cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Acta Pharmaceutica Indonesia
ISSN : 0216616X     EISSN : 27760219     DOI : -
Core Subject :
Acta Pharmaceutica Indonesia merupakan jurnal resmi yang dipublikasikan oleh Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung. Jurnal ini mencakup seluruh aspek ilmu farmasi sebagai berikut (namun tidak terbatas pada): farmasetika, kimia farmasi, biologi farmasi, bioteknologi farmasi, serta farmakologi dan farmasi klinik. Acta Pharmaceutica Indonesia is the official journal published by School of Pharmacy Institut Teknologi Bandung. The journal covers all aspects of pharmaceutical issues which includes these following topics (but not limited to): pharmaceutics, pharmaceutical chemistry, biological pharmacy, pharmaceutical biotechnology, pharmacology and clinical pharmacy.
Arjuna Subject : -
Articles 222 Documents
Hubungan Kuantitatif Struktur dan Aktivitas Senyawa Turunan 3-Haloasilaminobenzoilurea sebagai Inhibitor Pembentukan Mikrotubulus Fadhilah, Qoonita; Tjahjono, Daryono Hadi
Acta Pharmaceutica Indonesia Vol 37, No 3 (2012)
Publisher : School of Pharmacy Institut Teknologi Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (365.501 KB)

Abstract

Mikrotubulus (MTα) telah diidentifikasi sebagai tempat kerja untuk pengobatan kanker dalam penghambatan pembelahan sel. Salah satu senyawa yang memiliki potensi antikanker yang bekerja pada situs ini adalah turunan 3-haloasilamino benzoilurea. Mekanisme kerja senyawa ini yaitu berikatan pada daerah colchicine binding site pada β-tubulin, dimana akan mengganggu pembentukan benang-benang mitotik mikrotubulus, memblokade siklus sel pada fase mitosis, yang berdampak pada apoptosis sel kanker. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh persamaan Hubungan Kuantitatif Struktur dan Aktivitas (HKSA) terbaik, senyawa-senyawa baru yang memiliki aktivitas antikanker lebih tinggi dan afinitas yang lebih baik terhadap reseptor β-tubulin, dibandingkan dengan senyawa induknya. Dilakukan pemodelan dan optimasi geometri menggunakan Hyperchem. Selanjutnya dilakukan perhitungan nilai prediktor diikuti analisis statistik multilinear masing-masing menggunakan MOE 2007.09 dan SPSS Statistic 17.0 dan analisisnya divalidasi dengan metode Leave One Out. Setelah mendapatkan persamaan HKSA yang terbaik, dilakukan desain senyawa baru menurut skema Topliss. Derivat senyawa baru kemudian didocking pada reseptor β-tubulin untuk melihat afitinasnya terhadap reseptor. Persamaan HKSA terbaik untuk senyawa turunan 3-haloasilamino benzoilurea adalah IC50 = ‒15,077 (± 1,996) ‒ 0,160 (±0,055) AM1_dipole + 0,016 (±0,004) AM1_HF + 0,521 (±0,250) AM1_LUMO + 0,038 (±0,005) ASA_H dengan 3 senyawa baru yang memiliki IC50 lebih rendah daripada senyawainduk.Kata kunci: kanker, benzoilurea, HKSA, docking, mikrotubulus. Microtubules (MTα) has been identified as a rational site to inhibit the dividing of cancer cells in cancer therapy. One of theanticancer compounds that work at this site is 3-haloacylamino benzoylurea derivatives. The mechanism of this compound is to bind with the region of cochicine binding site at the β-tubules, which interferes the assembly of mitotic spindles of microtubules, followed by blocking the cell cycle at mitotic phase then caused the apoptosis of cancer cell. The present study is aimed to obtain the best Quantitative Structure and Activity Relationship (QSAR) equation of 3-haloacylamino benzoylurea derivatives, design its new derivatives that have a higher anticancer activity and higher affinity towards the β-tubulin receptor than its parent compound. Structure modeling and geometric optimization structure, were done by Hyperchem. The calculation of predictors’ value was performed by MOE 2007.09, while multilinear statistical analysis was done with SPSS Statistic 17.0. The results were then validated by Leave One Out method. After the best QSAR equation has been obtained, the new derivatives were designed according to the Topliss scheme. New compounds were docked to the β-tubulin receptor to observe the binding affinity and energy. It was obtained that the best QSAR equation is IC50 = ‒15.077 (± 1.996) ‒ 0.160 (±0.055) AM1_dipole + 0.016 (±0.004) AM1_HF + 0.521 (±0.250) AM1_LUMO + 0.038 (±0.005) ASA_H. 3 new derivatives have the IC50 lower than the parent compound.Keywords: cancer, benzoylurea, QSAR, docking, mircrotubules.
Front Matter Vol 39 No 1&2 (2014) Indonesia, Acta Pharmaceutica
Acta Pharmaceutica Indonesia Vol 39, No 1 & 2 (2014)
Publisher : School of Pharmacy Institut Teknologi Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (65.311 KB)

Abstract

Isolation of Antioxidant Compounds from Ethanol Extract of Temu Kunci (Boesenbergia pandurata Roxb.) Rhizomes Marliani, Lia; Juanda, Dadang; Rubianto, Arif
Acta Pharmaceutica Indonesia Vol 38, No 2 (2013)
Publisher : School of Pharmacy Institut Teknologi Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (374.911 KB)

Abstract

Temu kunci (Beosenbergia pandurata Roxb.) is traditionally used to treat various diseases, and antioxidants are one of their utilization. The aim of this study was to isolate and identify the antioxidant compounds of temu kunci rhizomes. Temu kunci rhizomes was extracted by maceration with ethanol 95%. Etanol extract was then fractionated by liquid-liquid extraction, vacuum liquid chromatography, and classical column chromatography. Monitoring and testing the antioxidant activity used thin-layer chromatography (TLC) with 0.2% DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl) reagent. Purity test was performed by a single development TLC using three different kinds of mobile system and two-dimensional TLC. Isolate BP-1 was isolated from the ethanol extract and active as an antioxidant. Based on ultraviolet-visible and infrared spectrums, isolate BP-1 was identified as flavanone in the absence of hydroxyl groups at the ortho position (o-diOH), with substitution of -OH at C5 and C7.Keywords: Temu kunci, Boesenbergia pandurata, DPPH, Antioxidant. AbstrakTemu kunci (Beosenbergia pandurata Roxb.) secara tradisional digunakan untuk mengobati berbagai macam penyakit, salah satunya adalah sebagai antioksidan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengisolasi dan mengidentifikasi komponen antioksidan yang dimiliki temu kunci. Rimpang temu kunci diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan etanol 95%. Ekstrak etanol kemudian difraksinasi dengan ekstraksi cair-cair, kromatografi cair vakum, dan kromatografi kolom klasik. Aktivitas antioksidan kemudian dipantau dan diuji menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan reagen 0,2% DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl). Uji kemurnian dilakukan dengan pengembangan tunggal KLT menggunakan 3 macam fase gerak yang berbeda dan KLT dua-dimensi. Isolat BP-1 merupakan hasil isolasi dari ekstrak etanol dan aktif sebagai antioksidan.  Berdasarkan spektrum UV-Vis dan inframerah, isolat BP-1 teridentifikasi sebagai flavanone karena adanya gugus hidroksil yang hilang pada posisi orto (o-diOH), dengan substitusi –OH pada C5 dan C7.Kata kunci : Temu kunci, Boesenbergia pandurata, DPPH, antioksidan.
Peningkatan Laju Disolusi Ketokonazol Dengan Teknik Dispersi Padat Asyarie, Sukmadjaja; Mauludin, Rachmat; Utami, Ratna A.; Narsa, Angga Cipta
Acta Pharmaceutica Indonesia Vol 38, No 4 (2013)
Publisher : School of Pharmacy Institut Teknologi Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Ketokonazol merupakan zat antijamur sintetik golongan azol yang merupakan turunan imidazol. Ketokonazol praktis tidak larut dalam air dan ketersediaan hayati melalui rute oral sangat beragam tergantung dari kondisi pH saluran pencernaan. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kelarutan dan laju disolusi ketokonazol dengan cara pembuatan dispersi padat mengunakan Eudragit® E 100, PEG 6000, serta gliserol. Dispersi padat di evaluasi dengan uji kelarutan, uji disolusi, kristalinitas, dan morfologinya. Uji disolusi juga dilakukan pada tablet yang mengandung dispersi padat. Formula terbaik yang diperoleh pada penelitian ini dengan peningkatan kelarutan tertinggi dihasilkan oleh dispersi padat dengan perbandingan ketokonazol - Eudragit® E 100 - gliserol (1:8:0,5). Hasil uji disolusi ketokonazol murni, dispersi padat ketokonazol - Eudragit® E 100 - gliserol 1:8:0,5 dan campuran fisiknya dalam media dapar fosfat pH 6,8 selama 360 menit secara berurutan yaitu 22,88, 28,41 dan 58,71%. Terjadi peningkatan persen terdisolusi pada campuran fisik dan dispersi padatnya dengan persen terdisolusi terbesar ditunjukkan oleh dispersi padatnya. Uji disolusi juga dilakukan pada sediaan tablet yang mengandung dispersi padat formula optimum dan campuran fisiknya yang dibuat dengan metode kempa langsung. Sediaan tablet yang mengandung dispersi padat juga menunjukkan peningkatan persen terdisolusi. Pengujian difraksi sinar-X menunjukkan adanya perubahan kristalinitas ketokonazol yaitu sama seperti Eudragit® E 100. Hasil ini juga didukung oleh hasil pengujian spetkrofotometer infra merah dan puncak endotermik differential scanning calorimetry. Berdasarkan hasil scanning electron microscopy terlihat morfologi dari Eudragit® E 100 murni dan dispersi padatnya yang hampir sama. Proses tabletasi mempengaruhi disolusi dispersi padat sehingga terjadi penurunan jumlah yang terdisolusinya. Pembentukan dispersi padat ketokonazol dengan Eudragit® E 100 dan gliserol dapat meningkatkan kelarutan dan disolusi ketokonazol. Pembuatan dispersi padat yang dilakukan tidak efektif untuk meningkatkan disolusi ketokonazol dari sediaan tablet.Kata Kunci: ketokonazol, dispersi padat, Eudragit® E 100.AbstractKetoconazole is an antifungal azole synthetic which derivatived from imidazole. Ketoconazole is practically insoluble in water and its bioavailability depend on pH condition of the gastrointestinal tract. The purpose of the research is to increase the solubility and dissolution rate of ketoconazole by solid dispersion method using Eudragit® E 100, PEG 6000, and glycerol. Solid dispersion was evaluated with respect to solubility, dissolution rate, cristalinity and morphology of solid dispersion. Dissolution test was also performed on tablets loaded solid dispersion. The optimum formulation with the highest solubility was resulted by solid dispersion with ratio ketoconazole - Eudragit® E 100 - glycerol of 1:8:0.5. Dissolution test was performed by pure ketoconazole, solid dispersion, and its physical mixture in medium of phosphate buffer pH of 6.8 within 360 minutes. The significant increasing of dissolution test was shown by the solid dispersion 58.71% ketoconazole was released. Dissolution test was also performed on tablets loaded solid dispersion and loaded physical mixture. Tablets were produced by direct compression method. Solid dispersion tablet showed improved dissolution rate. X-ray diffraction test revealed the change of crystalline ketoconazole and similar to Eudragit® E 100. This result was also supported by spectrum of infrared and endothermic peak of differential scanning calorimetry. Based on scanning electron microscopy morphology of pure Eudragit® E 100 and solid dispersion was similar. Tabletation process reduced dissolution rate of ketoconazole. Solid dispersion of ketoconazole with Eudragit® E 100 and glycerol improved solubilty and dissolution rate.Keywords: ketoconazole, solid dispersion, Eudragit® E 100.
EVALUATION OF DRUG MANAGEMENT AND SERVICE QUALITY OF SEVERAL PUBLIC PRIMARY HEALTH CARE PHARMACIES IN BANDUNG Nurfitria, Rizki Siti; Priyadi, Akhmad; Sepriantina, Sepriantina
Acta Pharmaceutica Indonesia Vol 42, No 1 (2017)
Publisher : School of Pharmacy Institut Teknologi Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (138.629 KB)

Abstract

ABSTRACTIn national health coverage era, public primary health care pharmacy must be supported by good drug management and service quality. These include human resources, pharmaceutical inventory management, and pharmacy service quality. This paper empirically evaluates the drug management that consist of planning, procurement, storage, distribution, and documentation aspects; and also how patients perceived pharmacy service quality. The research used observational descriptive design through triangulation method (observation, interview and checklist) for drug management evaluation in two primary public HCs and a self-completion Likert-scale SERVQUAL questionnaire was developed using a convenience sampling technique, given to 794 patients from three Primary public HCs that received medicine from pharmacy. This survey included five service quality dimensions; tangibility, reliability, responsiveness, assurance and empathy. The drug management in two primary public HCs had been categorized as having excellent management with the mean score 88.89% and 89.58% of all aspects and gap analysis showed mean gap score for five service quality dimensions of -0.98; -0.83 for responsiveness, -0.91 for reliability, -0.81 for assurance, -1.47 for empathy, -0.89 for tangibility, showing that patient expectation was still not met. Satisfaction level for pharmacy service was 79.53 % which is categorized as excellent. This paper provides useful information to primary public health care provider that the pharmacy unit is not providing service quality level expected by patients and needs improvement in many variables.Keywords: Drug Management, Service Quality, Pharmacy, Public Primary Health Care, EvaluationEVALUASI PENGELOLAAN OBAT DAN KUALITAS PELAYANAN KEFARMASIAN DI BEBERAPA PUSKESMAS DI KOTA BANDUNGABSTRAKDi era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), unit farmasi di fasilitas kesehatan tingkat pertama milik pemerintah dalam hal ini Puskesmas, harus didukung oleh pengelolaan obat dengan kualitas pelayanan yang baik. Hal ini meliputi sumber daya manusia (SDM), manajemen persediaan obat dan kualitas pelayanan farmasi. Penelitian ini mengevaluasi pengelolaan obat yang terdiri dari aspek perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan pencatatan serta mengevaluasi kualitas pelayanan farmasi di Puskesmas. Penelitian ini menggunakan desain observasional deskriptif melalui metode triangulasi untuk mengevaluasi pengelolaan obat dua Puskesmas (observasi, wawancara dan checklist) dan kuesioner SERVQUAL dengan skala Likert untuk mengevaluasi kualitas pelayanan yang diberikan kepada 794 pasien yang memperoleh obat di tiga Puskesmas secara convenience sampling berkaitan dengan lima dimensi kualitas: bukti langsung, kehandalan, daya tanggap, jaminan, dan empati. Pengelolaan obat di dua Puskesmas dikategorikan sangat baik dengan nilai rata-rata seluruh aspek 88,89% dan 89,58%. Hasil analisis celah menunjukkan nilai celah rata-rata seluruh dimensi kualitas -0,98; daya tanggap -0,83, kehandalan -0,91, jaminan -0,81, empati -1,47, bukti langsung -0,89, mengindikasikan bahwa harapan pasien belum terpenuhi. Tingkat kepuasan pasien terhadap kualitas pelayanan farmasi 79,53 % dan dikategorikan sangat baik. Penelitian ini memberikan informasi yang berguna bagi Puskesmas bahwa unit farmasi terkait belum dapat memberikan taraf kualitas pelayanan yang diharapkan oleh pasien dan memerlukan perbaikan dalam berbagai aspek.Kata kunci: Pengelolaan Obat, Kualitas Pelayanan, Unit Farmasi, Puskesmas, Evaluasi
Aktivitas Kemopreventif Kanker dari Ekstrak Etanol Lempuyang Wangi pada Mencit yang Diinduksi DMBA Adnyana, I Ketut; Rakhmawati, Irvani; Afifa, Alia Tri
Acta Pharmaceutica Indonesia Vol 36, No 1 & 2 (2011)
Publisher : School of Pharmacy Institut Teknologi Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (137.397 KB)

Abstract

Kanker merupakan penyakit yang ditandai dengan pembelahan sel yang tidak normal, tidak terkendali, dan dapat membentuk massa tumor, bersifat invasif, serta dapat mengalami metastasis. Sampai saat ini belum ada terapi yang dapat memberikan efikasi dan keamanan yang memuaskan. Pada penelitian ini, telah diuji efek khemopreventif dari ekstrak etanol lempuyang wangi (Zingiber aromaticum) terhadap mencit yang diinduksi kanker menggunakan DMBA. Pada kelompok yang diberi ekstrak lempuyang wangi, jumlah kanker yang terjadi pada akhir minggu ke-10 adalah sebanyak satu kanker, dan pada kelompok obat pembanding ditemukan 0 kanker, sedangkan pada kelompok kontrol ditemukan 33 kanker. Meskipun masih ditemukan kanker pada kelompok ekstrak uji, persentase kematian yang terjadi pada kelompok tersebut hanya sebesar 20%, lebih kecil dibandingkan dengan kelompok obat pembanding yaitu 60%, dan kelompok kontrol 60%.
Pengaruh Pemberian Jus Daun Katuk, Jus Daun Ubi Jalar, dan Kefir Terhadap Profil Hematologi Mencit Anemia yang Diinduksi Alumunium Sulfat Adnyana, I Ketut; Rosmadi, Arief; Sigit, Joseph Iskendiarso; Rahmawati, Siti Farah
Acta Pharmaceutica Indonesia Vol 37, No 2 (2012)
Publisher : School of Pharmacy Institut Teknologi Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (167.891 KB)

Abstract

Daun katuk, daun ubi jalar, dan kefir secara empiris digunakan dalam penanganan kondisi anemia. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh pemberian jus daun katuk, jus daun ubi jalar, serta kefir terhadap profil hematologi mencit anemia. Mencit diinduksi anemia menggunakan larutan alumunium sulfat selama 12 hari berturut-turut kemudian dilanjutkan dengan pemberian sediaan uji selama 14 hari berturut-turut. Profil hematologi mencit diamati pada hari ke-0, 12, 15, 19, 22, dan 26. Mencit yang diinduksi anemia mengalami anemia kronis, di mana 80% kelompok kontrol mengalami kematian setelah hari ke-19, sedangkan mencit dari ketiga sediaan uji tetap hidup tetap hidup sampai hari ke-26. Pada pengukuran rata-rata jumlah hemoglobin, jumlah eritrosit, dan persen hematokrit pada hari ke-19, kelompok mencit yang diberikan jus daun katuk memberikan hasil yang paling baik dibandingkan kelompok yang diberikan jus daun ubi jalar dan kefir. Pemberian jus daun katuk, jus daun ubi jalar, dan kefir dapat memperbaiki profil hematologi mencit anemia lebih baik dibandingkan kelompok kontrol. Ketiga sediaan juga mampumempertahankan hidup mencit yang menderita anemia. Jus daun katuk mempu memperbaiki profil hematologi paling baik dibandingkan jus daun ubi jalar dan kefir.Kata kunci: Daun katuk, daun ubi jalar, kefir, anemia. Star gooseberry leaves, sweet potato leaves, and kefir empirically used as treatment for anemia. This study aimed to examine the effect of star gooseberry leaves juice, sweet potato leaves juice, and kefir on hematology profiles of anemic mice. Mice was induced by alumunium sulfate solution for 12 consecutive days followed by the testing materials for 14 consecutive days. Hematology profile of mice was observed on day 0, 12, 15, 19, 22, and 26. The induced mice developed chronic anemia. 80% of the control group died after day 19, whereas the testing groups survived until day 26. On day 19, the gooseberry leaves juice group showed the best and significant result on the hemoglobin profile, erythrocytes profile, and hematocrite percentages. Star gooseberry leaves, sweet potato leaves, and kefir improved the hematology profile better than control group and was able to keep the anemic mice alive. Star gooseberry leaves had the best effect on improving the hematology profile of anemic mice.Keywords: Star gooseberry leaves, sweet potato leaves, kefir, anemia.
Formulasi dan Evaluasi Mikroemulsi Minyak dalam Air Betametason 17-Valerat Pamudji, Jessie Sofia; Darijanto, Sasanti Tarini; Rosa, Selvy
Acta Pharmaceutica Indonesia Vol 37, No 4 (2012)
Publisher : School of Pharmacy Institut Teknologi Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (232.425 KB)

Abstract

Betametason 17-valerat merupakan kortikosteroid topikal dengan efek anti-inflamasi yang banyak digunakan dalam pengobatan dermatitis. Senyawa ini memiliki kelarutan yang rendah dalam air dan mudah terurai menjadi betametason 21-valerat dalam suasana asam atau pun basa. Salah satu alternatif untuk meningkatkan stabilitas obat yang mudah terurai adalah membuatnya dalam bentuk mikroemulsi. Penelitian ini bertujuan untuk membuat formulasi mikroemulsi minyak dalam air yang mengandung betametason 17-valerat. Evaluasi mikroemulsi meliputi organoleptik, pH, viskositas, penentuan ukuran globul, uji stabilitas fisik menggunakan sentrifugasi dan metode freeze-thaw, dan penentuan kadar zat aktif yang disimpan pada suhu 40◦C dan kelembaban 75%. Formula mikroemulsi M/A yang stabil dihasilkan dari komposisi yang terdiri dari air, isopropil miristat, Tween 80, etanol, dan propilen glikol, PEG 6000 dengan perbandingan 33 : 10 : 36 : 9 : 10 : 2. Mikroemulsi yang dihasilkan berwarna kuning jernih, dengan viskositas sediaan adalah 1193,52 ± 23,42 cPs dan pH adalah 3-4. Tidak ada perubahan yang signifikan dari warna, bau, viskositas dan pH mikroemulsi setelah pengamatan selama 28 hari. Uji freeze-thaw menunjukkan bahwa mikroemulsi stabil selama 6 siklus dan uji sentrifugasi pada 3750 rpm selama 5 jam memperlihatkan tidak adanya pemisahan fasa. Diameter rata-rata dari globul mikroemulsi adalah 18,79 ±1,09 nm. Hasil uji stabilitas dipercepat menunjukkan tidak ada penurunan kadar yang berarti selama penyimpanan 28 hari pada suhu suhu 40◦C dan kelembaban 75%. Kadar betametason 17-valerat yang tersisa dalam mikroemulsi adalah 99,96 ± 0,16 μg/mL.Kata kunci : mikroemulsi, betametason 17-valerat, stabilitas.Betamethasone 17-valerate is a topical corticosteroid with anti-inflammatory effects that are widely used in the treatment of dermatitis. This compound has a low solubility in water and degradate into betamethasone 21-valerate in acid or alkaline condition. The aim of this study was to perform formulation of oil in water (o/w) microemulsion system that consist of betamethasone 17-valerate. The evaluations of microemulsion include of organoleptic, pH, viscosity, oil droplet size, physical stability test using centrifugation and freeze-thaw methods and content of active substance during storage at 40°C and RH 75%. The stable O/W microemulsion formula obtained from this study was the formula which consisted of water, isopropyl miristate, Tween 80, ethanol, propylen glycol, PEG 6000 with ratio of 35:10: 36:9:10:2 respectively. The microemulsion was clear and light yellow, the viscosity was 1193.52 ± 23.42 cPs and its pH was 3-4. There was no significant change in color, odor, viscosity and pH of this microemulsion after observation for 28 days. The freeze-thaw test showed that the microemulsion was stable until 6th cycles, and centrifugation test at 3750 rpm for 5 hours showed that there was no phase separation occured. The mean diameters of the microemulsions were 18.79 ± 1.09 nm. The result from accelerated stability test revealed that there was no descent of betametason content after observation for 28 days at 40°C and 75% RH The remaining concentration of betamethasone 17-valerate in microemulsion was 99.96 ± 0.16 μg/mL.Keywords: microemulsion, betametazone 17-valerate, stability.
Senyawa Antioksidan dari Ekstrak Etil Asetat Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) dari Babakan Ciparay, Bandung Selatan, Indonesia Fidrianny, Irda; Wirasutisna, Komar Ruslan; Amanda, Patricia
Acta Pharmaceutica Indonesia Vol 38, No 1 (2013)
Publisher : School of Pharmacy Institut Teknologi Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (141.215 KB)

Abstract

Saat ini, kebutuhan manusia akan antioksidan berkembang pesat. Hal ini dikarenakan masyarakat mulai peduli akan adanya radikal bebas yang dapat meningkat di dalam tubuh diakibatkan oleh beberapa hal, antara lain paparan lingkungan, radiasi zat-zat kimia, racun, dan gaya hidup yang tidak sehat. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat mencegah terbentuknya radikal bebas dan dapat menghambat reaksi oksidasi dengan cara mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif. Berdasarkan beberapa penelitian, daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) diketahui memiliki efek antioksidan. Selain itu, daun binahong juga telah banyak digunakan oleh masyarakat sebagai obat untuk mengobati berbagai penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi senyawa antioksidan dari daun binahong serta menentukan golongan senyawa antioksidan yang terkandung dalam daun binahong. Simplisia daun binahong diekstraksi dengan metode refluks menggunakan tiga pelarut berbeda dengan kepolaran meningkat, berturut-turut yaitu n-heksana, etil asetat, dan etanol. Ekstrak diuji aktivitas antioksidannya dengan metode peredaman radikal bebas DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil) serta diukur flavonoid total, fenol total, dan tanin total. Ekstrak etil asetat difraksinasi dengan menggunakan chromatotron dan fraksi-fraksi yang diperoleh diuji aktivitas antioksidannya menggunakan DPPH. Pemurnian dilakukan dengan metode KLT preparatif menggunakan fase diam silika gel GF254 dan fase gerak kloroform-metanol (10:1). Isolat dikarakterisasi menggunakan penampak bercak spesifik, spektrofotometri UV-sinar tampak, dan spektrofotometri inframerah. Simplisia daun binahong mengandung flavonoid, steroid/triterpenoid, tanin, dan fenol, sedangkan ekstrak etil asetat mengandung flavonoid dan steroid/triterpenoid. Aktivitas peredaman DPPH ekstrak etil asetat, n-heksana, dan etanol adalah 38,15%, 29,44%, dan 40,27% dengan flavonoid total secara berurutan sebesar 1,37%, 0,24%, dan 0,70%. Senyawa antioksidan P diisolasi dari ekstrak etil asetat. Senyawa antioksidan P diduga merupakan suatu senyawa flavonol aglikon dengan gugus OH pada posisi C-7 dan OH tersubstitusi pada C-3.Kata kunci: antioksidan, daun binahong, Anredera cordifolia, ekstrak etil asetat, isolat PAbstractNowadays, human’s need of antioxidant is growing so fast. It is caused by the people awareness of the free radical that can be increased in the body because of many factors, such as environmental exposures, radiation of chemical substances, poison, and unhealthy life style. Antioxidant is a substance that can avoid the free radical formation and it can resist the oxidation reaction by binding with the free radical and other reactive molecules. In some researches, the binahong leaves (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) had antioxidant activity. Besides, the binahong leaves were used by the people to cure some diseases. The objective of this research was to isolate an antioxidant compound of binahong leaves. Crude drug of binahong leaves was extracted by reflux method using three different solvents with increasing polarity, which were n-hexane, ethyl acetate, and ethanol. The antioxidant activity was tested by DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl) method, the total content of flavonoids, fenols, and tannins of extract were also determined. The ethyl acetate extract was fractionated by chromatotron and the antioxidant activity of the fractions has to be tested by DPPH method. Purification was done by preparative TLC method using silica gel GF254 as the stationery phase and chloroform – methanol (10:1) as the mobile phase. The isolate was characterized by specified spray reagent, UV–visible spectrophotometri, and infrared spectrophotometry method. Crude drug of binahong leaves contained flavonoids, steroid/triterpenoids, tannins, phenol, while the ethyl acetate extract contains flavonoids and steroid/triterpenoids. The DPPH reducing activity of ethyl acetate extract was 38.15%, total content of flavonoids was 1.37%. An antioxidant compound was isolated from ethyl acetate extract. Antioxidant compound P was aglycone flavonol that has OH in C-7 and substituted OH in C-3.Keywords: antioxidant, binahong leaves, Anredera cordifolia, ethyl acetate extract, isolate P
Pembuatan Sediaan Oral Sustained Release Metformin HCl dalam Bentuk Mikrosfer Pautan Silang Alginat Utami, Ratna Annisa; Asyarie, Sukmadjaja; Darijanto, Sasanti Tarini
Acta Pharmaceutica Indonesia Vol 38, No 3 (2013)
Publisher : School of Pharmacy Institut Teknologi Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Metformin hidroklorida (MH) memiliki bioavailabilitas yang relatif rendah dan waktu paruh pendek sehingga dibutuhkan sediaan dengan sistem sustained release, salah satu bentuknya adalah mikrosfer. Pembuatan mikrosfer dilakukan dengan cara teknik emulsifikasi diikuti pautan silang dengan ion kalsium secara gelasi internal dan eksternal. Hasil menunjukkan mikrosfer mengandung MH yang dihasilkan dengan metode emulsifikasi-gelasi eksternal lebih baik dibandingkan dengan gelasi internal dilihat dari efisiensi penjeratan, bentuk dan karakteristik mikrosfer serta distribusi ukuran partikel. Hasil Scanning Electron Micrograph (SEM) menunjukkan kedua mikrosfer hasil gelasi eksternal ataupun internal memiliki bentuk kurang sferis tapi tidak membentuk agregat, permukaan mikrosfer hasil gelasi internal lebih berpori dibandingkan dengan hasil gelasi eksternal serta pada kedua permukaan mikrosfer terlihat adanya MH. Efisiensi penjeratan paling optimal ditunjukkan oleh formula dengan gelasi eksternal (ME 16.2) yaitu 67,47% } 1,91 dengan profil pelepasan menunjukkan bahwa mikrosfer dapat memberikan pelepasan diperlambat hingga 8 jam dengan kinetika pelepasan mendekati kinetika pelepasan orde satu yaitu r2=0,940 untuk pelepasan di CSL pH 1,2 dan r2=0,984 untuk pelepasan di CSU pH 6,8.Kata kunci: Metformin HCl, mikroenkapsulasi, gelasi eksternal dan gelasi internal, mikrosfer, natrium alginat.AbstractMetformin hydrochloride (MH) have low bioavailability and short half life therefore require sustained release dosage form, one of its forms is microspheres. Microspheres was prepared by emulsification technique followed by cross linking with calcium ions by external and internal gelation method. The result showed that MH microspheres produced by external gelation were better than internal gelation based on entrapment efficiency, shape and characteristics of the microspheres also particle size distribution. Scanning Electron Micrograph (SEM) picture showed both microsphere from internal and external gelation method have irregular shape, discrete and there is no aggregation. Microspheres surface from internal gelation method more porous than external gelation and there is MH on both microspheres surface. Most optimal entrapment efficiency showed by formula with external gelation method (ME 16.2) is 67.47% } 1.91 with drug release profile showed that microspheres can sustained MH release until 8 hours with drug kinetic release close to first order, it have r2=0.940 for release in SGF pH 1.2 and r2=0984 for release in CSU pH 6.8.Keywords: Metformin HCl, microencapsulation, external gelation and internal gelation, microsphere, sodium alginate.

Page 4 of 23 | Total Record : 222