cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota tangerang selatan,
Banten
INDONESIA
STAATSRECHT: Indonesian Constitutional Law Journal
ISSN : 25490915     EISSN : 25490923     DOI : -
Core Subject : Social,
STAATSRECHT: Indonesian Constitutional Law Journal (ISSN: 2549-0915) is an national journal published by Center for the Study of Constitution and National Legislation (POSKO-LEGNAS) UIN Jakarta, INDONESIA. The focus is to provide readers with a better understanding of Constitutional Law and present developments through the publication of articles, research reports, and book reviews. STAATSRECH specializes in Constitutional Law , and is intended to communicate original researches and current issues on the subject. This journal warmly welcomes contributions from scholars of related disciplines.
Arjuna Subject : -
Articles 68 Documents
Persinggungan Hak Budaya dan Hak Politik Dalam Pemilihan Umum dengan Sistem Noken Di Provinsi Papua Zaimi Multazim
STAATSRECHT: Indonesian Constitutional Law Journal Vol 1, No 1 (2017)
Publisher : UIN JAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/siclj.v1i1.4572

Abstract

Abstrak. Persinggungan Hak Budaya dan Hak Politik Dalam Pemilihan Umum dengan Sistem Noken Di Provinsi Papua. Pemilu dengan sistem noken telah dilaksanakan di Papua sejak PEPERA tahun 1969. Berlanjut pada saat pemilu pertama kalinya di Papua, sistem noken ini  juga digunakan. Sistem ini dilaksanakan dengan cara permusyawaratan antara kepala suku dengan masyarakat. Uniknya, setelah permusyawaratan dilakukan, kepala suku akan memasukkan seluruh surat suara masyarakat ke dalam salah satu kantung (noken) yang telah disediakan. Dalam kasus seperti ini, Mahkamah konstitusi (MK)  pada Tahun 2009, melalui Putusan MK Nomor 47-81/PHPU.A-VII/2009 ternyata telah mengakomodir hasil pemilu yang menggunakan sistem ini. Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa sistem noken telah menjadi nilai dan budaya yang hidup di Papua, sehingga harus dihargai dan dilindungi. Namun, dikeluarkannya putusan ini telah menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Di satu sisi sistem noken merupakan budaya yang telah lama hidup pada Masyarakat Papua, tetapi di sisi lain sistem ini telah menghilang hak pilih individu secara langsung dan telah menabrak asas pemilu “luber jurdil”. Kata Kunci: Noken, Papua, Pemilu
Urgensi Perubahan Undang-Undang Sebagai Tindak Lanjut Atas Putusan Mahkamah Konstitusi Ihsan Badruni Nasution
STAATSRECHT: Indonesian Constitutional Law Journal Vol 1, No 1 (2017)
Publisher : UIN JAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/siclj.v1i1.4573

Abstract

Abstrak. Salah satu materi muatan yang diatur oleh Undang-Undang adalah sebagai tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi. DPR RI dan Presiden sebagai pembentuk Undang-Undang memiliki peran yang penting untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi melalui perubahan Undang-Undang. Upaya perubahan Undang-Undang sebagai tindak lanjut atas akibat hukum putusan Mahkamah Konstitusi harus dilakukan secara terencana dan memiliki parameter yang jelas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Namun, saat ini belum ada pengaturan yang jelas dan tegas yang mengatur mengenai tata cara dan parameter yang digunakan sebagai urgensi dalam mengusulkan materi rancangan Undang-Undang akibat adanya putusan Mahkamah Konstitusi. Oleh karena itu diperlukan tata cara dan parameter yang jelas dan terukur yang memuat ringkasan kebutuhan berdasarkan beberapa indikator untuk menindaklanjuti akibat dari putusan Mahkamah Konstitusi melalui perubahan Undang-Undang agar terdapat kepastian hukum dalam pembentukan Undang-Undang. 
Perluasan Wewenang Mahkamah Konstitusi Dalam Memutus Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara Hingga Lembaga Pemerintahan Tingkat Pusat dan Daerah Muhammad Helmi Fakhrazi
STAATSRECHT: Indonesian Constitutional Law Journal Vol 1, No 1 (2017)
Publisher : UIN JAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/siclj.v1i1.4574

Abstract

Abstrak. Perluasan Wewenang Mahkamah Konstitusi dalam Memutus Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara Hingga Lembaga Pemerintah Tingkat Pusat dan Daerah. Pembentukan Mahkamah Konstitusi dapat dipahami dari dua sisi, yaitu dari sisi politik dan dari sisi hukum. Dari sisi politik ketatanegaraan, keberadaan Mahkamah Konstitusi diperlukan guna mengimbangi kekuasaan pembentukan undang-undang yang dimiliki Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden. Hal itu diperlukan agar undang-undang tidak hanya menjadi legitimasi bagi tirani mayoritas wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden yang dipilih langsung oleh rakyat. Mengenai lembaga negara yang yang bersengketa dan penyelesaiannya pada mahakamah konstitusi adalah lembaga yang di atur dan kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar 1945, adapun lembaga lembaga tersebut yaitu MPR, Presiden, Dewan Pertimbangan Presiden, Kementrian Negara, Pemerintah Daerah, (Pasal 18 ayat 2), DPRD Prov, DPRD Kab/Kota, DPR, DPD, KPU, BPK, MA, KY, TNI, POLRI. dari tujuh belas lembaga Negara, namun yang dapat menjadi pihak dalam Mahkamah Konstitusi hanya lima belas karena Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi yang merupakan pengecualian yang disebutkan diatas. Kata Kunci: Mahkamah Konstitusi, Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara.
Yurisprudensi Sebagai Alternatif Refrensial Hakim Dalam Memahami Konstitusi Rahmah Ningsih
STAATSRECHT: Indonesian Constitutional Law Journal Vol 1, No 1 (2017)
Publisher : UIN JAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/siclj.v1i1.4575

Abstract

Abstrak. Pembangunan dan pembaharuan hukum tidak hanya dilakukan melalui kodifikasi  dan unifikasi hukum akan tetapi dapat juga dilakukan melalui hukum-hukum yang tidak tertulis baik itu hukum kebiasaan, atau putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (yurisprudensi). Pembaharuan dalam yurisprudensi sangat penting untuk dibahas apalagi terhadap permasalahan yang belum diatur jelas oleh peraturan perundang-undangan atau masih ada perdebatan mengenai permasalahan tersebut.Yurisprudensi memiliki kekuatan hukum yang sama dengan undang-undang, karena putusan-putusannya telah berkekuatan hukum tetap serta dibenarkan oleh Mahkamah Agung sebagai pengadilan tingkat kasasi. Putusan hakim pada pengadilan tingkat pertama atau pengadilan tingkat banding belum tentu dapat dikategorikan sebagai yurisprudensi, kecuali apabila putusan tersebut telah melalui proses eksaminasi dan notasi serta rekomendasi sebagai putusan yang telah memenuhi standar hukum yurisprudensi dari Mahkamah Agung.   Kata Kunci: Yurisprudensi, Referensi Hakim, Konstitusi.
Benturan Kewenangan dan Kerjasama Pengawasan Hakim Antara Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung Masripatunnisa Masripatunnisa
STAATSRECHT: Indonesian Constitutional Law Journal Vol 1, No 1 (2017)
Publisher : UIN JAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/siclj.v1i1.4576

Abstract

Abstrak. Benturan Kewenangan dan Kerjasama Pengawasan Hakim Antara Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung. Perubahan undang-undang Komisi Yudisial (Undang-Undang nomor 18 tahun 2011 tentang Perubahan Undang-Undang nomor 22 tahun 2004) memiliki dampak pada diperluasnya kewenangan Komisi Yudisial dalam pola rekrutmen dan pengawasan hakim di Mahkamah Agung. Perubahan kewenangan Komisi Yudisial yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2011 kiranya pandangan Mahkamah Konstitusi yang dalam putusan nomor 005/PUU-IV/2006 masih sangat relevan untuk dijadikan rambu-rambu, dalam rangka Komisi Yudisial menjalankan fungsi pengawasan. Keberadaan  Komisi Yudisial ini diharapkan dapat menjadi simbol mengenai pentingnya infrastruktur sistem etika perilaku (good conduct) dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia menurut UUD 1945. Selain itu, Komisi Yudisial sebagai lembaga auxiliary organ terhadap lembaga kekuasaan kehakiman diharapkan juga dapat ditumbuh-kembangkan dalam sistem etika perilaku baik dalam infrastruktur maupun suprastruktur di semua sektor sebagaimana mestinya dalam rangka mewujudkan gagasan negara hukum dan prinsip “good governance’ di semua bidang. Kata kunci: Benturan Kewenangan, Pengawasan Hakim, Komisi Yudisial, Mahkamah Agung.
Relevansi Pemilihan Umum Serentak Presiden Dengan Legislatif Terhadap Penguatan Sistem Presidensial di Indonesia Ahmad Bustomi Kamil
STAATSRECHT: Indonesian Constitutional Law Journal Vol 1, No 2 (2017)
Publisher : UIN JAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/siclj.v1i2.4577

Abstract

Abstrak. Relevansi Pemilihan Umum Serentak Presiden dengan Legislatif Terhadap Penguatan Sistem Presidensial di Indonesia. Penelitian ini dilatarbelakangi adanya pengujian Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Dengan dibatalkannya Pasal 3 ayat (5) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008, berdampak pada diselenggarakannya Pemilihan Umum secara serentak antara Presiden dengan Legislatif untuk tahun 2019 dan seterusnya. Pemilihan Umum serentak tersebut diproyeksikan membawa implikasi pada penguatan sistem presidensial di Indonesia. Namun apakah Pemilihan Umum serentak mempunyai relevansi terhadap penguatan sistem presidensial, serta variabel apa saja yang mempengaruhi dalam rangka penguatan sistem presidensial.   Kata kunci: Pemilihan Umum, Prwsidensial, Legislatif
Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Dalam Pengangkatan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Perspektif Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Rizki Ramandika
STAATSRECHT: Indonesian Constitutional Law Journal Vol 1, No 2 (2017)
Publisher : UIN JAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/siclj.v1i2.4578

Abstract

Abstrak. Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Dalam Pengangkatan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Perspektif Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002  Tentang kepolisian. Fenomena yang terjadi di masyarakat yaitu dewan perwakilan rakyat ikut serta dalam menentukan Kepala Kepolisian Republik Indonesia bersama presiden padahal sistem pemerintahan kita menganut sistem presidensil kewenangan pengangkatan Kepala Kepolisian Republik Indonesia harusnya utuh berada ditangan presiden karena presiden memiliki hak prerogratif dalam pengangkatan Kepala Kepolisian Republik Indonesia. Peran Dewan Perwakilan Rakyat dalam hal pengangkatan Kepala Kepolisian Republik Indonesia yakni, pergeseran kekuasaan presiden sebagai kepala Negara dan kepala pemerintahan dalam sistem presidensil, Presiden bukanlah pemegang otoritas tunggal dalam memilih Kepala Kepolisian Republik Indonesia, dan. Sistem Presidensil tidak berjalan secara konsisten.   Kata Kunci: Persetujuan DPR, UU No. 2 Tahumn 2002, Kepolisian
Meneguhkan Kompetensi Absolut Pengadilan Agama Dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Dengan Hukum Acara Khusus Ekonomi Syariah Mustolih Siradj
STAATSRECHT: Indonesian Constitutional Law Journal Vol 1, No 2 (2017)
Publisher : UIN JAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/siclj.v1i2.4624

Abstract

Pedoman beracara seperti KHAES menjadi sangat urgent terutama bagi para hakim di pengadilan agama. Idealnya, memang ketika hukum materil yang berlaku (KHES) sudah bersumber dari hukum islam. Maka pedoman beracaranya pun semestinya juga ikut menyesuaikan (KHAES). Jika tidak, Fanani menilai, akan ada sejumlah hal yang tidak terjawab oleh hukum acara perdata konvensional ketika sumber hukum materil yang ada sudah mengacu kepada aspek hukum Islam. Hukum materiil dan formiil seharusnya satu nafas satu tarikan dengan mengaju pada maqashid al-syari’ah maka perlu ada hukum acara khusus ekonomi syariah (KHAES) yang selaras dengan semangat, tujuan, dan asas yang menjadi dasar hukum ekonomi syariah. Penyelesaian sengketa ekonomi atau bisnis syariah yang sudah berjalan saat ini masih merujuk pada ketentuan hukum acara perdata yang biasa dilaksanakan di lingkungan peradilan negeri.
SILANG PENDAPAT DIBALIK PENETAPAN PERPPU NOMOR 1 TAHUN 2016 Muhammad Rizky Rahmansyah
STAATSRECHT: Indonesian Constitutional Law Journal Vol 1, No 2 (2017)
Publisher : UIN JAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/siclj.v1i2.8231

Abstract

Abstrak: Perppu Nomor 1 Tahun 2016 menjadi jawaban dari Presiden Joko Widodo atas maraknya kasus pelecehan seksual terhadap anak. Meski demikian, perdebatan kerap terjadi seiring ditetapkannya Perppu Nomor 1 Tahun 2016. Adanya ketentuan mengenai sanksi kebiri ditenggarai menjadi akar perdebatan tersebut. Beberapa kalangan menilai Perppu Nomor 1 Tahun 2016 berpotensi melanggar HAM. Sisanya berpendapat, sanksi kebiri dibutuhkan untuk memberikan ancaman terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Hasil penelitian menyatakan bahwa aspek penegakan hukum patut dibenahi demi mengurangi kasus kekerasan seksual terhadap anak. Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini menggunakan metode yuridis normatif, penulis juga mengumpulkan data-data dari bahan kepustakaan dan melakukan dokumentasi dari berbagai media massa. Kata Kunci: Presiden, Perppu Nomor 1 Tahun 2016, Sanksi Kebiri
Implementasi Whistleblowing System Sebagai Upaya Menumbuhkan Kepercayaan Politik Terhadap Lembaga DPR RI Nur Rohim Yunus; Trini Diyani
STAATSRECHT: Indonesian Constitutional Law Journal Vol 1, No 2 (2017)
Publisher : UIN JAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/siclj.v1i2.8233

Abstract

Abstrak: Kepercayaan terhadap Kinerja DPR RI merupakan hal penting dalam relasi kehidupan masyarakat dan bernegara. DPR RI bertindak sebagai pembawa suara rakyat dan mengajukan berbagai kepentingan rakyat terhadap pemerintah. namun pada kenyataannya kepercayaan itu dibalas dengan tindakan dan kinerja yang tidak jelas. Kinerja DPR tersebut ternyata sangat memprihatinkan, terburuk selama reformasi (10 tahun), dianalisis dari minimnya produk undang-undang, penganggaran yang lebih cendrung mengakomodir kepentingan individu dan kelompok. Buruknya kinerja DPR berdampak pada rendahnya kepercayaan publik. Tingkat kepercayaan publik pada DPR RI berada di angka 47-52 persen, terendah dari pada lembaga-lembaga kekuasaan lainnya. Rakyat tidak bisa merasakan kinerja yang baik dari DPR. Kepercayaan publik yang rendah berdampak terhadap lambannya jalan demokrasi di Indonesia, selain itu dapat melemahkkan posisi DPR dalam mengontrol eksekutif dan membuat undang-undang. Whistleblowing system dalam hal ini mencoba berperan aktif di dalam kinerja DPR itu sendiri untuk membangun sebuah kepercayaan antara masyarakat dan wakil rakyat untuk memperjuangkan berbagai hak dan kepentingan rakyat. Kata Kunci : Kepercayaan, Kinerja DPR RI, Whistleblowing System