cover
Contact Name
Mohammad Subhan Zamzami
Contact Email
mszamzami@iainmadura.ac.id
Phone
+6281232684323
Journal Mail Official
islamuna@iainmadura.ac.id
Editorial Address
Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Madura Jalan Raya Panglegur KM. 4 Pamekasan 69371 - Jawa Timur
Location
Kab. pamekasan,
Jawa timur
INDONESIA
Jurnal Studi Islam
ISSN : 2407411X     EISSN : 24433535     DOI : http://doi.org/10.19105/islamuna
Islamuna specializes in Islamic Studies which are the results of fieldwork research, conceptual analysis research, and book reviews from various perspectives i.e. education, law, philosophy, theology, sufism, history, culture, economics, social and politics. This journal encourages articles that employ an interdisciplinary approach to those topics and aims at bridging the gap between the textual and contextual approaches to Islamic Studies.
Articles 232 Documents
THE INTERPRETATION OF DOUBLE BURDEN OF WOMEN: A Comparison between al-Misbah and al-Lu’lu’ wa al-Marjân fî Tafsîr al-Qur’ân Nafilah Sulfa
Islamuna: Jurnal Studi Islam Vol. 7 No. 2 (2020)
Publisher : Madura State Islamic Institute (Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19105/islamuna.v7i2.3848

Abstract

One of the factors that causes women to experience gender inequality so that they are not equal to men is the gender-biased interpretation of religious texts. Applying interpretive approach and comparative method as well as the theory of liberal feminism and double movement, this article discusses three issues, namely: (a) double burden for women in the Qur’an; (b) the interpretation of M. Quraish Shihab in al-Misbah and Karîmân Hamza in al-Lu'lu 'wa al-Marjân fî Tafsîr al-Qur’ân regarding verses of the Qur’an containing double burden for women; and (c) the assumption that the gender of the interpreter could result in a gender-biased interpretation. This research shows that Islam comes on a mission to bring about equality between mankind. Shihab’s interpretation is more accommodating to women’s interests than that of Hamza’s, while Hamza’s interpretation is more patriarchal. Preference to certain sexes is not always related to gender equality in the interpretation of the Qur’an, so the assumption that one of the factors causing women to experience gender inequality is the gender-biased interpretation of religious texts simply because the majority of interpreters are male can not be justified.[Salah satu faktor penyebab kaum perempuan mengalami ketimpangan gender, sehingga mereka belum setara adalah interpretasi teks-teks agama yang bias gender. Dengan pendekatan tafsir, metode komparatif dan teori feminisme liberal serta double movement, artikel ini mendiskusikan tiga persoalan, yaitu: (a) double burden perempuan dalam Al-Qur’an; (b) penafsiran M. Quraish Shihab dalam al-Misbah dan Karîmân Hamzah dalam al-Lu’lu’ wa al-Marjân tentang ayat double burden bagi perempuan; dan (c) asumsi bahwa jenis kelamin mufasir menimbulkan penafsiran bias gender. Penelitian ini menunjukan Islam membawa misi kesetaraan manusia. Penafsiran Shihab lebih akomodatif terhadap kepentingan perempuan, sedangkan penafsiran Hamzah lebih bias patriarkal. Keberpihakan pada jenis kelamin tertentu tidak selalu berhubungan dengan kesamaan jenis kelamin dalam penafsiran Al-Qur’an, sehingga asumsi salah satu faktor penyebab kaum perempuan mengalami bias gender adalah interpretasi teks agama yang bias gender karena mayoritas mufasir adalah laki-laki tidak dapat dibenarkan]
MA‘NĀ TAQLĪD "AL-SAKBAH" (TER-ATER) FĪ SYAHR RAMADLĀN BĪ SAMPANG MADURA Arif Wahyudi; Khairul Muttaqin.ilunks@gmail.com
Islamuna: Jurnal Studi Islam Vol. 8 No. 2 (2021)
Publisher : Madura State Islamic Institute (Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19105/islamuna.v8i2.3701

Abstract

ملخص البحث التقليد في الدراسة الإسلامية يسمى بالعرف، وهو أمر مألوف لبعض الناس لأنه أصبح عادة تتكامل مع حياتهم أقوالا كانت وأفعالا. فالتقليد الذي لا يزال تتطور في مجتمع سامبانج هي عادة “السكبة” (تير أتير-ter-ater)، وهي عادة بسكب (إعطاء) صحن من الطعم والتبادل للجيران والأقارب والأشخاص الأكابر في الأسرة بصورة خاصة. فكل الشهر القمرية، مارس الناس هذه العادة المحلية بأطعمة مختلفة. وفي هذا البحث، ركز الباحثون على بحث الثقافة في منطقة سامبانج (Sampang) لأن هذه المنطقة معروفة بتعصبها في الامور الدينية والتقاليد. كما تم تحديد إجراء هذا البحث في شهر رمضان، لأن في ذلك الشهر لا تزال هذه العادة كثيفًا للغاية من قبل غالبية المجتمع. عند مقدمة البحث، فقد تم تنفيذ هذا التقليد لأجيالهم. هم لا يعرفون متى وجود هذه العادة بالضبط وهذا الذي يدعم الباحثون في بعث هذه العادة. ومن خلال الدراسة الميدانية، تحلل هذه الورقة تطبيق ومعنى عادة السكبة (ter-ater) في منطقة سامبانج. نتجت هذه الورقة، أن اختيار الطعام في عادة السكبة (ter-ater) وفقًا للمجتمع على القدرة الاقتصادية وليس له معنى محدود. أما تحديد الشهر والتاريخ عند بعض الناس للحث على الحصول وبركات رمضان وليلة القدر لأن النبي يتحرى على ليلة القدر في ليالي الوتر من العشر الأواخر من رمضان. ABSTRAK Dalam kajian keislaman, tradisi disebut `urf yaitu sesuatu yang tidak asing bagi masyarakat tertentu karena telah menjadi kebiasaan yang menyatu dengan kehidupan mereka baik berupa perkataan maupun perbuatan. Tradisi yang hingga kini masih berkembang di masyarakat Sampang adalah tradisi ter-ater, yakni tradisi saling hantar makanan ke tetangga, saudara, dan orang-orang yang dituakan dalam keluarga. Bahkan masyarakat melakukan tradisi ini dengan makanan yang berbeda-beda setiap bulan Kamariah. Artikel ini fokus pada budaya ter-ater di Kabupaten Sampang Madura pada bulan Ramadan, karena masyarakatnya fanatik terhadap agama dan tradisi dan pada bulan tersebut tradisi ini masih sering dilakukan. Tradisi ini telah dilakukan turun-temurun yang tidak diketahui awal mula serta alasan di baliknya. Dengan kajian lapangan, artikel ini fokus pada tiga hal yakni: pertama, praktik dan makna ater-ater di bulan Ramadan. Kedua, praktik masyarakat Sampang dalam memburu lailatulkadar. Artikel ini berhasil mengungkap bahwa pemilihan makanan pada tradisi ter-ater menurut masyarakat disesuaikan dengan kemampuan ekonomi masing-masing dan tidak memilki makna tertentu. Terkait penetuan bulan dan tanggal menurut sebagian masyarakat karena termotivasi keinginan untuk mendapatkan berkah Ramadan serta lailatul kadar karena Nabi menyerukan agar mencari lailatulkadar pada malam-malam ganjil di sepuluh akhir Ramadan.
TANÉAN LANJHÂNG: A Reflection of Guyub and Strengthening of Ukhuwah Among Madurese Society Raudlatul Jannah; Agik Nur Efendi; Fithriyah Rahmawati
Islamuna: Jurnal Studi Islam Vol. 8 No. 2 (2021)
Publisher : Madura State Islamic Institute (Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19105/islamuna.v8i2.4414

Abstract

The Madurese tribe has unique, distinctive, and remarkable cultures. It is inseparable from a heterogeneous socio-cultural society. Science, morals, ethics, morals, philosophy of life, social interactions correlate with culture. One of the philosophies in Madurese society that is synergized with livelihoods and kinship values ​​is tanean lanjhang. Tanean lanjhang is a residential space pattern within the Madurese community. The settlement consists of ​​a house yard, kobhung, kitchen, stable, well, and several houses. About 2-10 houses are lined up from west to east and inhabited by people with sibling relationships. As a society that upholds religious values, the concept of tanean lanjhang has a very noble, philosophical meaning and is full of Islamic values either deliberately built or ​​arising from the idea of social interaction in tanean lanjhang. This study aims to describe the philosophical meaning of the tanean lanjhang. This current study used a qualitative- descriptive approach and carried out literature review, observation, and interviews to collect the data. The results showed that tanean lanjhang is a sub-structure of unique community settlement layout and has a noble value from the concept of spatial planning or social interaction, which is manifested in several commendable morals, namely strengthening ukhuwah, caring and respecting people, and cooperation. ABSTRAK Suku Madura memiliki berbagai budaya yang unik, khas, bahkan istimewa. Ilmu pengetahuan, akhlak, etika, moral, falsafah hidup, interaksi sosial sesungguhnya berkorelasi dengan budaya. Salah satu falsafah dalam masyarakat Madura yang bersinergi dengan mata pencaharian dan nilai kekerabatan adalah tanean lanjhang. Tanean lanjhang merupakan konstruksi tata ruang pemukiman yang ada di masyarakat Madura. Pemukiman tersebut terdiri dari sebuah area halaman rumah, kobhung, dapur, kandang, sumur dan rumah rumah yang berjejer dari barat ke timur dengan jumlah 2-10 rumah yang dihuni oleh orang orang dengan hubungan saudara kandung. Sebagai masyarakat yang menjunjung nilai religius, maka konsep dari tanean lanjhang memiliki makna yang sangat luhur, filosofis, dan sarat dengan nilai- nilai keislaman, baik nilai yang sengaja dibangun atau nilai yang timbul dari konsep atau interaksi sosial dalam tanean lanjhang. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan makna filosofis yang ada dalam konsep tanean lanjhang. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dan teknik Pustaka review, observasi dan wawancara.Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanean lanjhangselain sebagai subuah konstruksi tata ruang pemukiman masyarakat yang unik juga memiliki nilai nilai luhur dari konsep tata ruang atau interaksi sosial yang menjadi cerminan konsep kekerabatan masyarakat Madura yang sangat kuat. Sehingga pada akhirnya mampu memperkuat ukhuwah dan memupuk sikap-sikap terpuji seperti sikap peduli, saling menghormati, dan gotong royong.
THE STYLE OF USING VEIL IN THE AGE OF GLOBALIZATION: Overview of Concepts and Practices Darti Busni; Betria Zarpina Yanti; Doli Witro
Islamuna: Jurnal Studi Islam Vol. 8 No. 2 (2021)
Publisher : Madura State Islamic Institute (Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19105/islamuna.v8i2.4753

Abstract

Along with the times, some people see the veil as no longer a symbol of piety but instead follow trends or popular models, not to mention that the veil is only considered a necessity used at certain times like entangled criminal cases and attending court. On the other hand, some use the veil as following the concept stipulated in Islam, namely, an obligation that cannot be abandoned and not adhered to by certain times, conditions, and situations. This article aims to explain the veil concept in Islam and the form of practice in society. Methodically, this article uses a qualitative research method, a research library compiled in scientific articles and analyzed using the phenomenological-sociological approach. The results showed In essence, the veil’s actual use as a form of obedience to the sharia follows the veil concept taught in Islam, where women with veils are not limited to a specific time, situation, condition, and place. ABSTRAK Seiring perkembangan zaman, sebagian masyarakat ada yang memandang jilbab tidak lagi sebagai simbol ketakwaan, tapi lebih mengikuti tren ataupun model yang sedang populer, belum lagi jilbab hanya dinilai sebagai sebuah kebutuhan yang hanya digunakan di saat tertentu saja seperti terjerat kasus kriminal dan menghadiri sebuah pengadilan. Di sisi lain ada yang menggunakan jilbab sebagai sesuai dengan konsep yang ditetapkan dalam Islam yaitu sebagai sebuah kewajiban yang tidak bisa ditinggalkan dan tidak terpaut pada waktu, kondisi, dan situasi tertentu. Artikel bertujuan menjelaskan konsep jilbab dalam Islam dan bentuk praktek yang terjadi di masyarakat. Secara metode, artikel ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat library research yang disusun dalam bentuk artikel ilmiah dan ditelaah dengan menggunakan pendekatan fenomenologis-sosiologis. Hasil penelitian menunjukkan pada hakikat yang sebenarnya dari penggunaan jilbab sebagai bentuk keta’atan terhadap syari’at inilah yang sesuai dengan konsep jilbab yang diajarkan dalam Islam yang mana perempuan berjilbab tidak terbatas pada waktu, situasi, kondisi, dan tempat tertentu.
STUDENTS' MOTIVATION TO WEAR THE VEIL IN YASNI BUNGO JAMBI ISLAMIC INSTITUTE Januri Januri; M. Syukri Ismail
Islamuna: Jurnal Studi Islam Vol. 8 No. 2 (2021)
Publisher : Madura State Islamic Institute (Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19105/islamuna.v8i2.5126

Abstract

ABSTRACT The veil is a Muslim woman's face covering, only her eyes are visible. Wearing the veil requires faith, mental and strong motivation. This study aims to examine the motivations of IAI student Yasni Bungo to wear the veil. This study uses a qualitative descriptive analytical approach. Data was collected by using observation, interview and documentation techniques. Determination of research subjects using purposive sampling technique, by interviewing female students who only wear the veil. The data analysis technique was carried out by listening to the interviews of female students wearing veils, recording their interviews, grouping the results of the interviews, analyzing the results of the interviews and conclusions. The results of the study indicate that the motivation for using the veil by IAI student Yasni Bungo is motivated by three factors, first, theological factors (students wear the veil because of religious orders, worship, sunnah of the prophet); second is psychological factors (students wear the veil because they are driven by a soul that feels comfortable when wearing the veil), and third, the intrinsic factor (students wear the veil to protect themselves, keep morals, to be better, more obedient). And there are no external factors (veiled because parents, teachers, ustadz ordered them, the rules of the Islamic Boarding Schools, or were motivated by the doctrine of forbidden sects). The more dominant factor is the theological factor. ABSTRAK Cadar merupakan penutup wajah wanita muslimah, yang nampak hanya kedua matanya. Memakai cadar dibutuhkan keyakinan, mental dan motivasi yang kuat. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji apa saja motivasi mahasiswi IAI Yasni Bungo memakai cadar. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif analitis. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Penentuan subjek penelitian menggunakan teknik purposive sampling, dengan mewancarai mahasiswi yang memakai cadar saja. Teknik analisis data dilakukan dengan cara menyimak wawancara mahasiswi yang memakai cadar, mencatat wawancaranya, mengelompokkan hasil wawancaranya, menganalisis hasil wawancaranya dan membuat kesimpulan. Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi penggunaan cadar oleh mahasiswi IAI Yasni Bungo dilatarbelakangi oleh tiga faktor, yaitu pertama, faktor teologis (mahasiswi memakai cadar karena perintah agama, ibadah, sunnah nabi); kedua faktor psikologis (mahasiswi memakai cadar karena terdorong oleh jiwa yang merasa tenang-nyaman ketika memakai cadar), dan ketiga, faktor intrinsik (mahasiswi memakai cadar untuk menjaga diri, jaga akhlak, agar lebih baik, lebih taat). Dan tidak ada faktor eksternal (bercadar karena disuruh orang tua, guru, ustadz, aturan pesantren, atau terdorong oleh doktrin aliran terlarang). Adapun faktor yang lebih dominan adalah faktor teologis.
CHOOSING LIVES: Pandemic Emergency Triage from the Perspective of Maqāshid FUADY ABDULLAH
Islamuna: Jurnal Studi Islam Vol. 8 No. 2 (2021)
Publisher : Madura State Islamic Institute (Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19105/islamuna.v8i2.5439

Abstract

The spike in Covid-19 cases in Indonesia in mid-2021 has led to scarcity of various resources and resulted in a functional crisis of hospitals in accommodating patients. This condition puts health workers and relevant policy makers in difficult situation and ethical dilemma in triaging patients. In this context, there are at least two competing ethical approaches. The utilitarian approach demands maximum benefit in saving lives, whereas the egalitarian approach emphasizes equal rights and opportunities for treatment. This brings up several problems related to giving priority. The problems also include withdrawal of treatment in favour of other patients. This article normatively tries to discuss the issue from the Maqāshid perspective. This article is qualitative. Literature review of several related recommendations was carried out to explore the basic problems and then putting them in light of the maqāshid theory. This article argues that Maqāshid can be an alternative ethical approach in determining priorities. All considerations need to be read in the light of Maqāshid and its principles with primary focus on scientific and medical considerations. ABSTRAK Lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia pada pertengahan tahun 2021 menyebabkan kelangkaan berbagai sumber daya dan krisis fungsional rumah sakit dalam menampung pasien. Kondisi ini menempatkan tenaga kesehatan & pengambil kebijakan berada dalam situasi sulit dan dilema etik untuk melakukan triase pasien. Dalam konteks ini, ada dua pendekatan etis yang bersaing yaitu utilitarian yang menuntut manfaat maksimal dalam menyelamatkan nyawa dan pendekatan egaliter menekankan persamaan hak dan kesempatan untuk mendapatkan perlakuan. Hal ini memunculkan beberapa permasalahan terkait pemberian prioritas. Artikel ini secara normatif mencoba membahas masalah tersebut dari perspektif Maqāshid. Artikel ini bersifat kualitatif. Tinjauan pustaka terhadap beberapa rekomendasi terkait dilakukan untuk menggali permasalahan mendasar dan kemudian meletakkannya dalam tinjauan teori maqāshid. Artikel ini melihat bahwa Maqāshid dapat menjadi alternatif pendekatan etis dalam menentukan prioritas triase. Seluruh pertimbangan yang ada perlu dibaca berdasar Maqāshid dan prinsip-prinsipnya dengan fokus utama pada pertimbangan ilmiah dan medis.
INDONESIAN ISLAMIC CENTRE LONDON Reny Wulandari; Sujadi
Islamuna: Jurnal Studi Islam Vol. 9 No. 1 (2022)
Publisher : Madura State Islamic Institute (Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19105/islamuna.v9i1.5832

Abstract

The efforts of Indonesian Muslims to exist among other Muslim ethnics in London from 1960s up today have not given impacts yet. Their existence has not played an important role in spreading Indonesian Islam and not lead to establish a big mosque there. Therefore, this article discusses about how was their history prior to its Indonesian Islamic Centre (IIC)?; and how far did the IIC make efforts to develop Indonesian Muslims in London? Therefore, this article aims to explore its contributions for Indonesian Muslims there, leading to contribute to the Embassy of Republic of Indonesia in the Great Britain and local ruling government there in social-cultural field. Dealing with this, historical method: heuristic, verification, interpretation, and historiography and social history approach on the great efforts of ordinary people are used. In conclusion, the efforts for an Indonesian mosque need more time in spite of having a house serving as a charity foundation and holding bold solidarity and unity for them regularly. This is inseparable from its mission as a uniting spot. Subsequently, ICC’s board members have been able to provide legal marriage service under Indonesian and British laws. All the results show that they should make more significant efforts. ABSTRAK Keberadaan Indonesian Islamic Centre (IIC) bagi komunitas muslim Indonesia di London hingga kini belum berdampak besar dalam mensyiarkan model Islam Indonesia di tengah-tengah etnis muslim lainnya. Oleh karena itu, penelitian ini mendiskusikan tentang bagaimana sejarah muslim Indonesia sebelum adanya IIC?; dan sejauhmana kiprah IIC untuk mengembangkan eksistensi muslim Indonesia di London? Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi kontribusi organisasi tersebut dalam memenuhi kebutuhan keagamaan dan sosial umat Islam Indonesia sehingga diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran terutama kepada Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Inggris dan pemerintah lokal. Dalam mengkaji subyek-subyek tersebut digunakan metode sejarah yaitu metode yang menggunakan tahapan-tahapan: heuristik, verifikasi, interpretasi hingga historiografi dan pendekatan sejarah sosial – pendekatan yang memfokuskan pada usaha-usaha rakyat dalam perjuangannya. Setelah melakukan analisa historis, ada beberapa kesimpulan: pertama, perjuangan untuk menghadirkan masjid yang memadai untuk umat Islam Indonesia di London masih memerlukan waktu panjang walau organisasi itu sudah membeli sebuah rumah yang dijadikan yayasan amal. Kedua, IIC sudah bersaha mewadahi berbagai kegiatan keagamaan dan sosial-budaya anggotanya komunitas muslim Indonesia di Inggris secara regular. Ketiga, penyelenggaraan pernikahan juga menjadi perhatian serius IIC dengan mempertimbangkan hukum-hukum pernikahan yang berlaku di Indonesia dan di Inggris. Semua hasil ini menunjukkan bahwa mereka masih perlu melakukan hal-hal yang lebih berdampak.
MARKETING STRATEGY OF GHARAR BUSINESS SCHEMES: Mystery Box on E-Commerce Shopee Platform Nur Rizqi Febriandika; Nabila Putri Tsany; Tipmanee Sriplod
Islamuna: Jurnal Studi Islam Vol. 9 No. 1 (2022)
Publisher : Madura State Islamic Institute (Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19105/islamuna.v9i1.6028

Abstract

ABSTRACT Mystery box sale and purchase have developed into a fraudulent area, the prices and goods obtained are not appropriate, so consumers feel at a loss. This study aims to determine the marketing strategy and sales mechanism of the mystery box. The research method used in this research is descriptive qualitative with the type of research used in this study being observation by examining mystery box products in Shopee. Based on the results of the analysis carried out on the Shopee application, two types of keywords were found. The first keyword is the Mystery Box and the second keyword is the "Misteri Box" both have different product categories. There are ±27,000 products entitled mystery box and ±14,678 products with the name mystery box. So, it can be concluded that most of the sellers use titles with the keyword "mystery box". Mystery box on the Shopee site can be categorized as a marketing strategy that uses marketing segmentation without differentiating the market (Undifferentiated Marketing) and targeting in the form of full market coverage/mass market targeting. ABSTRAK Jual beli mystery box berkembang menjadi sebuah lahan penipuan, harga dan barang yang didapat tidak sesuai sehingga konsumen merasa rugi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi marketing dan mekanisme penjualan dari mystery box. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif melalui pendekatan observasi pada produk mystery box yang ada di Shopee. Bedasarkan dari hasil analisis yang dilakukan pada aplikasi Shopee ditemukan dua jenis kata kunci, pertama adalah “Mystery box” dan kata kunci kedua adalah “Misteri Box”. Keduanya memiliki kategori produk berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 27.000 produk yang muncul jika menggunakan kata kunci “mystery box” dan terdapat terdapat 7.000 produk jika menggunakan kata kunci “misteri Box”. Sehingga, dapat disimpulkan jika kebanyakan dari penjual lebih banyak menggunakan judul dengan kata kunci “mystery box”. Strategi pemasaran produk mystery box di Shopee dapat dikategorikan sebagai strategi marketing yang menggunakan segmentasi pemasaran tanpa membedakan pasar (Undifferentiated Marketing) dan targeting berupa cakupan pasar penuh (full market coverage/mass market targeting).
FEMINISM ANALYSIS OF THE TRADITION OF THE JAMASAN PUSAKA TOMBAK KANJENG KYAI UPAS IN TULUNGAGUNG REGENCY Emi Nur Hidayatuz Zuhroh; Ahmad Nurcholis
Islamuna: Jurnal Studi Islam Vol. 9 No. 1 (2022)
Publisher : Madura State Islamic Institute (Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19105/islamuna.v9i1.6181

Abstract

ABSTRACT The Jamasan Heirloom tradition is an activity that is inherent in the community, namely an activity of purifying heirlooms or relics of previous ancestors. This study will review the Jamasan Heirloom tradition in Tulungagung district starting from how this tradition runs, how the procedure is carried out, and discusses why this procession can only be done and seen by men only. The role of patriarchy is very visible in this Jamasan Heirloom tradition compared to the role of women or feminists. Feminist theology will also be involved in research discussions and supported by several feminist warrior figures. A phenomenological approach is used in this work to examine social phenomena using critical analysis. Based on field observations, interviews with informants (including people who adhere to the Jamasan tradition and local community leaders), and documentation, this research uses a qualitative descriptive technique. The results of this study indicate that in the Jamasan Heirloom tradition there is injustice or inequality between the roles and status of men and women where women are placed as a second class under men. ABSTRAK Tradisi Jamasan Pusaka merupakan suatu kegiatan yang melekat pada masyarakat yaitu suatu kegiatan penyucian benda-benda pusaka atau peninggalan nenek moyang terdahulu. Penelitian ini akan mengulas tradisi Jamasan Pusaka yang ada di kabupaten tulungagung mulai dari bagaimana tradisi Jamasan Pusaka ini berjalan dan bagaimana tata cara prosesinya serta membahas mengapa prosesi ini hanya boleh dilakukan dan dilihat oleh laki-laki saja. Peran patriarki sangat terlihat dalam tradisi Jamasan Pusaka ini dibandingkan peran perempuan atau kaum feminis. Teologi Feminis juga akan disangkut pautkan dalam pembahasan yang didukung oleh beberapa tokoh-tokoh pejuang feminis. Pendekatan fenomenologis digunakan dalam karya ini untuk mengkaji fenomena-fenomena sosial dengan menggunakan analisis secara kritis. Berdasarkan observasi lapangan, wawancara dengan informan (termasuk masyarakat yang menganut tradisi jamasan dan tokoh masyarakat setempat), serta dokumentasi, penelitian ini menggunakan teknik deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam tradisi Jamasan Pusaka terdapat ketidak adilan atau ketidak setaraan antara peran dan status laki-laki dengan kaum perempuan di mana perempuan diletakkan sebagai second class di bawah laki-laki.
THE RELEVANCE OF IBNU TAIMIYAH’S WAGE CONCEPT FOR CONSTRUCTION WORKERS IN PANGEREMAN VILLAGE Lailatul Maufiroh; Fadllan
Islamuna: Jurnal Studi Islam Vol. 9 No. 1 (2022)
Publisher : Madura State Islamic Institute (Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19105/islamuna.v9i1.6470

Abstract

ABSTRACT The concept of wages according to Ibn Taimiyah is the level of wages that must be given to workers. So that, they can live properly in the midst of society. Equivalent wages are remuneration in the form of money and so on which are paid to repay services. The aimed of this research is to identify the relevance of Ibnu Taimiyah’s wage concept for construction workers in Pangereman Village, Sampang Madura. This research is conducted using qualitative research method, which the data are from the literatures related with the wage concept of Ibnu Taimiyah perspective, then it is completed by interview. The obtained data becomes the relevant material with the concept offered by Ibn Taimiyah. The results of this research describe that the head of construction workers implements the concept of wages from Ibn Taimiyah's perspective, namely the concept of fair and honest wages. Employment agreements are made at the beginning and remuneration is carried out at the end. The head construction workers adjusts the quality and quantity of the performance of the workers. The better their performance quality, the higher the wages level they will get, and the more days they work, the more wages they will get. ABSTRAK Konsep upah menurut Ibnu Taimiyah adalah tingkat upah yang harus diberikan kepada pekerja agar dapat hidup layak di tengah-tengah masyarakat. Upah yang setara adalah balas jasa dalam bentuk uang dan sebagainya yang dibayarkan untuk membayar kinerjanya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi relevansi konsep upah yang ditawarkan oleh Ibn Taimiyah dengan implementasi pengupahan buruh bangunan di Desa Pangereman, Sampang Madura . Penelitian ini mengadopsi jenis penelitian kualitatif, dimana datanya diperoleh dari kajian-kajian terkait pengupahan perspektif Ibnu Taimiyah, kemudian dilengkapi dengan hasil interview. Data yang diperoleh dijadikan bahan yang direlevansikan dengan pemikiran Ibn Taimiyah. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa kepala buruh bangunan menerapkan konsep pengupahan dari sudut pandang Ibnu Taimiyah, yaitu konsep pengupahan yang adil dan jujur. Perjanjian kerja dibuat di awal dan remunerasi dilakukan di akhir. Kepala pekerja konstruksi menyesuaikan kualitas dan kuantitas kinerja pekerja. Semakin baik kualitas kinerja mereka, semakin tinggi tingkat upah yang akan mereka dapatkan, dan semakin banyak hari mereka bekerja, semakin banyak upah yang akan mereka dapatkan.