Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Bisnis Ritel Pangan Di Pasar Tradisional (Studi Kritis Terhadap Implementasi Peraturan Balai POM Tentang Keamanan Pangan Di Pasar Songgolangit) Maulidia, Rohmah
Kodifikasia Vol 12, No 2 (2018)
Publisher : IAIN PONOROGO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1855.565 KB) | DOI: 10.21154/kodifikasia.v12i2.1524

Abstract

Fenomena penggunaan boraks dan formalin pada makanan kerap dijumpai di pasar tradisional. Penerbitan Peraturan BPOM Nomor 5 Tahun 2015 bertujuan melindungi masyarakat dari pangan yang berisiko terhadap kesehatan. Dengan menggunakan teori kesadaran hukum dan teori survival strategy penulis melakukan analisis data. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa mereka semua para informan yang diwawancarai tidak tahu peraturan BPOM, dan tidak pernah menerima sosialisasi dari Dinas pasar. Mereka mengaku selama ini taat pada aturan tertulis (di spanduk) di pasar. Misal tentang aturan larangan jualan di jalan trotoar dan selasar pasar, karena memang itu ditempel besar-besar di dalam pasar.Secara umum, standarisasi bisnis ritel pangan menurut BPOM di pasar Songgolangit belum sepenuhnya dilaksanakan dengan baik oleh pedagang. Hanya sedikit pedagang yang memiliki papan identitas dan mereka tidak memperdulikan higienitas dari hama di makanan (missal penjual teri). Untuk toilet, masih belum ada pemisahan toilet lakilaki dan perempuan, serta jarak toilet dengan penjualan makan sangat dekat. Tetapi sebagian dari mereka sesungguhnya sudah mempraktekkan standarisasi peraturan POM tersebut, missal penjual ikan telah menggunakan es balok dalam jualan ikannya, penjual kerupuk mentah yang mau membersihkan secara berkala barang dagangannya, agar jangan sampai tikus berkeliaran di lapaknya.
PROGRAM INDONESIA SEHAT BERBASIS KELUARGA: KONTRIBUSI MODAL SOSIAL KEAGAMAAN DI MASYARAKAT Maulidia, Rohmah
Kodifikasia Vol 13, No 2 (2019)
Publisher : IAIN PONOROGO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/kodifikasia.v13i2.1730

Abstract

Tulisan ini mendiskusikan peran dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan berkelanjutan (SDGS), khususnya pembangunan kesehatan dengan memanfaatkan sumber daya manusia dan modal sosial yang dimiliki. Tokoh agama, tokoh masyarakat, masyarakat desa dan petugas kesehatan saling mempertahankan kerjasama dalam bentuk kegiatan program rutin dan pendirian lembaga kesehatan desa. Kemampuan dan nilai-nilai yang dimiliki masyarakat dan peran perangkat desa dapat menjadi faktor kunci keberhasilan. Adanya tolong menolong, rasa saling percaya (trust), dan norma yang ditaati merupakan merupakan modal dalam mengatasi persoalan kesehatan. Meski mampu mengatasi persoalan kesehatan, namun faktanya masih menyisakan persoalan.This paper discusses the role and community participation in sustainable development (SDGS), especially health development by utilizing human resources and social capital owned. Religious leaders, community leaders, village communities and health workers maintain mutual bonding in the form of routine program activities and the establishment of village health institutions. The abilities and values of the community and the role of the village apparatus can be the key success factors. The existence of help, mutual trust, and adhered norms are social capital in overcoming health problems. Although able to overcome health problems, the fact the problem still remains. 
PENGENDALIAN PEREDARAN MINUMAN BERALKOHOL MELALUI PERDA KOTA MADIUN NOMOR 8 TAHUN 2017 Maulidia, Rohmah; Afidah, Khilyatul
Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies Vol 1, No 2 (2019)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Secara hukum, ulama sepakat tentang keharaman minuman keras (Miras). Namun faktanya, secara umum masyarakat masih banyak yang mengonsumsinya. Untuk itu, kemudian Pemerintah Daerah mengeluarkan Peraturan Daerah untuk mengatur peredarannya. Melalui Perda ini, minuman keras hanya diperbolehkan dijual di Hotel bintang 3, bintang 4, dan bintang 5.  Miras juga hanya boleh dijual di Restoran bintang 2 dan bintang 3 atau Bar termasuk Pub dan Klab Malam. Selain itu Penjualan Minuman Beralkohol hanya dapat diberikan kepada konsumen yang telahberusia 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih yang dibuktikan dengan menunjukkan Kartu identitas yang berlaku kepada petugas/pramuniaga.
Bisnis Ritel Pangan Di Pasar Tradisional (Studi Kritis Terhadap Implementasi Peraturan Balai POM Tentang Keamanan Pangan Di Pasar Songgolangit) Rohmah Maulidia
Kodifikasia: Jurnal Penelitian Islam Vol 12, No 2 (2018)
Publisher : IAIN PONOROGO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/kodifikasia.v12i2.1524

Abstract

Fenomena penggunaan boraks dan formalin pada makanan kerap dijumpai di pasar tradisional. Penerbitan Peraturan BPOM Nomor 5 Tahun 2015 bertujuan melindungi masyarakat dari pangan yang berisiko terhadap kesehatan. Dengan menggunakan teori kesadaran hukum dan teori survival strategy penulis melakukan analisis data. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa mereka semua para informan yang diwawancarai tidak tahu peraturan BPOM, dan tidak pernah menerima sosialisasi dari Dinas pasar. Mereka mengaku selama ini taat pada aturan tertulis (di spanduk) di pasar. Misal tentang aturan larangan jualan di jalan trotoar dan selasar pasar, karena memang itu ditempel besar-besar di dalam pasar.Secara umum, standarisasi bisnis ritel pangan menurut BPOM di pasar Songgolangit belum sepenuhnya dilaksanakan dengan baik oleh pedagang. Hanya sedikit pedagang yang memiliki papan identitas dan mereka tidak memperdulikan higienitas dari hama di makanan (missal penjual teri). Untuk toilet, masih belum ada pemisahan toilet lakilaki dan perempuan, serta jarak toilet dengan penjualan makan sangat dekat. Tetapi sebagian dari mereka sesungguhnya sudah mempraktekkan standarisasi peraturan POM tersebut, missal penjual ikan telah menggunakan es balok dalam jualan ikannya, penjual kerupuk mentah yang mau membersihkan secara berkala barang dagangannya, agar jangan sampai tikus berkeliaran di lapaknya.
PROGRAM INDONESIA SEHAT BERBASIS KELUARGA: KONTRIBUSI MODAL SOSIAL KEAGAMAAN DI MASYARAKAT Rohmah Maulidia; Kurnia Hidayati
Kodifikasia: Jurnal Penelitian Islam Vol 13, No 2 (2019)
Publisher : IAIN PONOROGO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/kodifikasia.v13i2.1730

Abstract

Tulisan ini mendiskusikan peran dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan berkelanjutan (SDGS), khususnya pembangunan kesehatan dengan memanfaatkan sumber daya manusia dan modal sosial yang dimiliki. Tokoh agama, tokoh masyarakat, masyarakat desa dan petugas kesehatan saling mempertahankan kerjasama dalam bentuk kegiatan program rutin dan pendirian lembaga kesehatan desa. Kemampuan dan nilai-nilai yang dimiliki masyarakat dan peran perangkat desa dapat menjadi faktor kunci keberhasilan. Adanya tolong menolong, rasa saling percaya (trust), dan norma yang ditaati merupakan merupakan modal dalam mengatasi persoalan kesehatan. Meski mampu mengatasi persoalan kesehatan, namun faktanya masih menyisakan persoalan. [This paper discusses the role and community participation in sustainable development (SDGS), especially health development by utilizing human resources and social capital owned. Religious leaders, community leaders, village communities and health workers maintain mutual bonding in the form of routine program activities and the establishment of village health institutions. The abilities and values of the community and the role of the village apparatus can be the key success factors. The existence of help, mutual trust, and adhered norms are social capital in overcoming health problems. Although able to overcome health problems, the fact the problem still remains] 
PENGENDALIAN PEREDARAN MINUMAN BERALKOHOL MELALUI PERDA KOTA MADIUN NOMOR 8 TAHUN 2017 Rohmah Maulidia; Khilyatul Afidah
Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies Vol 1, No 2 (2019)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/syakhsiyyah.v1i2.2027

Abstract

Secara hukum, ulama sepakat tentang keharaman minuman keras (Miras). Namun faktanya, secara umum masyarakat masih banyak yang mengonsumsinya. Untuk itu, kemudian Pemerintah Daerah mengeluarkan Peraturan Daerah untuk mengatur peredarannya. Melalui Perda ini, minuman keras hanya diperbolehkan dijual di Hotel bintang 3, bintang 4, dan bintang 5.  Miras juga hanya boleh dijual di Restoran bintang 2 dan bintang 3 atau Bar termasuk Pub dan Klab Malam. Selain itu Penjualan Minuman Beralkohol hanya dapat diberikan kepada konsumen yang telahberusia 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih yang dibuktikan dengan menunjukkan Kartu identitas yang berlaku kepada petugas/pramuniaga.
ARGUMENTASI SYEKH NAWAWI BIN UMAR AL-BANTANI TENTANG KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM KELUARGA: KAJIAN FIQH KESETARAAN Widiyarti Widiyarti; Rohmah Maulidia
IJouGS: Indonesian Journal of Gender Studies Vol 2, No 1 (2021)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/ijougs.v2i1.3040

Abstract

Abstract: The behavior of human life can not be separated from its perspective on a concept or thought that it believes in. This study aims to explore thougts and arguments of Sheikh Nawawi and then analyze them in the framework of gender equality and Mubadalah relations in the life of husband and wife. Textually, behalf on Uqudullujain, explains that the position of woman is not equal to the man. The husband is allowed to beat his wife if the wife does not carry out the husband’s order, especially to make up and preen, refuse to be invited to sleep together, and the wife is also not allowed to ask for a divorce.Keyword: Gender, equality, womanAbstrak: Perilaku kehidupan manusia tidak dapat terlepas dari cara pandangnya terhadap sebuah konsep atau pemikiran yang diyakininya. Tulisan ini mengekplorasi pemikiran dan argumentasi Syekh Nawawi kemudian menganalisisnya dalam bingkai kesetaraan gender dan relasi mubadalah dalam kehidupan suami istri. Secara tekstual, kitab Uqudullijain menjelaskan kedudukan perempuan tidak setara dengan laki-laki. Suami diperkenankan memukul istri, jika istri tidak mengindahkan perintahnya untuk berhias dan bersolek, menolak diajak tidur bersama, serta istri juga tidak diperkenankan meminta cerai. KataKunci: Gender, kesetaraan, perempuan
CONSUMER LEGAL PROTECTION EFFORTS THROUGH HALAL CERTIFICATION POLICY FOR SMALL MEDIUM INDUSTRY IN PONOROGO Rohmah Maulidia
Jurisdictie: Jurnal Hukum dan Syariah Vol 13, No 1 (2022): Jurisdictie
Publisher : Fakultas Syariah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/j.v13i1.16477

Abstract

This article aims to further explore the halal certification policy for small and mediumsized industries in Ponorogo Regency after the issuance of the Law Number 33 of 2014 on Halal Product Assurance. This paper is an empirical legal research with a sociology of law approach with primary data based on interviews. Primary data and secondary data were analyzed by qualitative descriptive method. This article finds that the policy for mandatory halal certification for Small and Medium Industries in Ponorogo is based on the Law on Halal Product Assurance and other technical regulations for halal certification. Structurally, the authority for certification of Small and Medium Industries is in the Agency for the Halal Product Assurance Agency, Ministry of Religion, Ponorogo Regency. Culturally, the Small and Medium Industry Institute in Ponorogo welcomes the ease of halal certification by the Ministry of Religion of the Regency’s Halal Product Assurance Organizing Agency. This article has contributed to increasing the awareness of Small and Medium Industry actors, as well as the proactive efforts of the Halal Product Assurance Organizing Agency and the Ponorogo Regency Government to Small and Medium Industries in the form of technical guidance, workshops and socialization of the halal certification program.Artikel ini bertujuan menggali lebih jauh kebijakan sertifikasi halal bagi industri kecil dan menengah di Kabupaten Ponorogo pasca lahirnya Undang-undang Jaminan Produk Halal Nomor 33 tahun 2014. Tulisan ini merupakan penelitian hukum empiris dengan pendekatan sosiologi hukum dengan data primer berasarkan hasil wawancara. Data primer dan data sekunder dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif. Artikel ini menemukan hasil bahwa kebijakan kewajiban sertifikasi halal bagi Industri Kecil Menengah di Ponorogo didasarkan pada adanya Undang-Undang tentang Jaminan Produk Halal serta peraturan teknis sertifikasi halal lainnya. Secara struktur, kewenangan sertifikasi Industri Kecil Menengah berada di Lembaga Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Kementerian Agama Kabupaten Ponorogo. Secara kultur, Lembaga Industri Kecil Menengah di Ponorogo menyambut baik kemudahan sertifikasi halal Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Kementerian agama Kabupaten. Artikel ini memiliki kontribusi untuk meningkatkan kesadaran para pelaku Industri Kecil Menengah menjaga hak dan kepuasan konsumen, serta adanya upaya proaktif Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal dan Pemerintahan Kabupaten Ponorogo kepada Industri Kecil Menengah dalam bentuk bimbingan teknis, workshop dan sosialisasi program sertifikasi halal.
Strategic Steps Of The Human Rights Commissioner In Handling Cases Of Human Rights Violations Dewi Iriani; Muhammad Fauzan; Rohmah Maulidia
Law and Justice Vol. 7 No. 2 (2022): Law and Justice
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/laj.v7i2.1182

Abstract

The Republic of Indonesia’s reformation era, many human rights violations occurred during, including human rights violations in cases of Trisakti, Semanggi 1, and Semanggi 2. There were ethnic, racial, and religious conflicts. The state is obliged to provide protection for victims of human rights violations. The Human Rights Commissioner plays a role in issuing policies/decisions to resolve cases of human rights violations that require a long time to resolve. Unfortunately, the term of office of the Chairperson/Deputy of the National Commission for Human Rights (NCHR) only lasts 2 years and 6 months after which they can be re-elected. This is regulated in Regulation of the NCHR No. 2 of 2019 concerning the Order of the NCHR. It is impossible to properly settle cases of human rights violations with a commissioner term of office that is only limited to 2 years and 6 months. Therefore, legal construction is required to revise the term of office of the NCHR Chairperson and Deputy. This paper was library research, namely research using library data from books and journals. It was found that the NCHR had trouble resolving human rights cases due to political pressures. Then, the NCHR Chairperson and Deputy’s term of office should be revised to five years so that they have more time to serve the people by resolving cases of human right violations.