cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Penelitian Tanaman Industri
Published by Kementerian Pertanian
ISSN : 08538212     EISSN : 25286870     DOI : -
Core Subject : Engineering,
Jurnal Penelitian Tanaman Industri merupakan publikasi ilmiah primer yang memuat hasil penelitian primer komoditas perkebunan yang belum dimuat pada media apapun, diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, DIPA 2011 terbit empat kali setahun.
Arjuna Subject : -
Articles 6 Documents
Search results for , issue "Vol 21, No 4 (2015): Desember 2015" : 6 Documents clear
Increasing Lemongrass Herb Yield and Quality Through Nitrogen Addition SYAKIR SYAKIR; GUSMAINI GUSMAINI
Jurnal Penelitian Tanaman Industri Vol 21, No 4 (2015): Desember 2015
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/littri.v21n4.2015.167-174

Abstract

ABSTRACTThe role of nitrogen in the process of photosynthesis is very important. It affects the growth, development and yield, especially leaves. Lemon grass produces citronella oil that contained in the leaves. One of the efforts to increase leaves yield is by application of N fertilizer. The aims of this research were to obtain optimal N dosage to improve herbage yield and quality of lemon grass. The research was conducted in Manoko Research Station, Lembang West Java from April - December2014. Using randomized block design, with 4 replicates and 6 treatments. The treatments consisted of 0; 2,3; 4,6; 6,9; 9,2 and 11,5 g N/plant. Lemon grass used from G3 accession. Parameters observed included plant growth (height and number of tillers), yield (fresh and dry herbs weight, and oil yield), and quality (yield, oil and citronella content). The results showed that N application significantly increased the growth, yield, and quality of lemon grass. Application of 4,6 g N/plant of N was optimum dosage for plant height and tiller number, total yield of herbage fresh weight (2904.46 g/plant) and leaves dry weight (1574.83 g/plant), yield (1.55%), oil content (2.06%), citronella content (41.59%). The best yield of citronella was obtained from aplplication of 6,9 g N/plant.Keywords: Cymbopogon nardus L., nitrogen, yield, citronella content PENINGKATAN PRODUKSI HERBA DAN MUTU SERAI WANGI DENGAN PENAMBAHAN NITROGENABSTRAKPeranan nitrogen dalam proses fotosintesis sangat penting antara lain berpengaruh terhadap pertumbuhan, perkembangan dan produksi daun tanaman. Tanaman serai wangi merupakan tanaman yang menghasilkan minyak sitronela yang terdapat di dalam daun. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi daun adalah dengan penambahan nitrogen. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh dosis N optimal dalam meningkatkan produksi herba dan mutu sitronela pada serai wangi. Penelitian ini merupakan penelitian lapang yang dilakukan di Kebun Percobaan Manoko, Lembang Jawa Barat dari bulan April – Desember 2014. Rancangan yang digunakan rancangan acak kelompok, dengan 4 ulangan dan 6 perlakuan. Perlakuan pupuk N dengan dosis 0; 2,3; 4,6; 6,9; 9,2 dan 11,5 g/tan. Tanaman serai wangi yang digunakan dari aksesi G3. Pengamatan meliputi pertumbuhan tanaman (tinggi dan jumlah anakan), produksi (bobot segar dan kering herba), dan mutu (rendemen, kadar sitronela, dan hasil minyak). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian N berpengaruh nyata meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah anakan, produksi, dan mutu serai wangi. Nitrogen dengan dosis 4,6 g/tanaman merupakan dosis optimum untuk menghasilkan pertumbuhan tinggi tanaman dan, total produksi herba segar (2.904,46 g/tan) dan kering (1.574,83 g/tan), rendemen (1,55%), kadar minyak (2,06%), dan kadar sitronela (41,59%) terbaik. Produksi minyak serai wangi terbaik pada pemberian N sebesar 6,9 g/tanaman.Kata kunci: Cymbopogon nardus L., nitrogen, produksi, kadar sitronela.
An Analysis of Superior Plantation Commodities and Referral Development in Bungo Regency, Jambi Province SURYANI, LILI; SITORUS, SANTUN R.P.; MINIBAH, KHURSATUL
Jurnal Penelitian Tanaman Industri Vol 21, No 4 (2015): Desember 2015
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/littri.v21n4.2015.175-188

Abstract

ABSTRACTThe condition of Bungo Regency potential for development of agriculture sector in a broad sense. Agricultural sector contributed 33,08% to GDP Bungo Regency in 2012. Famoustation crops is rubber. Now a days, in addition to rubber, oil palm plantations is also highly desirable for crop development. The purpose of this research is (1) to analyze the main commodity of plantation, (2) to now potential land for development, and (3) to establish the referrals of plantation commodity development in the framework of regional development in Bungo Regency. The methode and techniques of analysis in this study is Shift Share (SS) methode, Location Quotient (LQ) methode, overlay and descritive analysis. Based on Location Quotient (LQ) and Shift Share (SS) analysis can be concluded that there are three types of superior commodity which is used as the main priorities to be developed in every district in Bungo Regency, there are rubber, oil palm and coconut. Potential land for development of rubber, oil palm, and coconut commodites are the largest area in the Pelepat sub-district for 37.234 ha (17,2%). The main development referal for superior commodity is rubber commodity, especially at Pelepat sub-district, palm oil is especially for Pelepat Ilir, in otherwise coconut commodity is only support commodity at Pasar Bungo sub-district. Engineering effort to minimize the negative effects of limiting factor of erosion, drainage, texture, and rainfall, which are: the addition of organic matter, plant cover crops, and manufacture of irrigation.Keywords: coconut, land suitability, palm oil, rubber, superior commodity ANALISIS KOMODITAS PERKEBUNAN UNGGULAN DAN ARAHAN PENGEMBANGANNYA DI KABUPATEN BUNGO, PROVINSI JAMBIABSTRAKKondisi Kabupaten Bungo sangat potensial untuk pengembangan sektor pertanian dalam arti luas. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bungo untuk tahun 2012 sebesar 33.08%. Tanaman perkebunan yang menjadi primadona adalah karet. Kini selain karet, tanaman kelapa sawit pun menjadi jenis yang diminati pengembangannya. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis komoditas perkebunan unggulan, (2) mengetahui lahan yang berpotensi untuk pengembangan komoditas perkebunan unggulan, dan (3) menyusun arahan pengembangan komoditas perkebunan unggulan dalam rangka pengembangan wilayah di Kabupaten Bungo. Adapun metode dan teknik analisis data dalam penelitian ini adalah: Metode Shift Share (SS), metode Location Quotient (LQ), Overlay, dan analisis deskriptif. Berdasarkan hasil analisis Location Quotient (LQ) dan Shift Share (SS), secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga jenis komoditas perkebunan unggulan yang dijadikan prioritas utama untuk dikembangkan disetiap kecamatan yang ada di Kabupaten Bungo yaitu: karet, kelapa sawit dan kelapa dalam. Ketersediaan lahan untuk pengembangan komoditas karet, kelapa sawit, dan kelapa dalam luasan terluas berada di Kecamatan Pelepat sebesar 37.234 ha (17,2%). Arahan untuk pengembangan komoditas unggulan adalah komoditas karet, utamanya di Kecamatan Pelepat dan kelapa sawit utamanya di Kecamatan Pelepat Ilir, sedangkan komoditas kelapa dalam, merupakan komoditas penunjang di Kecamatan Pasar Bungo. Upaya teknik untuk meminimalisir dampak negatif faktor pembatas erosi, drainase, tekstur, dan curah hujan, yaitu: penambahan bahan organik, menanam tanaman penutup tanah, dan pembuatan jaringan irigasi.Kata kunci: kelapa, kesesuaian lahan, kelapa sawit, karet, komoditas unggulan
Evaluation of Productivity, Fiber Fineness, and Tolerance to Insect Pests of F7 Cotton Lines with Brown Fiber EMY SULISTYOWATI; SIWI SUMARTINI; SUJAK SUJAK; M. MACHFUD; SUHADI SUHADI
Jurnal Penelitian Tanaman Industri Vol 21, No 4 (2015): Desember 2015
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/littri.v21n4.2015.189-198

Abstract

ABSTRACTColoured cotton has been used since 3400-2300 BC. Historically, it has been used prior to allotetraploid cotton which are now planted (G. hirsutum dan G. barbadense) of which some have brown and green fiber. The use of coloured cotton is environmentally friendly, and the demand for it will be increasing in relation with the increased demand of organic cotton. The research was aiming to evaluate of Productivity, Fiber Fineness, and Tolerance to Insect Pests ofF7 promising cotton lineswith brown fiber for the development of national cotton new varieties with brown fiber. The experiment was carried out at Pasirian Experimental Station at Lumajang on Januari-December 2013. 14 F7 lines resulted from 2006 crosses and two control varieties were tested in Randomised Blocked Design. There were two unit tests, the spray and unspray test, each was replicated three times. Plot size was 3 x 10m2 with plant spacing was made of 100 x 25 cm in which one single plant per hole was maintained. observation was done on growth and generative components, seed cotton yield, and field tolerance component. Experimental result showed that line 06063/5 was consistently shown high seed cotton yield under spray (2348,3 kg/ha) and unspray conditions (2372,8 kg/ha). Under unspray condition, there were four promising lines which were yielded higher that the best control varieties (Kanesia 10, 2197,2 kg/ha), i.e. 06063/5 (2372,80 kg/ha), 06067/3 (2235,0 kg/ha), 06062/3 (2255,60 kg/ha), and 06066/2 (2383,90 kg/ha). In addition, the best line showingthe highest field tolerance index was 06066/2 (110,5%). There were only two lines which had fiber length of ≥ 1 inch (25,4 mm), i.e. 06067/4 and 06062/1. It terms of fiber strength, genetic improvement achieved was ranging from 0,81 to 11,54% better than Kanesia 10, but 8,11 – 17,64% worse than Kanesia 8. Nine lines which had their fiber fineness 3,0 – 3,8 mic which are met the industry’s demand.Keywords: Gossypium hirsutum L., coloured cotton, productivity, field tolerance index EVALUASI PRODUKTIVITAS, MUTU SERAT, DAN KETAHANAN TERHADAP HAMA GALUR-GALUR F7 KAPAS BE RSERAT COKLATABSTRAKKapas dengan serat berwarna non-putih telah digunakan sejak tahun3400-2300 sebelum Masehi. Sejarah perkembangannya diperkirakan lebihawal dibandingkan kapas allotetraploid yang banyak dikembangkan saatini (G. hirsutum dan G. barbadense) yang beberapa memiliki warna serat coklat dan hijau. Penggunaan serat kapas berwarna sangat ramah lingkungan dan pemanfaatannya akan meningkat sejalan dengan meningkatnya permintaan kapas organik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi produktivitas, mutu serat dan ketahanan terhadap hama galur-galur harapan F7 kapas dengan serat berwarna coklat dalam rangka mengembangkan varietas kapas nasional berserat coklat.Penelitian menguji 14 galur F7 hasil persilangan tahun 2006 dan dua varietas pembanding dilaksanakan di KP Pasirian, Lumajang pada bulan Januari- Desember 2013; disusun dalam Rancangan Acak Kelompok. Terdapat dua unit pengujian yaitu pengujian dengan pengendalian hama optimal (SPRAY atau S) dan pengujian tanpa pengendalian hama (TANPA SPRAY atau TS) masing-masing diulang tiga kali. Ukuran plot adalah 3 x 10m2; jarak tanam adalah 100 x 25 cm dan pada masing-masing lubang tanam dipelihara satu tanaman. Pengamatan komponen pertumbuhan dan hasil, hasil kapas berbiji, dan komponen ketahanan dilakukan untuk menilai penampilan galur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa galur 06063/5 secara konsisten menunjukkan produksi kapas berbiji yang cukup tinggi baik dalam kondisi dengan pengendalian hama (2 348,3 kg/ha) maupun tanpa pengendalian hama (2372,8 kg/ha). Pada kondisi tanpa pengendalian hama, terdapat empat galur yang lebih unggul dibandingkan varietas pembanding terbaik (Kanesia 10, 2197,2 kg/ha) yaitu 06063/5 (2 372,80 kg/ha), 06067/3 (2 235,0 kg/ha), 06062/3 (2255,60 kg/ha), dan 06066/2 (2383,90 kg/ha). Selain itu, galur yang menunjukkan indeks ketahanan lapang terbaik adalah 06066/2 (110,5%). Hanya terdapat dua galur yang panjang seratnya ≥ 1 inchi (25,4 mm), yaitu 06067/4 dan 06062/1. Apabila dibandingkan Kanesia 10, diperoleh kemajuan dalam hal kekuatan serat sebesar 0,81-11,54%. Tetapi apabila dibandingkan dengan Kanesia 8, maka kekuatan serat dari galur-galur yang diuji lebih rendah 8,11 – 17,64%. Terdapat sembilan galur yang kehalusan seratnya dikelompokkan pada kategori diterima oleh industri (3,0 – 3,8 mic).Kata kunci: Gossypium hirsutum L., kapas dengan serat berwarna, produktivitas, indeks ketahanan lapang.
Correlation Between Phonska Fertilizer on Rice Field and Cl Content of Tobacco in Jombang, East Java MOCHAMMAD SHOLEH; DJAJADI DJAJADI
Jurnal Penelitian Tanaman Industri Vol 21, No 4 (2015): Desember 2015
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/littri.v21n4.2015.153-160

Abstract

ABSTRACTHigh Cl content of tobacco might have negative effect on quality. The study tried to find out correlation between added Phonska fertilizer to rice planted before tobacco on tobacco Cl content. The objective was to determine the effect of added Phonska (10.8% Cl) to rice planted before tobacco on tobacco Cl content and quality. The study was carried out in the area of tobacco in five districts of Jombang, East Java Province from May to November 2012. Collecting data was done using survey method to the tobacco farmers and soil and tobacco samples were collecting from 100 points which were distributed in five districts based on land use map. The results showed that the most tobacco farmers (67%) added Phonska to the rice planted before tobacco. Addition of Phonska each year had caused accumulation of Cl in soil with high level >2% (90%). Based on analysis of variance it was known that tobacco Cl content was strongly influenced by Phonska addition to rice planted before tobacco plants (PPP) and soil Cl content, but not influenced by Phonska as starter to tobacco plants (PPT). The corelation was expressed by equation: leaf Cl = 0.4266 x exponential ((0.367 PPP*) - (0.314 PPT) + (0.388 soil Cl*))*.Keywords: Nicotiana tabacum L., quality, Phonska fertilizers, Cl HUBUNGAN ANTARA PUPUK PHONSKA PADA PADI DAN KADAR Cl TEMBAKAU DI JOMBANG, JAWA TIMURABSTRAKTingginya kadar Cl dalam daun tembakau adalah salah satu penyebab rendahnya mutu tembakau. Cl tembakau bisa berasal dari pemupukan seperti Phonska (10,8% Cl) atau dari tanah. Penelitian observasi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan pupuk Phonska (10,8% Cl) pada padi terhadap mutu dan kadar Cl tembakau yang ditanam setelah padi. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada areal penghasil tembakau di lima kecamatan Kabupaten Jombang mulai bulan Mei sampai Nopember 2012. Survei pendahuluan untuk penentuan 100 satuan titik lokasi dilakukan secara proporsional yaitu berdasarkan prosentase terhadap luas areal tanaman tembakau dan mewakili bekas lahan padi yang tidak dipupuk dan yang dipupuk Phonska dari lima kecamatan berdasarkan peta penggunaan lahan. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode survei, yaitu wawancara petani tembakau tentang penggunaan pupuk phonska pada padi dan tembakau, pengambilan sampel tanah dan daun tembakau. Penilaian mutu/harga tembakau oleh grader pabrik rokok. Sampel tanah dan daun tembakau dianalisis kadar Cl di Laboratorium Mutu Hasil Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat. Data hasil pengamatan dianalisis secara deskriptif yaitu klasifikasi berdasarkan persentase kejadian. Untuk  mengetahui hubungan atau pengaruh antar variabel dilakukan analisis regresi menggunakan program SPSS. Dari hasil survei diketahui bahwasebagian besar petani (67%) menggunakan pupuk Phonska untuk tanaman padi sebelum tembakau dan akumulasi Cl tanah tergolong tinggi >2% (90%). Dari hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa kadar Cl daun tembakau sangat dipengaruhi oleh pemupukan Phonska pada padi sebelum tanaman tembakau (PPP) dan kadar Cl tanah, tetapi tidak dipengaruhi oleh pemupukan Phonska pada Tembakau (PPT) sebagai starter. Hubungan pemupukan Phonska,  Cl tanah, dan Cl daun tembakau tersebut diekspresikan dengan model persamaan : Cl daun = 0,4266 x exponensial ((0,367 PPP*) – (0,314 PPT) + (0,388 Cl tanah*))*.Kata kunci : Nicotiana tabacum L., mutu, pupuk Phonska, Cl
Improvement of Cane Yield and Sugar Yield of Sugarcane (Sacharrum officinarum) Through Maintaining Ratoon FITRININGDYAH TRI KADARWATI; BUDI SANTOSO; AHMAD DHIAUL KHULUQ
Jurnal Penelitian Tanaman Industri Vol 21, No 4 (2015): Desember 2015
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/littri.v21n4.2015.199-205

Abstract

ABSTRACTThe level of sugarcane yield in dry land or rainfed generally still low at 40 to 50 tons per hectare. Farmers prefer maintenance of sugarcane than unloading ratoon cane (RC). This can be understood because unloading RC requires high cost, especially in the purchase of seed cane and tillage. Approach through maintaining ratoon techniques are expected to increase production and sugar yield. The research purposes to obtain cane yield and sugar yield RC optimally with maintaining ratoon techniques in dry land. Research has conducted in the Ngimbang, Lamongan district from June 2013 until August 2014. Sugarcane varieties used PS 862 (early ripening) belong to farmers. The study compiled by randomized block design (RBD) and repeated 3 times. The treatment consisted of 1). Replanting; 2). Off barring; 3). Organic fertilizer; 4). Maintaining 10 plants/m; 5). Giving PGR; 6). The package of (1+2); 7). The package of (1+2+3); 8). The package of (1+2+3+4); 9). The package of (1+2+3+4+5); and 10). Control. The results showed that the complete treatment of maintaining ratoon (replanting, off barring, organic fertilizer, maintaining 10 plants/m and PGR) obtained the highest value on the highgrowth parameters include 304.67 cm and a diameter of 3.16 cm, while the production parameters include the stalk number 5.73 stalk/m, stalk weight 1.29 kg/stalk, and stalk length 264.11 cm. Maintaining ratoon could gave the best cane yield and sugar yield than ratoon plants without maintaining ratoon cane with an increase of cane yield 16.20 tons/ha (32.14%) and an increase of sugar yield 1.38% (25.60%). Maintaining on ratoon cane 4th on rainfed significantly increase the production of sugarcane per hectare although not linear with increasing sugar yield.Keywords: Maintaining ratoon, PS 862 varieties, dry land, Sacharrum officinarum PENINGKATAN PRODUKSI DAN RENDEMEN TEBU (Sacharrum officinarum) MELALUI RAWAT RATOONABSTRAKTingkat produktivitas tebu di lahan kering atau tadah hujan umumnya masih rendah sebesar 40 sampai dengan 50 ton per hektar. Para petani tebu lebih memilih rawat ratoon daripada membongkar tebu ratoon (RC). Hal tersebut dapat dipahami karena membongkar ratoon membutuhkan biaya yang lebih besar, terutama dalam pembelian bibit tebu dan olah tanah. Pendekatan melalui teknik rawat ratoon diharapkan dapat meningkatkan produksi dan rendemen tebu. Tujuan dari penelitian untuk memperoleh pertanaman tebu dengan teknik rawat ratoon yang berproduksi dan berendemen optimal di lahan kering. Penelitian dilaksanakan di Ngimbang, Kabupaten Lamongan mulai Juni 2013 sampai Agustus 2014. Varietas tebu yang digunakan yaitu PS 862 (masak awal) milik petani. Penelitian disusun dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang diulang 3 kali. Perlakuan terdiri atas 1). Sulam; 2). Pedot Oyot; 3). Pupuk Organik; 4). Pertahankan 10 tanaman/m; 5). Pemberian ZPT; 6). Paket (1+2); 7). Paket (1+2+3); 8). Paket (1+2+3+4); 9). Paket (1+2+3+4+5); dan 10). Kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan lengkap pada rawat ratoon (sulam, pedot oyot, pupuk organik, 10 tanaman/m dan ZPT) diperoleh nilai tertinggi pada parameter pertumbuhan meliputi tinggi 304,67 cm dan diameter 3,16 cm, sedangkan parameter produksi meliputi jumlah batang terpanen 5,73 batang/m, bobot batang 1,29 kg/batang, dan panjang batang 264,11 cm. Rawat ratoon dapat memberikan hasil produksi dan rendemen terbaik dibandingkan tanaman tebu tanpa rawat ratoon dengan kenaikan sebesar 16,20 ton/ha (32,14%) dan peningkatan angka rendemen 1,38% (25,60%). Rawat ratoon RC 4 pada lahan tadah hujan secara signifikan meningkatkan produksi tebu perhektar meskipun tidak linier dengan peningkatan rendemen gula.Kata kunci: Rawat ratoon, varietas PS 862, lahan kering, Sacharrum officinarum
Shoot Borers Scirpophaga excerptalis Walker Attack on Sugarcane at Three Planting Systems ANDI MUHAMMAD AMIR; ELNA KARMAWATI
Jurnal Penelitian Tanaman Industri Vol 21, No 4 (2015): Desember 2015
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/littri.v21n4.2015.161-166

Abstract

ABSTRACTScirpophaga excerptalis W alker shoot borers is one of the major pests of sugarcane. The p lants at tacked by this pests wil l dec rease in yield, productivity, and sugar c rystal. The experiment was conducted at the experimental station, in Muktiharjo, Pati fr om January to May 201 3. The aims of the experiment was to determine the coverity of S. excerptalis s hoot borers a ttack on three su garcane cropping systems of (S. officinarum L.). The treatment co nsisted of thr ee cro pping systems: 1) single row, 2) wide double row, and 3) narrow double row. Treatments arranged in a randomized complate block design (RCBD) with three replications. The results showed that the use of wide double row cropping systems can increase shoot borers attack S. excerptalis, higher than the other cropping systems. Based on this research result, it is recommended to select planting system that can increase plant population but not to decrease intensity of light. From this, wide double row is selected.Keyword: Top borers, Scirpophaga excerptalis Walke, Saccharum officinarum L., planting system. SERANGAN PENGGEREK PUCUK Scirpophaga excerptalis WALKER (LEPIDOPTERA; PYRALIDAE) PADA TIGA SISTEM TANAM TEBU (Saccharum officinarum L.)ABSTRAKSalah satu jenis hama utama tanaman tebu adalah penggerek pucuk Scirpophaga excerptalis Walker. Serangan hama tersebut pada pertanaman tebu dapat menurunkan produktivitas, rendemen dan hasil hablurnya. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Muktiharjo, Pati mulai bulan Januari sampai dengan Mei 2013. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat serangan penggerek pucuk S. excerptalis pada tiga sistem tanam tebu (S. officinarum). Perlakuan terdiri atas 3 sistem tanam, yaitu 1) juring tunggal, 2) juring ganda rapat, dan 3) juring ganda lebar, disusun dalam rancangan acak kelompok (RAK) dan diulang 3 kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan juring ganda rapat pada sistem tanam tebu dapat meningkatkan serangan penggerek pucuk S. excerptalis lebih tinggi dibandingkan dengan juring ganda lebar dan juring tunggal. Berdasarkan hasil penelitian tersebut disarankan untuk memilih sistem tanam yang dapat meningkatkan populasi tanaman tetapi tidak menurunkan intensitas cahaya yang masuk. Pada hasil penelitian ini, sistem tanam yang dipilih adalah juring ganda lebar.Kata kunci: Penggerek pucuk, Scirpophaga excerptalis Walker, Saccharum officinarum L., sistem tanam

Page 1 of 1 | Total Record : 6


Filter by Year

2015 2015


Filter By Issues
All Issue Vol 27, No 2 (2021): December 2021 Vol 27, No 1 (2021): June, 2021 Vol 26, No 2 (2020): December, 2020 Vol 26, No 1 (2020): June, 2020 Vol 25, No 2 (2019): Desember, 2019 Vol 25, No 1 (2019): Juni, 2019 Vol 24, No 2 (2018): Desember, 2018 Vol 24, No 1 (2018): Juni, 2018 Vol 23, No 2 (2017): Desember, 2017 Vol 23, No 1 (2017): Juni, 2017 Vol 22, No 4 (2016): Desember, 2016 Vol 22, No 3 (2016): September, 2016 Vol 22, No 2 (2016): Juni, 2016 Vol 22, No 1 (2016): Maret, 2016 Vol 21, No 4 (2015): Desember 2015 Vol 21, No 3 (2015): September 2015 Vol 21, No 2 (2015): Juni 2015 Vol 21, No 1 (2015): Maret 2015 Vol 20, No 4 (2014): Desember 2014 Vol 20, No 3 (2014): September 2014 Vol 20, No 2 (2014): Juni 2014 Vol 20, No 1 (2014): Maret 2014 Vol 19, No 4 (2013): Desember 2013 Vol 19, No 3 (2013): September 2013 Vol 19, No 2 (2013): Juni 2013 Vol 19, No 1 (2013): Maret 2013 Vol 18, No 4 (2012): Desember 2012 Vol 18, No 3 (2012): September 2012 Vol 18, No 2 (2012): Juni 2012 Vol 18, No 1 (2012): Maret 2012 Vol 17, No 4 (2011): Desember 2011 Vol 17, No 3 (2011): September 2011 Vol 17, No 2 (2011): Juni 2011 Vol 17, No 1 (2011): Maret 2011 Vol 16, No 4 (2010): Desember 2010 Vol 16, No 3 (2010): September 2010 Vol 16, No 2 (2010): Juni 2010 Vol 16, No 1 (2010): Maret 2010 Vol 15, No 4 (2009): Desember 2009 Vol 15, No 3 (2009): September 2009 Vol 15, No 2 (2009): Juni 2009 Vol 15, No 1 (2009): Maret 2009 Vol 14, No 4 (2008): Desember 2008 Vol 14, No 3 (2008): September 2008 Vol 14, No 2 (2008): Juni 2008 Vol 14, No 1 (2008): Maret 2008 Vol 13, No 4 (2007): DESEMBER 2007 Vol 13, No 3 (2007): SEPTEMBER 2007 Vol 13, No 2 (2007): JUNI 2007 Vol 13, No 1 (2007): MARET 2007 Vol 12, No 4 (2006): DESEMBER 2006 Vol 12, No 3 (2006): SEPTEMBER 2006 Vol 12, No 2 (2006): JUNI 2006 Vol 12, No 1 (2006): MARET 2006 Vol 11, No 4 (2005): DESEMBER 2005 Vol 11, No 3 (2005): SEPTEMBER 2005 Vol 11, No 2 (2005): JUNI 2005 Vol 11, No 1 (2005): Maret 2005 Vol 10, No 4 (2004): Desember, 2004 Vol 10, No 3 (2004): September, 2004 Vol 10, No 2 (2004): Juni 2004 Vol 10, No 1 (2004): Maret 2004 Vol 9, No 4 (2003): Desember 2003 Vol 9, No 3 (2003): September, 2003 Vol 9, No 2 (2003): Juni, 2003 Vol 9, No 1 (2003): Maret, 2003 Vol 8, No 4 (2002): Desember, 2002 Vol 8, No 3 (2002): September, 2002 Vol 8, No 2 (2002): Juni, 2002 Vol 8, No 1 (2002): Maret, 2002 Vol 7, No 4 (2001): Desember, 2001 Vol 7, No 3 (2001): September, 2001 Vol 7, No 2 (2001): Juni,2001 Vol 7, No 1 (2001): Maret, 2001 Vol 6, No 3 (2000): Desember, 2000 Vol 6, No 2 (2000): September, 2000 Vol 6, No 1 (2000): Juni, 2000 Vol 5, No 4 (2000): Maret, 2000 Vol 5, No 3 (1999): Desember, 1999 Vol 5, No 2 (1999): September, 1999 Vol 5, No 1 (1999): Juni, 1999 Vol 4, No 6 (1999): Maret, 1999 Vol 4, No 5 (1999): Januari, 1999 Vol 4, No 4 (1998): November, 1998 More Issue