Ahmad Kusjairi Suhail
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Yatata‘ta‘ fi Qira’at Al-Qur’an: Tradisi Sema’an dan Pembelajaran Al-Qur’an Komunitas Difabel Ahmad Kusjairi Suhail; Ghilmanul Wasath; Rizqa Ahmadi
Mutawatir : Jurnal Keilmuan Tafsir Hadith Vol. 12 No. 1 (2022): JUNI
Publisher : Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/mutawatir.2022.12.1.84-108

Abstract

Abstract: The sema’an tradition and learning the Qur’an in the disability community are less popular. Disability communities, in many phenomena, receive less attention, either by policymakers, religious leaders, or society, even though religious and legal norms and state regulations accommodate their right to learn, including religious learning. However, with various limitations and social problems admitted, the tradition of learning the Qur’an by the disability community at the Taman Pendidikan al-Qur’an Spirit Dakwah Indonesia Foundation (TPQLB SPIDI) Tulungagung exists. This paper aims to examine how the practice of sema’an and learning the Qur’an in the disability community by expanding the social practice perspective of Pierre Bourdieu and through ethnographic methods. This article uncovers that sema’an tradition at TPQLB SPIDI is not only motivated to preserve tradition but also to revive the Qur’an (living the Qur’an) and to create a supportive learning atmosphere. The habit of reading the Qur’an ‘as they can do’ becomes a habituation of the students in developing discipline, willingness, kinship, perseverance, and sincerity. This habituation is also related to the fields which is in dialectic with the socio-capital created in the community.   Abstrak: Tradisi sema’an dan pembelajaran al-Qur’an dari komunitas difabel tergolong fenomona yang kurang populer. Kelompok difabel dalam banyak fenomena kurang mendapatkan perhatian, baik oleh pemangku kebijakan, agamawan, ataupun masyarakat secara umum kendati sumber norma dan aturan perundang-undangan mengakomodasi hak belajar, termasuk belajar agama bagi meraka. Walaupun begitu, dengan berbagai keterbatasan dan problem sosial yang dihadapi, tradisi mempelajari al-Qur’an oleh komunitas difabel Taman pendidikan al-Quran Luar Biasa Yayasan Spirit Dakwah Indonesia (TPQLB SPIDI) Tulungagung terus berjalan. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap bagaimana praktik sema’an dan pembelajaran al-Qur’an komunitas difabel menggunakan perspektif praktik sosial Pierre Bourdieu. Data dihimpun selama tiga bulan dengan metode etnografi. Artikel ini mengungkap bahwa kegiatan sema’an pada TPQLB SPIDI tidak semata-mata bermotif tunggal, yakni sebagai pelestarian tradisi, melainkan untuk menghidupkan al-Qur’an (living the Qur’an) dan untuk menciptakan suasana pembelajaran yang mendukung. Pembiasaan membaca al-Qur’an ‘semampunya’ menjadi habituasi para santri yang kemudian melahirkan kedisiplinan, kemauan, kekeluargaan, ketekunan, dan keikhlasan. Habituasi tersebut juga berkaitan dengan ranah-ranah yang berdialektika dengan modal sosial yang tercipta di lingkungan komunitas tersebut.