cover
Contact Name
Made Warka
Contact Email
rosalindael@untag-sby.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
jurnalhmk@untag-sby.ac.id
Editorial Address
Jl. Semolowaru 45 Surabaya Jawa Timur
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
Mimbar Keadilan
ISSN : 08538964     EISSN : 26542919     DOI : -
Core Subject : Social,
Mimbar Keadilan is published by the Law Faculty Laboratory of Law Faculty, University of August 17, 1945, Surabaya. First published in 1996 and up to now there are as many as two editions per year. This journal gives readers access to download journal entries in pdf file format. Mimbar Keadilan is created as a means of communication and dissemination for researchers to publish research articles or conceptual articles. The Mimbar Keadilan only accepts articles related to the topic of law except business law.
Arjuna Subject : -
Articles 201 Documents
HEGEMENONI HUKUM TERHADAP KEJAHATAN SEKSUAL PEREMPUAN DAN ANAK-ANAK: REFLEKSI MITIGASI Tanisha, Trisha; Agustian, Sanggup Leonard; Gilbert, Yehuda
Mimbar Keadilan Vol 13 No 1 (2020): Februari 2020
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30996/mk.v13i1.2966

Abstract

Radicalism carries seeds to disturb comfort and safety in life. Terrorism starts with radicalism. The purpose of terrorism in general is to encourage divisions and conflicts vertically and horizontally, efforts to change policies governed by the state, show the weakness of the government system, threaten the government, provoke anger and public reaction to certain cases and is one form of campaign by the public. a form of mitigation of radicalism against sexual crimes of women and children. Radicalism can be prevented by providing education, either through communities or social institutions that conduct teaching and learning forms to provide knowledge about women's rights, or modules for schools for children. In addition to providing education from institutions or organizations, the government has the duty to help such education be carried out to the fullest, such as ratification of regulations relating to the protection of women's rights, rehabilitation of children, law enforcement without discrimination.Radikalisme membawa bibit untuk mengganggu kenyamanan dan keamanan dalam hidup. Terorisme berawal dari radikalisme. Tujuan dari terorisme secara garis besar adalah mendorong perpecahan dan konflik secara vertikal maupun horizontal, upaya merubah kebijakan yang diatur oleh negara, memperlihatkan kelemahan sistem pemerintahan, mengancam pemerintah, memancing amarah serta reaksi masyarakat terhadap kasus tertentu dan merupakan salah satu bentuk kampanye oleh masyarakat. bentuk mitigasi radikalisme terhadap kejahatan seksual perempuan dan anak-anak. Radikalisme dapat dicegah dengan cara pemberian edukasi, baik melalui komunitas atau lembaga sosial yang mengadakan bentuk ajar-mengajar untuk memberikan pengetahuan akan hak-hak perempuan, atau modul untuk sekolah bagi anak-anak. Selain daripada pemberian edukasi dari lembaga atau organisasi, pemerintah memiliki tugas dalam membantu edukasi tersebut dapat terselenggara dengan maksimal, seperti pengesahan peraturan yang berkaitan dengan perlindungan hak-hak perempuan, rehabilitasi anak-anak, penegakkan hukum tanpa tindak diskriminasi.
ALTERNATIF PEMIDANAAN TERHADAP KEJAHATAN PEDOFILIA BERULANG Sripah, Sripah; Afifah, Wiwik
Mimbar Keadilan Agustus 2017
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30996/mk.v0i0.2193

Abstract

Kejahatan seksual pada anak, masih marak terjadi di Indonesia. Pelaku kejahatan seksual berulang di Indonesia juga tetap ada. Pengesahan perppu yang tenar dengan sebutan perppu kebiri merupakan salah satu upaya nyata pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada anak. Pemberatan hukuman dioberikan pada pelaku dengan tujuan agar yang bersangkutan bisa mengendalikan keinginan seksualnya. Penulis mengemukakan rumusan masalah bentuk alternatif pemidanaan terhadap pelaku kejahatan pedofilia yang berulang. Pemidanaan terhadap pelaku kejahatan seksual pedofilia dijerat dengan Pasal 81 dan Pasal 82 Perpu Nomor 1 Tahun 2016 Atas Perubahan Kedua Undang-UndangNomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan. Bagi pelaku residive, terdapat hukuman tambahan berupa tambahan 1/3 dari ancaman pidana pokok, penjara seumur hidup, pidana mati, kebiri, pemasangan alat deteksi elektronik dan pengumuman identitas kepada publik. Hukuman tambahan kebiri bertentangan dengan Hak Asasi Manusia karena hukuman kebiri menghilangkan fungsi organ pelaku dan menimbulkan efek samping lain, sehingga dikategorikan sebagai hukuman yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat. Hak untuk tidak disiksa dan hak untuk tidak dihukum dengan hukuman yang kejam dan tidak manusiawi atau Non-Derogable Right. Hukuman kebiri tidak efektif dan tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku pelecehan seksual terhadap anak jika tidak diberi hukuman tambahan namun hanya menjalani hukuman penjara selama 15 tahun. Hukuman kebiri tidak efektif bagi para pelaku pedofilia yang menyasar anak-anak. Hukuman kebiri tak akan membuat efek jera bagi para pedofilia lantaran mereka mempunyai gangguan kejiwaan, sehingga penulis menyarankan adanya pola pendampingan yang dilakukan psikolog untuk memulihkan gangguan kejiwaan atau merehabilitasi pelaku pedofil selain memberikan hukuman.
KAJIAN HUKUM PIDANA INDONESIA ATAS PENYALAHGUNAAN ALAT BUKTI VISUM ET REPERTUM SEBAGAI SARANA UNTUK MELAKUKAN TINDAK PIDANA PEMERASAN Rohmat, Rohmat
Mimbar Keadilan Vol 13 No 1 (2020): Februari 2020
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30996/mk.v13i1.2667

Abstract

Visible evidence is a doctor's statement made in writing about medical results to humans who live or die, or parts or suspected parts of the human body, based on their knowledge and under oath for justice. The role of Visum et Repertum as one of the evidences in criminal cases concerning the human body. However, Visum et Repertum can be misused by some people to benefit themselves illegally, in other words, committing the crime of extortion. The problem in this paper is how the position of visum et repertum evidence in the study of the Indonesian Criminal Procedure Book, the strength of visum et repertum evidence and how the study of Indonesian criminal law against the evidence evidence visum et repertum is used as a means to commit extortion crimes. This type of research uses normative analysis research. The research material used is secondary material. Then the data collection method is carried out through literature studies, while the data analysis is done qualitatively. Based on the research results it can be concluded that Indonesian criminal law has not directly controlled it. It can be said that the strength of the Visum et Repertum evidence is only as a complementary instrument in the search for truth. Someone who intentionally uses post mortem for his own benefit illegally, then that person cannot be considered as a victim but other offenders related to witnesses. Based on the analysis of the criminal element in the monistic flow and the element of criminal responsibility in the dualistic flow, the perpetrators of this crime have fulfilled the dolus element. This means that someone already has intentional and intentional actions to get minor or severe injuries with a view to benefiting oneself illegally.Alat bukti visum merupakan pernyataan dokter yang dibuat secara tertulis mengenai hasil medis kepada manusia yang hidup atau mati, atau bagian atau diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan pengetahuan mereka dan di bawah sumpah demi keadilan. Peran Visum et Repertum sebagai salah satu alat bukti dalam perkara pidana mengenai tubuh manusia. Namun, Visum et Repertum dapat disalahgunakan beberapa orang untuk menguntungkan diri sendiri secara tidak sah, dengan kata lain, melakukan tindak pidana pemerasan. Permasalahan dalam paper ini adalah bagaimana kedudukan alat bukti visum et repertum dalam kajian Kitab Hukum Acara Pidana Indonesia, kekuatan alat bukti visum et repertum dan bagaimana kajian hukum pidana Indonesia terhadap alat bukti visum et repertum yang digunakan sebagai sarana untuk melakukan tindak pidana pemerasan. Jenis penelitian ini menggunakan penelitian analisis normatif. Bahan penelitian yang digunakan yaitu bahan sekunder. Kemudian metode pengumpulan data dilakukan melalui melalui studi literatur, sedangkan analisis data dilakukan secara kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa hukum pidana Indonesia belum secara langsung mengendalikannya. Dapat dikatakan bahwa kekuatan alat bukti Visum et Repertum hanya sebagai instrumen pelengkap dalam pencarian kebenaran. Seseorang yang dengan sengaja menggunakan visum untuk kepentingan diri sendiri secara tidak sah, maka orang tersebut tidak dapat dianggap sebagai korban tetapi pelaku pelanggaran lain sehubungan dengan para saksi. Berdasarkan analisis unsur pidana dalam aliran monistik dan unsur tanggung jawab pidana dalam aliran dualistik, maka pelaku tindak pidana ini telah memenuhi unsur dolus. Ini berarti bahwa seseorang telah memiliki niat dan tindakan yang disengaja untuk mendapatkan cedera ringan atau parah dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri secara tidak sah.
INDONESIAN JUDICIAL POWER POST AMENDMENT Nasution, Krisnadi
Mimbar Keadilan Vol 13 No 1 (2020): Februari 2020
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30996/mk.v13i1.2997

Abstract

Post the amendment of the Republic of Indonesia constitution, judicial authority in Indonesia underwent a fundamental change. The amendment was made based on the mandate contained in the 1945 Constitution post the amendment. Through normative juridical studies, an analysis of these changes will be carried out. The method of approach is based on statutory regulations and conceptually, as well as comprehensive. Post the amendment of the Republic of  Indonesia Constitution, in the beginning, only the Supreme Court had power in the field of justice. Then developed with the formation of new institutions in the field of justice namely: the Constitutional Court and the Judicial Commission. Through these additions, it is expected that checks and balances will occur in the formation of laws and regulations and the implementation of judicial power.
KEABSAHAN AKTA OTENTIK YANG DIBUAT OLEH NOTARIS PENGGANTI YANG PARA PIHAKNYA ADALAH KELUARGA NOTARIS YANG DIGANTIKAN Huduri, Andi Nurlaila Amalia
Mimbar Keadilan Vol 13 No 1 (2020): Februari 2020
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30996/mk.v13i1.2625

Abstract

Substitute Notaries and Notaries have the same in terms of authority, obligations, and responsibilities, as well as the prohibitions that apply to the Notary Public also apply to the Notary Substitute. As in the case of making an authentic deed based on Article 15 paragraph (1) of the UUJN, as well as with the Notary Substitute, nothing is different in terms of its authority, as long as it is not excluded by the Law. Likewise with the prohibition that applies to the Notary also applies to the Notary Substitute, one of the core discussion in this paper is that a Notary in making a deed is prohibited from making it for the Notary himself, a marriage-bound spouse, or someone who has a blood related relationship, a straight down line of ties, to the top, and the line to the side with the Notary. But what about the deed made by a Surrogate Notary at the request of the family of the Notary he replaces, if the Surrogate Notary does not have blood ties with the Notary he has replaced. In UUJN itself, which is a guideline for all Notaries, there are no specific rules or implicit or explicit rules governing the validity and position of the deed made by the Substitute Notary whose parties are the replaced Notary's family.Notaris maupun Notaris Pengganti memiliki kesamaan dalam hal kewenangan, kewajiban, serta tanggungjawab, begitupun dengan larangan yang berlaku pada Notaris berlaku juga untuk Notaris Pengganti. Seperti hal dalam membuat akta otentik berdasarkan Pasal 15 ayat (1)  UUJN, begitupun dengan Notaris Pengganti, tidak ada yang berbeda dalam hal kewenangannya, selama tidak dikecualikan oleh UU. Begitupun dengan larangan yang berlaku bagi Notaris berlaku juga bagi Notaris Pengganti, salah satunya inti pembahasan dalam tulisan ini ialah seorang Notaris dalam membuat akta dilarang membuatkan untuk Notaris itu sendiri, pasangan terikat perkawinan, atau orang yang mempunyai pertalian sedarah, garis pertalian lurus ke bawah, ke atas, serta garis ke samping dengan Notaris tersebut. Namun bagaimana halnya dengan akta yang dibuat oleh seorang Notaris Pengganti atas permintaan keluarga Notaris yang digantikannya, jika Notaris Pengganti tersebut tidak memiliki ikatan darah dengan Notaris yang digantikannya. Dalam UUJN sendiri yang merupakan pedoman untuk semua Notaris belum ada aturan khusus atau yang tertuang secara implisit maupun eksplisit yang mengatur tentang keabsahan dan bagaimana kedudukan atas akta yang dibuat oleh Notaris Pengganti yang para pihaknya adalah keluarga Notaris yang digantikan.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DATA PRIBADI KONSUMEN PENGGUNA GOJEK Aprilia, Mega Lois; Prasetyawati, Endang
Mimbar Keadilan Februari 2017
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30996/mk.v0i0.2202

Abstract

Perkembangan teknologi dan komunikasi membawa pengaruh terhadap perdagangan secara online misalnya keberadaan perusahaan jasa angkutan secara online. Perusahaan Gojek memberikan layanan transportasi, gofood dan lainnya. Pelayanan online dilakukan dengan mensyaratkan adanya pengisian data pribadi konsumen pada perusahaan Gojek. Namun data tersebut sering disalahgunakan. Penelitian yang dilakukan penulis ini bertujuan untuk menjawab permasalahan yang ada pada masyarakat yakni, Bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap data pribadi konsumen pengguna jasa gojek? Apa akibat hukum bila terjadi wanprestasi dalam perjanjian Gojek? Penelitian ini menggunakan metode Yuridis Normatif Dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang informasi dan Transaksi Elektronik serta Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang perlindungan Konsumen yang belum secara lengkap mengatur tentang perlindungan data pribadi milik konsumen gojek, serta akibat hukunya bila terjadi wanprestasi ialah hukuman atau sanksi berupa ganti rugi.
PERLINDUNGAN HAK DISABILITAS MENDAPATKAN PEKERJAAN DI PERUSAHAAN SWASTA DAN PERUSAHAAN MILIK NEGARA Istifarroh, Istifarroh; Nugroho, Widhi Cahyo
Mimbar Keadilan Vol 12 No 1 (2019): Februari 2019
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30996/mk.v12i1.2164

Abstract

Penelitian ini membahas tentang perlindungan hak atas pekerjaan terhadap penyandang disabilitas. Didalam penulisan penelitian ini penyandang disabilitas juga mempunyai hak yang sama dengan para pekerja non disabilitas, didalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 28D ayat (2) menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Jadi para penyandang disabilitas juga mempunyai hak untuk bekerja tanpa harus adanya Diskriminasi. Pemerintah juga mempunyai kewajiban untuk memenuhi hak-hak penyandang disabilitas khususnya untuk mendapatkan pekerjaan. Undang-Undang No. 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas Pasal 11 huruf (g) menyatakan untuk memperoleh kesempatan dalam mengembangkan jenjang karier serta segala hak normatif yang melekat didalamnya. Perusahaan swasta dan BUMN wajib memperkerjakan paling sedikit 1% penyandang disabilitas dan perusahaan yang sudah memperkerjakan penyandang disabilitas sudah diatur pada Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 67 ayat (1) menyatakan bahwa pengusaha yang memperkerjakan tenaga kerja penyandang cacat wajib memberikan perlindungan sesuai dengan jenis kecacatannya.
AKTUALISASI NEGARA HUKUM PANCASILA DALAM MEMBERANTAS KOMUNISME DI INDONESIA Hufron, Hufron; Hajjatulloh, Hajjatulloh
Mimbar Keadilan Vol 13 No 1 (2020): Februari 2020
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30996/mk.v13i1.2949

Abstract

Actualization of the Pancasila Rule of Law in the Prevention and Eradication of Communism in Indonesia can be done with 2 (two) things, namely legally and sociologically. Judicially, the prevention and eradication of communism is carried out with law enforcement based on TAP MPRS XXV / 1966, Law No. 27/1999 concerning Crimes Against State Security, Law No. 2 of 2011 concerning Amendments to Law Number 2 of 2008 concerning Political Parties and Law of Law Number 16 of 2017 concerning the Establishment of Government Regulations in lieu of Law Number 2 of 2017 concerning Amendments to Law Number 17 of 2013 concerning Social Organizations Become a law.The method of preventing and eradicating communism sociologically is carried out by actualizing the values of Pancasila into the life of society, nation and state and instilling and practicing the values of Pancasila from an early age. In addition, what is no less important is realizing Sila for Sila in Pancasila into government policies to show the public that “Pancasila is an open state ideology that can solve all national problems including poverty and social inequality”.Aktualisasi Peraturan Hukum Pancasila dalam Pencegahan dan Pemberantasan Komunisme di Indonesia dapat dilakukan dengan 2 (dua) hal, yaitu secara hukum dan sosiologis. Secara yuridis, pencegahan dan pemberantasan komunisme dilakukan dengan penegakan hukum berdasarkan TAP MPRS XXV / 1966, UU No. 27/1999 tentang Kejahatan Terhadap Keamanan Negara, UU No. 2 tahun 2011 tentang Amandemen Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Politik Pihak dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Sosial Menjadi Undang-Undang. Metode pencegahan dan pemberantasan komunisme secara sosiologis dilakukan oleh mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila ke dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara dan menanamkan dan mempraktikkan nilai-nilai Pancasila sejak usia dini. Selain itu, yang tidak kalah penting adalah mewujudkan Sila untuk Sila di Pancasila menjadi kebijakan pemerintah untuk menunjukkan kepada publik bahwa “Pancasila adalah ideologi negara terbuka yang dapat menyelesaikan semua masalah nasional termasuk kemiskinan dan ketidaksetaraan sosial”.
PENYADAPAN SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM TINDAK PIDANA UMUM BERDASARKAN HUKUM ACARA PIDANA Fitria, Raissa Anita
Mimbar Keadilan Agustus 2017
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30996/mk.v0i0.2192

Abstract

Tindakan penyadapan awalnya sering digunakan untuk mengungkap kasus-kasus tindak pidana khusus, karena di dalam tindak pidana khusus diperlukan metode yang bersifat khusus pula untuk mengungkapnya. Adanya Rancangan KUHAP yang memasukan beberapa tindak pidana umum untuk dilakukan tindakan penyadapan akan membuat para penegak hukum mudah menerobos masuk ke dalam hak privasi seseorang mengatasnamakan kepentingan hukum. Berdasarkan hal tersebut perlu ditinjau kembali apakah dalam tindak pidana umum diperlukan adanya tindakan penyadapan dan bagaimana perlindungan hukum bagi orang yang dilakukan penyadapan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan menggunakan pendekan konseptual. Hasil dari penelitian ini antara lain bahwa dalam tindak pidana umum tidak diperlukan adanya tindakan penyadapan karena karakteristik tindak pidana umum dan tindak pidana khusus berbeda, serta perlindungan hukum bagi orang yang dilakukan tindakan penyadapan salah satunya dapat mengajukan pra peradilan yang berujung dengan ganti rugi dan/atau rehabilitasi. Oleh sebab itu di dalam Rancangan KUHAP beberapa jenis tindak pidana umum yang dapat dilakukan penyadapan sebaiknya dihapuskan serta dibentuk Undang-Undang tentang Penyadapan yang memuat hukum formilnya juga.
PENEGAKAN HUKUM ILLEGAL FISHING Harliza, Elvinda Rima; Michael, Tomy
Mimbar Keadilan Vol 13 No 1 (2020): Februari 2020
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30996/mk.v13i1.3054

Abstract

Indonesia is a country that has a large area in the waters, so that foreign fishermen always escape illegal fishing activities. This theft occurred because of the lack of attention from the water inspectors. Until now, fish theft is still common. Because of this, Indonesia must suffer a huge loss of up to Rp 30 trillion each year. When viewed with a percentage reaching 25% with the amount of 1.6 million tons annually. These problems have resulted in many parties being harmed because of illegal fishing, so law enforcement is needed to regulate these actions. This is the reason the author writes a journal with the title Illegal Fish Enforcement. With the formulation of the problem as follows: "What are the arrangements for the enforcement of Illegal Fishing in Indonesia?". And "What is the legal arrangement of Illegal Fishing in international law?". This study uses a normative method that has been well applied by Indonesia today, also applied internationally. In this study the law is enforced by applying the reference of the 2009 Law on Fisheries contained in No. 45. This can be seen from all aspects starting from the investigation, its investigation, to the re-hearing. This is also explained in the Criminal Procedure Code issued in 1981 in Law No. 8. Under UNCLOS international sea law regulated by the United Nations regarding fishing sovereignty is only permitted if at any time it has obtained a shipping and fishing permit. And between the two countries must have bilateral agreements on sea territories.Indonesia merupakan sebuah negara yang punya wilayah besar dalam perairan, hingga membuat para nelayan asing selalu lolos dalam kegiatan illegal fishing. Terjadinya pencurian ini karena tidak adanya perhatian dari para pengawas perairan. Sampai saat ini, pencurian ikan ini masih sering terjadi. Karena hal ini, Indonesia harus mengalami kerugian yang besar mencapai Rp 30 triliun di tiap tahunnya. Jika dilihat dengan persenannya mencapai 25% dengan jumlah 1,6 juta ton setiap tahunnya. Persoalan-persoalan ini mengakibatkan banyak pihak yang dirugikan karena perbuatan Illegal Fishing, maka sangat diperlukan penegakan hukum yang mengatur tentang perbuatan tersebut. Inilah alasan penulis menulis jurnal dengan Judul Penegakan Hukum Illegal Fish. Dengan rumusan masalah “Bagaimana pengaturan penegakan hukum Illegal Fishing di Indonesia ?” dan “Bagaimana pengaturan hukum Illegal Fishing dalam hukum internasional ?”. Penelitian ini menggunakan metode normatif yang telah diberlakukan dengan baik oleh di Indonesia saat ini, juga diberlakukan di Internasional. Di dalam penelitian ini hukum ditengakkan dengan memberlakukan acuan dari Pasal 45 Undang-Undang Tahun 2009 tentang Perikanan. Ini dapat dlihat dari segala aspek mulai dari penyidikannya, penunututannya, hingga dilakukannya siding ulang. Hal ini dijelaskan juga dala Hukum Acara Pidana yang dikeluarkan tahun 1981 di Undang-Undang di Nomor 8. Berdasarkan hukum laut internasional UNCLOS yang diatur oleh PBB tentang kedaulatan pengkapan ikan hanya diperbolehkan jika kapan tersebut telah mendapatkan sebuah izin pelayaran dan penangkapan ikan. Dan antar kedua negara harus memiliki perjanjian bilateral tentang teritorial laut.

Page 1 of 21 | Total Record : 201