cover
Contact Name
Dendi Sutarto
Contact Email
dendi_sutarto@yahoo.co.id
Phone
-
Journal Mail Official
dendi_sutarto@yahoo.co.id
Editorial Address
-
Location
Kota batam,
Kepulauan riau
INDONESIA
POLITIK DAN KEBIJAKAN PUBLIK
  • jurnalpolitikdankebijakanpubl
  • Website
ISSN : 25977431     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
JURNAL TRIAS POLITIKA adalah jurnal ilmiah berkala yang diterbitkan oleh Program Studi Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau Kepulauan dua kali setahun pada bulan April dan Oktober yang fokus pada isu-isu strategis dan dinamika pemerintahan dan politik.
Arjuna Subject : -
Articles 46 Documents
DINASTI POLITIK DALAM PEMERINTAHAN LOKAL STUDI KASUS DINASTI KOTA BANTEN Effendi, Winda Roselina
JURNAL TRIAS POLITIKA Vol 2, No 2 (2018): Jurnal Trias Politika
Publisher : Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik Universitas Riau Kep

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (698.274 KB)

Abstract

  Abstract Political dynasties can be understood as a political strategy to maintain power by passing down the power that has been held by others who are still among relatives. First, the stagnation of the cadre of political parties in capturing qualified regional head candidates, thus creating political pragmatism by encouraging relatives the regional head's family to become a public official. Second, the context of the community that maintains the status quo conditions in the region that want the regional head to rule by encouraging the family or people close to the regional head to replace detention. Political dynasty is a negative excess of regional autonomy that makes hijacked democracy by the circulation of genealogical core relations, based on kinship relations and outside of genealogical lines that have an interest in perpetuating family power. In practice, the actualization of political dynasties is carried out with several perspectives, namely neopatrimonialism, political clan, and political predators.  The development of political dynasty at the local level can also be interpreted as a form of local 'Cendanaisasi'. The term cendanaisasi refers to the Cendana Family during the 32 years of President Soeharto's leadership which was very powerful in Indonesia's political economy. All key government posts are controlled by children, sons-in-law, nephews, and other relatives, so that this power becomes lasting for three decades of government. This pattern is actually being developed and exemplified by local elite families that the local democratic process can be traced by placing relatives in regional strategic positions. Keywords: Local Politics, Dynasty, Regional Government  Abstrak Dinasti politik dapat dipahami sebagai strategi politik untuk tetap menjaga kekuasaan dengan cara mewariskan kekuasaan yang telah digenggam kepada orang lain yang masih merupakan kalangan sanak keluarga, Pertama, macetnya kaderisasi partai politik dalam menjaring calon kepala daerah yang berkualitas, sehingga menciptakan pragmatisme politik dengan mendorong kalangan sanak keluarga kepala daerah untuk menjadi pejabat publik. Kedua, konteks masyarakat yang menjaga adanya kondisi status quo di daerahnya yang menginginkan kepala daerah untuk berkuasa dengan cara mendorong kalangan keluarga atau orang dekat kepala daerah menggantikan petahanan. Dinasti Politik merupakan ekses negatif dari otonomi daerah yang menjadikan demokrasi terbajak (hijacked democracy) oleh sirkulasi hubungan inti genealogis, berdasarkan relasi kekeluargaan maupun di luar garis genealogis yang memiliki kepentingan terhadap pelanggengan kekuasaan family. Dalam prakteknya sendiri aktualisasi dinasti politik dilakukan dengan beberapa sudut pandang yaitu neopatrimonialisme, klan politik, dan predator politik. Berkembangnya dinasti politik di tingkat lokal juga bisa ditafsirkan sebagai bentuk ‘Cendanaisasi’ lokal. Istilah cendanaisasi merujuk pada Keluarga Cendana semasa 32 tahun kepemimpinan Presiden Soeharto yang sangat berkuasa dalam ekonomi-politik Indonesia. Semua pos-pos kunci pemerintahan dikuasai anak, menantu, kemenakan, maupun kerabat lainnya, sehingga kekuasaan tersebut menjadi langgeng selama tiga dekade pemerintahan. Pola itulah yang sebenarnya sedang berkembang dan dicontoh oleh para keluarga elit lokal bahwa proses demokrasi lokal bisa ditelikung dengan menempatkan kerabat dalam posisi strategis daerah. Kata Kunci: Politik local, Dinasti, Pemerintahan daerah
Politik dan Birokrasi Pemerintahan Ramadhanti, Rika
JURNAL TRIAS POLITIKA Vol 2, No 1 (2018): Jurnal Trias Politika
Publisher : Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik Universitas Riau Kep

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (122.535 KB)

Abstract

Abstract Politics and Government bureaucracy are two things that cannot be separated but are two different things, although the political presence in government bureaucracy cannot be avoided. Similarly, in the government bureaucracy is not only dominated by bureaucrats, but also given space for political institutions. Max Weber argued that the bureaucracy was formed independent of political power. It is outside or above political actors competing with each other. Bureaucracy is positioned as a neutral force with the meaning of bureaucracy not in terms of more inclined to run the policies or commands of the ruling forces, while to other political forces will not. However, the bureaucracy is prioritized to the interests of the state and the people as a whole so that whoever the political power that governs the bureaucrats and the bureaucracy provides the best service to him. Keywords: politics, government bureaucracy   Abstrak Politik dan Birokrasi pemerintahan adalah dua hal yang tidak bisah dipisahkan tetapi merupakan dua hal yang berbeda, meskipun kehadiran politik dalam birokrasi pemerintahan tidak bisa dihindari. Begitu juga sebaliknya didalam birokrasi pemerintahan tidak hanya didominasi oleh birokrat saja, tetapi juga diberika ruang bagi institusi politik. Max Weber berpendapat bahwa birokrasi itu dibentuk independen dari kekuatan politik. Ia berada diluar atau diatas actor-aktor politik yang saling berkompetisi satu sama lain. Birokrasi diposisikan sebagai kekuatan yang netral dengan artian birokrasi bukan dalam hal lebih condong mau menjalankan kebijakan atau perintah dari kekuatan yang sedang memerintah, sedangkan kepada kekuatan politik lainnya tidak mau. Akan tetapi birokrasi diutamakan kepada kepentingan negara dan rakyat secara keseluruhan sehingga siapapun kekuatan politik yang memerintah birokrat dan birokrasi memberikan pelayanan terbaik kepadanya. Kata Kunci: politik, birokrasi pemerintahan
PEMERINTAH DAN PERANANNYA DALAM PELAYANAN PENGURUSAN KARTU TANDA PENDUDUK (KTP) DI KECAMATAN LUBUK BAJA KOTA BATAM Sari, Meri Enita Puspitasar
JURNAL TRIAS POLITIKA Vol 1, No 1 (2017): JURNAL TRIAS POLITIKA Edisi April
Publisher : Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik Universitas Riau Kep

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (129.564 KB)

Abstract

Abstract This study is intended to see how the government service in the management of identity card (KTP) either from the apparatus or from its role. Identity Card (KTP) is one of the mandatory identity that must be owned by every citizen of Indonesia and has been regulated by the rules in effect so that in the implementation of society must get good service. A policy will be successfully implemented if the government apparatus in running it in the community in accordance with the role and rules that apply and the community must also accept and support the policy so that there is a good interaction. Lubuk Baja sub-district has performed its role and provide maximum services, but there are still obstacles in terms of human resources, access and facilities. The importance of increasing human resources by providing training and training for the socialization, implemtation and evaluation of the policy can work well, the government should also provide easy access for the community and the addition of facilities that support the role and services to run well. Keywords: government, role, public service  AbstrakStudi ini bertujuan untuk melihat bagaimana pelayanan pemrintah dalam pengurusan kartu tanda penduduk (KTP) baik itu dari aparaturnya ataupun dari peranannya. Kartu Tanda Penduduk (KTP) merupakan salah satu identitas wajib yang harus dimiliki setiap warga Negara Indonesia dan sudah diatur oleh aturan-aturan yang berlaku sehingga dalam pelaksanaannya masyarakat harus mendapatkan pelayanan yang baik. Suatu kebijakan akan berhasil dilaksanakan apabila aparatur-aparatur pemerintah dalam menjalankannya dimasyarakat sesuai dengan peranan dan aturan yang berlaku dan masyarakat juga harus menerima dan mendukung kebijakan tersebut sehingga terjadi interaksi yang baik. Kecamatan Lubuk Baja sudah menjalankan peranannya dan memberikan pelayanan yang maksimal, hanya saja masih terdapat kendala dari segi sumber daya manusia, akses dan fasilitas-fasilitas. Pentingnya peningkatan sumber daya manusia missal dengan memberikan pelatihan dan diklat agar dalam tahap sosialisasi, implemtasi dan evaluasi kebijakan dapat berjalan dengan baik, pemerintah juga harus memeberikan kemudahan akses bagi masyarakat dan penambahan-penambahan fasilitas yang mendukung peranan dan pelayanan agar berjalan dengan baik. Kata Kunci : pemerintah, peranan, pelayanan publik
Civil Society Organizations di Aras Lokal Lestari, Linayati
JURNAL TRIAS POLITIKA Vol 1, No 2 (2017): Jurnal Trias Politika
Publisher : Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik Universitas Riau Kep

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (137.521 KB)

Abstract

AbstractThis articleattemps like to see the characteristics of CSOs in Indonesia, to see the extent to which their participation in the formulation of public policy and what factors influence it. This paper shows that the involvement of NGOs in the formulation of public policy by the local government tends only as a legitimate need only, that what has been decided has been done by involving the community. It is deliberately conditioned to perpetuate the dominance of LGs and DPRDs in the preparation of APBD. Whereas CSOs/NGOs in carrying out their activities still have internal constraints and weaknesses, namely lack of experience in doing advocacy works, weaknesses in network building and also influenced by the response of local government and also by donor agencies. This condition has implications for the non-participation of CSOs in the process of public policy formulation in Indonesia. In a democratic system of government, the concept of community participation is one important concept because it is directly related to the nature of democracy as a government system that focuses on the people as the holder of sovereignty. In the context of the formulation of public policy participation becomes a key word that must be realized and practiced by the Local Government so that public policy is no longer a matter of the Regional Government alone. The change in political concomitants following the post-New Order political decentralization brought enormous implications for local politics. The regional government in this case has no choice but to reform the good governance.Keywords: NGO, participation, public policy, local government AbstrakTulisan ini hendak melihat karakteristik CSO di Indonesia, melihat sejauh mana partisipasinya dalam perumusan kebijakan publik serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya. Tulisan ini menunjukkan bahwa pelibatan LSM dalam perumusan kebijakan publik oleh Pemerintah daerah cenderung hanya sebagai kebutuhan legitimasi semata, bahwa apa yang diputuskan sudah dilakukan dengan melibatkan masyarakat. Hal ini sengaja dikondisikan untuk melanggengkan dominasi Pemda dan DPRD dalam penyusunan APBD. Bahwa CSO/LSM dalam menjalankan aktifitasnya masih menyimpan kendala dan kelemahan secara internal, yaitu kurangnya pengalaman dalam melakukan kerja-kerja advokasi, kelemahan dalam membangun jaringan serta dipengaruhi pula oleh respon Pemerintah Daerah dan juga oleh lembaga donor. Kondisi ini, membawa implikasi pada tidak maksimalnya partisipasi CSO dalam proses perumusan kebijakan publik di Indonesia. Dalam sistem pemerintahan yang demokratis, konsep partisipasi masyarakat merupakan salah satu konsep yang penting karena berkaitan langsung dengan hakikat demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang berfokus pada rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Dalam konteks perumusan kebijakan publik partisipasi menjadi kata kunci yang harus diwujudkan dan dipraktekkan oleh Pemerintah Daerah sehingga kebijakan publik tidak lagi menjadi persoalan Pemerintah Daerah semata. Perubahan konstalasi politik menyusul desentralisasi politik pasca Orde Baru membawa implikasi yang sangat besar pada perpolitikan lokal. Pemerintah Daerah dalam hal ini tidak mempunyai pilihan lain kecuali melakukan pembaharuan menuju tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).Kata Kunci : LSM, partisipasi, kebijakan publik, pemerintah daerah
KORELASI ANTARA HUKUM ADAT DENGAN ALIRAN POSITIVISME HUKUM DI INDONESIA Rizhan, Afrinald
JURNAL TRIAS POLITIKA Vol 1, No 1 (2017): JURNAL TRIAS POLITIKA Edisi April
Publisher : Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik Universitas Riau Kep

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (509.476 KB)

Abstract

The Republic of Indonesia, which is a recht state, we recognize the existence of various laws, both written laws are regulations relic of the Dutch East Indies, as well as unwritten law which is customary law that diverse. It's just the problems that arise at this time, when we see that the trend of Indonesia that follows the flow of Positivism will affect the customary law which is an unwritten law that is recognized and developed within the indigenous peoples of Indonesia.Key words: recht state, unwritten law, and legal positivism Negara Republik Indonesia, yang merupakan negara hukum, kita mengenal adanya bermacam-macam hukum, baik hukum tertulis yang merupakan peraturan-peraturan peninggalan zaman Hindia Belanda, maupun hukum tidak tertulis yang merupakan hukum adat yang beraneka ragam. Hanya saja permasalahan yang timbul saat ini, ketika kita melihat bahwa kecenderungan Indonesia yang mengikuti aliran Positivisme akan berpengaruh pada hukum adat yang merupakan hukum tidak tertulis yang diakui dan berkembang di lingkungan masyarakat adat IndonesiaKata Kunci: negara hukum, hukum adat, dan positivisme hokum
EFEKTIVITAS PEMEKARAN WILAYAH TERHADAP KINERJA PEGAWAI PEMERINTAH DALAM ERA OTONOMI DAERAH DI KOTA BATAM Setyobudi, Yustinus Farid
JURNAL TRIAS POLITIKA Vol 2, No 2 (2018): Jurnal Trias Politika
Publisher : Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik Universitas Riau Kep

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (659.542 KB)

Abstract

Abstract The journey of the government system, Indonesia experienced several phases. One of them is about regional autonomy. With the opening of the regional expansion valve since the reform era, many new autonomous regions have been separated from their parent regions. Recorded in the new order only 27 provinces, to date there are 34 provinces. Since the enactment of Law No. 22 of 1999 as a forerunner for the region to separate itself from its parent region. The law is also considered as strengthening regional autonomy in the government system in Indonesia, which was once very centralized but now the regions are given the freedom to take care of their own households. Riau Islands Province, is one of the areas that utilize regional extortion, especially Batam City. Riau Islands Province, since 2002 has been separated administratively by Riau Province as its parent region. Several years ago Batam City also had a discourse to expand its territory, which currently has 12 sub-districts, which will be divided into 16 sub-districts. Whereas in the public service, Batam City does not need a new administrative area, what is needed now is the style of Batam City itself. Besides that there are still many more problems that have not been resolved by the city government in providing services to the community.Keywords: Efectivity, Regional Autonomy,Regional Segregation  AbstrakDengan dibukanya kran pemekaran wilayah sejak era reformasi, banyak daerah otonom baru yang sudah pisah dengan daerah induknya. Tercatat pada orde baru hanya 27 provinsi, hingga saat ini ada 34 provinsi. Sejak berlakunya Undang-Undang No 22 Tahun 1999 sebagai cikal bakal bagi daerah untuk memekarkan diri dari daerah induknya. Undang-Undang tersebut juga dianggap sebagai penguatan otonomi daerah dalam sistem pemerintahan di Indonesia, dulu yang sangat sentralistik tapi sekarang daerah diberi keleluasaan untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Provinsi Kepulauan Riau, merupakan salah satu daerah yang memanfaatkan pemerkaran wilayah, khususnya Kota Batam. Provinsi Kepulauan Riau, sejak 2002 lepas secara administrasi dengan Provinsi Riau sebagai daerah induknya. Beberapa tahun yang lalu Kota Batam juga ada wacana untuk memekarkan wilayahnya, yang saat ini ada 12 Kecamatan, akan dimekarkan menjadi 16 kecamatan. Padahal dalam pelayanan publik, Kota Batam belum memerlukan daerah administrasi baru, yang dibutuhkan saat ini adalah corak Kota Batam itu sendiri. Selain itu masih banyak lagi permasalahan yang belum teratasi oleh pemerintah kota dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.  Kata Kunci: Efektivitas, Kinerja, Otonomi Daerah, Pemekaran  
Konsepsi Kewarganegaraan dalam Perspektif Tradisi Liberal dan Republikan Effendi, Winda Roselina
JURNAL TRIAS POLITIKA Vol 2, No 1 (2018): Jurnal Trias Politika
Publisher : Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik Universitas Riau Kep

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (274.026 KB)

Abstract

                                                                  Abstract Citizenship is divided into two great traditions and some see it divided into three traditions. Those who see the existence of two traditions make groupings, namely the liberal tradition and republican tradition. While those who make three grouping approaches, divide it into liberal, republican and communitarian. Meanwhile there are authors who use the term civil republican and some use the term republican participatory. Citizenship studies seem to focus more on the rights and obligations of citizens who are closely related to the position and status of individuals as members of a political community called the state. in addition, the status of citizens is more marked by the legal position that affects the priverege issue as a member (citizen) of a State. Keywords : citizenship, nationality, liberal republican traditional  AbstrakKewarganegaraan terbagi ke dalam dua tradisi besar dan ada juga yang melihatnya terbagi dalam tiga tradisi. Mereka yang melihat adanya dua tradisi membuat pengelompokan, yaitu tradisi liberal dan tradisi republikan. Sementara mereka yang membuat tiga pengelompokan pendekatan, membaginya ke dalam liberal, republican dan komunitarian. Sementara itu ada penulis yang menggunakan istilah republican sipil dan ada yang menggunakan istilah republican partisipatoris. Kajian kewarganegaraan (citizenship studies) tampak lebih menitikberatkan perhatiannya kepada persoaran hak dan kewajiban warganegara yang bertalian erat dengan posisi dan status individu sebagai anggota komunitas politik bernama negara. selain itu, status warga negara lebih banyak diwarnai oleh kedudukan hukum yang berdampak kepada persoaran priverege sebagai anggota (warganegara) sebuah Negara. Kata Kunci : kewarganegaraan, warganegara, tradisi liberal republican
Nasionalisme dan Kewarganegaraan Effendi, Winda Roselina
JURNAL TRIAS POLITIKA Vol 1, No 2 (2017): Jurnal Trias Politika
Publisher : Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik Universitas Riau Kep

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (134.546 KB)

Abstract

 Abstract According to Mouffe identity is not fixed, based on the concept of democracy that is not a fixed price. This statement refers to Mouffe's statement that there is no absolute and final identity. Mouffe also mentions that discursive discontinuity proceeds unceasingly when speaking of a man or woman of identity only temporarily as long as no new identity has been established by the continuity. thus identity as woman and man is not absolute.It can be said that identity is a distinguishing marker of one group from another group. Isin and Wood in Nuri Suseno asserted that while citizenship proponents generally argue that citizenship is a universal concept, the fact that citizenship is always a group concept. This concept has never been extended to all members of society in a political community. until now there are still many people, in even the most democratic countries, who are not recognized or do not accept citizenship even though they are born in the State.With regard to multinational nations such as Indonesia's wealth, Mouffe seems to be the solution to the heterogeneity and plurality of this nation, not only the majority but inhabited by the vast majority of minority groups. Related to the condition of Inodnesia collected by many minority groups, I agree with Mouffe's citizenship opinion that minority citizens are not something to be negated and hegemonized, but are entities of the national group from the part of the national political development process. Keywords: citizenship, citizenship, identity  Abstrak Menurut Mouffe identitas tidaklah tetap ini, dilandasi oleh konsep demokrasi yang bukan harga mati. Pernyataan ini mengacu pada pernyataan Mouffe bahwa tidak adanya identitas yang absolut dan final. Mouffe juga menyebutkan bahwa adanya diskursivitas yang berproses tanpa henti, ketika bicara laki-laki atau perempuan identitas tersebut hanya berlaku sementara selama belum ada identitas baru yang dibentuk oleh kesinambungan tadi. dengan demikian identitas sebagai perempuan dan laki-laki tersebut tidaklah mutlak.Dapat dikatakan identitas merupakan penanda pembeda satu kelompok dari kelompok lain. Isin dan Wood dalam Nuri Suseno menegaskan bahwa meskipun umumnya proponen kewarganegaraan mengatakan bahwa kewarganegaraan merupakan sebuah konsep yang universal, faktanya kewarganegaraan selalu merupakan konsep kelompok. Konsep ini tidak pernah diperluas ke seluruh anggota masyarakat dalam sebuah komunitas politik. sampai sekarang masih banyak orang-orang, dalam negara yang paling demokratis sekalipun, yang tidak diakui atau tidak menerima status kewarganegaraan meskipun dilahirkan di Negara.Berkaitan dengan negara multinasional seperti yang menjadi kekayaan Indonesia, Mouffe sepertinya dapat dijadikan solusi atas heterogenitas dan pluralitas bangsa ini, tidak saja kelompok mayoritas tetapi dihuni oleh banyaknya ragam kelompok minoritas. Brkaitan dengan kondisi Inodnesia yang dihimpun oleh banyaknya kelompok minoritas, Saya setuju dengan pendapat kewarganegaraan Mouffe bahwa warganegara yang minoritas bukan sesuatu yang harus dinegasikan dan dihegemoni, tetapi merupakan entitas kelompok bangsa dari bagian proses pembangunan politik nasional.  Kata Kunci : warganegara, kewarganegaraan, identitas 
MARKETING POLITIK PEMENANGAN JOKOWI-JK PADA PEMILIHAN PRESIDEN TAHUN 2014 Lestari, Linayati; Alpikri, Alpikri
JURNAL TRIAS POLITIKA Vol 1, No 1 (2017): JURNAL TRIAS POLITIKA Edisi April
Publisher : Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik Universitas Riau Kep

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (851.453 KB)

Abstract

Election of President and Vice President of the Republic of Indonesia Year 2014 (2014 presidential election) was held on July 9, 2014 to elect the President and Vice President of Indonesia for the period 2014-2019. Efforts towards the award process, the politicians do the propaganda and agitation against the people (voters) in order that the candidate from the party that wins diusungnya at a general election. This is where the strategy is needed as a vehicle for political dynamic development and as a means to the goal in question.The problems of research that is how political marketing Joko Widodo-Jusuf Kalla on winning the presidential election of 2014 in the city of Batam. The purpose of this study was to determine political marketing Joko Widodo - Jusuf Kalla on winning the presidential elections in 2014 in the city of Batam. The benefits of this research is theoretically and practically.The method used in this research is using the qualitative approach with descriptive approach. Data collection techniques used in this study is observation, interview and dokumnetasi.The results of the study describes the Winning Strategy Joko Widodo-Jusuf Kalla On Presidential Elections of 2014 in the city of Batam (Case Study Sagulung Subdistrict, District Batam City and District Bengkong). Victory Joko Widodo-Jusuf Kalla in the 2014 presidential election in Batam will be seen from the process of political marketing that product offered, promotion is done, the selling price, a prioritized and market segmentation. From the research that has been done can be concluded that the victory of Joko Widodo-Jusuf Kalla at the presidential election in 2014 in the city of Batam, influenced by products that offer is to build elektabilitas candidate in the eyes of society, promotion done is to convey the benefits of its products to the public in the form of banners, billboards , tabloids and pamphlets. Selling prices here focuses on the psychological price to image nationally be a price to pay. Place priority aims to establish communication with the voters as the campaign must touch all levels of society. Market segmentation is done is to investigate complaints of people who are not uniform. To get the victory Joko Widodo-Jusuf Kalla, the more accurate the 2014 presidential election should be held for further research in terms of other strategies. Keywords: election, marketing, strategy, politic, presidential election Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Tahun 2014 (Pilpres 2014) dilaksanakan pada tanggal 9 Juli 2014 untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden Indonesia untuk periode 2014-2019. Upaya menuju proses pemenangan, para politisi melakukan propaganda dan agitasi terhadap masyarakat (pemilih) agar calon dari partai yang diusungnya menang pada saat pemilihan umum. Di sinilah strategi dibutuhkan sebagai wahana perkembangan dinamika politik dan sebagai alat menuju cita-cita yang dimaksud.Rumusan masalah dari penelitian yaitu bagaimana marketing politik Joko Widodo-Jusuf Kalla pada pemenangan pemilihan Presiden Tahun 2014 di Kota Batam. Tujuan dari penelitian ini adalah  untuk mengetahui marketing politik  Joko Widodo-Jusuf Kalla pada pemenangan pemilihan presiden tahun 2014 di Kota Batam. Manfaat dari penelitian ini yaitu secara teoritis dan secara praktis.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunkan pendekatan kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara dan dokumnetasi.Kemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla pada Pilpres 2014 di Kota Batam akan dilihat dari proses marketing politik yaitu produk yang ditawarkan, promosi yang dilakukan, harga jual, tempat yang diprioritaskan dan segmentasi pasar. Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla pada  pilpres 2014 di Kota Batam, di pengaruhi oleh produk yang tawarkan adalah untuk membangun elektabilitas calon dimata masyarakat, Promosi yang dilakukan adalah untuk menyampaikan keunggulan produknya kepada masyarakat  baik berupa spanduk, baliho, tabloid dan pamplet. Harga Jual disini menitik beratkan pada harga secara psikologis hingga citra secara nasional menjadi harga yang harus dibayar. Tempat yang diprioritaskan bertujuan untuk membangun komunikasi dengan pemilih karena kampanye harus menyentuh semua lapisan masyarakat.  Segmentasi pasar  dilakukan adalah untuk mengetahui keluhan-keluhan masyarakat yang tidak seragam. Untuk mendapatkan proses kemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang lebih akurat pada pilpres 2014 perlu diadakan penelitian lebih lanjut yang ditinjau dari strategi lainnya. Kata Kunci : Pemilihan Umum, Marketing, Strategi, Politik, Pemilihan Presiden 
PERAN SEKRETARIAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DALAM MENUNJANG KINERJA ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI Ramadhanti, Rika
JURNAL TRIAS POLITIKA Vol 2, No 2 (2018): Jurnal Trias Politika
Publisher : Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik Universitas Riau Kep

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (734.186 KB)

Abstract

Absract The Regional People's Legislative Assembly (DPRD) is one of the institutions or representative bodies of the people in the region. DPRD in carrying out its duties, has the rights, authority and obligations in carrying out its duties as representatives of the people. The granting of broad rights to the DPRD is a sign that the democratization of regional government is expected to show more tangible forms. To support the performance of the DPRD, as mandated by Law Number 23 of 2014 concerning regional governance which was then confirmed by Government Regulation Number 18 of 2016 concerning Regional Devices, that the DPRD secretariat is a regional apparatus which is an element of administrative service to the DPRD, which includes the administration of DPRD secretariat , the administration of the DPRD's financial administration, supporting the implementation of the duties and functions of the DPRD, as well as the provision and coordination of experts needed by the DPRD.  Keywords: Role, Performance   Abstrak  Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan salah satu lembaga atau badan perwakilan rakyat di daerah. DPRD dalam melaksanakan tugasnya, mempunyai hak, wewenang dan kewajiban didalam mengemban tugasnya sebagai wakil rakyat. Pemberian hak-hak yang luas kepada DPRD merupakan suatu petunujuk bahwa demokratisasi pemerintahan daerah diharapkan makin menunjukkan bentuk yang lebih nyata. Untuk menunjang kinerja DPRD, sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah yang kemudian dipertegas oleh Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Perangkat Daerah, bahwa sekretariat DPRD adalah perangkat daerah yang merupakan unsur pelayanan administrasi terhadap DPRD, yang meliputi penyelenggaraan kesekretariatan DPRD, penyelenggaraan administrasi keuangan DPRD, mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD, serta penyediaan dan pengkoordinasian tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD. Kata kunci: Peranan, Kinerja