cover
Contact Name
Fuad Mustafid
Contact Email
fuad.mustafid@uin-suka.ac.id
Phone
+6281328769779
Journal Mail Official
asy.syirah@uin-suka.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kab. sleman,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum
ISSN : 08548722     EISSN : 24430757     DOI : 10.14421/ajish
Core Subject : Religion, Social,
2nd Floor Room 205 Faculty of Sharia and Law, State Islamic University (UIN) Sunan Kalijaga, Marsda Adisucipto St., Yogyakarta 55281
Arjuna Subject : -
Articles 8 Documents
Search results for , issue "Vol 55, No 2 (2021)" : 8 Documents clear
SEMA Waiver Number 3 of 2018 in the Case of Isbat for Polygamous Marriage: Study of Legal Considerations of Judges in Decision Number 634/Pdt.G/2018/PA.Mtr Muhammad Muhajir; Qurratul Uyun
Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum Vol 55, No 2 (2021)
Publisher : Faculty of Sharia and Law - Sunan Kalijaga State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajish.v55i2.1002

Abstract

Abstract: This article discusses the implementation of marriage isbat due to polygamy after the enactment of the Supreme Court Circular (SEMA) Number 3 of 2018. In the SEMA, the Supreme Court did not permit to ratify polygamous marriage isbat, but the decision of the Mataram Religious Court Number 634/Pdt.G /2018/PA.Mtr granted the application for polygamous marriage isbat. This paper aims to determine the decidendi ratio in the acceptance of the isbat of polygamous marriages. This research applies a statutory approach in a case. This study concludes that the Panel of Judges granted the case in decision Number 634 by ignoring SEMA Number 3 of 2018. Realizing justice and benefit for Siri's wife as heirs so that she can disburse her husband's pension TASPEN fund is seen as more beneficial by the Panel of Judges. In this way, her husband's pension TASPEN funds can be used to meet the living needs of the Petitioner and his family. The implication is that the decision can be called a legal breakthrough from the point of view of progressive law because it is based on the benefit that is considered more significant than following the material law of polygamous marriage.Abstrak: Artikel ini membahas pelaksanaan isbat nikah akibat poligami setelah berlakunya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3 Tahun 2018. Dalam SEMA Nomor 3 Tahun 2018, Mahkamah Agung tidak lagi memberikan izin untuk pengesahan isbat nikah poligami, namun putusan No.634/Pdt.G/2018/PA.Mtr mengabulkan permohonan isbat nikah poligami. Tujuan penulisan ini untuk mengetahui ratio decidendi dalam pengabulan isbat nikah poligami, apakah putusan catat hukum atau sebagai terobosan hukum. Penelitian ini merupakan kombinasi penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris dengan pendekatan perundang-undangan (Statue Approach) dan pendekatan kasus (Case Approach). Penelitian dilakukan meliputi penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Hasil penulisan ini adalah putusan perkara Nomor 634/Pdt.G/2018/PA.Mtr dikabulkan oleh Majelis Hakim dengan mengesampingkan SEMA Nomor 3 Tahun 2018. Putusan tersebut termasuk sebuah terobosan hukum dengan mencerminkan hukum progesif dengan mendasarkan kemaslahatan yang lebih utama ketimbang mengikuti hukum materiil yang mengatur tentang perkawinan poligami. Merealisasikan rasa keadilan dan kemaslahatan bagi isteri siri kedua sebagai ahli waris agar dapat mencairkan dana taspen pensiunan suami dipandang lebih maslahat oleh Majelis hakim. Sebab, dana taspen pensiunan suaminya tersebut dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup Pemohon beserta keluarganya.
The Existence and Constraint of Marriage Registration for the Followers of Sapta Darma Belief in East Lampung Habib Shulton Asnawi; Agus Setiawan; Iwannudin Iwannudin
Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum Vol 55, No 2 (2021)
Publisher : Faculty of Sharia and Law - Sunan Kalijaga State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajish.v55i2.955

Abstract

Abstract: Indonesia has provided the institution in charge of marriage registration. However, the registration process does not always run effectively for a particular community. This article sheds light on the existence and obstacle of marriage registration faced by the followers of Sapta Darma belief in East Lampung. Data were collected through observation, documentation, and interview. Using a socio-legal lens, this article identifies consecutive facts impeding followers of the Sapta Darma belief in East Lampung from obtaining the legality of their marriages through state institutions. The organization of Sapta Darma believers has no internal institution which especially in charge of registering their marriage. They seem trapped and face a disproportionately negative stigma. Many of them do not have identity cards (KTP) as the basic term for the registration process. However, they continue to believe that their marriages are valid according to their faith and do not violate state law.Abstract: Indonesia telah menyediakan lembaga yang bertanggung jawab atas pendaftaran pernikahan. Namun demikian, proses pendaftaran pernikahan tidak selalu berjalan efektif untuk komunitas tertentu. Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan keberadaan dan hambatan pendaftaran pernikahan yang dihadapi oleh para pengikut Sapta Darma di Lampung Timur. Data dikumpulkan melalui pengamatan, dokumentasi, dan wawancara. Menggunakan lensa sosio-hukum, artikel ini mengidentifikasi fakta berturut-turut yang menghambat pengikut kepercayaan Sapta Darma di Lampung Timur untuk mendapatkan legalitas pernikahan mereka melalui lembaga negara. Organisasi Sapta Darma tidak memiliki institusi internal yang terutama bertugas mendaftarkan pernikahan mereka. Mereka tampak terjebak dan menghadapi stigma negatif yang tidak proporsional. Banyak dari mereka tidak memiliki kartu tanda penduduk (KTP) sebagai persyaratan dasar untuk pendaftaran pernikahan mereka. Namun demikian, mereka tetap percaya bahwa pernikahan mereka sah menurut keyakinan mereka dan tidak melanggar hukum negara.
Justice in Islamic Criminal Law: Study of the Concept and Meaning of Justice in The Law of Qiṣāṣ Muhammad Tahmid Nur
Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum Vol 55, No 2 (2021)
Publisher : Faculty of Sharia and Law - Sunan Kalijaga State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajish.v55i2.1011

Abstract

Abstract: Contextualizing the justice dimension in the law of qiṣāṣ has a humanitarian basis, so it needs to be understood under the context and development of current law. This endeavor is necessary to have a more thorough and contextual understanding of the esoteric meaning of qiṣāṣ legal justice. This article examines the contextualization of the meaning of justice in the construction of qiṣāṣ law to further elaborate on its human values, using a normative approach with philosophical analysis. This study data consisted of primary and secondary data. Based on the study analysis, it can be concluded in three points. First, the meaning of justice in Islamic law is oriented to realizing human benefit based on humanity and religious values. Justice in recompense punishment is found in the guarantee of life from God as the Lawgiver. Second, the implementation of qiṣāṣ punishment always prioritizes respect for the perpetrators' and victims' rights. This is a form of respect for human values. Third, in terms of applying punishment, the construction of qiṣāṣ law allows flexibility by contextualizing the meaning of justice to be adapted and applied in society.Abstraks: Kontekstualisasi dimensi keadilan dalam hukum qiṣāṣ pada dasarnya memiliki basis kemanusiaan sehingga ia perlu dipahami sesuai dengan konteks dan perkembangan hukum kontemporer. Upaya ini penting dilakukan agar bisa memahami makna esoteris keadilan hukum qiṣāṣ lebih komprehensif dan kontekstual. Artikel ini mengkaji kontekstualisasi makna keadilan dalam konstruksi hukum qiṣāṣ guna mengelaborasi lebih lanjut nilai-nilai kemanusiaan yang ada di dalamnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif dengan analisis filosofis. Data-data dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan sekunder. Berdasar kajian dan analisis yang telah dilakkan, diperoleh simpulan bahwa: pertama, makna keadilan dalam hukum Islam diorientasikan pada terwujudnya kemaslahatan manusia yang berlandasakan nilai kemanusiaan dan ketuhanan. Keadilan dalam hukuman pembalasan yang setimpal terdapat pada jaminan garansi kehidupan dari Tuhan sebagai Pembuat Hukum. Kedua, pelaksanaan hukuman qiṣāṣ selalu mengedepankan prinsip penghormatan atas hak individual pelaku dan juga keluarga korban. Hal ini merupakan wujud penghargaan terhadap nilai kemanusiaan. Ketiga, dari sisi penerapan hukumannya, konstruksi hukum qiṣāṣ memungkinkan untuk diterapkan secara fleksibel dengan mengontekstualiasikan makna keadilan untuk bisa diadaptasikan dan diterapkan di masyarakat.
Policies and Implementation of Village Fund Direct Cash Assistance (BLT-DD) during the Covid-19 Pandemic in Central Java: Juridical and Maqasid ash-Shari'a Perspectives Makhrus Munajat
Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum Vol 55, No 2 (2021)
Publisher : Faculty of Sharia and Law - Sunan Kalijaga State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajish.v55i2.997

Abstract

Abstract: The policy and implementation of Village Fund Direct Cash Assistance (BLT) in Central Java has caused its own problems. On the one hand, he has helped rural communities affected by the Covid-19 pandemic in maintaining their lives and freeing them from food insecurity. On the other hand, the policy and implementation of the Village Fund BLT also drew a lot of protests from the village community, because the distribution was considered unfair. In addition, the policy has also disrupted activities that have broad benefits for the village community. On this basis, this article examines the policy and implementation of Village Fund Direct Cash Assistance (BLT) in Central Java from a juridical and maqasid ash-syari'ah perspective. This study uses a descriptive-analytic method with a juridical and maqāṣid ash-sharī'a approach. Several conclusions have been obtained from the study that has been carried out: first, the Village Fund Direct Cash Assistance (BLT) is a preventive government policy. Second, the Village Fund BLT implementation in Central Java has gone quite well, although some problems accompany it, both related to data collection on prospective beneficiaries and their distribution. Third, from a juridical perspective, the policy signifies that the Indonesian government has implemented justice as well as the mandate of Pancasila and the Constitution of 1945. Meanwhile, according to the perspective of maqāṣīd ash-sharī'a, the policy and implementation of the Village Fund BLT in Central Java have been in line with the objectives of Islamic law (maqāṣīd ash-hyarī'a), both at the primary, secondary, and tertiary levels. The Village Fund BLT has protected the religion, soul, lineage, mind, and property of the poor and vulnerable in Central Java due to the Covid-19 pandemic.Abstrak: Kebijakan dan implementasi Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa di Jawa Tengah telah menimbulkan persoalan tersendiri. Pada satu sisi, ia telah membantu masyarakat desa yang terdampak pandemi Covid-19 dalam mempertahankan hidup dan membebaskan mereka dari kerawanan pangan. Di sisi lain, kebijakan dan implementasi BLT Dana Desa juga menuai banyak protes dari masyarakat desa, karena distribusinya dianggap tidak adil. Selain itu, kebijakan tersebut juga telah menyebabkan kegiatan-kegiatan yang bernilai manfaat luas bagi masyarakat desa menjadi terganggu. Atas dasar hal tersebut, artikel ini mengkaji kebijakan dan implementasi Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa di Jawa Tengah dari perspektif yuridis dan maqasid asy-syari’ah. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan yuridis dan maqashid syari’ah. Dari kajian yang telah dilakukan diperoleh beberapa kesimpulan: pertama, Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa merupakan kebijakan pemerintah yang bersifat prefentif. Kedua, implementasi BLT Dana Desa di Jawa Tengah sudah berjalan baik, meskipun masalah yang menyertainya, baik terkait pendataan calon penerima bantuan maupun distribusinya. Ketiga, dari perspektif yuridis, kebijakan tersebut juga bermakna bahwa pemerintah Indonesia telah menegakkan keadilan dan sekaligus telah melaksanakan amanah Pancasila dan UUD 1945. Sementara dari perspektif maqasid asy-syari’ah, kebijakan dan implementasi BLT Dana Desa di Jawa Tengah telah selaras dengan tujuan disyariatkannya hukum Islam (maqāṣīd asy-syarī’ah), baik pada tataran primer, sekunder, maupun tersier. BLT Dana Desa telah mampu melindungi agama, jiwa, keturunan, akal pikiran, dan harta benda masyarakat miskin dan rentan yang ada di Jawa Tengah akbat pandemi Covid-19. 
The Uṣūl al-Fiqh Approach on the Understanding of Islamic Law in Contemporary Era: Source and Contextualization Syafaul Mudawam
Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum Vol 55, No 2 (2021)
Publisher : Faculty of Sharia and Law - Sunan Kalijaga State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajish.v55i2.1004

Abstract

Abstract: This article aims to analyze an understanding of Islamic legal theories (uṣūl al-fiqh), referred to as a source and logical framework of how to answer legal problems of humankind’s response in the contemporary era. The paper employed library research to deal with Islamic principles as primary data sources. Findings that the development of uṣūl al-fiqh debate should be involved primary sources of the Islamic law, both independent sources (the Qur’an and sunnah) and dependent sources (ijmā‘, qiyās, istihsan, istiṣlah, and others). In order to answer the contemporary problems, the development of the uṣūl al-fiqh method should be evidenced by the primary objectives of Islamic law (maqāṣid al-syarī‘ah), namely, creating the public interest (maṣlaḥah) for the humanity. However, the contextualization of uṣūl al-fiqh is used by sorting out distinguishing primary sources (authentic) and derivatives sources. Such the proofs are understood to analyze for further discussion on deductive (istidlāl al-istinbāṭī) or inductive reasoning (istidlāl al-istiqrā’ī). Indeed, jurists should be carried on emphasizing the objectives and the wisdom of Islamic law (maqāṣid wa ḥikmah al-syarī‘ah) as their analysis.Abstrak: Artikel ini bertujuan untuk menganalisis sumber dan logika operasional usul fikih dalam menjawab persoalan hukum dan kemanusiaan di era kontemporer. Tulisan ini merupakan penelitian kepustakaan dengan menjadikan kitab-kitab usul fikih sebagai sumber primer. Artikel ini menemukan bahwa pengembangan kajian usul fikih harus didasarkan pada sumber utamanya dalam hukum Islam, baik sumber-sumber independen (Al-Qur’an dan hadis) maupun sumber-sumber dependen (ijmā‘, qiyās, istihsan, istiṣlah, dan sebagainya). Dalam rangka menjawab problematika kontemporer, pengembangan metodologi ushul fikih harus didasarkan pada tujuan utama syari’ah (maqāṣid al-syarī‘ah), yakni menciptakan kemaslahatan bagi umat manusia. Sementara itu, kontekstualisasi usul fikih dapat dilakukan dengan memilah dan membedakan sumber primer (autentik) dan sumber turunan (derivatif). Dalil-dalil tersebut kemudian dipahami dan dianalisis lebih lanjut melalui penalaran deduktif (istidlāl al-istinbātī) ataupun penalaran induktif (istidlāl al-istiqrā’ī). Pada pelaksanaan analisisnya, para ahli hukum Islam perlu memperhatikan dan menekankan pada aspek tujuan dan hikmah dari disyariatkannya hukum Islam (maqāṣid wa ḥikmah al-syarī‘ah).
Saprah Amal, Democratization and Constitutional Rights The Habitus of Philanthropy Practices for the Banjar Muslim Society in South Kalimantan Ali Murtadho Emzaed; Kamsi Kamsi; Ahmad Bahiej
Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum Vol 55, No 2 (2021)
Publisher : Faculty of Sharia and Law - Sunan Kalijaga State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajish.v55i2.1031

Abstract

Abstrak: Partisipasi masyarakat sipil Islam dalam konteks demokratisasi di negara Muslim masih dipersoalkan, tidak terkecuali di Indonesia. Namun demikian, artikel ini memberikan bukti bahwa saprah amal sebagai bagian dari praktik filantropi Islam yang unik telah menjadi bagian dari upaya memperkuat demokratisasi di negara Muslim. Teori partisipasi dari Sherry R. Arnstein dipakai untuk menganalisis persoalan ini. Artikel ini menjawab pertanyaan tentang saprah amal sebagai proxy atas praktik kedermawanan, cara negosiasi berderma, dan bentuk partisipasinya dalam memperkuat demokrasi di Indonesia. Temuan artikel ini, pertama, saprah amal merupakan tradisi unik dalam masyarakat Islam Banjar dan ia menjadi proxy atas praktik kedermawanan yang bersifat indigenous. Lelang amal melalui influencer dalam tradisi saprah amal juga menjadi cara negosiasi yang unik dalam berderma. Kedua, spirit kebersamaan dalam saprah amal menjadi modal sosial yang baik untuk mengisi ruang kosong pembangunan yang tidak bisa dilakukan secara cepat oleh negara. Ketiga, praktik dan tradisi saprah amal ini merupakan bentuk ekspresi dan partisipasi masyarakat Islam Banjar untuk ikut serta dalam pembangunan bangsa yang keberadaannya diakui dan dijamin oleh konstitusi negara Indonesia.Abstract: Islamic civil society participation in democratization among Muslim countries is still being questioned, including in Indonesia. Nevertheless, this article provides evidence concerning the notion that saprah amal, as part of Islamic philanthropy practice, has strengthened democratization in Muslim countries based on Sherry R. Arnstein’s theory of participation. To answer questions about the role of saprah amal as a reasonable proxy for the practice of generosity, how to negotiate charity, and its participation in empowering democracy in Indonesia. These several research findings, firstly, saprah amal is a unique tradition from Banjar Islamic community and becomes a proxy for indigenous generosity practices. Charity auctions through influencers in the saprah amal tradition are also a unique way of negotiating in giving. Second, the spirit of togetherness in charity is an excellent social capital to overcome the limit of state developmentalism. Lastly, the practice and tradition of saprah amal is a form of expression and participation of the Banjar Islamic society to participate in nation-building, recognized and guaranteed by the Indonesian constitution.
Children Born out of Wedlock Inherit the Lineage of Their Biological Father: Auda's Maqāşid asy-Syarī'a Perspective M. Nasikhul Umam Al-Mabruri; Wahyu Fahrul Rizki; Abdul Rahim Hakimi
Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum Vol 55, No 2 (2021)
Publisher : Faculty of Sharia and Law - Sunan Kalijaga State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajish.v55i2.415

Abstract

Abstract: This article discusses the debate of the lineage (nasab) of children born out of wedlock according to maqāşid asy-syarī'a framework by Auda. The data were collected from various literary sources, including primary, secondary, and tertiary materials. By employing the approach and theory of maqāşid asy-syarī'a of Auda, this article concludes that efforts to create a just and equitable jurisprudence can be undertaken by reconstructing the classical fiqh framework concerning the status and rights of children born out of wedlock. This article also concludes that every child fundamentally possesses the same legal status and civil rights, including the right to lineage with their biological father. This is made possible by establishing the reconstruction of the lineage of children born out of wedlock on a substantive-legal basis rather than a formal-legal basis, as found in the classical fiqh construction.Abstrak: Artikel ini mendiskusikan perdebatan mengenai nasab anak yang lahir di luar pernikahan menurut kerangka maqāşid asy-syarī'a ala Auda. Data dikumpulkan dari berbagai sumber pustaka, termasuk bahan primer, sekunder, dan tersier. Dengan menerapkan pendekatan dan teori maqāşid asy-syarī'a karya Auda, artikel ini menyimpulkan bahwa upaya untuk menciptakan yurisprudensi yang adil dan merata dapat dilakukan dengan merekonstruksi kerangka fikih klasik mengenai status dan hak-hak anak yang lahir di luar pernikahan. Artikel ini juga menyimpulkan bahwa setiap anak pada dasarnya memiliki status hukum dan hak-hak sipil yang sama, termasuk hak atas nasab dengan ayah biologis mereka. Hal ini dapat tercapai dengan melakukan rekonstruksi nasab anak yang lahir di luar pernikahan berdasarkan dasar hukum substantif daripada dasar hukum formal, seperti yang ditemukan dalam konstruksi fikih klasik. 
Professional Zakat in Modern Society Life: Provisions Regarding Intellectual Property Objects, Nisab, and Zakat Level Shabarullah Shabarullah; Fitria Andriani; Muhammad Sufyan Naim bin Shahrinizam
Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum Vol 55, No 2 (2021)
Publisher : Faculty of Sharia and Law - Sunan Kalijaga State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajish.v55i2.733

Abstract

Abstract: In the modern era, scholars have determined some of wealth that must be issued zakat beyond what has been stipulated in the text of the Al-Qur'an and as-Sunnah, and one of them is intellectual property. This article examines the opinions and arguments of the scholars regarding the inclusion of intellectual property rights as objects of zakat and both the nisab and zakat levels. This article is based on library data, both primary and secondary. Using a normative and historical approach and by utilizing modern zakat theory, this article concludes that intellectual property is part of wealth, which has both, benefits and economic value. Based on this fact, intellectual property is part of the object of zakat, namely the object of profession zakat. This is based on the general meaning of lafadz infaq in QS. al-Baqarah [2]: verse 267; the generality of the meaning of "wealth" (al-māl) for which zakat is obligatory in QS. at-Taubah [9]: 103, and also the practice of Muslim society in the past. In addition, this article also concludes that the calculation of the nisab for intellectual property is the same as the nisab for agricultural products. In the Indonesian context, it is equivalent to 653 kg of grain. While the level of zakat is the same as the level of gold zakat, which is 2.5%. Thus, this article at the same time proves that Islamic law, especially the teachings on zakat, is not static, but changes and develops according to the dynamics and development of human life.Abstrak: Di era modern, para ulama menetapkan sejumlah harta kekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya di luar apa yang telah ditetapkan dalam nash Al-Qur’an dan as-Sunnah, dan salah satunya adalah kekayaan intelektual. Artikel ini mengkaji pendapat dan argumen para ulama mengenai dimasukkannya hak kekayaan intelektual sebagai objek zakat dan sekaligus penentuan nisab dan kadar zakatnya. Artikel ini didasarkan pada data-data kepustakaan, baik yang bersifat primer maupun sekunder. Menggunakan pendekatan normatif dan historis dan dengan memanfaatkan teori zakat modern, artikel ini menyimpulkan bahwa kekayaan intelektual merupakan bagian dari harta kekayaan, yang memiliki manfaat dan nilai ekonomi sekaligus. Atas dasar kenyataan itulah maka kekayaan intelektual merupakan bagian dari objek zakat, yakni objek zakat profesi. Hal ini didasarkan pada keumuman makna lafadz infaq dalam QS. al-Baqarah [2]: ayat 267; keumuman makna “harta kekayaan” (al-māl) yang wajib dikeluarkan zakatnya dalam QS. at-Taubah [9]: 103, dan juga praktik masyarakat muslim di masa lampau. Selain itu, artikel ini juga menyimpulkan bahwa penghitungan nisab atas kekayaan intelektual adalah sama dengan nisab dari hasil pertanian. Dalam konteks Indonesia, ia sepadan dengan 653 kg gabah. Sedangkan kadar zakatnya adalah sama dengan kadar zakat emas, yakni 2.5%. Dengan demikian, artikel ini sekaligus membuktikan bahwa hukum Islam, khususnya ajaran tentang zakat, tidaklah bersifat statis, tetapi berubah dan berkembang menyesuaikan dinamika dan perkembangan kehidupun manusia.Keywords: Professional zakat; intellectual property rights; objects of Zakat; nisab; zakat level

Page 1 of 1 | Total Record : 8