cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum
ISSN : 19782292     EISSN : 25797425     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum merupakan media ilmiah bidang kebijakan hukum berupa hasil penelitian dan kajian, tinjauan hukum, wacana ilmiah dan artikel. Terbit tiga kali setahun pada bulan Maret, Juli dan November.
Arjuna Subject : -
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol 10, No 2 (2016): Edisi Juli" : 7 Documents clear
IMPLEMENTASI PENINGKATAN KINERJA MELALUI MERIT SISTEM GUNA MELAKSANAKAN UNDANG-UNDANG APARATUR SIPIL NEGARA No. 5 Tahun 2014 DI KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM (Performance Improvement By Merit System Under The Act Of Civil State Apparatus Number 5 Year 2014 Of The Ministry Of Law And Human Rights) Rr. Susana Andi Meyrina
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 10, No 2 (2016): Edisi Juli
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2016.V10.175-186

Abstract

Pelaksanakan Undang-undang No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan wujud dari kelanjutan keberhasilan pelaksanaan Reformasi Birokrasi, menuju profesionalisme pegawai secara terbuka, kompetensi dan produktif. Merit sistem ASN adalah merupakan penilaian kinerja berdasarkan prestasi kerja. Tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi pelaksanaan sistem merit terhadap pengembangan pegawai sesuai kebutuhan dilingkungan Kementerian Hukum dan HAM. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Harapan kedepan agar implementasi merit sistem yang terdapat pada isi Undang-undang ASN dapat dilaksanakan dilingkungan Kementerian Hukum dan HAM, secara professional, sesuai dengan keahlian dan kompetensi pegawai dengan mengedepankan penilaian obyektif dan netral, maka pelaksanaan sistem merit melalui uji kompetensi pegawai, akan membawa perkembangan profesional peningkatan kinerja dengan lebih baik lagi dilaksanakan di Kementerian Hukum dan HAM.AbstractThe implementation of the Act Number 5, Year 2014 on The Civil State Apparatus is entity of a sustainable successful implementation of bureaucracy reform head to officers professionalism. The merit system is performance assessment based on work performance. The purpose of this research is to evaluate the implementation of merit system to officers development according to the needs of the Ministry of Law and Human Rights. It is a descriptive method with qualitative approach. It is hoped that implementation of merit system can be carried out professional fit with skills and competency through competency test by promoting objectivity and neutrality, so that its implementation will change performance improvement better.
STRATEGI PENCEGAHAN RADIKALISME DALAM RANGKA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME (Prevention Strategy of Radicalism in Order To Wipe Out The Terrorism Crime) Ahmad Jazuli
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 10, No 2 (2016): Edisi Juli
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2016.V10.197-209

Abstract

Salah satu kewajiban negara sebagai amanat Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 adalah “.......melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia….”.Strategi pencegahan radikalisme yang berujung pada aksi teror senantiasa merujuk pada perkembangan kegiatan tersebut dalam lingkup global baik di kawasan Asia, Afrika, dan Eropa serta di Amerika serikat.Sasaran strategis terorisme adalah: merubah kebijakan pemerintah; menimbulkan konflik horizontal/vertikal; menunjukkan kelemahan/mempermalukan pemerintah dan mendeligitimasi pemerintah; memancing reaksi brutal pemerintah dan menarik simpati publik; dan menggunakan media sebagai sarana propaganda/kampanye gratis. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis strategi pencegahan radikalisme dalam rangka pemberantasan tindak pidana terorisme.Dengan metode pendekatan yuridis normatif yang bersifat deskriptif analisis melalui pengkajian hukum doktrinal terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tindak pidana teroris di Indonesia, maka hasilnya yang didapat adalah bahwa untuk melakukan pencegahan terhadap paham radikalisme, bisa dilakukan dengan dua strategi yaitu hard approach dan soft approach. Strategi yang dilakukan dengan memadukan antara penindakan dan pencegahan dan dilakukan secara bersamaan dengan melakukan pendekatan “penegakan hukum proaktif” (proactive law enforcement) tanpa mengenyampingkan prinsip “rule of law” dan “legaliy principle”. Dengan pendekatan ini maka dapat dilakukan upaya pencegahan tindakan radikalisme yang mengarah pada terorisme tanpa harus (menunggu) terjadinya suatu perbuatan dan akibatnya.AbstractOne of state responsibility as mandated the Constitution of the Republic of Indonesia, Year 1945 is "......protecting all Indonesia people and the entire homeland of Indonesia....". Radicalism prevention strategy leads terror actions. The purpose of terrorism is: change government policy; make conflict horizontally/vertically; reveal government weakness/make embarrassed and illegitimate government; trigger government action, brutally and attract sympathy from public; and media as means a propaganda/free campaign. The purpose of this research is to analysis strategy of radicalism prevention in order to combat terrorism crime. It is normative juridical approach with analysis descriptive by doctrinal legal study of legislation related to terrorism crime in Indonesia. It shows that prevention to radicalism can be done by two strategies namely hard approach and soft approach. The strategy integrates between action and prevention and conducted, simultaneously by a proactive law enforcement without put aside principle of rule of law and legality. It can be effective to prevent terrorism in action.
ANALISA YURIDIS PERALIHAN TEMPAT PEMERIKSAAN IMIGRASI BANDAR UDARA INTERNASIONAL HALIM PERDANA KUSUMA KE DALAM WILAYAH KERJA KANTOR IMIGRASI KELAS I KHUSUS JAKARTA SELATAN (Juridical Analysis Of The Swicthover Of Immigration Checkpoint At Halim Perdana Kusuma Airport) Taufik H Simatupang
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 10, No 2 (2016): Edisi Juli
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2016.V10.131-140

Abstract

Struktur organisasi Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Jakarta Selatan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.01-PR.07.04 Tahun 2006 memiliki Bidang Pendaratan dan Izin Masuk yang bertugas melaksanakan pemeriksaan keimigrasian terhadap setiap orang yang keluar dan masuk wilayah Indonesia melalui Tempat Pemeriksaan Imigrasi, tetapi dalam kenyataannya Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Jakarta Selatan belum memilikinya. Hal ini mengganggu pelaksanaan tugas dan fungsi pegawai dalam memenuhi capaian kinerja sesuai dengan tuntutan reformasi birokrasi. Permasalahan kajian ini adalah bagaimanakah dampak yuridis atas peningkatan kelas Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Jakarta Selatan dan kesiapan dalam rencana peralihan Tempat Pemeriksaan Imigrasi Bandar Udara Internasional Halim Perdana Kusuma. Kajian ini didekati dengan pendekatan kualitatif dengan mengumpulkan dan memanfaatkan semua informasi yang terkait dengan pokok permasalahan. Hasil kajian menyimpulkan bahwa pertama dampak yuridis dari peningkatan kelas yang memiliki Bidang Pendaratan dan Izin Masuk adalah melaksanakan tugas pokok dan fungsi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa wilayah kerja Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Jakarta Selatan belum memiliki Tempat Pemeriksaan Imigrasi. Hal ini kemudian berakibat kepada temuan Badan Pemeriksa Keuangan. Kedua Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Jakarta Selatan sudah cukup siap dalam melaksanakan tugas dan fungsi di Bidang Pendaratan dan Izin Masuk karena sudah memiliki Sumber Daya Manusia dan Anggaran yang memadai. Ketiga menerbitkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi manusia agar Tempat Pemeriksaan Imigrasi Bandar Udara Internasional Halim Perdana Kusuma menjadi bagian wilayah kerja Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Jakarta SelatanAbstractThe organizational structure of Immigration office Class (I) Special of South Jakarta under the Ministerial Decree of Law And Human Rights Number : M.01-PR.07.04, Year 2006 has had the Landing Division and Entry Permit charged of carrying out immigration examination to each person who comes in and out of Indonesia territorial through immigration checkpoint (TPI), but in fact, the Immigration office Class (I) Special of South Jakarta have had not it yet. Obviously, it will disrupt tasks and functions of officers to meet the target of performance in accordance with the demands of bureaucratic reform. The problem of this study is how the juridical impact in the upgrading of Immigration office Class (I) Special of South` status and its readiness of its switchover. It is a qualitative approach by collecting data and using all information related to the main issue. It concludes that the first, juridical impact on status upgrading having the Landing Division and Entry Permit that carry out tasks and functions in immigration checkpoint. The fact shows that working area of the Immigration office Class (I) Special of South Jakarta have had not it yet. Then , it comes to the result of findings of the Supreme Audit Institution. The second, It is ready to perform its tasks and functions because of its capacity of human resources and the sufficient of the budget. The third, issues Ministry Regulation of the Ministry of Law And Human Rights so that immigration checkpoint of International Halim Perdana Kusuma airport become a part of working area of the Immigration office Class (I) Special of South.
PELAKSANAAN FUNGSI CABANG RUMAH TAHANAN NEGARA DI LUAR KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA (Implementation Of The Function Of Detention Centre Branch Outside of The Ministry And Law And Human Right) Ahmad Sanusi
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 10, No 2 (2016): Edisi Juli
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2016.V10.117-129

Abstract

Keberadaan Rumah Tahanan Negara diatur dalam ketentuan Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyebutkan ayat (1) Di setiap Ibukota Kabupaten atau Kotamadya dibentuk Rutan oleh Menteri; ayat (2) apabila dipandang Menteri dapat membentuk atau menunjuk Rutan di luar tempat sebagaimana dimaksud ayat (1) yang merupakan cabang dari Rutan; ayat (3) Kepala cabang Rutan diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan fungsi cabang rumah tahanan. Sementara metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian evaluasi pelaksanaan dan pemanfaatan program, dengan digunakannya metode ini diharapkan mendapatkan gambaran secara umum terkait Kebijakan Kementerian Hukum dan HAM tentang keberadaan Rumah Tahanan Negara di luar Kementerian Hukum dan HAM. Keberadaan Cabang rutan di luar Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, belum bersinerginya cabang rutan di luar kementerian dengan rutan yang berada di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.AbstractThe existence of detention centre is ruled in article 18, Government Regulation Number 27, Year 1983 concerning the implementation of the Criminal Law Procedure Code mentioning paragraph (1) that each regency or municipality is established the detention center by Ministry; paragraph (2) when it is considered by the ministry and instituting or designating detention centre outside of which mentioned in article (1) that is branch of it; paragraph (3) The Chief of Detention Centre is appointed and fired by the ministry. This research aims to know the implementation of the branch of detention centre function and the program utilization. Applying this method, it is hoped to get a general picture of the Ministry and Law and Human Right`s policy concerning the existence of the branch of detention centre outside the ministry. It seems that all the branch of detentions centre has not been synergy with detentions centre of the Directorate General of Correction.
DIVERSI DAN KEADILAN RESTORATIF DALAM PENYELESAIAN PERKARA TINDAK PIDANA ANAK DI INDONESIA (Diversion And Restorative Justice In Case Settlement Of Juvenile Justice System In Indonesia) Yul Ernis
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 10, No 2 (2016): Edisi Juli
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2016.V10.163-174

Abstract

Diversi dan Keadilan Restoratif telah diatur dalam UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) lebih mengutamakan perdamaian dari pada proses hukum formal. Perubahan yang hakiki antara lain digunakannya pendekatan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) melalui sistem diversi. UU SPPA mengatur mengenai kewajiban para penegak hukum mengupayakan diversi (pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan ke proses di luar peradilan pidana) pada seluruh tahapan proses hukum. Keadilan Restoratif sebagai pelaksanaan diversi, diterbitkannya PP yang merupakan turunan dari UU SPPA Mahkamah Agung menerbitkan PERMA Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak. Poin penting PERMA adalah hakim wajib menyelesaikan persoalan anak yang bermasalah dengan hukum (ABH) dengan cara diversi dan memuat tata cara pelaksanaan diversi yang menjadi pegangan Hakim dalam penyelesaian perkara pidana anak. Penelitian ini “difokuskan” pada, arti penting pendekatan Keadilan Restoratif dan eksistensi Diversi dan Keadilan Restoratif dalam penyelesaian perkara tindak pidana anak. Metode pendekatan yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif, yang bersifat analisis kualitatif. Penelitian ini menunjukkan pentingnya pendekatan Keadilan Restoratif dan eksistensi diversi dalam penyelesaian perkara tindak pidana anak untuk mengubah paradigma penghukuman pidana menjadi pemulihan hubungan pelaku-korban-masyarakat.AbstractDiversion and restorative justice have been regulated in the Act Number 11, Year 2012 concerning the Juvenile Justice System that prioritizes peace than formal law process. An intrinsic change is used such as in restorative justice approach through diversion system. The Act of Juvenile Justice System rules about the responsibility of law enforcers attempt to a diversion of all law process stages. The restorative justice as diversion practice by issued government regulation that is a derivative from The Act of Juvenile Justice System, then the Supreme Court has issued the Supreme Court Regulation Number 4 Year 2014 concerning the Guidance of Diversion Administration in the Juvenile Justice System. The critical point of it, that is the judge has obligation to complete children against the law in diversion way and contains procedures for its administration that then it can be guidance for the judges to settle that cases. This research is focused on the importance of restorative justice approach and diversion existence in case settlement of juvenile justice system. This research is anormative juridical with qualitative analysis. It shows the importance of restorative justice approach and diversion existence in settlement of juvenile justice system to change criminal punishment paradigm turn into retrieval of the relationship among offender-victim and society.
OPTIMALISASI PELAKSANAAN RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (RANHAM) PADA BIDANG HAM KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM DKI JAKARTA (Optimization Of The Action Plan Of National Human Rights Of The Regional Office Of The Ministry And Law And Human Rights Of DKI Jakarta) Sinaga, Edward James
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 10, No 2 (2016): Edisi Juli
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2016.V10.141-161

Abstract

Penghargaan, penghormatan, serta perlindungan HAM adalah hal yang amat penting yang tidak mengenal ruang dan waktu. Untuk melaksanakan Rencana Aksi HAM yang optimal diperlukan pencerahan mengenai nilai-nilai HAM sampai ke tingkat desa dengan model pelaksanaan Diseminasi HAM yang variatif. Bidang HAM pada Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan HAM harus mampu melaksanakan amanatkan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2015 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menyusun strategi peningkatan kinerja agar terwujudnya pelaksanaan Rencana Aksi HAM yang optimal. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang sifatnya deskriptif (descriptive research) dan menggunakan analisis SWOT untuk menilai kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang ada pada sebuah organisasi. Analisis situasi menggunakan matriks SWOT yang menghasilkan 4 tipe strategi, yaitu strategi SO, WO, ST, dan WT; matriks Internal-Eksternal menggunakan total skor bobot matriks EFE dan IFE untuk menghasilkan strategi bersaing bagi organisasi. Agar terwujudnya pelaksanaan Rencana Aksi HAM yang optimal, Bidang HAM harus memanfaatkan kekuatan adanya tugas dan fungsi yang jelas, namun mengantisipasi kelemahan pada rendahnya Kinerja Pegawai Subbidang Pemajuan HAM. Selain itu Bidang HAM memiliki peluang melakukan kerja sama yang baik dengan Pemda untuk melakukan diseminasi HAM, namun harus waspada pada ancaman belum terciptanya persamaan persepsi dan pemahaman tugas bagi panitia Rencana Aksi HAM Provinsi/Kabupaten/Kota. Posisi Koordinat (-2,25 , 0,31) artinya berada pada kwadran IV. Ini menunjukkan bahwa secara internal kelemahan organisasi lebih dominan dibandingkan kekuatannya. Sementara peluang organisasi lebih dominan dibandingkan dengan ancaman, dan dalam menyelesaikan permasalahan organisasi bersifat rasional.AbstractAppreciation, respect, and protection of human rights is importance thing with unlimited time and space. To carry out the action plan for human rights, optimally, it is necessary to enlighten about human rights values reaching to villages by a variative human rights dissemination implementation model. The section of human rights of the Division of Law Service and Human Rights of the Ministryof Law and Human Rights have to be able to hold the mandate of the presidential decree Number 75, Year 2015 concerning the National Action Plan for Human Rights of Indonesia. This purpose of this research is to arrange a strategy of performance improvement in order to make its implementation into reality, optimally. It is qualitative and descriptive approach and using SWOT analysis to assess strength, weakness, chance/opportunity, and a threat of an organization. The analysis of situation uses SWOT matrix resulting 4 strategy types, that is SO, WO, ST, and WT; external-internal matrix has a quality score total of EFE and IFE matrix to generate a competitive strategy for an organization. To make it come true, the Section of Human Rights have to make benefit of tasks and functions, clearly, but it has to anticipate weakness of the low of its officer performance. Besides, it has a chance to work together with regional government well to do human rights dissemination, but it is needed an alert of a threat because of not having the same perception and mutual understanding of tasks for human rights action plan committee in province/regency/ municipality. Coordinate position (-2,25, 0,31) means at quadrant IV. It shows that internally, the weakness of organization more dominant than its strength. Meanwhile, a chance of organization is more dominant than the threat and in the completion of organization problem is rationale.
PERAN PEMERINTAHAN DALAM PEMBENTUKAN KEBIJAKAN HUKUM (Role of Government in Legal Policy-Making) Nizar Apriansyah
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 10, No 2 (2016): Edisi Juli
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2016.V10.187-196

Abstract

Pemerintah sebagai pembentuk kebijakan terkadang menghasilkan kebijakan yang tidak menyentuh langsung kebutuhan dan rasa keadilan masyarakat.Birokrasi pemerintah memberi andil terhadap keterpurukan bangsa Indonesiadalam krisis yang berkepanjangan. kesemuanya ini patut diduga imbas dari birokrasi yang dibangun oleh pemerintah sebelum era reformasi (orde baru), yang telah membentuk budaya birokrasi yang kental dengan budaya korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dari data Komisi Pemberantasan Korupsi terlihat bahwa setiap tahun terjadi peningkatan penindakan korupsi yang ditangani, kesemuanya ini mengindikasikan bahwa reformasi birokrasi yang dijalankan selama ini belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Peran pemerintah sebagai pembuat kebijakan diharapkan dapat meminimalisir celah-celah yang bisa membuat oknum pemerintah berbuat di luar prosedur yang berlaku belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Kebijakan yang diciptakan seringkali bertentangan dan tidak memenuhi rasa keadilan masayarakat hal ini terlihat dari banyaknya peraturan pemerintah daerah yang dibatalkan dan direvisi.Dalam tulisan ini ada beberapa hal yang terungkap diantara aspek-aspek yang mempengaruhi birokrat di Indonesia dalam proses pembentukan kebijakan dan peran pemerintah dalam pembentukan kebijakan hukum dan faktor yang mempengaruhinya.AbstractThe government as policy-maker, sometimes its policies does not satisfy a basic need and come to the sense of society justice. The government bureaucracy has a contribution to the adversity of Indonesia in a long drawn crisis. It can be suspicious of the impact of bureaucracy that is created by old government (new order) before reformation era, had made a thick culture`s bureaucracy with corruption, collusion nepotism. The data from the Corruption Eradication Commission shows that corruption increase year by year, it indicates that bureaucracy reform having not been carried out as expected, yet. The government`s role as policy-maker is hoped to minimize cracks that could make government officials perform their duties against procedures. Often, the policies that have been issued by government contradict and do not meet the sense of social justice, they can be seen by cancellation and revision of regional government regulations. In this writing, many things are revealed between the aspects influencing bureaucrat in the policy-making process and the factors that bring around it.

Page 1 of 1 | Total Record : 7