cover
Contact Name
JT Pareke
Contact Email
panjikeadilan@umb.ac.id
Phone
+6281377733358
Journal Mail Official
panjikeadilan@umb.ac.id
Editorial Address
Jl. Salak Raya Kampus II UMB Lingkar Timur Bengkulu. Bengkulu, Sumatera Indonesia
Location
Kota bengkulu,
Bengkulu
INDONESIA
Panji Keadilan : Jurnal Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum
ISSN : 25991892     EISSN : 26223724     DOI : https://doi.org/10.36085/jpk
Core Subject : Social,
Panji Keadilan Jurnal Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum (JPK) is a peer-reviewed law journal published by the Faculty of Law, Universitas Muhammadiyah Bengkulu. JPK publishes its articles annually every January and June. The articles published by JPK are scientific articles that explain a research result and analytical review in the field of law. We are publishing articles under the scope of Economic Law; Private Law; Criminal Law; Environmental Law; International Law; Constitutional Law; Information, Communication, and Telecommunication (ICT) Law; Administrative Law; and Transnational and Business Law.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 148 Documents
Tinjauan Yuridis Pemberian Remisi Kepada Narapidana Tindak Pidana Korupsi Ditinjau dari Tujuan Pemidanaan (Studi Kasus di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II – A Kota Bengkulu) Winanda, Imam Hafista
Jurnal Panji Keadilan : Jurnal Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum Vol 1, No 1 (2018): PANJI KEADILAN Jurnal Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum
Publisher : Universitas Muhammadiyah Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36085/jpk.v1i1.247

Abstract

Tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia sejatinya telah meluas dalam kehidupan masyarakat. Penjatuhan sanksi pidana penjara oleh hakim tindak pidana korupsi tidak membuat orang takut melakukan korupsi. Bahkan dengan adanya pemberian remisi bagi narapidana tindak pidana korupsi sangat bertentangan dengan tujuan pemidanaan itu sendiri efek jera dan pembinaan. Permasalahan dalam artikel ini dapat dirumuskan sebagai berikut 1) apakah tujuan pemberian remisi kepada narapidana tindak pidana korupsi 2) apakah pemberian remisi terhadap narapidana tindak pidana korupsi. Dari hasil penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II -  A Kota Bengkulu tujuan utama pemberian remisi adalah sebagai motivasi agar narapidana tindak pidana korupsi tidak lagi mengulangi perbuatannya tetapi remisi disini bukan untuk mendorong mereka untuk merubah akhlak mereka tetapi cenderung berpura – pura baik untuk cepat keluar dari lembaga pemasyarakatan, faktanya dalam hal ini jelas pemberian remisi sungguh tidak sesuai dengan semangat Pemerintah untuk memberantas tindak pidana korupsi dan tidak sesuai dengan tujuan dari pemidanaan karena dengan pemberian remisi justru tidak menimbulkan kejeraan bagi pelaku tindak pidana korupsi. Bentuk hukum responsif untuk kesejahteraan masyarakat tidak bisa tercapai.Kata kunci : Pemberian Remisi, Tujuan Pemidanaan
MODEL KEBIJAKAN K3 BERBASIS PP NOMOR 11 TAHUN 1979 Oemara Syarief, Amiroel; Ramadhani, Wahyu
Jurnal Panji Keadilan : Jurnal Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum Vol 2, No 2 (2019): PANJI KEADILAN Jurnal Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum
Publisher : Universitas Muhammadiyah Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36085/jpk.v2i2.1175

Abstract

ABSTRAKKecelakaan kerja terjadi bukan hanya karena workplace risk dan masalah manusia (human) tetapi disebabkan oleh pengawasan pemerintah yang masih lemah mengenai penerapan Peraturan Pemerintah mengenai K3. Pemerintah hanya menganggap semuanya akan berjalan lancar apabila sudah memiliki hukum yang tegas. Padahal dalam kenyataannya, penerapan K3 masih sangat kurang meskipun telah memiliki Undang-Undang yang kuat. Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan model kebijakan k3 berbasis PP No. 11 Tahun 1979. Penelitian ini berjenis hukum normatif. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah dengan adanya model kebijakan berbasis Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1979 Tentang keselamatan kerja pada pemurnian dan pengolahan minyak bumi dan gas pemerintah dapat mengawasi perusahan yang belum membudayakan K3 di perusahaannya sehingga setiap perusahaan lebih mengutamakan kesehatan dan keselamatan kerja bagi setiap karyawan.Kata kunci: model; kebijakan K3; PP Nomor 11 Tahun 1979ABSTRACTAccidents work occurs not only because of workplace risk and human problems but caused by government supervision is still weak regarding the use of government regulation on K3. The Government only considers it all going smoothly when it already has strict laws. The application of K3 is still very lacking despite having a strong constitution. The purpose of this research resulted in a model-based K3 policy No. 11 year 1979. This research is a normative law. The results derived from this research are with the model of government regulation-based policy number 11 year 1979 about occupational safety on the purification and processing of petroleum, and government gases can supervise companies that have not Cultivate K3 in his company so that every company prioritizes health and safety for every employee.Keywords: model policy OSH; PP Number 11 The Year 1979
TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN SITA JAMINAN TERHADAP BARANG MILIK TERGUGAT DALAM SUATU PERKARA PERDATA (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI KELAS I A BENGKULU) Yulita, Rika
Jurnal Panji Keadilan : Jurnal Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum Vol 2, No 1 (2019): PANJI KEADILAN Jurnal Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum
Publisher : Universitas Muhammadiyah Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36085/jpk.v2i1.270

Abstract

ABSTRAKPermohonan sita jaminan adalah untuk menjamin pelaksanaan suatu putusan di kemudian hari, atas barang-barang milik tergugat, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, selama proses perkara berlangsung terlebih dahulu disita, atau dengan kata lain bahwa terhadap barang-barang yang sudah disita tidak dapat dialihkan, diperjual belikan atau dipindah tangankan kepada orang lain. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Upaya pengadilan dalam melaksanakan Sita Jaminan Terhadap Barang Milik Tergugat Sebagai Jaminan dalam Suatu Perkara Perdata (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Kelas I A Bengkulu) dan Faktor-faktor penghambat mengenai eksekusi sita jaminan Terhadap Barang Milik Tergugat Sebagai Jaminan dalam Suatu Perkara Perdata (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Kelas I A Bengkulu. Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian empiris yang bersifat deskriptif. Penelitian hukum bersifat deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan menggambarkan tentang sifat-sifat individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Pelaksanaan sita jaminan di diatur dalam pasal 197 HIR, penyitaan jaminan putusan di Pengadilan Negeri Kelas I A penyitaan jaminan untuk membayar sejumlah uang. Pelaksanaan dan putusannya jasa akan menjadi sita eksekusi dan nanti akan di lelang, jadi tidak ada kendala jika yang disita itu bukan milik tergugat tetapi milik orang lain nanti ada perlawanan dari pihak yang mempunyai tersebut terhadap perlawanan ke pengadilan dengan gugat perlawanan terhadap sita jaminan. Hambatan dalam pelaksanaan sita jaminan diharuskan surat-surat yang tercantum pada barang atas nama tergugat. Barang atau obyek sengketa menjadi agunan dalam hak tanggungan. Barang atau obyek sengketamerupakan harta warisan yang belum terbagi.Kata kunci: sita jaminan; tergugat; perkara perdataABSTRACTThe request for confiscation of collateral is to guarantee the implementation of a decision in the future, on the property of the defendant, both movable and immovable, as long as the proceedings take place first confiscated, or in other words that the confiscated items cannot transferred, traded or transferred to others. The purpose of this study was to determine the efforts of the court in carrying out the seizure of the Defendant's property as collateral in a civil case (case study at the Bengkulu IA Class Court) and inhibiting factors regarding the execution of collateral seizure against the Defendant's property as a guarantee in a case Civil Code (Case Study in Bengkulu IA Class District. The type of research used by the author is descriptive empirical research. Descriptive legal research is a research that aims to describe the characteristics of individuals, circumstances, symptoms or certain groups or to determine the spread of a symptoms with other symptoms in the community.The implementation of seizure guarantees is regulated in Article 197 of the HIR, confiscation of guarantee decisions in the Class IA District Court confiscation of guarantees to pay a sum of money.The execution and decision of services will be seized execution and later will be auctioned, if there is no problem if the confiscated person does not belong to the defendant but someone else's property will have resistance from the party who has it against the resistance to the court by suing the resistance against the seizure of the guarantee. Obstacles in the implementation of collateral seizure are required for the documents listed on the goods on behalf of the defendant. Goods or objects of dispute become collateral in mortgage rights. The item or object of the dispute is an undivided inheritance.Keywords: confiscated guarantee; defendants; civil cases
ANALISIS YURIDIS PENERAPAN KONSEP LEX SPESIALIS SISTEMATIS PADA PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG PERTAMBANGAN DIKAITKAN DENGAN AJARAN PERBARENGAN (CONCURSUS IDEALIS) DALAM HUKUM PIDANA Kusumo, Tjahyo
Jurnal Panji Keadilan : Jurnal Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum Vol 3, No 2 (2020): PANJI KEADILAN Jurnal Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum
Publisher : Universitas Muhammadiyah Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36085/jpk.v3i2.1202

Abstract

ABSTRAKPerkembangan dan pembaharuan hukum pidana sudah meningkat dengan adanya penerapan penggabungan hukum dalam penyelesaian kasus tindak pidana. Perumusan masalah:Bagaimana penerapan konsep lex spesialis sistematis pada penegakan hukum tindak pidana korupsi di bidang Pertambangan Dikaitkan Dengan Ajaran Perbarengan Dalam Hukum Pidana? Bagaimana kepastian hukum penerapan konsep lex spesialis sistematis pada penegakan hukum tindak pidana korupsi di bidang Pertambangan dari sudut pandang keadilan ? Bagaimana implikasi hukum penerapan konsep lex spesialis sistematis pada penegakan hukum tindak pidana korupsi di bidang Pertambangan dalam pembaharuan hukum pidana?Tujuan Penelitian Untuk menjelaskan penerapan konsep lex spesialis systematis pada penegakan hukum tindak pidana korupsi di bidang Pertambangan Dikaitkan Dengan Ajaran Perbarengan Dalam Hukum Pidana Untuk menjelaskan kepastian hukum penerapan konsep lex spesialis systematis pada penegakan hukum tindak pidana korupsi di bidang Pertambangan dari sudut pandang keadilan.Untuk menjelaskan implikasi hukum penerapan konsep lex spesialis systematis pada penegakan hukum tindak pidana korupsi di bidang Pertambangan dalam pembaharuan hukum pidana Jenis penelitian hukumnya adalah secara normatif . Kesimpulan Penerapan konsep lex spesialis sistematis pada penegakan hukum tindak pidana korupsi di bidang Pertambangan Dikaitkan Dengan Ajaran Perbarengan Dalam Hukum Pidana terdapat dalam beberapa dakwaan yang terhadap terdakwa yang diperiksa pada persidangan. Hal ini dapat dilihat pada contoh kasus putusan Nomor: 16/Pid.Sus-PK/2018/PT.DKI dengan kronologinya: Terdakwa Nur Alam selaku Gubernur Sulawesi Tenggara didakwa sebagai yang melakukan, menyuruh melakukan perbuatan yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orangt lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara. Kepastian hukum penerapan konsep lex spesialis systematis pada penegakan hukum tindak pidana korupsi di bidang Pertambangan dari sudut pandang keadilan yaitu bahwa Kebijakan hukum pidana melalui implementasi asas kekhususan sistematis (systematische specialiteit) merupakan upaya penting dalam harmonisasi dan sinkronisasi antar undang-undang yang terkandung sanksi pidana didalamnya, baik itu yang bersifat pure criminal act ataupun hukum pidana administrasi (administrative penal law). Asas kekhususan sistematis terdapat pada pasal 14 UU Tipikor. Interpretasi terhadap pasal ini tidak seragam sehingga seringkali mengakibatkan terjadinya kriminalisasi kebijakan pejabat. Sehingga masih belum mencapai keadilan. Implikasi hukum penerapan konsep lex spesialis sistematis pada penegakan hukum tindak pidana korupsi di bidang Pertambangan dalam pembaharuan hukum pidana bahwa penegak hukum, JPU dan hakim,baik di tingkat pertama, banding, maupun kasasi, dalam menyikapi perkara pidana yang mempertemukan dua ketentuan hukum pidana khusus secara sistematis.ABSTRACTThe development and renewal of criminal law has increased with the application of the incorporation of law in the resolution of criminal cases. Formulation of the problem: How is the application of the concept of a systematic lex specialist on law enforcement of criminal acts of corruption in the field of Mining Associated with the Doctrine of Reform in Criminal Law? What is the legal certainty of the application of the concept of a systematic lex specialist on law enforcement for criminal acts of corruption in the Mining field from the point of view of justice? What are the legal implications of applying the concept of a systematic lex specialist to law enforcement for corruption in the field of Mining in the renewal of criminal law?Research Objectives To explain the application of the concept of systematic lex specialists in law enforcement for corruption in the Mining field Attributed to the Doctrine of Reform in Criminal Law To explain the legal certainty of the application of the concept of systemic specialist lex in law enforcement for corruption in the mining field from the perspective of justice. legal implications of the application of the concept of systematic specialist lex in law enforcement for criminal acts of corruption in the field of Mining in the renewal of criminal law The type of legal research is normative.Conclusion The application of the concept of systematic lex specialists to law enforcement of criminal acts of corruption in the field of Mining Associated with the Doctrine of Collaboration in Criminal Law is contained in a number of charges against the defendants examined at trial. This can be seen in the example of case ruling Number: 16 / Pid.Sus-PK / 2018 / PT.DKI with its chronology: Defendant Nur Alam as the Governor of Southeast Sulawesi was charged as the one who committed, ordered to do an act that unlawfully commits an act of enriching oneself or any other person or corporation that is detrimental to the State's finances or the State's economy. Legal certainty The application of the concept of systematic specialist lex to law enforcement of corruption in the mining sector from the perspective of justice is that the criminal law policy through the implementation of the principle of systematic specificity (systematische specialiteit) is an important effort in the harmonization and synchronization between the laws contained in criminal sanctions therein , both those that are pure criminal act or administrative criminal law. The principle of systematic specificity is found in article 14 of the Corruption Law. The interpretation of this article is not uniform so it often results in the criminalization of official policies. So it still hasn't reached justice. Legal implications of the application of the concept of a systematic lex specialist on law enforcement for criminal acts of corruption in the Mining sector in the renewal of criminal law that law enforcement, prosecutors and judges, both at the first level, appeals, and cassation, in addressing criminal cases that bring together two specific criminal law provisions systematic.
STUDI HAK INISIATIF ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DALAM PENGAJUAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH MENURUT UNDANG-UNDANG 32 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN MUKOMUKO PERIODE TAHUN 2009-2014 Kusumaria, Weri Tri
Jurnal Panji Keadilan : Jurnal Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum Vol 1, No 2 (2018): PANJI KEADILAN Jurnal Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum
Publisher : Universitas Muhammadiyah Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36085/jpk.v1i2.261

Abstract

ABSTRAKTujuan utama penelitian ini adalah, pertama untuk mengetahui syarat dan prosedur terpenuhinya hak inisiatif DPRD kabupaten Mukomuko. Kedua untuk mengetahui kekuatan hukum hak inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam pengajuan Raperda. Ketiga untuk mengetahui adakah produk RAPERDA DPRD Kabupaten Mukomuko dari hak inisiatif. Keempat untuk mengetahui Faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala dari hak inisiatif DPRD Kabupaten Mukomuko dalam pengajuan RAPERDA. Responden penelitian ini adalah anggota DPRD Mukomuko, Sekwan ,Kasubag Hukum Setda Kabupaten Mukomuko. Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan yuridis dan Empiris, sedangkan teknik pengumpulan data adalah studi pustaka dan studi lapangan dengan instrument wawancara sadar dan terarah. Hasil penelitian yang didapat adalah pertama adalah bahwa prosedur dan syarat terpenuhinya hak inisiatif itu di atur dalam peraturan pemerintah No 16 tahun 2010 dan keputusan DPRD No 6 Tahun 2010 Tentang Peraturan Tata Tertib DPRD. Kedua kekuatan hukum hak inisiatif DPRD dalam pengajuan RAPERDA adalah tetap mengacu kepada aturan yang lebih tinggi. Ketiga adalah bahwa tidak ada satupun Raperda yang dihasilkan oleh DPRD dari hak inisiatifnya dapat dilihat dari 101 perda yang dihasilkan dari Perda 2009 sampai 2013 itu merupakan inisiatif atau prakarsa dari Pemerintah Daerah atau eksekutif. Keempat faktor-faktor yang menjadi kendala hak inisiatif dalam pengajuan Raperda yaitu faktor eksternal dan internal DPRD itu sendiri.Kata kunci: kekuatan hukum; prosedur dan syarat; produk Raperda
PENJATUHAN HUKUMAN KEBIRI KIMIA TERHADAP PELAKU KEJAHATAN SEKSUAL PADA ANAK DIKAITKAN DENGAN ASAS LEGALITAS Loka Saputra, Andrio
Jurnal Panji Keadilan : Jurnal Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum Vol 3, No 2 (2020): PANJI KEADILAN Jurnal Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum
Publisher : Universitas Muhammadiyah Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36085/jpk.v3i2.1195

Abstract

ABSTRAKHukuman kebiri mengandung unsur penyiksaan, sementara hal itu bertentangan dengan komitmen Indonesia untuk melindungi warga negara untuk bebas dari ancaman penghukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia. Tulisan ini membahas mengenai penjatuhan hukuman kebiri kimia terhadap pelaku kejahatan seksual pada anak dikaitkan dengan asas legalitas dan mengenai pertimbangan hakim dalam penjatuhan hukuman kebiri kimia terhadap pelaku kejahatan seksual pada anak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Metode penelitian adalah penelitian hukum normatif kajian tentang asas hukum, peneliti mengumpulkan data yang terdiri dari data primer, sekunder dan tertier. Teknik pengumpulan data yaitu kajian kepustakaan. Analisis data dilakukan secara kualitatif serta menarik kesimpulan penulis menggunakan metode berfikir deduktif.Kesimpulan dari penelitian ini adalah jika dikaitkan dengan asas legalitas, maka perbuatan seseorang harus diadili menurut aturan yang berlaku pada waktu perbuatan itu dilakukan (lextemporis delictie). Namun, apabila setelah perbuatan tersebut dilakukan terjadi perubahan dalam perundang-undangan, maka dipergunakan aturan yang paling ringan bagi terdakwa, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 ayat (2) KUHP, sehingga dengan demikian lextemporis delictie tersebut dibatasi oleh Pasal 1 ayat (2) KUHP. Penerapan asas legalitas dalam penjatuhan hukuman kebiri kimia terhadap pelaku kejahatan seksual pada anak akan menunjang berlakunya suatu kepastian hukum dan perlakuan yang sama. Dan pertimbangan hakim dalam penjatuhan hukuman kebiri kimia terhadap pelaku kejahatan seksual pada anak sesuai dengan peraturan perundang-undangan kepada para pelaku kejahatan seksual pada anak tertcantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang. Penjatuhan hukuman kebiri kimia bertujuan untuk mencegah terjadinya kejahatan seksual kepada anak dan untuk mengatasi kondisi kejahatab seksual pada anak, yang saat ini semakin meningkat terus-menerus. Saran penulis untuk kedepannya penjatuhan hukuman kebiri kepada pelaku kejahatan seksual terhadap anak di bawah umur harus lebih di pertegas lagi. Agar anak sebagai generasi penerus bangsa bisa terjaga dan terlindungi. Untuk mencegah terjadinya kejahatan seksual khususnya terhadap anak di bawah umur serta dapat memberikan rasa keadilan dan keamanan khususnya terhadap anak dan keluarganya, selain itu dengan pemberlakuan hukum saat ini tidak ada lagi kasus-kasus tentang kejahatan seksual terhadap anak dibawah umur.Kata Kunci: Kebiri Kimia, Kejahatan Seksual, Asas Legalitas.ABSTRACTCastration punishment contains an element of torture, while it is contrary to Indonesia's commitment to protect citizens from being free from the threat of cruel, inhuman and degrading punishment. This paper discusses the imposition of chemical castration sentences on perpetrators of sexual crimes on children associated with the principle of legality and about the judges' consideration in imposing chemical castration sentences on perpetrators of sexual crimes against children in accordance with statutory regulations. The research method is a normative legal research study of legal principles, researchers collect data consisting of primary, secondary and tertiary data. The data collection technique is literature study. Data analysis was carried out qualitatively and drawing conclusions from the author using deductive thinking methods.The conclusion of this study is that if it is associated with the principle of legality, then a person's actions must be judged according to the rules in force at the time the act was committed (lextemporis delictie). However, if after the act is carried out a change in legislation, the mildest rules for the defendant are used, as determined in Article 1 paragraph (2) of the Criminal Code, so that the lextemporis delictie is limited by Article 1 paragraph (2) of the Criminal Code. The application of the principle of legality in imposing chemical castration sentences on perpetrators of sexual crimes on children will support the enactment of a legal certainty and equal treatment. And the consideration of judges in imposing chemical castration sentences on perpetrators of sexual crimes against children is in accordance with the laws and regulations for perpetrators of sexual crimes against children listed in the Law of the Republic of Indonesia Number 17 Year 2016 Regarding the Establishment of Government Regulations in Lieu of Law Number 1 Year 2016 Concerning the Second Amendment to Law Number 23 Year 2002 concerning Child Protection becomes Law. The castration of castration punishment aims to prevent the occurrence of sexual crimes against children and to overcome the condition of sexual abuse in children, which is currently increasing constantly.The author's suggestion for the future imposing castration punishment on perpetrators of sexual crimes against minors should be emphasized even more. So that children as the next generation of the nation can be protected and protected. To prevent the occurrence of sexual crimes, especially against minors and can provide a sense of justice and security, especially against children and their families, besides that with the enactment of the law there are currently no more cases of sexual crimes against minors.Keywords: Chemical Castration, Sexual Crime, Principle of Legality.
PANDANGAN ULAMA KOTA BENGKULU TERHADAP PELAKSANAAN PIDANA MATI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA MENURUT HUKUM ISLAM Franstama, Arief Wahyu
Jurnal Panji Keadilan : Jurnal Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum Vol 1, No 2 (2018): PANJI KEADILAN Jurnal Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum
Publisher : Universitas Muhammadiyah Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36085/jpk.v1i2.252

Abstract

ABSTRAKPidana mati diadakan dengan maksud antara lain sebagai sarana untuk melindungi kepentingan umum yang bersifat kemasyarakatan yang di bahayakan oleh kejahatan dan penjahat yang sudah tidak dapat diperbaiki lagi. Apabila alternative pidana lain tidak dapat memperbaiki perilaku penjahat maka sampai pada sikap terakhir dengan putusan pidana mati. Kemudian hukum islam salah satu dasar untuk penyelesaian perselisihan diantara manusia adalah dengan Qishash, yaitu hukum dibalas dengan hukuman yang setimpal bagi pembunuhan yang dilakukan. Berkenaan dengan hukuman yang sebagaimana diatur jelas dalam Undang-Undang dan Al-Qur'an maka timbulah pertanyaan sebagai berikut: Jenis tindak pidana mati apa sajakah yang diatur dalam hukum Islam?, Jenis tindak pidana mati pelaku tindak pidana narkotika yang bagaimanakah yang diatur dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009?, Pandangan ulama Kota Bengkulu terhadap penjatuhan pidana mati pelaku tindak pidana narkotika ? Penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian hukum empiris. Berdasarkan hasil penelitian dan pengolaan data maka dapat disimpulkan: Dalam hukum Islam tindak pidana yang dapat dijatuhi hukum mati adalah antara lain: pembunuhan, perzinaan, dan perampokan (hiraba). Sedangkan Jenis tindak pidana narkotika yang dijatuhi hukuman mati menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika adalah pelaku yang memproduksi mengekspor dan mengimpor narkotika melebihi 1 kilogram. Pandangan ulama Kota Bengkulu terhadap pelaksanaan pidana mati bagi pelaku tindak pidana narkotika, pada umumnya mereka menyetujui atas dijatuhinya hukuman mati atas tindak pidana narkotikaKata kunci: hukum; pidana mati; narkotika
HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA LISTRIK (SPJBTL) ANTARA PT PLN (PERSERO) UNIT PELAKSANA PELAYANAN PELANGGAN TANJUNGPINANG DENGAN PELANGGAN Hikmawan, Ari
Jurnal Panji Keadilan : Jurnal Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum Vol 3, No 1 (2020): PANJI KEADILAN Jurnal Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum
Publisher : Universitas Muhammadiyah Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36085/jpk.v3i1.1178

Abstract

ABSTRAKPasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan dapat dikatakan bahwa, ketenagalistrikan adalah segala sesuatu yang menyangkut penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik serta usaha penunjang tenaga listrik. Tenaga Listrik mempunyai peran yang sangat penting dan strategis dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional, maka usaha penyediaan tenaga listrik perlu terus ditingkatkan sejalan dengan perkembangan pembangunan agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup, merata, dan bermutu. Usaha penyediaan tenaga listrik merupakan pengadaan tenaga listrik meliputi pembangkitan, transmisi, dan penjualan tenaga listrik. Dalam penjualan tenaga listrik terjadi transaksi jual beli tenaga listrik antara pelanggan dengan PT. PLN (Persero). Berdasarkan Pasal 1457 KUHPerdata, jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya perlu diadakan suatu perjanjian antara pelanggan dengan PT. PLN (Persero) yang disebut dengan “Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (SPJBTL)”. Penelitian ini membahas mengenai hak dan kewajiban para pihak dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (SPJBTL) antara PT PLN (Persero) Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan Tanjungpinang dengan Pelanggan dan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (SPJBTL) antara PT PLN (Persero) Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan Tanjungpinang dengan Pelanggan jika dilihat dari asas itikad baik.Metode Penelitian adalah penelitian hukum normatif, yang disebut juga dengan penelitian hukum doktrinal. Dalam penelitian hukum normatif ini, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan menggunakan asas hukum. Penelitian yang membahas tentang asas hukum ini penulis gunakan dikarenakan berkaitan dengan asas hukum itikad baik (Good Faith) terhadap mengenai hak dan kewajiban para pihak dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (SPJBTL) antara PT PLN (Persero) Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan Tanjungpinang dengan Pelanggan serta mengenai upaya penyelesaian perselisihan yang terjadi antara PT PLN (Persero) Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan Tanjungpinang dengan Pelanggan. Penulis menggunakan metode kajian kepustakaan yaitu peneliti menganalisa berdasarkan buku-buku, peraturan perundang-undangan maupun literatur-literatur lainnya yang terkait dengan permasalahan yang diteliti. Analisis data dilakukan secara kualitatif yaitu data yang diperoleh tidak dengan menggunakan statistik atau matematika ataupun yang sejenisnya. Dalam menarik kesimpulan penulis menggunakan metode berfikir deduktif yaitu cara berfikir yang menarik kesimpulan dari suatu pernyataan atau dalil yang bersifat umum menjadi suatu pernyataan atau kasus yang bersifat khusus.Kesimpulan penelitian ini adalah para pihak harus memenuhi hak dan kewajibannya sebagai pelanggan dan tidak melakukan pelanggaran dalam menggunakan tenaga listrik, antara lain: tidak menunggak atau tidak membayar rekening tagihan tenaga listrik, tidak melakukan pencurian tenaga listrik, tidak menyalurkan tenaga listrik pada pihak lain, menggunakan tenaga listrik sesuai peruntukan dalam SPJBTL serta tidak merubah atau merusak peralatan listrik dan tidak melakukan perbuatan lainnya yang merugikan PT. PLN (Persero). Akan tetapi hak dan kewajiban para pihak dalam Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (SPJBTL) antara PT PLN (Persero) Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan Tanjungpinang tidak diatur secara jelas dan tegas. Sehingga apabila terdapat wanprestasi yang dilakukan oleh para pihak, maka pihak yang dirugikan tidak mendapatkan ganti kerugian sebagaimana mestinya. Sehingga untuk menghindari terjadinya wanprestasi yang dapat merugikan para pihak maka perjanjian jual beli tenaga listrik (SPJBTL) antara PT. PLN (Persero) dengan konsumen harus didasarkan dengan itikad baik. Untuk kedepannya dalam membuat surat perjanjian jual beli tenaga listrik pihak PLN harus meninjau ulang mengenai klausula dalam SPJBTL, karena beberapa pasal dalam SPJBTL masih mengandung klausula yang melanggar hak-hak konsumen. Sehingga tujuan Negara untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteran rakyat dalam energi listrik di Indonesia dan misi PLN tentang kepuasan pelanggan dapat tercapai. Untuk konsumen kedepannya harus lebih bertanggungjawab dalam menunaikan kewajibannya, agar hak-hak juga bisa diperoleh dengan baik. Sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.Kata kunci: hak dan kewajiban; SPJBTL; PLN unit pelaksana pelayanan pelanggan TanjungpinangABSTRACTArticle 1 number 1 of Law Number 30 Year 2009 concerning Electricity can be said that, electricity is everything related to the supply and use of electricity as well as electricity supporting businesses. Electric Power has a very important and strategic role in realizing national development goals, so the business of supplying electricity needs to be continuously increased in line with the development development so that there is sufficient, equitable and quality electricity. Electricity supply business is the supply of electricity including the generation, transmission and sale of electricity. In the sale of electricity there is a power purchase transaction between the customer and PT. PLN (Persero). Based on Article 1457 of the Civil Code, buying and selling is an agreement with which one party binds himself to surrender ownership rights to an item and the other party to pay the price promised. Therefore in its implementation it is necessary to hold an agreement between the customer and PT. PLN (Persero), called the "Electricity Purchase Agreement (SPJBTL)". This study discusses the rights and obligations of the parties in the Electricity Sale and Purchase Agreement (SPJBTL) between PT PLN (Persero) Tanjungpinang Customer Service Implementing Unit with Customers and the Electricity Sale and Purchase Agreement (SPJBTL) between PT PLN (Persero) Customer Service Implementation Unit Tanjungpinang with customers when viewed from the principle of good faith.The research method is normative legal research, also called doctrinal law research. In this normative legal research, the author is interested in conducting research using the principle of law. This research discusses the legal principle I use because it relates to the legal principle of good faith (Good Faith) regarding the rights and obligations of the parties in the Power Purchase Agreement (SPJBTL) between PT PLN (Persero) Tanjungpinang Customer Service Implementation Unit with Customers and regarding efforts to resolve disputes that occur between PT PLN (Persero) Tanjungpinang Customer Service Implementation Unit and Customers. The author uses the method of literature study in which the researcher analyzes based on books, laws and regulations and other literatures related to the problem under study. Data analysis was carried out qualitatively, that is, the data obtained were not using statistics or mathematics or the like.The conclusion of this research is that the parties must fulfill their rights and obligations as customers and do not violate the use of electricity, including: not arrears or not paying electricity bill, not stealing electricity, not delivering electricity to other parties, using electricity in accordance with the designation in the SPJBTL and does not change or damage the electrical equipment and does not do other actions that harm PT. PLN (Persero). However, the rights and obligations of the parties in the Power Purchase Agreement (SPJBTL) between PT PLN (Persero) Tanjungpinang Customer Service Implementation Unit are not clearly and clearly regulated. So if there is a default done by the parties, the injured party does not get compensation as they should. So as to avoid the occurrence of default that can be detrimental to the parties, the power purchase agreement (SPJBTL) between PT. PLN (Persero) with consumers must be based on good faith. In the future, in making a power purchase agreement, the PLN must review the clause in the SPJBTL, because some articles in the SPJBTL still contain clauses that violate consumer rights. So that the State's goal of achieving prosperity and prosperity of the people in electrical energy in Indonesia and PLN's mission of customer satisfaction can be achieved. For consumers in the future must be more responsible in fulfilling their obligations, so that rights can also be obtained properly. So that no party is harmed.Keywords: rights and obligations; SPJBTL; PLN Tanjungpinang customer service implementation unit.
Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Dalam Proses Penyidikan di Kepolisian Daerah Bengkulu (Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak) Karyawan, Arsi
Jurnal Panji Keadilan : Jurnal Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum Vol 1, No 1 (2018): PANJI KEADILAN Jurnal Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum
Publisher : Universitas Muhammadiyah Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36085/jpk.v1i1.243

Abstract

Hak-hak anak seringkali tidak dilindungi pada setiap tingkat pemeriksaan, mulai dari proses penyidikan hingga proses di pengadilan. Polisi sebagai gerbang terdepan proses penyaringan perkara pidana yang melaksanakan proses penyidikan terhadap pelaku tindak pidana dalam hal ini merupakan instansi pertama dalam sistem peradilan pidana. Kasus pidana yang melibatkan anak dibawah umur di Kepolisian Daerah Bengkulu sejak terhitung dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2015 mengalami peningkatan yang signifikan. Dari permasalahan tersebut peneliti tertarik melakukan penelitian tentang perlindungan hukum terhadap anak pelaku tindakan pidana dengan penelitian secara deskriptif. Hasil penelitian didapat bahwa bentuk perlindungan hukum dalam proses penyidikan terhadap anak pelaku tindak pidana yang dilakukan Kepolisian Daerah Bengkulu yaitu unit perlindungan perempuan dan anak (PPA), belum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yaitu undang-undang no 11 tahun 2012. Proses Penyidikan terhadap anak pelaku tindak pidana di Kepolisian Daerah Bengkulu, berdasarakan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis sebenarnya sudah berjalan sebagaimana yang diatur dalam undang-undang namun sayang nya pelaksanaan ini tidak didukung oleh fasilitas yang memadai di Kepolisian Daerah Bengkulu, sehingga hak-hak yang seharusnya diperoleh oleh anak tidak terpenuhi sepenuhnya. Kata Kunci : Perlindungan hukum, anak pelaku tindakan pidana
NILAI PEMBUKTIAN LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN (LHP) PENGHITUNGAN KERUGIAN NEGARA YANG DIBUAT OLEH INSPEKTORAT DALAM PROSES PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DILAKUKAN OLEH KEJAKSANAAN NEGERI ROKAN HILIR Tarigan, Andreas
Jurnal Panji Keadilan : Jurnal Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum Vol 2, No 2 (2019): PANJI KEADILAN Jurnal Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum
Publisher : Universitas Muhammadiyah Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36085/jpk.v2i2.1168

Abstract

ABSTRAKTujuan penulisan penelitian ini guna mengetahui syarat laporan hasil pemeriksaan penghitungan kerugian negara yang ditetapkan menjadi alat bukti dalam pembuktian perkara tindak pidana korupsi oleh Kejaksaan Negeri Rokan Hilir dan untuk mengetahui nilai pembuktian laporan hasil pemeriksaan penghitungan kerugian negara oleh Inspektorat dalam proses penanganan perkara tindak korupsi di Kejaksaan Negeri Rokan Hilir. Metode penelitian yang digunakan penulis yakni metode penelitian hukum sosiologis yang dilakukan dengan cara mengadakan identifikasi hukum dan mengurai efektifitas pelaksanaan hukum di masyarakat atau meninjau keadaan senyatanya melalui permasalahan di lapangan dikaitkan dengan aspek hukum yang berlaku.Pendekatan yang digunakan yakni berupa pendekatan peraturan perundang-undangan tertentu atau hukum terkait di Indonesia ditunjang dengan hasil wawancara dan pemberi informasi kunci. Kesimpulan yang penulis dapat uraikan berupa syarat laporan hasil pemeriksaan penghitungan kerugian negara dapat ditetapkan menjadi alat bukti dalam persidangan harus memenuhi persyaratan yang diatur didalam Kitab Undang Hukum Acara Pidana. Kemudian hakim dapat menerima laporan hasil pemeriksaan penghitungan kerugian negara setelah menelaah kebenaran isinya. Maka sebagai alat bukti dalam persidangan laporan hasil pemeriksaan penghitungan kerugian negara harus diuji dan meyakinkan hakim. Hal ini merupakan masukan penulis terkait penggunaan alat bukti dipersidangan guna memberi pertimbangan hakim dalam mengadili perkara tindak pidana korupsi di Indonesia.Kata kunci: kerugian negara; pembuktian; alat bukti persidanganABSTRACTThe purpose of this study is to determine the requirements of the report on the results of state loss calculation determined to be evidence in proof of corruption cases by the Rokan Hilir District Prosecutor's Office and to find out the value of verification reports on state losses by the Inspectorate in handling corruption cases in the Prosecutor's Office Rokan Hilir country. The research method used by the writer is sociological legal research method which is carried out by making legal identification and deciphering the effectiveness of law enforcement in the community or reviewing the actual situation through problems in the field associated with applicable legal aspects. The approach used is in the form of certain legislative approaches or related laws in Indonesia are supported by the results of interviews and key informants. The conclusion that the author can describe in the form of a report on the results of the examination of the calculation of state losses can be determined as evidence in the trial must meet the requirements set out in the Criminal Procedure Code. Then the judge can receive a report on the results of the examination of state losses after examining the truth of the contents. So as evidence in the trial report the results of the examination of the calculation of state losses must be tested and convinced the judge. This is the author's input regarding the use of evidence in court to give consideration to judges in prosecuting cases of corruption in Indonesia.Keywords: state losses; evidence; trial evidence tools

Page 1 of 15 | Total Record : 148