cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
Jl. M.Yasin Limpo No. 36 Samata-Gowa, Sulawesi Selatan, Indonesia
Location
Kab. gowa,
Sulawesi selatan
INDONESIA
Sosioreligius: Jurnal Ilmiah Sosiologi Agama
ISSN : 24768847     EISSN : 25500333     DOI : -
Core Subject :
Jurnal Sosioreligius adalah jurnal berkalah yang diterbitkan oleh Prodi Sosiologi Agama, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Alauddin Makassar. Jurnal ini bermaksud membangun dan mendorong wacana keagamaan dan wacana sosial yang inklusif, demokratis, dan emansipatif. Jurnal sosioreligius mengundang bagi para pengamat sosial keagamaan untuk mendiseminasikan ide-idenya melalui jurnal ilmiah. Jurnal sosioreligius menerima tulisan berupa artikel ilmiah dan resensi buku bertema sosial keagamaan kontemporer. kami memperioritaskan naskah yang mengulas problem-problem dunia sosial kontemporer dengan perspektif yang lebih segar dan baru.
Arjuna Subject : -
Articles 83 Documents
TAU TAA WANA, DARI ALAM UNTUK ALAM: Filosofi dan Praktik Bijaksana Menata Relasi Manusia dan Alam Moh. Nutfa
SOSIORELIGIUS Vol 4 No 2 (2019): Sosioreligius: Jurnal Ilmiah Sosiologi Agama
Publisher : Departemen Sosiologi Aga,ma, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/sosioreligius.v4i2.13324

Abstract

Tulisan ini membahas tentang Tau Taa Wana Filosofi dan Praktik Bijaksana Menata relasi Manusia dan Alam Praktik-praktik sosial budaya Suku Taa berbentuk pola-pola sikap perilaku pemanfatan hutan dan lahan yang sejalan dengan nilai-nilai pengetahuan lokalnya, seperti pembagian kawasan berdasarkan peruntukan dan kebutuhan komunal. Sementara kehidupan agraris  nomaden yang diperhadapkan dengan tekanan-tekanan struktural seperti tekanan swasta dan kebijakan yang belum sepenuhnya memihak mereka.
RELIGIOSITAS AGAMA-AGAMA DI INDONESIA Sakaria To Anwar; Charles J. Manuputty; Wahyuni Wahyuni
SOSIORELIGIUS Vol 4 No 2 (2019): Sosioreligius: Jurnal Ilmiah Sosiologi Agama
Publisher : Departemen Sosiologi Aga,ma, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/sosioreligius.v4i2.13366

Abstract

Tulisan singkat ini saya beri judul Religiositas Agama-agama Di Indonesia. Melalui judul ini, saya ingin memberi sedikit gambaran tentang keberagaman agama-agama yang ada di Indonesia. Terkhusus pada bangsa  Indonesia dengan keberagaman agama yang dianut dan diyakini oleh warga masyarakatnya. Agama (di dalam kemajemukannya), telah menjadi dasar atau pondasi yang menyatukan seluruh elemen anak bangsa ini. Hal ini dinyatakan dalam kesadaran bersama, bahwa kemerdekaan yang dicapai pada tahun 1945, merupakan rahmat dan kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa. Keragaman dogmatika (ajaran) agama di Indonesia ketika bangsa ini dimerdekakan; menyatu dalam sebuah pengakuan yang sama pada Tuhan Yang Esa (tercantum di dalam Sila Pertama di dalam Pancasila).Penulis sangat menyadari bahwa tulisan singkat ini belumlah representatif di dalam menjawab keberagaman yang muncul di dalam masyarakat beragama dalam konteks Indonesia. Namun saya berupaya untuk menjadikannya sebagai ‘pintu masuk’, di dalam memahami kontekstualisasi keberagaman agama dalam masyarakat Indonesia dengan pendekatan sosiologis.
KEBUDAYAAN SIMBOLIK; Etnografi Religi Victor Turner Santri Sahar
SOSIORELIGIUS Vol 4 No 2 (2019): Sosioreligius: Jurnal Ilmiah Sosiologi Agama
Publisher : Departemen Sosiologi Aga,ma, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/sosioreligius.v4i2.13320

Abstract

This Artical presents a cultural study of Victor Turner's symbolic anthropological perspective, obtained through Turner's primary sources. Starting Ritual from Turner's scientific background, his works until he sparked an influential symbolic theory and became a tradition of social anthropological studies in England. This concept was adapted from Van Gennep's theory of life cycle ceremonies, Turner formulated the phases of human life into separation, liminality and regregation. Through the mudyi tree as a symbol in ritual, the Ndembu people identify their identity which is always dialectic between the community and community through liminality. Keywords: Turner, Culture, Symbolic, Ritual AbstrakTulisan ini menyajikan kajian budaya perspektif antropologi simbolik Viktor Turner, yang diperoleh melalui sumber primer karangan Turner . Dimulai dari latar belakang keilmuan Turner, karya-karyanya hingga ia mencetuskan teori simbolik yang berpengaruh dan menjadi tradisi kajian antroplogi sosial di Inggris. Konsep Ritual  ini diadaptasi dari teori Van Gennep tentang upacara siklus hidup, Turner merumuskan fase kehidupan manusia menjadi separasi, liminalitas dan regregasi. Melalui pohon mudyi sebagai simbol dalam ritual, orang Ndembu mengidentifikasi identitas diri yang selalu berdialektika antara masyarakat dan komonitas melalui liminalitas.
Tasbih dan Bakul: Studi Antropologi Agama tentang Songkabala Muhammad Sabri
SOSIORELIGIUS Vol 1 No 2 (2015): Sosioreligius: Jurnal Ilmiah Sosiologi Agama
Publisher : Departemen Sosiologi Aga,ma, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/sosioreligius.v1i2.2570

Abstract

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui lebih jauh tradisi songkabala, khususnya dalamlingkungan masyarakat Kelurahan Bontoa Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto. Untukmaksud itu, penelitian ini menggunakan metode kualitatif , dengan pendekatan indepthinterview kepada tokoh-tokoh kunci yang terlibat dalam ritual dan prosesi songkabala, sepertipinati, aparat pemerintahan lokal, tokoh masyarakat dan tokoh agama. Dari hasil penelitianyang mengedepankan perspekti “antropologi-agama” ini, menyimpulkan bahwa dalam tradisisongkabala terkandung 4 nilai dasar: spiritual, moral, intelektual dan ritual dengan inti pesan:pentingnya ”keinsafan diri” bahwa manusia dan alam semesta sejatinya adalah dua makhlukTuhan yang ”bersaudara” di mana satu dengan lainnya saling mengokohkan dalam ”tatananhukum keseimbangan kosmik”. Hal ini mengandung pengertian bahwa, akar penyebab darihampir seluruh bencana alam—termasuk dalam hal ini bencana sosial—adalah jika”hukum keseimbangan kosmik” tersebut terganggu dan mengalami guncangan. Karenaitu, songkabala dalam konteks ini mencoba mempertahankan ”keseimbangan” itudengan menghadirkan anyaman elok antara pesan tradisi di satu sisi dan teologi ,khususnya pesan Islam, di sisi lain. Tidak mengherankan jika seluruh prosesi songkabala,sepenuhnya bersifat ontologis-metafisik, dan karena itu menampilkan tak sedikit ekspresispiritual-intelektual-moral-ritual yang sangat simbolik dan sarat dengan sistem ”tanda”.Kedalaman makna ”sistem tanda” (sign) yang ditampilkan tradisi songkabala, dengansendirinya, hanya bisa ”ditangkap” secara cemerlang oleh mereka yang menggunakanperspektif ontologis-metafisik di samping memiliki cita rasa dan apresiasi terhadap kearifan lokalyang tinggi: yakni mereka yang dapat menembus makna di balik “tanda” dan tidak berhentipada simbol.
GOOD GOVERNANCE DAN GERAKAN SOSIAL: Studi Kasus Kebijakan Pertambangan di Kabupaten Kepulauan Selayar Abu Bakar; Amri Adha Arifin; Sunardi Sunardi
SOSIORELIGIUS Vol 4 No 2 (2019): Sosioreligius: Jurnal Ilmiah Sosiologi Agama
Publisher : Departemen Sosiologi Aga,ma, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/sosioreligius.v4i2.13367

Abstract

This paper will answer the question, how is the process of making a Mining Business Permit (IUP) in Kep. Selayar seen from the perspective of good governance? And what are the people's responses to the policy? This research was conducted on Jampea Island, Selayar Islands Regency, South Sulawesi using qualitative methods with data collection methods in the form of observation and interviews. The results of the study show that the government was questioned and decided the participation of the community in the IUP policy process in Selayar, until then it brought ripples from citizens who needed their rights violated.AbstrakTulisan ini akan menjawab pertanyaan, bagaimana proses kebijakan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kep. Selayar dilihat dari perspektif good governance? Dan bagaimana respon warga atas kebijakan tersebut? Penelitian ini dilakukan di Pulau Jampea, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan menggunakan metode kualitatif dengan metode pengumpulan data berupa observasi dan wawancara. Hasil penelitian menunjukan, logika governance telah mengabaikan dan memutus peran serta masyarakat pada proses kebijakan IUP di Kepaluan Selayar, hingga kemudian mendatangkan riak-riak dari warga yang merasa hak-hak mereka dilanggar.
STRATEGI PEMERINTAH INDONESIA DALAM PENYELESAIAN KONFLIK KLAIM TRADITIONAL FISHING GROUND PADA ZONA EKONOMI EKSLUSIF INDONESIA DI PERAIRAN NATUNA OLEH REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK Sri Wahyuni
SOSIORELIGIUS Vol 4 No 2 (2019): Sosioreligius: Jurnal Ilmiah Sosiologi Agama
Publisher : Departemen Sosiologi Aga,ma, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/sosioreligius.v4i2.13321

Abstract

The emergence of unilateral claims on ZEE Indonesia in Natuna as a place of traditional fishing by China, has led to conflicts between the two countries. This research is about what is the root of traditional conflict and strategy of formulating its solution strategy. The use of military and non-military forces is the most appropriate choice within the framework of conflict resolution. The method used in research on Indonesian government strategy in solving conflicts of traditional fishing ground claim by China on ZEE Indonesia in Natuna waters using descriptive qualitative research method. The results show that the state as the determinant of the fulfillment of China's national interests, uses its power by expanding on the basis of resource needs, population explosions, and prestige as a great nation that does not want to show its weakness to a country that has the same claim in the South China Sea the root of territorial claims conflicts, the formulation of future strategies utilizing the Strategic Partnership between the two countries in the economic, political and socio-cultural fields, diplomacy with bilateral and multilateral forums.AbstrakMunculnya klaim sepihak pada ZEE Indonesia di Natuna sebagai wilayah tradisional fishing ground  oleh Tiongkok, telah menimbulkan konflik diantara kedua negara. Penelitian ini berupaya menjawab tentang apa yang menjadi akar konflik klaim tradisional fishing ground dan merumuskan strategi penyelesaiannya. Penggunaan pendekatan keamanan nasional yang menggunakan kekuatan militer dan nirmiliter dianggap menjadi pilihan paling tepat dalam rangka penyelesaian konflik. Metode yang digunakan dalam penelitian tentang strategi pemerintah Indonesia dalam penyelesaian konflik klaim tradisional fishing ground oleh Tiongkok pada ZEE Indonesia di perairan Natuna menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, negara sebagai aktor penentu terpenuhinya kepentingan nasional Tiongkok, menggunakan kekuasaannya dengan melakukan ekspansi atas dasar kebutuhan akan sumber daya, ledakan penduduk, serta gengsi sebagai bangsa yang besar yang tidak ingin menunjukkan kelemahannya kepada negara yang mempunyai klaim yang sama di Laut Tiongkok Selatan menjadi akar konflik klaim wilayah, perumusan strategi ke depan memanfaatkan Kemitraan Strategis kedua negara dalam bidang ekonomi, politik dan sosial budaya, diplomasi dengan pemanfaatan forum bilateral dan multilateral.
MAKNA COMPANG DALAM PERSPEKTIF MASYARAKAT SUKU WATU BARU DI DESA WATU BARU KECAMATAN MACANG PACAR KABUPATEN MANGGARAI BARAT Wilfridus Parli; Syarifudin Darajad; Amir Syarifudin Kiwang
SOSIORELIGIUS Vol 4 No 2 (2019): Sosioreligius: Jurnal Ilmiah Sosiologi Agama
Publisher : Departemen Sosiologi Aga,ma, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/sosioreligius.v4i2.13368

Abstract

Compang is a place of ceremony for the Manggarai community which was built in the middle of the village. marked by banyan tree planting and flat stone as a place of ceremony. Every year society often perform a ceremony there. Compang's existence as place of worship of the people to the spirits of the ancestors and also as a place giving offerings has meaning and very important meaning for the Manggarai community. Therefore the writer is interested in research this. The problems of this research are : What is the meaning of Compang for the Watu Baru tribe community. The purpose of this research is to find out: (1) History of the existence of the Compang Watu Baru, (2) Describe the tradition of compang in the Watu Baru tribal community, and (3) To find out the meaning of compang for the people of the Watu Baru tribe. The method used is a descriptive qualitative research. The location of the study was in Watu Baru Village, Macang Pacar Subdistrict, West Manggarai Regency, the technique of determining informants using purposive sampling technique, the data analysis technique used was descriptive qualitative. Research results show (1) that Compang has a very important meaning in the life cycle of the Manggarai people. In Compang the dwelling place of the  naga golo / naga beo (village spirit). This naga golo /naga beo becomes the guardian and protector of the village from various things. Specifically all the doom and disaster that befell the village. Compang is also a sacred site through which villages get a fortune in life. At each penti weki peso (annual communal thanksgiving ceremony), at Compang, thanksgiving is given to the guardians and protectors of the village, the ancestors and the Creator. Compang is also a source of strength. Every villager wants to go to the battle area (raha rumbu tana, rampas), the war perpetrators surround Compang seven times. In large rites, such as opening the Uma weru (new communal garden), building a new traditional house (pande mbaru gendang weru), Roko Molas Poco (taking the main pillar of mendang drum from the forest), the traditional elders guarded it with takung (offerings) in Compang to ask for your blessing and at the same time beg for the success of the event. AbstrakCompang merupakan tempat upacara bagi masyarakat Manggarai yang dibangun ditengah kampung, ditandai dengan adanya penanaman pohon beringin dan batu ceper sebagai tempat upacara. Setiap tahun masyarakat sering melakuakan upacara disana. Keberadaan Compang sebagai tempat pemujaan masyarakat kepada roh nenek moyang dan juga sebagai tempat pemberian sesaji memiliki makna dan arti yang sangat penting bagi masyarakat Manggarai. Oleh karenanya penulis tertarik untuk meneliti hal ini. Permasalahan penelitian ini adalah Bagaimana makna Compang bagi masyarakat suku Watu Baru. Tujuan penelitia ini untuk mengetahui:(1) Sejarah keberadaan Compang Watu baru,(2) Mendeskripsikan tradisi compang pada masyarakat suku Watu Baru, dan (3) Untuk mengetahui makna compang bagi masyarakat suku Watu Baru. Metode yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Lokasi penelitian di Desa Watu Baru kecamatan Macang Pacar kabupaten Manggarai Barat, teknik penentuan informan dengan menggunakan teknik purposive sampling, Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Hasil Penelitian menunjukan (1) bahwa Compang  memiliki arti yang sangat penting dalam siklus kehidupan orang Manggarai. Di Companglah tempat tinggal dari naga golo/naga beo (roh kampung). Naga golo/beo ini menjadi penjaga dan pelindung kampung dari berbagai hal. Khususnya segala malapetaka dan bala yang menimpa kampung.  Compang  juga menjadi situs sakral yang melaluinya  kampung  mendapat  rejeki  kehidupan.  Di setiap  penti weki peso (upacara syukur tahunan secara komunal), di Compang dipersembahkan  syukuran kepada penjaga dan pelindung kampung, para leluhur serta Sang Pencipta. Compang juga menjadi sumber kekuatan. Disetiap warga kampung hendak pergi ke area pertempuran (raha rumbu tanah, rampas), para pelaku perang mengelilingi  Compang tujuh kali. Dalam ritus-ritus besar, semisal membuka  lingko weru (kebun komunal baru), membangun rumah adat baru (pande mbaru gendang weru), Roko Molas Poco (pengambilan tiang utama mbaru gendang dari hutan), tetua adat mengawalinya dengan  takung (persembahan) di Compang  untuk meminta restu sekaligus mohon kesuksesan dari acara dimaksud.
INTERAKSI SOSIAL DAN REPRODUKSI NILAI BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN DI PELABUHAN PAOTERE KOTA MAKASSAR M. Syaiful
SOSIORELIGIUS Vol 4 No 2 (2019): Sosioreligius: Jurnal Ilmiah Sosiologi Agama
Publisher : Departemen Sosiologi Aga,ma, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/sosioreligius.v4i2.13322

Abstract

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kenyataannya interaksi sosial dari lokalitas masyarakat terlihat berbaur, namun kemudian tidak lantas meninggalkan orisinalitas kebudayaan bahari yang menjadi corak asli masyarakat nelayan di Pelabuhan Paotere. Perubahan ruang sosial juga telah menyebabkan perubahan kebudayaan pada sejumlah aspeknya. Selain itu, mobilitas sosial yang terjadi cukup intens telah mempengaruhi identitas masyarakat nelayan melalui penggunaan simbol-simbol baru yang diciptakan secara kolektif. Kecenderungan ini didorong juga oleh media yang kemudian menyebabkan kebudayaan bersifat reproduktif.
Pernikahan Dini dan Keharmonisan Keluarga: Studi Kasus di Kota Kupang Wahid Hasyim TRA Beni; Syarifuddin Darajad; Eko Hardipurnomo
SOSIORELIGIUS Vol 5 No 1 (2020): SOSIORELIGIUS
Publisher : Departemen Sosiologi Aga,ma, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/sosioreligius.v5i1.23490

Abstract

Pernikahan usia muda atau pernikahan dini memang membawa resiko yang cukup tinggi bukan saja bagi pasangan tersebut akan tetapi kita sebagai orangtua juga merasa khawatir. Sebab usia mereka masih muda atau karena perbedaan usia, juga bisa jadi masalah kalau suaminya tidak pandai menyesuaikan diri dengan istri yang masih muda. Oleh sebab itu hal yang patut dilakukan orangtua kedua belah pihak adalah selalu memberi perhatian kepada pasangan ini dengan selalu  mencari tahu kesulitannya dan cara mengatasinya. Kalau tidak atau orangtua dua belah pihak membiarkan maka besar kemungkinan pasangan ini akan cepat bercerai karena mereka belum mampu mengatasi perbedaan diantara mereka apalagi memenuhi semua kebutuhan.
Pergeseran Tradisi Nyongkolan Pada Proses Perkawinan Adat Suku Sasak di Kabupaten Mamuju Tengah Lili Hernawati; Mahmuddin Mahmuddin; Dewi Anggriani
SOSIORELIGIUS Vol 5 No 1 (2020): SOSIORELIGIUS
Publisher : Departemen Sosiologi Aga,ma, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/sosioreligius.v5i1.23491

Abstract

Nyongkolan merupakan salah satu tradisi dari prosesi perkawinan adat Suku Bangsa Sasak. Prosesi ini berupa iring-iringan pengantin yang dilakukan dari rumah mempelai laki-laki ke rumah mempelai perempuan dalam suasana penuh kemeriahan. Prosesi Nyongkolan bertujuan untuk menjalin tali silaturahmi antara keluarga mempelai laki-laki dan mempelai perempuan serta sebagai bentuk sosialisasi perkawinan kepada masyarakat. Pada saat ini, prosesi Nyongkolan telah mengalami pergeseran. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian dilakukan dengan pengamatan secara langsung dan wawancara mendalam terhadap pasangan pengantin, keluarga, tokoh agama, masyarakat, pemuda, adat serta masyarakat. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan  sosiologis, fenomenalogis dan antropologi. Hasil studi penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan dalam tradisi Nyongkolan terjadi antara lain dari berubahnya tata cara proses Nyongkolan, unsur-unsur yang berubah dan menghilang, serta pemaknaan tradisi Nyongkolan yang mulai berganti dari fungsi sosialnya yang sakral menjadi sekedar hiburan dan upaya pelestarian tradisi. Penyebab berubahnya tradisi Nyongkolan diakibatkan oleh faktor kontak dengan kebudayaan lain, sistem pendidikan formal yang maju, pengaruh perkembagan zaman dan percampuran budaya. Islam memandang adat Nyongkolan atau tradisi Nyongkolan pada hakikatnya dihajatkan untuk menjalankan roh agama itu sendiri karena dalam kegiatan Nyongkolan mengandung unsur syiar untuk memperkenalkan kedua mempelai kepada kaum kerabat dan para tamu yang hadir.