cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Jurnal Kelautan Tropis
Published by Universitas Diponegoro
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject :
Arjuna Subject : -
Articles 321 Documents
Pemetaan Klasifikasi Dan Analisa Perubahan Ekosistem Mangrove Menggunakan Citra Satelit Multi Temporal Di Karimunjawa, Jepara, Indonesia Nurul Latifah; Sigit Febrianto; Hadi Endrawati; Muhammad Zainuri
Jurnal Kelautan Tropis Vol 21, No 2 (2018): JURNAL KELAUTAN TROPIS
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (584.107 KB) | DOI: 10.14710/jkt.v21i2.2977

Abstract

Mapping of Classification and Analysis of Changes in Mangrove Ecosystem Using Multi-Temporal Satellite Images in Karimunjawa, Jepara, Indonesia  Mangrove ecosystem is one of the three ecosystem in the coastal area which has important ecological role in supporting marine life and fisheries resources. These important roles include spawning ground and nursery ground for various marine organisms. However, in the last decades, mangrove ecosystem has been undergoing significant degradation. The aim of this research is to quantify the changes of mangrove coverage and density in Karimunjawa as well as key-factors leading to the changes. Supervised classification method (83% accuracy and Kappa coefficient 0.73%) was applied to satellite images to identify the temporal changes in mangrove coverage. Mangrove density was quantified using NDVI algorithm and NIR-RED wavelength. The result shows that during three periods of observed data, changes in mangrove coverage were significant: 126.81 ha increase (1992 – 2003); 82.37 ha decrease (1992 – 2017); and 209.18 ha decrease (2003 – 2017). Mangrove density in most part of Karimunjawa belongs to the category of ‘low’ (NDVI value: -1 – 0.33). Key factors contributing to the decrease mangrove coverage are deforestation, natural phenomena, land conversion into fish ponds and hotels. The only increase in the year 1992 – 2003 was caused by high sedimentation level that allows more mangroves to grow. Overall, the methods in this research could be used as an approach to describe to effectively monitor the changes of mangrove coverage in an area as basic data for sustainable environmental management. Ekosistem mangrove merupakan salah satu dari tiga ekosistem pesisir yang memiliki peranan ekologis penting dalam mendukung kehidupan dan keberlangsungan dari sumberdaya perikanan.  Hal tersebut dikarenakan fungsi mangrove sebagai tempat memijah dan asuhan bagi banyak biota air. Beberapa dekade terakhir keberadaan dari ekosisitem mangrove mengalami degradasi yang sangat signifikan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan luasan dan kerapatan mangrove dan mengidentifikasi faktor penyebabnya.  Metode analisa perubahan luasan mangrove menggunakan citra satelit multi temporal dengan dilakukan pembuatan klasifikasi menggunakan metode supervised classification dengan nilai akurasi total 83% dengan Kappa koefisien 0,73%.  Setelah terseleksi antara mangrove dan non mangrove maka dilakukan perhitungan kerapatan tajuk menggunakan algoritma NDVI dengan memanfaatkan panjang gelombang NIR dan RED.  Hasil analisa spasial dengan rentang 3 tahun berbeda didapatkan perubahan penurunan dan penambahan luasan mangrove terjadi secara signifikan: tahun 1992 – 2003 telah terjadi penambahan luasan sebesar 126,81 ha; tahun 1992–2017 terjadi perubahan luasan sebesar 82,37 ha;  tahun 2003–2017 terjadi perubahan luasan sebesar 209,18 ha.  Kerapatan mangrove di Karimunjawa sebagian besar tergolong kategori kerapatan jarang dengan nilai NDVI antara -1 – 0,33. Faktor utama penyebab penurunan luasan mangrove antara lain penebangan liar, faktor alam, perubahan fungsi lahan menjadi pertambakan dan perhotelan.  Penambahan luasan mangrove terjadi pada antara tahun1992 sampai 2003 hal tersebut disebabkan sedimentasi yang menumpuk di pantai dan sudah ditumbuhi oleh mangrove.  Secara keseluruhan metode ini dapat menggambarkan perubahan secara efektif serta hasilnya dapat dipergunakan untuk pemantauan dan perencanaan ekosistem mangrove di suatu wilayah. 
Kandungan Pigmen, Total Fenolik Dan Aktivitas Antioksidan Sargassum sp. Sri Sedjati; Endang Supriyantini; Ali Ridlo; Nirwani Soenardjo; Victorina Yulina Santi
Jurnal Kelautan Tropis Vol 21, No 2 (2018): JURNAL KELAUTAN TROPIS
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (594.309 KB) | DOI: 10.14710/jkt.v21i2.3329

Abstract

Pigmen content, total phenolic compound and antioxidant activity Sargassum sp.   Sargassum sp. contains secondary metabolites which potentially act as natural source of antioxidant. The purpose of this study was to determine bioactive contents (pigments, total phenolic compounds), and antioxidant activities of Sargassum sp. The method of this research is descriptive-explorative.  Sample was extracted with methanol, while pigments extraction with aseton 80%.  Chlorophyll a, b and carotenoids were carried out with spectrophotometer method. The total phenolic compounds were analyzed by spectrophotometer method using Follin-Ciocalteu reagent, and antioxidant activities were measured using DPPH (1,1-diphenyl-2- picrylhidrazyl) method. The result of this research showed that methanol extract of Sargassum sp. had the presence of chlorophyll a 2.84 mg/g, chlorophyll b 1.15 mg/g, and carotenoids 2.63 μmol/g sample. The total phenolic compounds of methanol extract were 57.97 mg GAE/g sample. Methanol extract of Sargassum sp. was showing a strong antioxidant activity that could be seen in IC50 value (69,27 ppm) in less than 100 ppm concentration. Sargassum sp. mengandung beberapa metabolit sekunder yang berpotensi sebagai sumber antioksidan alami. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji komponen bioaktif (pigmen, total fenolik) dan aktivitas antioksidan dari rumput laut Sargassum sp. Metoda penelitian ini adalah diskriptif eksploratif.  Sampel Sargassum sp. basah diekstraksi dengan cara maserasi dengan pelarut  metanol, sedangkan ekstraksi pigmen menggunakan aseton 80%. Penentuan kadar pigmen (klorofil a, b, karotenoid ), total fenolik dan aktivitas antioksidan berdasarkan metode spektrofotometri. Total fenolik diukur berdasarkan uji Follin-Ciocalteu, dan   aktivitas antioksidan  berdasarkan uji DPPH (1,1-diphenyl-2- picrylhidrazyl). Hasil penelitian menunjukan bahwa ekstrak metanol Sargassum sp.  mengandung pigmen klorofil a sebesar 2,84 mg/g, klorofil b sebesar 1,15 mg/g, dan karotenoid sebesar 2,63 μmol/g. Kadar total fenolik ekstrak metanol adalah 57,97 mgGAE/g, sementara aktivitas antioksidannya  (IC50) sebesar 69,27 ppm.  Berdasarkan nilai IC50nya, ekstrak metanol Sargassum sp berpotensi sebagai antioksidan kuat (kurang dari 100 ppm).
Pertumbuhan Kepiting Bakau (Scylla serrata Forsskål, 1775) dengan Ukuran Pakan Berbeda pada Budidaya dengan Sistem Baterai Ali Djunaedi; Sunaryo Sunaryo; Bagus Pitra Aditya
Jurnal Kelautan Tropis Vol 18, No 1 (2015): JURNAL KELAUTAN TROPIS
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (280.503 KB) | DOI: 10.14710/jkt.v18i1.513

Abstract

Kepiting bakau (S. serrata Forsskål, 1775) merupakan salah satu sumber daya perikanan bernilai ekonomis tinggi dan potensial untuk dibudidayakan. Pakan adalah faktor produksi yang penting dalam budidaya kepiting bakau. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian pelet yang berbeda ukuran bagi pertumbuhan kepiting bakau (S. serrata Forsskål, 1775). Metode penelitian ini menggunakkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 10 kali ulangan pada masing-masing perlakuan, yaitu: perlakuan A (diameter pelet + 10 mm), perlakuan B (diameter pelet + 5 mm) dan perlakuan C (diameter pelet + 1 mm). Data laju pertumbuhan spesifik (SGR) dianalisis dengan Anova. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pelet yang berbeda ukuran berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap Laju Pertumbuhan Spesifik (SGR), Rasio Konversi Pakan (FCR) dan Rasio Efisiensi Protein (PER). Hal tersebut menunjukkan bahwa ukuran pellet sangat menentukan pertumbuhan Kepiting Bakau (S. serrata Forsskål, 1775).Kata Kunci : Ukuran Pelet, Kepiting Bakau (S. serrata Forsskål, 1775), Laju Pertumbuhan Spesifik (SGR) Mud crab (S. serrata Forsskål, 1775) is one of the fisheries resources that has high economic value and potential to be cultivated. Feed is one of important production factors on the mud crab farming. The purpose of this study is investigated the effect of different sizes pellets on the growth of mud crab (S. serrata Forsskål, 1775). The research method in this study was used experimental laboratory with completely randomized design (CRD) with 3 treatments and 10 replications in each treatment. Specific growthrate (SGR) data was analyzed with anova. These results indicate that administration of treatment different size pellets effect is very significant (p<0,01) on Specifik Growthrate (SGR), Feed Conversion Ratio (FCR) and Protein Efiecient Ratio (PER). Its that suggest that pellet size affect on the growthrate of the mud crab (S. serrata Forsskål, 1775).Keywords: Pellet Size, Mud crab (S. serrata Forsskål, 1775), Specific growth rate (SGR)
Struktur Komunitas dan Anatomi Rumput Laut di Perairan Teluk Awur, Jepara dan Pantai Krakal, Yogyakarta Rini Pramesti; AB. Susanto; Wilis A Setyati; Ali Ridlo; Subagiyo Subagiyo; Yohanes Oktaviaris
Jurnal Kelautan Tropis Vol 19, No 2 (2016): JURNAL KELAUTAN TROPIS
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (651.913 KB) | DOI: 10.14710/jkt.v19i2.822

Abstract

Seaweed has ecological benefits as well as economic value. Waters condition of Awur Bay and Krakal Beach supported this plant’s growth. There’s not yet the latest information about the vegetation. Utilization is still limited on some specieses. Tourist and inhabitant’s activities who take this plant would give impact to this plant’s vegetation. Therefore, it’s necessary to have data collecting, monitoring, and controlling at both of location. This research was aim to inventarisasi of seaweed for morphologic and anatomic characteristics at both of location. The research of method is explorative descriptive. The results showed that the amount of seaweed which was found at Awur Bay based on the morphology characteristics consist of two divisions was Chlorophyta (3 species) and Phaeophyta (5 species). Beside that, the amount of seaweed which was found at Krakal Beach based on the morphology characteristics consist of three divisons was Chlorophyta (4 species), Phaeophyta (2 species) and Rhodophyta (11 species). Three types of cell (anatomy) i.e. epidermis, kortex and medulla. The results of seaweed which found at Krakal Beach are density, frequency, cover percentage, important value index, and ecology index was taller than Awur Bay.Rumput laut bermanfaat secara ekologis maupun ekonomis. Kondisi perairan Teluk Awur, Jepara dan Pantai Krakal, Yogyakarta mendukung tumbuhan ini dapat tumbuh. Pemanfaatannya masih terbatas pada jenis tertentu. Aktivitas wisatawan dan penduduk sekitar yang mengambil tumbuhan ini akan berpengaruh sehingga perlu dilakukan penelitian tentang struktur komunitas di kedua lokasi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas, inventarisasi jenis baik secara morfologi dan anatomi. Metode yang digunakan yaitu metode deskriptif eksploratif. Hasil penelitian menunjukkan jumlah jenis rumput laut yang ditemukan di Teluk Awur terdiri dari dua divisi yaitu Chlorophyta (3 jenis) dan Phaeophyta (5 jenis). Jumlah jenis yang ditemukan di Pantai Krakal terdiri dari tiga divisi yaitu Chlorophyta (4 jenis), Phaeophyta (2 jenis) dan Rhodophyta (11 jenis). Tiga jenis sel penyusun thallus yaitu sel epidermis, korteks dan medulla. Struktur komunitas yang ditemukan di Pantai Krakal meliputi kepadatan, frekuensi, persentase penutupan, indeks nilai penting, dan indeks ekologi lebih tinggi daripada di Teluk Awur.                                                                                                                                                                               
Kepadatan Dan Persebaran Kepiting (Brachyura) Di Ekosistem Hutan Mangrove Segara Anakan Cilacap Sri Redjeki; Mas’ad Arif; Retno Hartati; Laras Kinanti Pinandita
Jurnal Kelautan Tropis Vol 20, No 2 (2017): JURNAL KELAUTAN TROPIS
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (535.405 KB) | DOI: 10.14710/jkt.v20i2.1739

Abstract

Segara Anakan area is a lagoon surrounded by mangrove forests and muddy land. Mangrove forests have an ecological function such as spawning ground, nursery ground, and feeding ground for various biota. The destruction of mangrove forests caused by human activities is quite alarming and affects the survival of living biota in it, one of them is crabs. Changes in the structure and composition of the crabs in mangrove ecosystems caused by habitat changes can be used as an indicator for water quality by biological index approach through population monitoring, community composition, or even the ecosystem function. So that, by the study of abundance and distribution of crabs on mangrove vegetation, the results can be used as monitoring of environmental conditions of mangrove ecosystems in Segara Anakan Area. This research was conducted to determine about the composition, abundance, diversity index, uniformity index, dominance index, and pattern of distribution of crabs on mangrove ecosystems in Segara Anakan, Cilacap. The sampling was conducted in July, 2016 in 3 locations namely Panikel, Bondan, and Kalibuntu. To determine the sampling location using random method of stratification. Crab sampling using 5m x 5m transect method in 3 stations with 3 repetitions at each station. The results of this research found 12 species consisting of 3 families of crabs. Ocypodidae Family is the most commonly crabs found in 3 location. The highest abundance of crab is in Kalibuntu (1,56 ind/m2) an the lowest abundance is in Panikel (1,27 ind/m2). There are two pattern of distribution of crabs in this research,  namely random and clumped. The diversity index values are in the medium category, whereas the uniformity index value is in the high category. In this research there is no dominance in all research location.  Kawasan Segara Anakan merupakan laguna yang dikelilingi oleh hutan-rawa mangrove yang luas dan daratan berlumpur. Hutan mangrove memiliki fungsi ekologis antara lain sebagai tempat pemijahan, pembesaran, dan mencari makan bagi berbagai biota didalamnya. Kerusakan hutan mangrove yang terjadi karena adanya aktivitas manusia cukup mengkhawatirkan dan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup biota yang hidup didalamnya, salah satunya adalah kepiting. Perubahan struktur dan komposisi kepiting pada ekosistem mangrove yang diakibatkan oleh adanya perubahan habitat dapat dijadikan indikator kualitas perairan dengan pendekatan indeks biologi melalui monitoring jumlah populasi, komposisi komunitas maupun fungsi ekosistemnya. Sehingga dengan dilakukannya kajian tentang Kepadatan dan Persebaran kepiting pada vegetasi mangrove hasilnya dapat digunakan sebagai monitoring kondisi lingkungan ekosistem mangrove di Kawasan Segara Anakan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui komposisi, kepadatan, indeks keanekaragaman, keseragaman, dominansi, dan pola sebaran kepiting pada ekosistem mangrove di Segara Anakan Cilacap. Pengambilan sampel dilaksanakan pada bulan Juli 2016 di 3 lokasi yakni Desa Panikel, Bondan, dan Kalibuntu. Penentuan lokasi sampling dengan metode acak berstratifikasi Pengambilan sampel kepiting menggunakan metode transek 5m x 5m dengan jumlah stasiun sebanyak 3 dan 3 kali pengulangan pada setiap stasiunnya. Hasil penelitian ditemukan 12 jenis spesies yang terdiri dari 3 famili kepiting. Famili Ocypodidae paling banyak ditemukan pada 3 lokasi penelitian. Kepadatan kepiting tertinggi terdapat pada Lokasi Kalibuntu (1,56 ind./m2) dan terendah di Lokasi Panikel (1,27 ind/ m2). Terdapat dua pola sebaran kepiting di lokasi penelitian, yaitu acak dan mengelompok. Nilai Indeks Keanekaragaman masuk dalam kategori sedang, sedangkan nilai indeks keseragaman dalam kategori tinggi. Dalam penelitian ini tidak terdapat dominansi pada seluruh stasiun penelitian.  
Karakteristik Sebaran Fitoplankton di Perairan Muara Sungai Sugihan, Sumatera Selatan Mulyadi Mulyadi; Tengku Zia Ulqodry; Riris Aryawati; Isnaini Isnaini; Heron Surbakti
Jurnal Kelautan Tropis Vol 22, No 1 (2019): JURNAL KELAUTAN TROPIS
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (739.403 KB) | DOI: 10.14710/jkt.v22i1.3178

Abstract

The anthropogenic activity around Sugihan Estuary might drive changes on physical-chemical factors which affect the abundance and distribution of phytoplankton in the Sugihan Estuary. The purpose of this study was to analyze the abundance and distribution of phytoplankton based on physical-chemical parameters at Sugihan Estuary, South Sumatera. Samples were taken at 18 stations in towards low tide condition. The measured parameters include light intensity, visibility, temperature, current velocity, salinity, pH, dissolved oxygen, nitrate, phosphate and phytoplankton samples. Principal Component Analysis (PCA) was used to determine the characteristic of phytoplankton distribution. We found 14 genus of phytoplankton which consist of 13 genera of Bacillariophyceae and 1 genus of Dinophyceae. The entire observation stations were classified into four groups based on abundance and the genus of phytoplankton. The phytoplankton abundance ranged between 101 cell/l to 1071 cell/l. The phytoplankton abundance and distribution are in linear correlation with light intensity, visibility, pH, dissolved oxygen, salinity and current velocity. This research could contribute on describing the water productivity level of Sugihan Estuary.    Aktivitas di perairan Muara Sungai Sugihan berpotensi mengakibatkan perubahan kondisi fisika-kimia perairan yang berpengaruh pada kelimpahan dan distribusi fitoplankton. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis kelimpahan dan distribusi fitoplankton dalam kaitannya dengan parameter fisika dan kimia perairan Muara Sugihan, Sumatera Selatan. Pengambilan sampel dilakukan pada 18 titik stasiun dalam kondisi perairan menuju surut. Parameter lingkungan yang diukur meliputi intensitas cahaya, kecerahan, suhu, kecepatan arus, salinitas, pH, oksigen terlarut, nitrat, fosfat dan sampel fitoplankton. Karakteristik sebaran fitoplankton dianalisis dengan menggunakan Analisis Komponen Utama (PCA). Hasil pengamatan fitoplankton ditemukan sebanyak 14 genus, 13 genus dari kelas Bacillariophyceae dan satu genus dari kelas Dinophyceae. Seluruh stasiun pengamatan dikelompokkan menjadi empat kelompok berdasarkan kelimpahan dan genus fitoplanktonnya. Kelimpahan fitoplankton berkisar antara 101 sel/l hingga 1071 sel/l. Hubungan distribusi dan kelimpahan fitoplankton berbanding lurus dengan intensitas cahaya, kecerahan, pH, oksigen terlarut, salinitas dan kecepatan arus. Penelitian ini dapat berkontribusi dalam menggambarkan tingkat kesuburan perairan di Muara Sungai Sugihan Sumatera Selatan.
Laju Ekploitasi Lobster Batu Panulirus penicillatus, Olivier, 1791 (Malacostraca : Palinuridae) di Perairan Laut Yogyakarta Irwani Irwani; Widy Febriansyah; Agus Sabdono; Diah Permata Wijayanti
Jurnal Kelautan Tropis Vol 22, No 2 (2019): JURNAL KELAUTAN TROPIS
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (290.472 KB) | DOI: 10.14710/jkt.v22i2.6255

Abstract

Indonesia is an area that has various types of beaches with different topography and is a region producing one of the lobsters that have a very high economic value. Yogyakarta had three coastal districts that have lobster produce that is Kulonprogo Regency, Bantul Regency and Gunung Kidul Regency. This research aims to know exploitation rate, the growth model of Von Bertalanffy, mortality, length-weight relationship and distribution of carapace length and to know mortality in spiny lobster (Panulirus Pacillatus) in Yogyakarta Special Region. Data were collected at three beaches namely Depok, Congot and Baron coastal waters. Data was analyse used FISAT II software. The distribution of carapace lengths of stone lobster caught during the research ranged from 40,2-102 mm and the results indicated that the dominant lobster was caught with the highest number of catches below the midterm size of 76,3 mm. Total mortality (Z) 4,251, natural mortality (M) 0,708, taking mortality (F) 3,543, and exploitation rate (E) 0,833 so that the mortality due to taking value of spiny lobster is much higher than natural mortality. Indonesia adalah daerah yang mempunyai berbagai jenis pantai dengan topografi yang berbeda–beda serta merupakan  daerah penghasil salah satu lobster yang memiliki nilai ekonomis sangat tinggi. Yogyakarta memiliki tiga Kabupaten wilayah pantai yang memiliki hasil lobster yaitu Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pemanfaatannya, mortalitas, model pertumbuhan von bertalanffy lobster batu (Panulirus penicillatus) di Daerah Istimewa Yogyakarta. Data diperoleh di tiga pesisir yauitu, Pesisr Depok, Congot dan Baron. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan FISAT II. Distribusi ukuran panjang karapas lobster batu yang tertangkap selama penelitian berkisar antara 40,2–102, mm dan hasil  menunjukkan bahwa lobster dominan tertangkap yang jumlah hasil tangkapnya paling banyak dibawah ukuran nilai tengah 76,3 mm. Panjang total lobster memiliki ukuran terpendek 22,1 cm dan terpanjang 83,4 cm. Hasil yang didapatkan laju mortalitas total (Z) 4,251, nilai mortalitas alami (M) 0,708 , mortalitas penangkapan (F) 3,543 dan laju eksploitasinya (E) 0,833 sehingga diketahui nilai mortalitas penangkapan dari lobster batu jauh lebih tinggi dibandingkan mortalitas akibat alami.
Struktur Komunitas Larva Ikan Pada Ekosistem Padang Lamun Di Perairan Jepara Ita Riniatsih
Jurnal Kelautan Tropis Vol 19, No 1 (2016): JURNAL KELAUTAN TROPIS
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (99.804 KB) | DOI: 10.14710/jkt.v19i1.596

Abstract

Seagrass meadow ecosystem as one of the ecosystems in the coastal region that is productive has an ecological function as a place for spawning, care for larvae produced and a place to find various marine organisms that live in it. The sustainability and diversity of marine organisms is very dependent on the biophysical presence and condition of seagrass beds as a temporary habitat or habitat during its life cycle. Research on the study of the ecological functions of seagrass beds was carried out to see how far the connection between seagrass meadows conditions and fish larvae diversity used seagrass meadows for shelter and foraging. This descriptive method research was carried out in the Jepara seagrass ecosystem in Teluk Awur, Bandengan Beach and Mororejo waters. Fish samples are caught using a blade, which is pushed 150 meters along the coastline. The total number of fish larvae caught during the study was 570 from 12 families. The identification results showed that the fish families caught were Apogonidae, Carapidae, Blenniidae, Egraulidae, Epilephenidae, Gerridae, Heniranphidae, Labridae, Gobiidae, Lutjanidae, Syngnathidae, Mullidae, and Siganidae. Fish families identified were dominated by Gobiidae, Bleniidae and Eugraulidae families. Based on the location of observation, the Bandengan waters location is the location with the highest fish larvae catches, as many as 9 families, as many as 7 families of Teluk Awur waters and Mororejo waters as many as 5 families. Ekosistem padang lamun sebagai salah satu ekosistem di wilayah pesisir yang produktif  mempuyai fungsi secara ekologis sebagai tempat untuk memijah, daerah asuhan bagi larva yang dihasilkan dan tempat untuk mencari makan berbagai organism laut yang hidup di dalamnya. Kelestarian dan keanekaragaman organism laut sangat tergantung dari keberadaan dan kondisi biofisik padang lamun sebagai habitat sementara atau habitat selama siklus hidupnya. Penelitian tentang kajian fungsi ekologis  padang lamun ini dilakukan untuk melihat seberapa jauh keterkaitan tentang kondisi padang lamun dengan keaneragaman larva ikan yang memanfaatkan padang lamun untuk tempat  berlindung  dan mencari makan.  Penelitian dengan metoda deskriptif ini dilakukan di ekosistem padang lamun Jepara di perairan Teluk Awur, Pantai Bandengan dan perairan Mororejo. Sampel ikan di tangkap dengan menggunakan jarring sudu, yang didorong sepanjang 150 meter sejajar garis pantai. Jumlah total  larva ikan yang tertangkap selama penelitian adalah sebanyak 570 ekor dari 12 famili. Hasil identifikasi memperlihatkan famili ikan yang tertangkap adalah Apogonidae, Carapidae, Blenniidae, Egraulidae, Epilephenidae, Gerridae, Heniranphidae, Labridae, Gobiidae, Lutjanidae, Syngnathidae, Mullidae, dan Siganidae. Famili ikan yang teridentifikasi didominasi dari famili Gobiidae, Bleniidae dan Eugraulidae. Berdasarkan lokasi pengamatan, lokasi perairan Bandengan merupakan lokasi dengan hasil tangkapan larva ikan tertinggi, yaitu sebanyak 9 famili, perairan Teluk Awur sebanyak 7 famili dan perairan Mororejo sebanyak 5 famili. 
Konsentrasi Klorofil-a dan Keterkaitannya dengan Nutrient N, P di Perairan Jepara : Studi Perbandingan Perairan Muara Sungai Wiso dan Serang Lilik Maslukah; Sri Yulina Wulandari; Indra Budi Prasetyawan
Jurnal Kelautan Tropis Vol 20, No 2 (2017): JURNAL KELAUTAN TROPIS
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (409.4 KB) | DOI: 10.14710/jkt.v20i2.1697

Abstract

The existenece of nutrient is highly affected by human activities and causing the amount of chlorophyll-a which is the indicator of water fertility. Muara Wiso is a location located in the urban center of Jepara while Serang estuary is mostly impacted by agriculture activities in the upper area. This study has compared the concentration of chlrorophyll-a and its association with N and P nutrients in the two different environmental conditions in Jepara waters. Nutrient N was determined as a nitrite ion using the sulphanilamide method after it was reduced using a reduction column. P was determined as orthophosphate using ascorbic acid and chlorophyll-a method which were extracted from water sample filtrate, using 90% acetone. The results showed that the mean of N, P concentration of Wiso estuary was 1.3285 ± 0.33 mg N/l, 0.4723 ± 0.27 mg P/l and Serang estuary was 0.0172 ± 0.005 mg N/l, 0.3813 ± 0.21 mg P/l. The N/P ratio of Serang estuary has a higher value than Wiso.This condition caused the chlorophyll-a concentration at Serang estuary is twice higher than at Wiso. The abundance of chlorophyll-a concentration at Serang estuary is more affected by higher nutrient load of N. Keberadaan nutrien sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia dan dapat menyebabkan tingginya nilai konsentrasi klorofil-a yang merupakan indikator kesuburan perairan. Muara Wiso merupakan lokasi yang terletak di pusat perkotaan Jepara, sedangkan muara Serang lebih mendapatkan pengaruh dari aktivitas pertanian di daerah hulunya. Penelitian ini telah membandingkan konsentrasi klorofil-a dan keterkaitannya dengan nutrient N dan P pada dua kondisi lingkungan yang berbeda di perairan Jepara. Nutrien N ditentukan sebagai ion nitrit menggunakan metode sulphanilamide setelah direduksi menggunakan kolom reduksi. P ditentukan sebagai orthophosphate menggunakan metode asam askorbit dan klorofil-a diekstrak dari filtrate sampel air yang diekstrak menggunakan aseton 90%. Hasil penelitian menunjukan bahwa rerata konsentrasi N, P di muara Wiso 1.3285±0.33 mg N/l, 0.4723±0.27 mg P/l dan di muara Serang 0.0172±0.005 mg N/l, 0.3813±0.21 mg P/l. Rasio N/P muara Serang mempunyai nilai lebih tinggi dibanding Wiso. Kondisi ini menyebabkan konsentrasi klorofil-a muara Serang dua kali lebih tinggi dibanding Wiso. Tingginya klorofil-a di muara Serang lebih dipengaruhi nilai beban nutrient N yang lebih tinggi.  
Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Ekstraksi Habitat Perairan Laut Dangkal di Pantai Pemuteran, Bali, Indonesia Anang Dwi Purwanto; Kuncoro Teguh Setiawan; Devica Natalia Br. Ginting
Jurnal Kelautan Tropis Vol 22, No 2 (2019): JURNAL KELAUTAN TROPIS
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (381.698 KB) | DOI: 10.14710/jkt.v22i2.5092

Abstract

Indonesia had a large diversity of coastal ecosystems. One part of the them is the coral reef. The concept of mapping coral reef ecosystems has been outlined in the RSNI document about the mapping of shallow marine waters. The aim of this study is to map shallow marine waters using the 1981 and 2006 lyzenga methods. The mapping was made based on three classes including coral reef, mixed seagrass and macroalgae, and substrate. The location of the study was conducted at Pemuteran Beach, Bali. The data used were Landsat 8 imagery acquisition on 14 April 2018. Stages of data processing include atmospheric correction, radiometric correction, pansharpening, masking, cropping, and water column correction and classification. Water column correction used the Lyzenga 1981 and 2006. Classification methods to distinguish objects of shallow marine waters using the unsupervised method. The results showed differences in the results of extraction of shallow marine waters information using the Lyzenga 1981 with the 2006 Lyzenga method. The extraction results with the Lyzenga 2006 method provide more detailed information in identifying the three classes of shallow marine waters. Indonesia memiliki keanekaragaman ekosistem pesisir yang cukup besar. Salah satu bagian dari ekosistem tersebut adalah ekosistem terumbu karang. Konsep pemetaan ekosistem terumbu karang telah dituangkan dalam RSNI tentang pemetaan habitat dasar perairan laut dangkal. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan pemetaan habitat perairan laut dangkal dengan menggunakan metode lyzenga 1981 dan 2006.  Pemetaan tersebut dibuat berdasarkan tiga kelas diantaranya: kelas terumbu karang, kelas campuran padang lamun dan makro alga, serta kelas substrat dasar. Lokasi penelitian dilaksanakan di Pantai Pemuteran, Bali. Data yang digunakan adalah citra Landsat 8 akuisisi 14 April 2018. Tahapan pengolahan data meliputi, koreksi atmosferik, koreksi radiometrik, proses pansharpening, proses masking darat air, cropping, serta koreksi kolom air serta klasifikasi. Koreksi kolom air menggunakan metode Lyzenga 1981 dan 2006. Klasifikasi untuk membedakan obyek habitat perairan laut dangkal menggunakan metode unsupervised . Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan hasil ekstraksi informasi habitat perairan laut dangkal menggunakan metode Lyzenga 1981 dengan metode Lyzenga 2006. Hasil ekstraksi dengan metode Lyzenga 2006 memberikan informasi yang lebih detail dalam mengidentifikasi tiga kelas habitat perairan laut dangkal tersebut.

Page 2 of 33 | Total Record : 321