu mengenai masalah moral dan masalah sosial yangsedang berlangsung.Kata Kunci: naskah longser, bahan pangajaran, struktural-semiotikAbstractNowadays interest in the longser drama is increasingly declining, which is due to the fact thatits presentation does not 􀂿t with the current situation. The goal of this study was to identify anddescribe literature works, in particular the manuscript of longser as a teaching material at SMA/MA/SMK. Two research methods were used, namely a descriptive analytical method and a structuralsemioticmethod. The data stemmed from the unpublished collection of drama manuscripts by H.RHidayat Suryalaga, focusing on two longser manuscripts entitled “Mad Toing” and “Tisolédat”.Examination of the manuscripts indicates that the main theme of the texts is humanity, speci􀂿callythe moral and social issue in modern day times.Keywords: longser manuscript, teaching material, structural-semiotic
KESENIAN GENYE DI KABUPATEN PURWAKARTA (Kajian Struktural, Semiotik, dan Etnopedagogik) SUCIPTO, MOCHAMAD CAHYO
LOKABASA Vol 6, No 1 (2015): Vol. 6, No. 1 April 2015
Publisher : UPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/jlb.v6i1.3153

Abstract

Kesenian Genyé (KG) merupakan kesenian kréasi baru yang diciptakan oleh para seniman Purwakarta karena itu penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan struktur, unsur sémiotik, dan nilai-nilai etnopedagogik dalam KG di Kabupaten Purwakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif pendekatan kualitatif. Dari hasil penelitian ditemukan: (1) struktur dalam KG terdapat sejarah KG, tahapan kegiatan KG, latar tempat KG, pelaku, waktu gelarnya, tarian, musik, dan peralatan dan kostum. (2) unsur sémiotik dalam KG berupa ikon, indéks, dan simbol yang terdapat pada kostum, musik, fisik peralatan dan kostum, serta pada tarian.(3) nilai-nilai étnopédagogik yang terdapat pada KG ada enam moral manusa (moral manusia ke Tuhan, moral manusia ke dirinya, moral manusia ke manusia, moral manusia ke alam, moral manusa ke waktu, dan moral manusa dalam mencapai katenangan lahir batin), catur diri insani (tinggi ilmunya, ta‟at agamanya, berbudaya, dan terampil); serta gapura panca waluya (sehat, baik, benar, pinter, dan aktif).  Setelah dianalisis, KG merupakan kesenian yang mempunyai struktur yang lengkap karena dibentuk oleh beberapa jenis kesenian. Selain itu, kesenian ini penuh dengan  nilai-nilai pendidikan yang berkaitan dengan pola hidup masyarakat yang  bersih baik lahir maupun batin.   AbstractThe Art of Genyé (KG –Kesenian Genyé) is a new art created by Purwakartan artists. This study aimed to describe the structure, semiotic elements, and ethnopedagogical values of KG in Purwakarta. This research employed descriptive method with qualitative approach. This research resulted several findings. First, the structure of KG contains the history of KG, its stage activity, backgrounds, actors, performance time, dance, music, equipment, and costumes. Secondly, the semiotic elements of KG cover the form of icons, indexes, and symbols that are found on costumes, music, equipment, costumes, and dances. Thirdly, based on the ethnopedagogical values, there are six human moral (toward God, toward self, toward fellow-human, toward nature, toward time, and in achieving inner and outer); catur diri insani (high knowledge, religious obedient, culture, and skilled); and the gapura panca waluya (healthy, good, true, intelligent, and active). Based on the analysis, KG is an art that has a complete structure because it is formed by some kinds of arts. In addition, this art is full of educational values related to the lifestyle of the people who are physically and mentally clean.
LIRIK KAWIH KLININGAN GAMELAN KLASIK CICIH CANGKURILEUNG (Tilikan Struktural, Semiotik, dan Etnopedagogik) PATRIA, DIMAS
LOKABASA Vol 7, No 1 (2016): Vol. 7, No. 1, April 2016
Publisher : UPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/jlb.v7i1.3392

Abstract

Penelitian ini berjudul “Lirik Kawih Kliningan Gamelan Klasik Cicih Cangkurileung (Tilikan Struktural, Semiotik, dan Etnopedagogik)”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis lirik kawih kiliningan Gamelan Klasik Cicih Cangkurileung dengan melihat unsur-unsur puisi yang ada di dalamnya serta analisis unsur semiotika dan etnopedagogik. Di dalam penelitian ini digunakan metode deskriptif. Adapun teknik yang digunakan adalah teknik wawancara, telaah pustaka, observasi, dokumentasi, dan analisis. Sumber data dalam penelitian ini adalah delapan lirik lagu kiliningan dalam album Gamelan Kalsik Cicih Cangkurileung. Penelitian ini berfokus pada analisis Struktur puisi (imaji, simbul, musikalitas atau wirahma, suasana, téma dan gaya basa), sémiotik pancacuriga (Silib, Sindir, Simbul, Siloka, dan Sasmita), dan étnopédagogik dalam moral kemanusiaan (moral manusia kepada Tuhannya, Pribadi, alam, waktu, manusia lainnya,  dan menggapai kepuasan lahir batin). Hasil gambaran lirik ini menghasilkan kesimpulan, dari delapan lirik yang dianalisis strukturnya,    banyak ditemukan tema mengenai keagamaan . Dalam semiotik pancacuriga, banyak ditemukan silib, simbul, dan siloka. Dalam  tilikan étnopédagogik ditemukan mengenai moral manusia terhadap Tuhan  dan  pribadinya serta ditemukan pepatah  antara lain (1) pepatah agar mau bersodakoh dan  menggunakan harta di jalan yang benar, (2) pepatah agar menjadi diri yang patuh terhadap perintah agama, (3) pepatah agar mengamalkan rukun iman, (4) pepatah agar setia, (5)  pepatah agar ingat kematian, dan (6) pepatah agar saling menghargai dengan orang lain.  AbstractThis study entitled “Lyrics of Kawih Kliningan Gamelan Klasik Cicih Cangkurileung”. This study aimed to find the elements of poetry in the lyrics of Kawih Kliningan Gamelan Klasik Cicih Cangkurileung as well as the elemental analysis of semiotics and ethnopedagogy. This study used a descriptive analytical method. The techniques covered interviews, literature review, observation, documentation, and analysis. The data source of this research is eight song lyrics on the album Gamelan Klasik Cicih Cangkurileung. The focus of this research is the analysis of poem structure (images, symbols, musicality or wirahma, atmosphere, theme, and language style), the semiotic of pancacuriga (Silib, Sindir, Simbul, Siloka, and Sasmita), and ethnopedagogy of human moral (towards God, personal, nature, time, other people, and achieving both inner and outer satisfaction). This study concludes that, of the eight lyrics, most themes are religion. In semiotic pancacuriga, this research found many silib, simbul, and siloka. From the ethnopedagogical perspective, this research found concept of human moral towards God and personal. Some proverbs were also found. They are, among others, (1) to make alms and to use belongings on the right path, (2) to be adherent to religious orders, (3) to practice the pillars of faith, (4) to be faithful, (5) to remember death, and (6) to have mutual respect with others.
MENGUSUNG PEMBELAJARAN SASTRA LISAN GAMBANG RANCAG BETAWI MENUJU PEMBELAJARAN INOVATIF ATTAS, SITI GOMO
LOKABASA Vol 4, No 2 (2013)
Publisher : UPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/jlb.v4i2.3144

Abstract

Mengusung Pembelajaran Sastra Lisan Gambang Rancag Betawi Menuju Pembelajaran Inovatif. Tujuan menulis makalah ini adalah untuk mengembangkan pembelajaran sastra lisan agar tidak terkungkung pada pembelajaran teks. Selain itu, bertujuan untuk mebuat pembelajaran sastra lisan lebih kreatif dan inovatif. Diketahui bahwa pembelajaran sastra lisan selama ini, baik di sekolah maupun di perguruan tinggi para pembelajar tidak digiring pada pembelajaran model kelisanan sebuah materi sastra lisan, termasuk memaknai teks lisan itu dengan konteksnya sehingga teks lisan yang dimaknai kehilangan maknanya secara utuh karena hanya memaknai objek (materi) sebagian. Metode pembelajaran sastra lisan gambang rancag Betawi seutuhnya diarahkan pada pembelajaran yang inovatif, yaitu menggunakan media teks pertunjukan untuk mengenali konteks sebuah materi pembelajaran. Pendekatannya dengan teori Joice dan Weil (1986), sebagai langkah pembelajaran sastra lisan dengan objek teks pertunjukan dikenali bentuk kelisanannya, sementara melalui konteks, pembelajar bisa menandai makna isi cerita sesuai konteksnya, termasuk fungsi dari cerita yang di tampilkan. Berdasarkan bentuknya akan ditunjukkan sebuah pertunjukan cerita rakyat Betawi sehingga secara utuh pemaknaan pembelajaran sastra lisan sebagai muatan lokal akan tertanam dalam diri pembelajar sebgai karakter.The objective of this paper is to develop the oral literary teaching in order to supplement textual teaching. In addition, the paper aims to create a more creative and innovative oral literary teaching method. It has been assumed that in the context of teaching oral literature in school or higher education to date, students are not exposed to a teaching model of oral literature, including interpreting oral texts within their contexts. This leads to the loss of whole meaning of oral texts due to partial interpretation. The teaching model of Gambang Rancag Betawi is an innovative model, utilizing performance texts as media to recognize contexts of a subject matter. Joice and Weil’s (1986) theory was adopted in order to unpack the oral form of the text. Through contexts, students can comprehend the gist of the story, including the function of the story. In terms of the form, the performance will be conducted so that students can arrive at a whole interpretation of teaching oral literature as local content.

Page 2 of 25 | Total Record : 241