cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 483 Documents
Khazanah: Jeremy Bentham Latipulhayat, Atip
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 2, No 2 (2015): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (555.005 KB)

Abstract

Jeremy Bentham (1748-1832) adalah seorang filosof dan ahli hukum Inggris yang dijuluki sebagai “Luther of the Legal World” (Luther dalam dunia hukum). Julukan ini meminjam ketokohan teolog Martin Luther yang melakukan reformasi terhadap doktrin-doktrin tertentu dalam ajaran Katolik. Bentham dianggap sebagai figur yang melakukan reformasi sistem hukum Inggris pada abad ke-18 yang dianggap ketinggalan zaman, dan bahkan cenderung korup. Bentham memberikan kritik tajam sekaligus tawaran reformasi terhadap sistem hukum Inggris. Utilitarianisme adalah tawaran Bentham untuk mendesain ulang sistem hukum Inggirs yang dinilainya dekaden. DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v2n2.a12
Perlindungan Merek terhadap Framing, Meta tag, dan Deep Linking Berdasarkan UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek dan Perbandingannya dengan Regulasi dan Praktik di Amerika Serikat Amirulloh, Muhamad; Kusmawati, Aneke Putri
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 1, No 3 (2014): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (780.077 KB)

Abstract

AbstrakFraming, meta tags, dan deep linking semakin marak terjadi dalam berbagai transaksi elektronik, khususnya yang berkaitan dengan pemanfaatan dan penggunaan merek dalam aktivitas di internet. Hal ini menimbulkan berbagai masalah hukum baru. Salah satu masalah yang timbul adalah penyalahgunaan merek di dunia maya dengan cara meminjam reputasi suatu merek tanpa izin dengan tujuan untuk menarik dan menyesatkan konsumen untuk mengunjungi website tersebut. Regulasi tentang dilusi merek dan putusan kasus-kasus di Amerika Serikat dijadikan bahan perbandingan. Penelitian ini menunjukan bahwa teori hukum perlindungan konsumen menerapkan framing, meta tags, dan/atau deep linking menggabungkan teori perlindungan merek tradisional dengan teori kepentingan. Prinsip-prinsip hukum yang dapat digunakan untuk melindungi merek dari framing, meta tags, dan deep linking adalah prinsip iktikad baik dan prinsip pembedaan dalam aktivitas-aktivitas penting dalam perdagangan barang dan jasa.Kata kunci: merek, framing, meta tag, deep linking, teknologi informasi dan komunikasi (TIK) Trademark Protection against Framing, Meta Tag, and Deep Linking Based on Trademark Act Number 15 of 2001 and Its Comparison with the Regulation and Practices in the United States of AmericaAbstractFraming, meta tags, and deep linking are frequently occurred in electronic transactions through the utilization and use of the mark in the activity on the internet. This raises a new form of legal problems, namely infringement of the brand in the virtual world, by leveraging the reputation (goodwill) as a brand without permission with the intention to attract and mislead consumers to visit their website. Trademark Dilution Act and Practices in United States of America is used as a comparative study. This research showed that the theory of brand protection law recognized framing, meta tags, and/or linking the theory of brand protection era of Information and Communication Technology, which combines a conventional brand protection theory with the theory of interest. Legal principles that can be used to protect the brand of the framing, meta tags, and/or deep linking is a principle of good faith, the principle of distinguishing, in the use of the principle activities of goods and/or services.Keywords: trademark, framing, meta tag, deep linking, information and communication technology (ICT).DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v1n3.a3
Artikel Kehormatan: Langkah Menuju Konglomerasi Koperasi di Indonesia Adam, Richard Candra; Sastrawidjadja, Man S.
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 2, No 2 (2015): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (627.183 KB)

Abstract

Dalam kelembagaan, koperasi rakyat ditempatkan sebagai subjek (people based) sekaligus pusat kegiatan ekonomi (people centered). Koperasi menjadi lembaga yang mengatur perekonomian berdasarkan semangat kekeluargaan dan gotong royong. Hal ini tertera dalam penjelasan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang menempatkan koperasi sebagai saka guru perekonomian nasional serta bagian integral tata perekonomian nasional. Koperasi merupakan lembaga ekonomi strategis yang mampu menjadi penarik dan pendorong seluruh kegiatan ekonomi. Melalui koperasi, masyarakat secara kolektif dan nyata dapat menciptakan dan memperoleh nilai tambah, keuntungan dan kesempatan usaha yang lebih besar. Apabila koperasi masih bertahan dengan pola kelembagaan dan pengelolaan manajemen seperti 20 tahun lalu, maka koperasi tidak akan mampu bersaing. Secara statistik, kondisi koperasi tetap berkembang dari tahun ke tahun, namun kontribusi terhadap perekonomian nasional tidak signifikan. Mengadopsi sistem ekonomi konglomerasi dengan dibentuknya konglomerasi koperasi, berarti mengadopsi model koperasi dengan usaha-usaha besar dan beragam sehingga diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Mewujudkan konglomerasi koperasi dapat melindungi kepentingan masyarakat lokal di tengah arus globalisasi dan kapitalisme, karena koperasi menjadi organisasi yang modalnya dimiliki oleh anggotanya. Kepemilikan ini yang menyebabkan koperasi mampu bertahan pada berbagai kondisi sulit, yaitu dengan mengandalkan loyalitas anggota dan kesediaan anggota untuk bersama-sama koperasi menghadapi kesulitan tersebut.The Road to “Conglomerate Cooperatives” in Indonesia AbstractAs an institution, Cooperatives occupies the position as a subject (people-based) organization and also object of economic activities (people-centered). Article 33 of Indonesian Constitution places Cooperatives as an integral part of the national economy. Cooperatives is a strategic economic institution that serves as either stimulant or booster factor in the economic activities. Through Cooperatives, the society may create and obtain additional value, profit, and bigger business opportunities. Should Cooperatives maintain its institutional mechanism and management as with 20 years ago, it will not survive the competition. Based on the statistic, Cooperatives trend develops from year to year. However, its contribution to the national economy is hardly significant. Adopting the economic system of conglomerate by forming Conglomerate Cooperatives—a model of Cooperatives with gigantic variety of businesses so that it may improve the welfare of its members. The Conglomerate Cooperatives can protect the local society from globalization as a result of global capitalism, since Cooperatives is an organization owned by its members. This sense of cooperation and loyalty serves as the main reason for Cooperatives to survive in difficult situations and circumstances.Keywords: economic, globalization, welfare, conglomerate, cooperatives.DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v2n2.a1
Prinsip Liberalisasi Perdagangan World Trade Organization (WTO) dalam Pembaharuan Hukum Investasi di Indonesia (Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007) Rohendi, Acep
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 1, No 2 (2014): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (628.377 KB)

Abstract

AbstrakUndang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM) merupakan peraturan mengenai investasi di Indonesia yang menggantikan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Investasi Asing dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1968 tentang Investasi Domestik. Undang-undang ini tidak lagi membedakan antara investasi asing dan domestik. Pembentukan undang-undang ini merupakan komitmen Indonesia atas diratifikasinya Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO Agreement) Pasal XVI, Ayat 4 dari Agreement tersebut mewajibkan negara anggota untuk menyesuaikan aturan-aturan atau hukum perdagangan mereka dengan aturan-aturan yang terdapat dalam Annex di WTO Agreement. Prinsip-prinsip WTO yang telah diimplementasikan pada UUPM, yaitu: 1) Prinsip (Most-Favoured-Nation) dalam Pasal 1 ayat (1), Pasal 3 ayat (1), Pasal 4 ayat (2), dan Pasal 6 ayat (1); 2) Prinsip National Treatment dalam Pasal 6 ayat (1); 3) Prinsip Larangan Restriksi (pembatasan) Kuantitatif dapat ditemukan dalam Pasal 8; 4) Prinsip Perlindungan melalui Tarif yang ditemukan secara tersirat pada asas efisiensi berkeadilan dalam Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 14; 5) Prinsip Resiprositas dapat ditemukan dalam Pasal 7 dan Pasal 32; 6) Prinsip Perlakuan Khusus bagi Negara Berkembang diatur dalam Pasal 13. Indonesia telah mengimplementasi prinsip-prinsip tersebut sebagaimana diwajibkan bagi negara-negara anggota WTO.Kata Kunci: prinsip liberalisasi perdagangan, World Trade Organization, investasi asing, investasi domestik, undang-undang penanaman modal. Principle of Trade Liberalization of World Trade Organization (WTO) in Reforming the Investment Law of Indonesia (Indonesian Law No. 25 of 2007)AbstractLaw Number 25 Year 2007 is the investment law of Indonesia which replaces Law Number 1 year 1967 on Foreign Investment and Law Number 5 year 1968 on Domestic Investment. This new law no longer distinguishes foreign and domestic investment. The formation of law Number 25 Year 2007 is the commitment of Indonesia upon ratification of the (WTO Agreement). Article XVI paragraph 4 of the Agreement Establishing the WTO requires state parties to adjust their rules or which law of trade with the rules contained in the WTO Agreement Annex. WTO principles which have been implemented in the Investment Law of 2007 are: 1) Principle of Most-Favored Nation clause in Article 1 paragraph (1), and Article 3 Paragraph (1), Article 4 paragraph (2) and Article 6 paragraph (1); 2) Principle of National Treatment in Article 6 paragraph (1); 3) Principle of Quantitative Restrictions in Article 8; 4) Principle of Protection through tariff found implicitly in Principle of Efficiency Fair in Article 3 paragraph (1) and Article 14; 5) Principle of Reciprocity found in Article 7 and Article 32; 6) Principle of Special Treatment for Developing Countries, provided in Article 13. Indonesia has been implementing these principles as required by WTO.Keywords: principle of trade liberalization, World Trade Organization, foreign investment, domestic investment, investment law.DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v1n2.a10
Pengawasan Peraturan Daerah pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Nursyamsi, Fajri
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 2, No 3 (2015): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5474.631 KB)

Abstract

AbstrakPerubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menjadi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah semakin menegaskan hubungan yang sentralistik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, yang selama pasca kemerdekaan mengalami dinamika yang tinggi, terutama dalam hal konsep dominasi kekuasaan antara keduanya. Salah satu dampak yang signifikan dari perubahan itu terletak pada kewenangan pengawasan pemerintah pusat terhadap peratuan daerah yang dibentuk oleh pemerintah daerah. Kondisi itu semakin memperkuat posisi pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah. Di satu sisi, hal tersebut mempertegas konsep negara kesatuan, tetapi, di sisi lain semakin membatasi kewenangan pemerintah daerah dalam melaksanakan otonomi daerah. Keduanya merupakan amanat dari Undang-Undang Dasar 1945. Kewenangan pengawasan juga berdampak kepada kewenangan pembatalan peraturan daerah oleh pemerintah pusat. Hal itu tidak bisa sekedar dilihat dari aspek hubungan antara pemerintah pusat dan daerah, tetapi juga berkaitan dengan perspektif perundang-undangan. Dengan adanya pembatalan, maka penting untuk melihat upaya hukum yang tersedia apabila ada yang tidak berkenan dengan pelaksanaan kewenangan pembatalan tersebut.Supervision on Local Regulations in Law Number 23 of 2014 Concerning Regional GovernmentAbstractThe amendment of Law Number 23 of 2004 with Law Number 23 of 2014 on Local Government has underlined the centralistic relationship between Central and Regional Governments—both of which have undergone numerous changes throughout the post-independence period, specifically concerning authority domination. Among these changes is the central government’s authority to supervise regional government in formulating local regulations; this reinforces the authority that the central government has over the regional governments. While this reaffirms the notion of unitary state, it also effectively limits the capacity of Regional Government in implementing regional autonomy, both of which are crucial to the 1945 Constitution. This supervisory authority consequently leads also to the central government’s authority to cancel local regulations. By considering not only the matter of authority but also legislation, it is clear that the imposition of such great limitation over the Regional Governments is an issue. Thus, it is important to identify any available legal tools that can be used to counter the central government’s nullification of local regulations. DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v2n3.a6
Editorial: Pengarusutamaan Pelayanan Publik Sebagai HAM Latipulhayat, Atip
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 1, No 2 (2014): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (453.937 KB)

Abstract

Pelayanan publik (public services) di Indonesia dalam arti bagaimana negara melayani warganegaranya belum pernah mendapat perhatian yang memadai, bahkan cenderung terabaikan. Klaim ini menjadi absah, karena Indonesia masih tetap bertengger pada peringkat puncak negara-negara berkategori buruk dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Alasan utama dibalik buruknya pelayanan publik di Indonesia adalah belum sehatnya relasi antara negara dengan warganegaranya. Secara konvensional, relasi negara dan warganegara menempatkan warganegara sebagai pihak yang secara pasif menerima apapun bentuk pelayanan yang diterima dari negara. Namun, saat ini terjadi pergeseran yang cukup mendasar, warganegara yang semula sebagai penerima yang bersifat pasif menjadi penerima yang aktif dalam arti dapat melakukan gugatan jika pelayanan tidak memadai.  DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v1n2.a0
Problem Pengesahan Bendera Aceh dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (Pemetaan Permasalahan) Wijaya, Endra
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 3, No 1 (2016): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (602.759 KB)

Abstract

Bendera merupakan objek yang dapat dilekatkan beragam pesan dan makna terhadapnya. Keberadaan bendera bisa juga terkait dengan aspek simbol kedaulatan, sehingga wajar apabila kemudian sebagian pihak menganggap adanya bendera Aceh yang sama dengan bendera Gerakan Aceh Merdeka sebenarnya sudah membiarkan separatisme hidup di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Saat ini, di Aceh telah disahkan Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh yang memberlakukan bendera berwarna merah dengan garis putih serta hitam dan gambar bulan sabit serta bintang sebagai bendera Aceh yang memiliki kesamaan dengan bendera GAM. Sejak masa konflik masih berlangsung hingga ke masa setelah ditandatanganinya Memorandum of Understanding antara Pemerintah Indonesia dan GAM, keberadaan bendera Aceh selalu menuai kontroversi dan menjadi isu hangat dalam praktik ketatanegaraan di NKRI. Keadaan ini mendorong pencarian penjelasan dan solusi khususnya dari sisi hukum.Acehs Flag Problem in the Republic of Indonesia: Problem MappingAbstractFlag is an object in which many massages and meanings could be attached to. The existence of flag could also relate with sovereignty aspect and for that reason, some parties consider that the existence of Acehs flag, which is same with Free Aceh Movements (Gerakan Aceh Merdeka or GAM) flag, is conveying separatism in Republic of Indonesia. At present, in Nanggroë Aceh Darussalam, Acehs Qanun Number 3 Year 2013 on Acehs Flag and Symbol has been passed and its existence has always rises controversies and has become a problematic issue even after the signing of Memorandum of Understanding between the Government of Indonesia and GAM. It is thus an importance to discuss and try to find a solution for Acehs flag problem especially from the law perspective.DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v3n1.a9
Khazanah: Friedrich Karl Von Savigny Latipulhayat, Atip
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 2, No 1 (2015): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (577.2 KB)

Abstract

Friedrich Karl von Savigny (1779-1861) adalah ahli hukum Jerman yang juga dianggap sebagai salah satu Bapak hukum Jerman. Savigny adalah tokoh mazhab sejarah (historical school jurisprudence ) yang dikembangkannya pada paruh pertama abad ke 19. Dia juga dianggap sebagai pelopor kajian mengenai relasi antara perkembangan hukum dan sosial. Sebagai seorang pemikir hukum yang senantiasa kreatif dalam membuat terobosan-terobosan (trail-blazing legal scientist), Savigny memberikan kontribusi penting dalam perkembangan ilmu hukum dan bahkan terhadap ilmu sosial. Dari sekian banyak kontribusinya antara lain teorinya mengenai kontinuitas antara institusi hukum saat ini dengan institusi hukum masa lalu, meletakkan fondasi bagi kajian sosiologi hukum, dan menegaskan mengenai urgensi metode historis dalam kajian hukum. DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v2n1.a12
Editorial: Politik Hukum Pemerintahan Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014: Desentralisasi atau Re-sentralisasi? Latipulhayat, Atip
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 2, No 3 (2015): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (440.362 KB)

Abstract

Para pakar sering memandang hubungan antara desentralisasi teritorial dan sentralisasi dalam praktik negara kesatuan sebagai makna dinamik, ibarat “pendulum/bandul yang berayun” dari sentralisasi (memusat) ke desentralisasi (mendaerah) demikian seterusnya untuk mencari kesembangan (Mawhood: 1984, B.C. Smith: 1985, Bagir Manan: 1999).  Secara terminologis pun, metafor “desentralisasi” tidak akan pernah muncul tanpa terlebih didahului munculnya konsep “sentralisasi” dalam pembagian kekuasaan negara secara vertikal. Campur tangan pusat dalam pemerintahan di daerah tidak dapat dihindari 100 %,bahkan dalam pemerintahan yang paling desentralistik sekalipun. Di sisi lain, sistem sentralisasi “murni” dalam hubungan pusat – daerah ditolak sebagai pendekatan utama, terutama sejak sistem demokrasi dianggap sebagai model pemerintahan yang paling banyak diterima banyak negara. Dengan kata lain, desentralisasi telah menjadi pendekatan utama dalam pemencaran kekuasaan secara vertikal sebagai cermin dari prinsip “partisipasi” – yang merupakan salah satu prinsip demokrasi - dari aras lokal. DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v2n3.a0
Grand Design Politik Hukum Pidana dan Sistem Hukum Pidana Indonesia Berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Marbun, Rocky
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 1, No 3 (2014): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (609.684 KB)

Abstract

AbstrakPolitik hukum nasional telah menetapkan Indonesia sebagai negara yang berlandaskan hukum (rechtsstaat), sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Konsep Negara hukum tersebut mengacu kepada jiwa bangsa (volkgeist) yang termuat dalam Pancasila dan Proklamasi Kemerdekaan sebagai sumber dari segala sumber hukum dan penyangga konstitusionalisme. Sistem hukum pidana sebagai bentuk perwujudan politik hukum pidana sudah seharusnya dibentuk dengan penjiwaan UUD 1945 sebagai landasan yuridis. Konsekuensinya, sistem hukum pidana harus dijabarkan secara konkret pada setiap peraturan perundang-undangan. Namun demikian, penjiwaan Pancasila dan Proklamasi Kemerdekaan dalam sistem hukum pidana hingga saat ini belum terwujud dengan baik, misalnya adanya adopsi unsur-unsur asing. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka pembentukan politik hukum pidana dan rancangan sistem hukum pidana nasional hendaknya membatasi keberlakuan unsur asing berdasarkan konsep harmonisasi dan sinkronisasi dengan volkgeist Indonesia yang termuat dalam Pancasila dan Proklamasi Kemerdekaan.Kata Kunci: politik hukum pidana, sistem hukum pidana, Pancasila, Proklamasi, jiwa bangsa (volkgeist).Grand Design of the Legal Policy of Criminal Law and Indonesian Criminal Legal System Based on Pancasila and the 1945 Constitution of the Republic of IndonesiaAbstractThe national legal policy has determined that Indonesia is a state based on Rule of Law, as provided in Article 1 paragraph (3) of the 1945 Indonesian Constitution. The concept of Legal State should also refer to the national spirit (volkgeist), as reflected in Pancasila and the Independence Proclamation as the primary source of Law and pillars of constitutionalism. Criminal law system as an enactment of legal policy of criminal law should be formulated based on the 1945 Indonesian Constitution as its juridical basis. Consequently, the criminal legal system must be translated concretely into any legislation considered part of criminal law. However, the formation of Pancasila and the Independence Proclamation has not been actualized properly, for instance: the adoption of foreign elements. Therefore, the national formation and design of the politics of criminal law and criminal legal system should limit those elements based on the concept of harmonization and synchronization with the volkgeist reflected in Pancasila and the Independence Proclamation.Keywords: political criminal law, criminal legal system, Pancasila, Proclamation, national spirit (volkgeist)DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v1n3.a8

Page 5 of 49 | Total Record : 483


Filter by Year

2014 2023


Filter By Issues
All Issue Vol 10, No 2 (2023): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 10, No 1 (2023): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 9, No 3 (2022): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 9, No 2 (2022): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 9, No 1 (2022): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 8, No 3 (2021): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 8, No 2 (2021): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 8, No 1 (2021): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 7, No 3 (2020): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 7, No 2 (2020): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 7, No 1 (2020): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 6, No 3 (2019): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 6, No 2 (2019): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 6, No 1 (2019): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 5, No 3 (2018): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 5, No 2 (2018): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 5, No 2 (2018): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 5, No 1 (2018): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 5, No 1 (2018): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW) Vol 4, No 3 (2017): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 4, No 3 (2017): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 4, No 2 (2017): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 4, No 2 (2017): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 4, No 1 (2017): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 4, No 1 (2017): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 3, No 3 (2016): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 3, No 3 (2016): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 3, No 2 (2016): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 3, No 2 (2016): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 3, No 1 (2016): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 3, No 1 (2016): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 2, No 3 (2015): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 2, No 3 (2015): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 2, No 2 (2015): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 2, No 2 (2015): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 2, No 1 (2015): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 2, No 1 (2015): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 1, No 3 (2014): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 1, No 3 (2014): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 1, No 2 (2014): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 1, No 2 (2014): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 1, No 1 (2014): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 1, No 1 (2014): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) More Issue